Beranda / Fantasi / Pewaris Tahta Kerajaan / 77. Dihadang Para Prajurit Penjaga Keamanan

Share

77. Dihadang Para Prajurit Penjaga Keamanan

Penulis: CahyaGumilar79
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56
Setelah kembali dari sungai, Saketi dan Sami Aji langsung menghampiri Junada yang tengah duduk bersama Abdullah di depan saung.

"Paman belum makan?" tanya Saketi menatap wajah pria paruh baya yang sudah beberapa bulan ini setia menjadi pengawalnya.

"Belum, Pangeran. Paman dan Abdullah sengaja menunggu Pangeran dan Raden Sami Aji," jawab Junada sambil tersenyum.

"Oh, ya, sudah. Kita makan sekarang!" ajak Saketi langsung duduk di hadapan Junada.

Dengan demikian, Abdullah bangkit dan segera menyiapkan makan yang sudah ia masak sedari tadi. Mereka pun langsung menikmati sarapan pagi bersama di depan saung tersebut.

Usai makan, mereka hanya beristirahat sebentar saja. Kemudian langsung merapikan tempat tersebut dan segera membuang sampah-sampah bekas mereka selama berada di tempat tersebut, karena tempat itu merupak perkebunan milik warga. Mereka tidak mau meninggalkan kesan tidak baik bagi sang pemilik kebun, karena tempat tersebut sudah mereka jadikan tempat persinggahan itu.

Ketika
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Pewaris Tahta Kerajaan    78. Sang Pangeran Tiba di Kediaman Adipati Sargeni

    Demikianlah, maka Junada pun akhirnya mengalah dan memilih untuk mengikuti aturan yang berlaku di wilayah tersebut. Junada langsung mengajak Saketi untuk segera menghampiri pos keamanan yang jaraknya tidak terlalu jauh dari lokasi para prajurit yang melakukan penghadangan terhadap mereka. Sementara Sami Aji dan Abdullah hanya menunggu di tempat semula dengan diawasi ketat oleh para prajurit yang bertugas di wilayah perbatasan kadipaten Conan Utara. Setibanya di saung keamanan, Junada dan Saketi langsung melakukan perbincangan dengan seorang prajurit yang tengah bertugas di saung tersebut. "Apakah kau masih ragu jika ini adalah putra Gusti Prabu Erlangga?" tanya Junada menanggapi sikap prajurit senior yang masih bersikeras tidak mempercayai jika pemuda yang ada dihadapannya itu adalah Saketi putra Prabu Erlangga. "Mohon maaf, Ki Sanak. Sebaiknya tunggu pimpinan kami dulu! Sebentar lagi beliau akan tiba di saung ini, mungkin dia akan mengenali kalian, karena pemimpin kami sudah lama

  • Pewaris Tahta Kerajaan    79. Bermalam di Tepi Danau

    Singkat cerita.... Selama tiga tahun, Saketi dan Sami Aji melakukan perjalanan ke seluruh kerajaan Sanggabuana ditemani pula oleh Junada dan Abdullah sebagai pengawal mereka. Semua itu, berdasarkan perintah raja. Kini, sudah waktunya bagi kedua kesatria tersebut untuk kembali ke istana kerajaan. "Maaf, Pangeran. Apakah kita akan kembali ke istana sore ini?" tanya Abdullah dengan hormat kepada pangeran. "Sebentar lagi matahari akan terbenam dan sebentar lagi malam akan tiba. Sebaiknya kita istirahat dulu. Besok pagi saja kita melakukan perjalanan pulang!" Saketi menjawab pelan pertanyaan dari Abdullah. "Baik, Pangeran jika memang seperti itu. Hamba akan segera mendirikan saung di tempat ini," kata Abdulah merangkapkan kedua telapak tangannya sedikit membungkukkan badan. "Tidak perlu, Abdullah!" kata Junada. Abdullah dan Saketi langsung berbalik ke arah pria paruh baya itu. Lalu, Saketi bertanya, "Memangnya kenapa, Paman?" "Pangeran, lihat itu!" jawab Junada, menudingkan jari tel

