Home / Fantasi / Pewaris Tahta Kerajaan / 70. Kewaspadaan Penduduk dalam Menghadapi Perang

Share

70. Kewaspadaan Penduduk dalam Menghadapi Perang

Author: CahyaGumilar79
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56
Dengan demikian, para pendekar itu langsung berkumpul di halaman barak tersebut. Mereka tampak antusias dalam memenuhi panggilan Wira Jaya sebagai panglima mereka.

Setelah para pendekar itu berkumpul semua, maka Wira Jaya pun langsung berkata di hadapan ratusan pendekar tersebut. Ia menghimbau kepada para pendekar itu, untuk segera bersiap dalam melakukan perlawanan terhadap para prajurit kerajaan Sanggabuana yang akan melakukan serangan terhadap mereka.

"Apakah benar mereka sudah berada di bibir hutan?" tanya salah seorang pendekar tampak ragu dengan apa yang dikatakan oleh Wira Jaya.

"Ya, mereka sudah berada di sana semenjak siang tadi," jawab Wira Jaya. "Malam ini kita harus berhati-hati! Jangan sampai lengah! Kita harus waspada khawatir jika mereka menyerang secara mendadak!" sambungnya.

"Baik, Panglima. Kami akan mempersiapkan diri menghadapi serangan mereka!" tegas salah seorang di antara ratusan para pendekar itu.

Dengan demikian, mereka pun langsung membagi tugas masing-ma
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (1)
goodnovel comment avatar
putra putra
sudah selesai ceritanya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Pewaris Tahta Kerajaan    71.Pertempuran dengan Para Pemberontak

    Sebagian dari para prajurit kerajaan Sanggabuana sudah beristirahat di dalam perkemahan itu, yang mereka dirikan di batas desa yang ada di bibir hutan yang diduga kuat menjadi tempat persembunyian para pemberontak pimpinan Wira Jaya. Demikianlah, malam itu mereka lewati dengan kondisi aman dan terkendali. Tak ada gangguan sedikitpun dari para pemberontak di hutan tersebut. Sebelum matahari terbit, sekitar seribu prajurit kerajaan Sanggabuana sudah berbaris rapi di sebuah tempat terbuka yang ada di area perkemahan mereka. Pagi itu, Patih Anggadita sudah tiba di lokasi perkemahan para prajuritnya. Sang patih akan terjun langsung dalam misi yang diembankan oleh Prabu Erlangga dalam rangka menumpas para pemberontak yang selama ini telah mengganggu ketertiban dan keamanan di wilayah kepatihan Kuta Tandingan Timur. "Persiapkan diri kalian ... ingat! Bahwa serangan ini bukanlah hal yang mudah, kalian harus waspada dan berhati-hati!" ujar sang patih berbicara di hadapan para prajuritnya ya

  • Pewaris Tahta Kerajaan    72. Tiba di Wilayah Kadipaten Conan Utara

    Para prajurit itu langsung menangkap Hong In dan lima puluh orang pendekar dari kelompok pemberontak itu. Para pendekar itu segera di bawa ke istana kepatihan dan langsung dijebloskan ke dalam penjara. Belum dapat dipastikan hukuman apa yang akan mereka terima? Patih Anggadita dan para prajuritnya langsung kembali ke istana kerajaan. Di tempat itu hanya menyisakan 200 orang prajurit untuk sekadar berjaga-jaga saja, karena pihak kepatihan Kuta Tandingan Timur sudah membangun saung keamanan dan bangunan barak tempat para prajurit. Penduduk yang ada di desa tersebut, tampak bahagia mendengar kabar bahwa para pemberontak sudah berhasil dikalahkan oleh pasukan prajurit kerajaan Sanggabuana. Mereka pun langsung mengadakan pertemuan di balai warga guna membahas langkah-langkah selanjutnya untuk mengamankan wilayah desa tersebut, agar tidak terjadi lagi peristiwa yang sama di masa yang akan datang. "Ini adalah sebuah kemenangan yang harus kita rayakan bersama," ujar seorang pria paruh baya

  • Pewaris Tahta Kerajaan    73. Bermalam di Desa Kondari

    Setelah selesai melaksanakan Salat Magrib berjamaah, Junada dan Abdullah langsung kembali ke saung yang ada di depan warung makan tempat Saketi dan Sami Aji tengah beristirahat. "Mereka sudah tidur, Paman," ucap Abdullah melangkah mendekat ke arah saung. Kemudian duduk di pinggir saung tersebut. Demikian juga yang dilakukan oleh Junada, ia langsung duduk dan bersandar ke tiang saung itu. Mereka tidak berani membangunkan dua orang kesatria istana yang tertidur pulas di atas bebalean saung tersebut. "Desa ini sangat sepi, padahal pemukiman penduduk sangat padat di desa ini. Tapi, orang-orangnya terlihat sedikit," kata Junada sambil meraih kendi keramik yang berisi air minum, lalu menuangkan air dalam kendi itu ke sebuah gelas keramik berukuran sedang. "Bismillahirrahmanirrahim," ucap Junada langsung meminum air dalam gelas itu. "Aku rasa, sebagian dari penduduk yang ada di desa ini pergi ke kuta untuk bekerja, Paman. Mungkin saja mereka pulang satu bulan sekali atau lebih," kata Abd

  • Pewaris Tahta Kerajaan    74. Kisah Kelam Yang Dialami oleh Penduduk Desa Kondari

    Ada banyak hal yang dibicarakan oleh Ki Jenang di hadapan Saketi dan semua yang ada di saung tersebut. Salah satunya terkait peristiwa kelam yang pernah dialami oleh warga desa Kondari beberapa tahun silam, ketika pergerakan para pemberontak Conan masih berlangsung. Teror pembunuhan, pemerkosaan, dan penculikan marak terjadi pada masa itu. Suasana di wilayah Conan hampir keseluruhan dalam kondisi genting. Waktu itu, Ki Jenang masih dalam kondisi jagjag waringkas (gagah perkasa). "Dulu ... aku ini merupakan pimpinan badega desa yang bertugas mengamankan wilayah desa ini dari gangguan kelompok-kelompok perampok dan pemberontakan di masa lampau," ujar Ki Jenang menuturkan. Saketi, Sami Aji, dan kedua pengawalnya itu tampak penasaran dan semakin tertarik dengan kisah masa lalu yang dituturkan oleh pria paruh baya itu. Dengan demikian, Ki Jenang langsung menceritakan kejadian yang pernah ia alami bersama para penduduk desa itu. Enam tahun silam.... “Apakah Ki Sanak bertiga tidak memer

  • Pewaris Tahta Kerajaan    75. Perjalanan Menuju Conan Utara

    Ki Jenang tersenyum lebar sambil mengangguk pelan. "Alhamdulillah ... memang ini semua merupakan sebuah mukjizat dari Allah, karena sudah menyelamatkan nyawaku," kata pria paruh baya itu lirih. "Jika bukan pertolongan dari Allah, maka sudah dapat dipastikan aku akan tewas disiksa oleh para penjahat itu," sambungnya dengan bola matanya yang berkaca-kaca. Setelah berbicara panjang lebar dengan Junada dan semua yang ada di saung tersebut, Ki Jenang langsung mengajak Junada dan semuanya untuk menginap di kediamannya yang jaraknya tidak terlalu jauh dari lokasi warung makan tersebut. "Sebaiknya malam ini kalian menginap di rumahku saja! Di sini terlalu dingin udaranya, aku rasa ruangan rumahku cukup untuk tidur kalian berempat," kata pria paruh baya itu. Dengan demikian, Junada dan yang lainnya tidak dapat menolak tawaran baik tersebut. Mereka pun segera beranjak dari saung tersebut, dan langsung ikut dengan Ki Jenang untuk menginap di kediamannya. Keesokan harinya.... Saketi dan Sami