  • Pewaris Tahta Kerajaan    80. Penampakan Orang Tidak Dikenal di Tepi Danau

    Ketika Abdullah duduk santai sambil menikmati ubi bakar dan minuman rempah kesukaannya. Tiba-tiba saja, ia mendengar langkah kaki di balik semak-semak yang ada di belakang saung. Saat itu sudah menginjak waktu tengah malam. Dengan cepat, Abdullah bangkit dari duduknya dan langsung melangkah ke arah belakang saung untuk menyelidiki sumber suara tersebut. Sementara itu, Junada, Saketi, dan Sami Aji sudah terlelap tidur. Dengan penuh kewaspadaan, Abdullah melanjutkan langkahnya mengamati sekeliling tempat tersebut dengan sorot mata yang tajam penuh selidik. "Aku percaya ada banyak orang-orang jahat di wilayah ini, dan mereka pasti marah karena ada orang lain di danau ini," kata Abdullah pelan. Tiba-tiba saja, tampak ada sebuah bayangan putih terbang dari satu pohon ke pohon berikutnya di perbatasan hutan dalam sekejap saja menghilang tanpa bekas. "Siapa kau?" Abdullah berseru dengan suara keras. "Aku penghuni rimba ini," sahut orang tersebut. Ia meluncur deras ke arah Abdullah, kemud

  • Pewaris Tahta Kerajaan    81. Kehadiran Jaka Dula dan Ki Kunda

    Mendengar teriakkan Abdullah, orang itu langsung melesat cepat ke arah timur. Ia terbang melewati danau. Dari cara terbang dan kecepatan gerakannya, sudah dapat dipastikan bahwa orang tersebut bukanlah seorang pendekar biasa. Tentu, ia merupakan seorang pendekar yang memiliki kepandaian ilmu bela diri yang sangat tinggi. Dengan penuh keberanian, Abdullah langsung mengejarnya. Demikian pula dengan Junada, ia bergerak cepat mengikuti Abdullah. Ketika Abdullah dan Junada sudah berada di batas desa, orang tersebut menghentikan langkahnya, lantas berkatalah orang itu sambil tertawa dingin, "Baiklah, saudaraku, aku takut pada kalian. Kalian jangan mengejarku lagi!" Setelah berkata demikian, orang tersebut kembali berlari. Namun, Abdullah dan Junada tetap melakukan pengejaran. "Hai! Mau lari ke mana kau?" teriak Abdullah. "Awas kau! Kupukul kepalamu nanti?" bentak Junada ikut berlari mengikuti langkah Abdullah. Orang itu mengeluarkan gerakan lari pasang surut, kadang cepat dan kadang pe

  • Pewaris Tahta Kerajaan    82. Pertarungan Abdullah dengan Jarim

    Setibanya di saung, Junada dan Abdullah kembali duduk di beranda saung tersebut. Malam itu, Junada dan Abdullah memutuskan untuk tidak tidur, karena mereka merasa khawatir jika para penjahat itu akan kembali lagi. "Paman mau minum rempah hangat?" tanya Abdullah lirih. "Iya, Abdullah. Tapi jangan terlalu manis!" jawab Junada. "Baik, Paman." Abdullah segera membuatkan minuman rempah untuk pria paruh baya yang sangat ia hormati itu. Ketika dirinya tengah menumbuk gula Ganting, di belakang saung terdengar suara langkah kaki. Seolah ada seseorang yang berjalan menginjak ranting kering di belakang saung tersebut. Bukan hanya Abdullah saja yang mendengar suara tersebut. Namun, Junada pun mendengarnya. Tapi, Junada meminta Abdullah agar mengabaikannya. "Biarkan saja! Yang terpenting siapa pun orangnya yang ada di belakang saung ini tidak jahat terhadap kita," kata Junada pada Abdullah yang baru selesai membuatkan minuman hangat untuknya. "Iya, Paman." Junada langsung meletakkan dua gela