  • Pewaris Tahta Kerajaan    76. Sebuah Perjalanan

    Dengan demikian, mereka langsung mendirikan saung sederhana untuk dijadikan tempat bermalam mereka di tempat tersebut. "Sebaiknya Paman dan Abdullah Salat Magrib saja dulu! Biarkan saja saung ini aku dan Sami Aji yang merapikannya," ucap Saketi lirih. Ia sangat menghargai perbedaan di antara mereka. Karena walau bagaimanapun, Junada dan Abdullah memiliki kewajiban yang lebih penting dari itu, yakni ibadah salat yang secara rutin harus mereka tunaikan di setiap datang waktunya. "Baik, Pangeran." Junada tersenyum lebar menatap wajah Saketi. Setelah itu, ia langsung mengajak Abdullah mencari sumber air yang ada di sekitar tempat tersebut, untuk segera mereka mensucikan diri sebelum menjalankan ibadah Salat Magrib yang sudah hampir tiba. "Aku rasa tempat ini aman untuk dijadikan tempat istirahat kita malam ini," desis Sami Aji yang baru selesai memasang atap saung tersebut. "Kita harus segera mencari kayu bakar, sebentar lagi gelap!" ajak Saketi lirih. "Baiklah, kita ke sana saja!"

  • Pewaris Tahta Kerajaan    77. Dihadang Para Prajurit Penjaga Keamanan

    Setelah kembali dari sungai, Saketi dan Sami Aji langsung menghampiri Junada yang tengah duduk bersama Abdullah di depan saung. "Paman belum makan?" tanya Saketi menatap wajah pria paruh baya yang sudah beberapa bulan ini setia menjadi pengawalnya. "Belum, Pangeran. Paman dan Abdullah sengaja menunggu Pangeran dan Raden Sami Aji," jawab Junada sambil tersenyum. "Oh, ya, sudah. Kita makan sekarang!" ajak Saketi langsung duduk di hadapan Junada. Dengan demikian, Abdullah bangkit dan segera menyiapkan makan yang sudah ia masak sedari tadi. Mereka pun langsung menikmati sarapan pagi bersama di depan saung tersebut. Usai makan, mereka hanya beristirahat sebentar saja. Kemudian langsung merapikan tempat tersebut dan segera membuang sampah-sampah bekas mereka selama berada di tempat tersebut, karena tempat itu merupak perkebunan milik warga. Mereka tidak mau meninggalkan kesan tidak baik bagi sang pemilik kebun, karena tempat tersebut sudah mereka jadikan tempat persinggahan itu. Ketika

  • Pewaris Tahta Kerajaan    78. Sang Pangeran Tiba di Kediaman Adipati Sargeni

    Demikianlah, maka Junada pun akhirnya mengalah dan memilih untuk mengikuti aturan yang berlaku di wilayah tersebut. Junada langsung mengajak Saketi untuk segera menghampiri pos keamanan yang jaraknya tidak terlalu jauh dari lokasi para prajurit yang melakukan penghadangan terhadap mereka. Sementara Sami Aji dan Abdullah hanya menunggu di tempat semula dengan diawasi ketat oleh para prajurit yang bertugas di wilayah perbatasan kadipaten Conan Utara. Setibanya di saung keamanan, Junada dan Saketi langsung melakukan perbincangan dengan seorang prajurit yang tengah bertugas di saung tersebut. "Apakah kau masih ragu jika ini adalah putra Gusti Prabu Erlangga?" tanya Junada menanggapi sikap prajurit senior yang masih bersikeras tidak mempercayai jika pemuda yang ada dihadapannya itu adalah Saketi putra Prabu Erlangga. "Mohon maaf, Ki Sanak. Sebaiknya tunggu pimpinan kami dulu! Sebentar lagi beliau akan tiba di saung ini, mungkin dia akan mengenali kalian, karena pemimpin kami sudah lama

Latest chapter

  • Pewaris Tahta Kerajaan    133 Jula Karna Menjalin Persahabatan dengan Saketi dan Sami Aji

    Prabu Erlangga menarik napas dalam-dalam, lalu menjawab lirih pertanyaan putra mahkota dari kerajaan musuh itu."Kembalilah ke istanamu! Berbuatlah kebaikan, tunjukkan kepada ayahandamu bahwa apa yang kau lakukan sangat disukai rakyat kerajaanmu! Niscaya, ayahandamu akan menilai sendiri kebaikan yang ada padamu.""Mohon maaf, Gusti Prabu. Apakah hal seperti ini mampu merubah sikap dan pemikiran ayahanadaku?" tanya Jula Karna lirih."Bisa, tapi secara perlahan," jawab sang raja. "Karena semua itu tidak semudah membalikkan telapak tangan, kau harus sabar! Niscaya, lambat-laun ayahandamu akan mengikuti jejakmu jika dia tidak ingin kehilangan kedudukannya," sambung sang raja penuh nasihat."Terima kasih, Gusti Prabu. Aku sangat berharap ayahandaku bisa berubah," ucap Jula Karna.Prabu Erlangga dan Mahapatih Randu Aji tersenyum lebar melihat sikap Jula Karna, mereka merasa kagum karena sikapnya sungguh berbeda dengan sikap ayahandanya.Demikianlah, maka Jula Karna pun paham dan sangat meng

  • Pewaris Tahta Kerajaan    132. Jula Karna Berkunjung ke Istana Sanggabuana

    "Dia adalah Prabu Serta Madya yang semasa menjadi prajurit kerajaan Sirnabaya lebih dikenal dengan nama Rintang Lingga Husaini," jawab Uluma.Pemuda itu menjelaskan sebagaimana yang ia ketahui dari berbagai sumber, karena semua rakyat di kerajaan tersebut sudah mengetahui bahwa pemimpin kerajaan Hoda Buana adalah seorang prajurit biasa yang menjelma menjadi seorang pahlawan kuat hingga berhasil membebaskan rakyat Hoda Buana dari jerat pemerintahan zalim kerajaan Sirnabaya."Sungguh aku sangat tertarik dengan cerita ini. Jika berkenan, apakah kau sudi menceritakan semua kepada kami?!" kata Jula Karna penuh harap.Dengan senang hati, Uluma pun langsung menceritakan tentang kisah perjalanan hidup Prabu Serta Madya atau Rintang Lingga Husaini. Semua berdasarkan pengetahuan dari ayahnya yang mengetahui keseluruhan perjalanan hidup Rintang Lingga Husaini sebelum menjadi seorang raja di kerajaan Hoda Buana."Terima kasih, Uluma. Kau sudah banyak memberikan keterangan untuk kami, dan kami san

  • Pewaris Tahta Kerajaan    131. Jula Karna yang Rendah Hati

    Setelah selesai makan siang dan beristirahat sebentar, sang raja dan para punggawanya kembali melanjutkan perjalanan menuju sebuah desa yang berada di pinggiran kadipaten Kunadapa. Selanjutnya mereka akan meneruskan perjalanan tersebut kembali memasuki hutan agar segera sampai di kuta utama Randakala.Senapati Lintang merasa senang, bahwa dirinya sudah bisa menjadi bagian dari pasukan kerajaan Sanggabuana meskipun bukan tumpah darah nenek moyangnya, karena Randakala adalah tumpah darah dirinya yang sebenarnya."Terima kasih banyak Gusti Prabu, karena hamba sudah diajak dalam misi ini. Hari ini hamba bisa kembali melihat pemandangan indah di tanah kelahiran hamba," ucap Senapati Lintang tampak semringah."Apakah Senapati masih memiliki sanak saudara di kerajaan ini? Jika masih, alangkah baiknya nanti kita mampir saja terlebih dahulu.""Sudah tidak ada, Gusti Prabu. Keluarga hamba sudah tewas semua semenjak peristiwa agresi yang dilakukan oleh pihak kerajaan Tonggon," jawab Senapati Lin