  • Pewaris Tahta Kerajaan    83. Titah Sang Raja untuk Anggareksa dan Senapati Lintang

    Dengan demikian, Jarim tak dapat menahan perasaannya, sehingga mulutnya yang kotor itu berbohong kepada Junada, "Sungguh sial, seorang penduduk telah menyesatkan aku hingga nyasar ke tempat ini," desis Jarim berusaha untuk menutupi jati dirinya. Junada sudah paham dengan kebohongan Jarim, ia hanya tertawa dingin. Tanpa terduga pundak Jarim ia pukul dengan sangat keras. Hanya dipukul pelan saja, Jarim merasakan seolah tulangnya seperti lepas. "Kenapa Ki Sanak memukulku?" tanya Jarim kaget sambil meringis menahan rasa sakit di pundaknya. "Karena kau sudah berbohong!" bentak Junada. 'Sial! Ternyata orang ini sudah mengetahui kebohonganku,' batin Jarim. Dengan gerakan yang sangat cepat, Jarim bangkit dan langsung melesat terbang meninggalkan tempat tersebut. Saketi, Sami Aji, dan Abdullah tampak kaget melihat pemandangan seperti itu. Mereka saling berpandangan. Lantas Saketi pun bertanya kepada Junada, "Mengapa Paman memukul orang itu?" "Orang itu sudah membohongi kita, Pangeran. Pa

  • Pewaris Tahta Kerajaan    84. Anggareksa Dihadang Dua Penjahat di Bukit Kuta

    Anggareksa langsung kembali ke istana kepatihan dengan menunggangi kuda putih, memacu derap langkah kudanya melewati pedesaan dan hutan yang ada di wilayah kepatihan Kuta Tandingan Barat yang berbatasan langsung dengan wilayah kepatihan Kuta Tandingan Timur. Tiba di sebuah desa di ujung wilayah Kuta Tandingan Barat, Anggareksa dikagetkan dengan munculnya dua orang pria berjubah hitam. Tiba-tiba saja mereka menghadang perjalanannya, tepat di sebuah perbukitan yang ada di daerah kademangan Sertajaya wilayah kadipaten Kuta Jaya Utama. Anggareksa segera menghentikan laju kudanya. Kemudian turun dan langsung melangkah menghampiri dua orang pria asing itu. "Mohon ma†af, Ki Sanak. Kenapa kalian menghadang perjalananku?" tanya Anggareksa dengan sikap tenang. Dua orang tersebut bersikap angkuh, mereka tertawa lepas mendengar pertanyaan dari putra sang penguasa kepatihan Kuta Tandingan Timur. Lantas, salah seorang dari mereka menjawab, "Kami mendapatkan tugas untuk membawamu menghadap pimp

  • Pewaris Tahta Kerajaan    85. Anggareksa Berhasil Mengalahkan Dua Pendekar Jahat

    Namun, Anggareksa tak tinggal diam. Ia bergerak lebih cepat dari gerakan pendekar tersebut. Sehingga dirinya dapat menghindar dari serangan yang sangat mematikan itu. Jika tidak, sudah barang tentu tubuhnya akan hancur terkena serangan yang berkekuatan tinggi dari lawannya. Gelombang besar dari kekuatan tenaga dalam yang dikerahkan oleh pendekar tersebut, tidak menemui sasaran dan membentur batu padas yang ada di tempat itu, hingga menyebabkan batu tersebut hancur berkeping-keping. Sementara itu, kawan dari pendekar yang gagal melakukan serangan terhadap Anggareksa menghentakkan kakinya, dan langsung memburu Anggareksa yang baru saja menginjakkan kakinya di atas tanah setelah terbang tinggi untuk menghindari serangan lawannya. "Kau akan aku buat menderita, Anak muda!" bentak pria tersebut sambil meluncur ke arah Anggareksa. "Bedebah!" teriak Anggareksa langsung menangkis serangan tersebut. Dua kekuatan saling berbenturan hingga menimbulkan kegaduhan yang luar biasa, sehingga para