  • Pewaris Tahta Kerajaan    130. Prabu Erlangga dan Rombongannya Tiba di Sebuah Desa

    Prabu Erlangga hanya diam menyimak perbincangan para pengawalnya dengan pemuda tersebut. Ia khawatir jika terlalu banyak bicara, Burama tentu akan mengetahui tentang penyamarannya itu, sehingga Prabu Erlangga lebih memilih diam dan menyimak dengan santai penuturan dari pemuda desa tersebut."Apakah raja tidak bertindak tegas terhadap pihak yang bersekutu dengan pemerintah kerajaan Kuta Waluya?" tanya Senapati Lintang."Sang raja hanya diam saja, entah kenapa? Aku pun tidak mengerti apa yang ada dalam pikirkan sang raja. Seakan-akan, dirinya seperti bersembunyi di dalam terang," jawab Burama lirih."Kau jangan berprasangka buruk terhadap pemimpin kerajaan ini. Bisa jadi, itu semua dikarenakan adanya kesimpangsiuran, karena aku yakin bahwa pemimpin kerajaan ini sungguh menyayangi rakyatnya," timpal Senapati Lintang.Burama hanya tersenyum menanggapi perkataan Senapati Lintang. Lalu berkata lagi, "Ketika terjadi pertentangan yang menabur benih perpecahan, aku sebagai rakyat kecil lebih m

  • Pewaris Tahta Kerajaan    129. Bertemu dengan Burama

    Sembilan hari berikutnya ....Prabu Erlangga bersama ratusan prajurit pengawal, sudah berada di wilayah kerajaan Randakala. Hampir satu pekan lamanya, mereka melakukan perjalanan dari kerajaan Sanggabuana menuju wilayah kerajaan tersebut.Perjalanan itu dimulai dari istana menuju kepatihan Kuta Gandok, kepatihan Waluya Jaya, dan terakhir masuk ke wilayah kerajaan Randakala melalui jalur timur kepatihan Waluya Jaya."Kita ini sudah masuk ke wilayah kadipaten Kunadapa," kata sang raja sedikit memperlambat laju kudanya. "Di masa lalu aku pernah berkelana di tempat ini, dan itu berlangsung hampir dua tahun lamanya bersama Paman Landuka," lanjut sang raja berkata kepada Senapati Lintang dan para prajurit lainnya.Tempat yang indah dengan panorama alam yang sungguh menakjubkan, memukau pandangan. Tampak bukit-bukit menjulang tinggi dengan pepohonan lebat menghijau menambah warna bagi keindahan alam di kerajaan tersebut, yang sebagian besar dihuni oleh suku yang sama dengan yang ada di keraj

  • Pewaris Tahta Kerajaan    128. Jundaka dan Salima Resmi Menjadi Prajurit Sanggabuana

    Di ruang utama istana, Prabu Erlangga sedang berbincang dengan Mahapatih Randu Aji dan juga para penasihat istana. Mereka sedang membahas tentang keamanan batas wilayah yang berbatasan langsung dengan wilayah kerajaan Kuta Waluya.Di wilayah tersebut setiap harinya sering terjadi penyelundupan barang-barang ilegal dari para penduduk kerajaan Kuta Waluya. Mereka masuk tanpa izin melewati jalur-jalur tikus yang ada di dalam hutan di sepanjang perbatasan.Mereka sangat cerdik dan pintar ketika melancarkan aksi mereka, sehingga pihak prajurit keamanan tidak dapat mendeteksi pergerakan mereka."Seharusnya, kita ini sudah membangun tembok raksasa sebagai pembatas wilayah kerajaan, agar para penyusup dari Kuta Waluya tidak mudah memasuki wilayah kerajaan ini!" ujar Prabu Erlangga di sela perbincangannya dengan para petinggi istana."Benar, Gusti Prabu. Saat ini memang sudah waktunya kita untuk membangun tembok raksasa di sepanjang perbatasan wilayah kerajaan Kuta Waluya," sahut Anggadita men