Bab terbaru

  • Pewaris Tahta Kerajaan    133 Jula Karna Menjalin Persahabatan dengan Saketi dan Sami Aji

    Prabu Erlangga menarik napas dalam-dalam, lalu menjawab lirih pertanyaan putra mahkota dari kerajaan musuh itu."Kembalilah ke istanamu! Berbuatlah kebaikan, tunjukkan kepada ayahandamu bahwa apa yang kau lakukan sangat disukai rakyat kerajaanmu! Niscaya, ayahandamu akan menilai sendiri kebaikan yang ada padamu.""Mohon maaf, Gusti Prabu. Apakah hal seperti ini mampu merubah sikap dan pemikiran ayahanadaku?" tanya Jula Karna lirih."Bisa, tapi secara perlahan," jawab sang raja. "Karena semua itu tidak semudah membalikkan telapak tangan, kau harus sabar! Niscaya, lambat-laun ayahandamu akan mengikuti jejakmu jika dia tidak ingin kehilangan kedudukannya," sambung sang raja penuh nasihat."Terima kasih, Gusti Prabu. Aku sangat berharap ayahandaku bisa berubah," ucap Jula Karna.Prabu Erlangga dan Mahapatih Randu Aji tersenyum lebar melihat sikap Jula Karna, mereka merasa kagum karena sikapnya sungguh berbeda dengan sikap ayahandanya.Demikianlah, maka Jula Karna pun paham dan sangat meng

  • Pewaris Tahta Kerajaan    132. Jula Karna Berkunjung ke Istana Sanggabuana

    "Dia adalah Prabu Serta Madya yang semasa menjadi prajurit kerajaan Sirnabaya lebih dikenal dengan nama Rintang Lingga Husaini," jawab Uluma.Pemuda itu menjelaskan sebagaimana yang ia ketahui dari berbagai sumber, karena semua rakyat di kerajaan tersebut sudah mengetahui bahwa pemimpin kerajaan Hoda Buana adalah seorang prajurit biasa yang menjelma menjadi seorang pahlawan kuat hingga berhasil membebaskan rakyat Hoda Buana dari jerat pemerintahan zalim kerajaan Sirnabaya."Sungguh aku sangat tertarik dengan cerita ini. Jika berkenan, apakah kau sudi menceritakan semua kepada kami?!" kata Jula Karna penuh harap.Dengan senang hati, Uluma pun langsung menceritakan tentang kisah perjalanan hidup Prabu Serta Madya atau Rintang Lingga Husaini. Semua berdasarkan pengetahuan dari ayahnya yang mengetahui keseluruhan perjalanan hidup Rintang Lingga Husaini sebelum menjadi seorang raja di kerajaan Hoda Buana."Terima kasih, Uluma. Kau sudah banyak memberikan keterangan untuk kami, dan kami san

  • Pewaris Tahta Kerajaan    131. Jula Karna yang Rendah Hati

    Setelah selesai makan siang dan beristirahat sebentar, sang raja dan para punggawanya kembali melanjutkan perjalanan menuju sebuah desa yang berada di pinggiran kadipaten Kunadapa. Selanjutnya mereka akan meneruskan perjalanan tersebut kembali memasuki hutan agar segera sampai di kuta utama Randakala.Senapati Lintang merasa senang, bahwa dirinya sudah bisa menjadi bagian dari pasukan kerajaan Sanggabuana meskipun bukan tumpah darah nenek moyangnya, karena Randakala adalah tumpah darah dirinya yang sebenarnya."Terima kasih banyak Gusti Prabu, karena hamba sudah diajak dalam misi ini. Hari ini hamba bisa kembali melihat pemandangan indah di tanah kelahiran hamba," ucap Senapati Lintang tampak semringah."Apakah Senapati masih memiliki sanak saudara di kerajaan ini? Jika masih, alangkah baiknya nanti kita mampir saja terlebih dahulu.""Sudah tidak ada, Gusti Prabu. Keluarga hamba sudah tewas semua semenjak peristiwa agresi yang dilakukan oleh pihak kerajaan Tonggon," jawab Senapati Lin

  • Pewaris Tahta Kerajaan    130. Prabu Erlangga dan Rombongannya Tiba di Sebuah Desa

    Prabu Erlangga hanya diam menyimak perbincangan para pengawalnya dengan pemuda tersebut. Ia khawatir jika terlalu banyak bicara, Burama tentu akan mengetahui tentang penyamarannya itu, sehingga Prabu Erlangga lebih memilih diam dan menyimak dengan santai penuturan dari pemuda desa tersebut."Apakah raja tidak bertindak tegas terhadap pihak yang bersekutu dengan pemerintah kerajaan Kuta Waluya?" tanya Senapati Lintang."Sang raja hanya diam saja, entah kenapa? Aku pun tidak mengerti apa yang ada dalam pikirkan sang raja. Seakan-akan, dirinya seperti bersembunyi di dalam terang," jawab Burama lirih."Kau jangan berprasangka buruk terhadap pemimpin kerajaan ini. Bisa jadi, itu semua dikarenakan adanya kesimpangsiuran, karena aku yakin bahwa pemimpin kerajaan ini sungguh menyayangi rakyatnya," timpal Senapati Lintang.Burama hanya tersenyum menanggapi perkataan Senapati Lintang. Lalu berkata lagi, "Ketika terjadi pertentangan yang menabur benih perpecahan, aku sebagai rakyat kecil lebih m

  • Pewaris Tahta Kerajaan    129. Bertemu dengan Burama

    Sembilan hari berikutnya ....Prabu Erlangga bersama ratusan prajurit pengawal, sudah berada di wilayah kerajaan Randakala. Hampir satu pekan lamanya, mereka melakukan perjalanan dari kerajaan Sanggabuana menuju wilayah kerajaan tersebut.Perjalanan itu dimulai dari istana menuju kepatihan Kuta Gandok, kepatihan Waluya Jaya, dan terakhir masuk ke wilayah kerajaan Randakala melalui jalur timur kepatihan Waluya Jaya."Kita ini sudah masuk ke wilayah kadipaten Kunadapa," kata sang raja sedikit memperlambat laju kudanya. "Di masa lalu aku pernah berkelana di tempat ini, dan itu berlangsung hampir dua tahun lamanya bersama Paman Landuka," lanjut sang raja berkata kepada Senapati Lintang dan para prajurit lainnya.Tempat yang indah dengan panorama alam yang sungguh menakjubkan, memukau pandangan. Tampak bukit-bukit menjulang tinggi dengan pepohonan lebat menghijau menambah warna bagi keindahan alam di kerajaan tersebut, yang sebagian besar dihuni oleh suku yang sama dengan yang ada di keraj

  • Pewaris Tahta Kerajaan    128. Jundaka dan Salima Resmi Menjadi Prajurit Sanggabuana

    Di ruang utama istana, Prabu Erlangga sedang berbincang dengan Mahapatih Randu Aji dan juga para penasihat istana. Mereka sedang membahas tentang keamanan batas wilayah yang berbatasan langsung dengan wilayah kerajaan Kuta Waluya.Di wilayah tersebut setiap harinya sering terjadi penyelundupan barang-barang ilegal dari para penduduk kerajaan Kuta Waluya. Mereka masuk tanpa izin melewati jalur-jalur tikus yang ada di dalam hutan di sepanjang perbatasan.Mereka sangat cerdik dan pintar ketika melancarkan aksi mereka, sehingga pihak prajurit keamanan tidak dapat mendeteksi pergerakan mereka."Seharusnya, kita ini sudah membangun tembok raksasa sebagai pembatas wilayah kerajaan, agar para penyusup dari Kuta Waluya tidak mudah memasuki wilayah kerajaan ini!" ujar Prabu Erlangga di sela perbincangannya dengan para petinggi istana."Benar, Gusti Prabu. Saat ini memang sudah waktunya kita untuk membangun tembok raksasa di sepanjang perbatasan wilayah kerajaan Kuta Waluya," sahut Anggadita men