  • Pewaris Tahta Kerajaan    127. Senapati Lintang dan Rombongannya Kembali ke Istana

    Singkat cerita ....Senapati Lintang dan rombongannya sudah berhasil menangkap Sukara yang selama ini menjadi buruan pihak kerajaan Sanggabuana. Namun, ketika dalam perjalanan menuju pulang ke Sanggabuana. Sukara nekat melarikan diri, pada akhirnya dua prajurit pengawal dengan terpaksa melemparkan tombak ke tubuh Sukara, hingga penjahat itu pun tewas dan tubuhnya jatuh ke jurang."Tidak apa-apa dia tewas juga, yang terpenting keris ini sudah berhasil kita ambil," kata Saketi lirih sambil menggenggam sebilah keris pusaka milik Kyai Bagaswara.Keris tersebut akan dibawa ke istana, dan akan disimpan di museum kerajaan. Semua berdasarkan restu Kyai Bagaswara yang sudah menghibahkan keris pusaka miliknya kepada pihak kerajaan Sanggabuana."Dia nekat melarikan diri, karena takut jika tiba di istana akan dijatuhi hukuman mati oleh sang raja," kata Senapati Lintang."Benar, Paman. Sehingga Sukara nekat mengambil keputusan seperti itu," sahut Saketi.Beberapa hari kemudian ....Abdullah dan be

  • Pewaris Tahta Kerajaan    126. Ketangguhan Jundaka

    Senapati Lintang dan semua yang ada di tempat tersebut, mengerutkan kening. Mereka merasa heran dengan sikap pemerintah kerajaan tersebut. Mengapa tidak menghukum Sukara yang sudah jelas telah melakukan tindakan melawan hukum."Ada apa dengan Sukara? Kenapa pihak pemerintah kerajaan tidak menjatuhi hukuman untuknya, Ki?" tanya Saketi mengerutkan keningnya menatap wajah pria senja itu."Entahlah, kami pun tidak mengetahui alasan tersebut. Namun, yang paling membuat kami kecewa adalah, Raja justru menjadikan Sukara sebagai seorang punggawa. Meski pada akhirnya, di dipecat karena sudah melakukan kesalahan besar."Apa yang dikatakan oleh Ki Rustapa tentang Sukara memang senada dengan apa yang pernah dikatakan oleh Jundaka beberapa hari lalu kepada Saketi dan yang lainnya.Tidak terasa, perbincangan mereka tiba di waktu tengah malam. Dengan demikian, Ki Rustapa langsung mempersilakan para tamunya itu untuk segera beristirahat.***Di tempat terpisah tepatnya di sebelah timur dari kediaman

  • Pewaris Tahta Kerajaan    125. Ki Rustapa dan Salima Akhirnya Mengetahui Identitas Para Tamunya

    Apa yang ada dalam benak sang senapati, ternyata senada dengan apa yang dipikirkan oleh Saketi dan Sami Aji. Mereka khawatir jika Salima dan Ki Rustapa tahu tentang jati diri mereka yang sesungguhnya. Sudah barang tentu, keduanya akan kecewa dan bahkan akan melaporkan semuanya kepada pihak prajurit kerajaan Kuta Waluya.Meskipun seperti itu, Senapati Lintang pun akhirnya tetap mengizinkan Salima untuk ikut bersama rombongannya. Senapati Lintang sudah memiliki rencana, dirinya akan mengatakan hal yang sebenarnya kepada pemuda itu ketika mereka sudah tiba di kademangan Duri Jaya.Dengan raut wajah berbinar-binar, Salima kemudian berkata kepada Senapati Lintang sembari merangkapkan kedua telapak tangannya."Bagaimana, Paman. Apakah Paman mengizinkan aku untuk ikut bersama rombongan ini?" tanya Salima penuh hormat.Dari raut wajahnya terpancar asa yang begitu besarnya. Dia sangat berharap agar Senapati Lintang menyetujui keinginannya itu.Setelah mempertimbangkan semuanya, maka Senapati L

DMCA.com Protection Status