  • Pewaris Tahta Kerajaan    127. Senapati Lintang dan Rombongannya Kembali ke Istana

    Singkat cerita ....Senapati Lintang dan rombongannya sudah berhasil menangkap Sukara yang selama ini menjadi buruan pihak kerajaan Sanggabuana. Namun, ketika dalam perjalanan menuju pulang ke Sanggabuana. Sukara nekat melarikan diri, pada akhirnya dua prajurit pengawal dengan terpaksa melemparkan tombak ke tubuh Sukara, hingga penjahat itu pun tewas dan tubuhnya jatuh ke jurang."Tidak apa-apa dia tewas juga, yang terpenting keris ini sudah berhasil kita ambil," kata Saketi lirih sambil menggenggam sebilah keris pusaka milik Kyai Bagaswara.Keris tersebut akan dibawa ke istana, dan akan disimpan di museum kerajaan. Semua berdasarkan restu Kyai Bagaswara yang sudah menghibahkan keris pusaka miliknya kepada pihak kerajaan Sanggabuana."Dia nekat melarikan diri, karena takut jika tiba di istana akan dijatuhi hukuman mati oleh sang raja," kata Senapati Lintang."Benar, Paman. Sehingga Sukara nekat mengambil keputusan seperti itu," sahut Saketi.Beberapa hari kemudian ....Abdullah dan be

  • Pewaris Tahta Kerajaan    126. Ketangguhan Jundaka

    Senapati Lintang dan semua yang ada di tempat tersebut, mengerutkan kening. Mereka merasa heran dengan sikap pemerintah kerajaan tersebut. Mengapa tidak menghukum Sukara yang sudah jelas telah melakukan tindakan melawan hukum."Ada apa dengan Sukara? Kenapa pihak pemerintah kerajaan tidak menjatuhi hukuman untuknya, Ki?" tanya Saketi mengerutkan keningnya menatap wajah pria senja itu."Entahlah, kami pun tidak mengetahui alasan tersebut. Namun, yang paling membuat kami kecewa adalah, Raja justru menjadikan Sukara sebagai seorang punggawa. Meski pada akhirnya, di dipecat karena sudah melakukan kesalahan besar."Apa yang dikatakan oleh Ki Rustapa tentang Sukara memang senada dengan apa yang pernah dikatakan oleh Jundaka beberapa hari lalu kepada Saketi dan yang lainnya.Tidak terasa, perbincangan mereka tiba di waktu tengah malam. Dengan demikian, Ki Rustapa langsung mempersilakan para tamunya itu untuk segera beristirahat.***Di tempat terpisah tepatnya di sebelah timur dari kediaman

  • Pewaris Tahta Kerajaan    125. Ki Rustapa dan Salima Akhirnya Mengetahui Identitas Para Tamunya

    Apa yang ada dalam benak sang senapati, ternyata senada dengan apa yang dipikirkan oleh Saketi dan Sami Aji. Mereka khawatir jika Salima dan Ki Rustapa tahu tentang jati diri mereka yang sesungguhnya. Sudah barang tentu, keduanya akan kecewa dan bahkan akan melaporkan semuanya kepada pihak prajurit kerajaan Kuta Waluya.Meskipun seperti itu, Senapati Lintang pun akhirnya tetap mengizinkan Salima untuk ikut bersama rombongannya. Senapati Lintang sudah memiliki rencana, dirinya akan mengatakan hal yang sebenarnya kepada pemuda itu ketika mereka sudah tiba di kademangan Duri Jaya.Dengan raut wajah berbinar-binar, Salima kemudian berkata kepada Senapati Lintang sembari merangkapkan kedua telapak tangannya."Bagaimana, Paman. Apakah Paman mengizinkan aku untuk ikut bersama rombongan ini?" tanya Salima penuh hormat.Dari raut wajahnya terpancar asa yang begitu besarnya. Dia sangat berharap agar Senapati Lintang menyetujui keinginannya itu.Setelah mempertimbangkan semuanya, maka Senapati L

DMCA.com Protection Status