Namun, Anggareksa tak tinggal diam. Ia bergerak lebih cepat dari gerakan pendekar tersebut. Sehingga dirinya dapat menghindar dari serangan yang sangat mematikan itu. Jika tidak, sudah barang tentu tubuhnya akan hancur terkena serangan yang berkekuatan tinggi dari lawannya. Gelombang besar dari kekuatan tenaga dalam yang dikerahkan oleh pendekar tersebut, tidak menemui sasaran dan membentur batu padas yang ada di tempat itu, hingga menyebabkan batu tersebut hancur berkeping-keping. Sementara itu, kawan dari pendekar yang gagal melakukan serangan terhadap Anggareksa menghentakkan kakinya, dan langsung memburu Anggareksa yang baru saja menginjakkan kakinya di atas tanah setelah terbang tinggi untuk menghindari serangan lawannya. "Kau akan aku buat menderita, Anak muda!" bentak pria tersebut sambil meluncur ke arah Anggareksa. "Bedebah!" teriak Anggareksa langsung menangkis serangan tersebut. Dua kekuatan saling berbenturan hingga menimbulkan kegaduhan yang luar biasa, sehingga para
Setelah hampir seharian berada di istana kepatihan, Jasinga pun langsung pamit kepada Patih Anggadita. "Mohon maaf sebelumnya, Gusti Patih. Hamba tidak bisa berlama-lama di sini, karena hamba akan langsung ke istana kerajaan," ujar Jasinga seraya pamit kepada sang patih. "Ini sudah sore, kau dan pengawalmu akan kemalaman di jalan. Sebaiknya besok saja, Jasinga!" "Tidak apa-apa, Gusti Patih. Hamba dan kedua pengawal hamba akan tetap melakukan perjalanan ini. Karena esok harinya, kami harus segera kembali ke Kuta Gandok," kata Jasinga merangkapkan kedua telapak tangannya. "Baiklah jika memang seperti itu, kau dan kedua pengawalmu harus berhati-hati dalam perjalanan!" "Baik, Gusti Patih." Jasinga menjura penuh rasa hormat terhadap sang patih. Saat itu, ia bersama dua pengawal pribadinya langsung berlalu dari istana kepatihan hendak melanjutkan perjalanan mereka menuju istana kerajaan untuk bertemu dengan Prabu Erlangga. Karena Jasinga telah diundang oleh Prabu Erlangga untuk menghad
Jasinga hanya tersenyum, ia mula ambil ancang-ancang bersiap menghadang serangan dari Ki Jombang. Dua tangannya membentang, kemudian muncul asap tebal dari kedua telapak tangannya. Menyambar deras ke arah Ki Jombang hingga membuat tubuh pria itu jatuh bergelimpangan. "Aku tidak ada maksud untuk membunuhmu sekarang. Tapi, jika kau terus menyerangku, maka aku akan mengirimmu ke neraka malam ini!" "Kurang ajar sekali kau ini!" bentak Ki Jombang kembali bangkit sambil meringis. Ki Jombang kembali mengerahkan kekuatan tenaga dalamnya untuk melanjutkan pertarungannya dengan Jasinga. Namun, ia sudah tak mampu lagi berbuat banyak, karena tenaganya sudah hampir terkuras. Jika dirinya memaksakan kehendak untuk kembali mengeluarkan jurus tenaga dalamnya, tentu hal tersebut akan membahayakan dirinya. 'Ternyata tenaga dalamku sudah terkuras habis, aku akan binasa jika memaksakan diri,' kata Ki Jombang dalam hati. Sementara itu, Jasinga dan kedua pengawalnya hanya tertawa dingin melihat Ki Jomb
Dalam perjalanan tersebut, Senapati Lintang dan Anggareksa memacu derap langkah kuda mereka dengan kecepatan rendah. Mereka terus berbincang menyusuri jalur yang mengarah ke wilayah kadipaten Kuta Malaka. "kita akan menempuh jalur mana, Paman?" tanya Anggareksa memacu derap langkah kudanya sejajar dengan kuda yang ditunggangi oleh sang senapati. "Kita lurus saja! Nanti kita singgah terlebih dahulu di kadipaten Kuta Malaka, Paman hendak menyampaikan pesan dari sang raja kepada Adipati Lodaya," jawab Senapati Lintang. "Baik, Paman." Setelah itu, mereka kembali memacu kuda mereka dengan kecepatan tinggi agar segera tiba di kadipaten Kuta Malaka. Menjelang tengah hari, Senapati Lintang dan Anggareksa sudah tiba di halaman rumah megah miliki Adipati Lodaya. "Ini adalah rumah Adipati Lodaya, kita beristirahat dulu di sini sekalian menyampaikan pesan dari sang raja kepada beliau!" kata Senapati Lintang. Anggareksa hanya mengangguk sambil mengamati sekitaran rumah tersebut. Kemudian mere
Pemimpin prajurit itu menjawab dengan nada tinggi, "Kalian lurus saja! Nanti kalian akan tiba di sebuah saung penjaga keamanan berikutnya, jaraknya lumayan jauh dari tempat ini." "Baik, Prajurit. Terima kasih banyak," ucap Senapati Lintang tetap bersikap tenang dan tidak menampakkan sikap gusar seperti apa yang ditunjukkan oleh Anggareksa. Demikianlah, maka Senapati Lintang pun langsung pamit kepada para prajurit tersebut. Ia bersama Anggareksa kembali memacu kuda mereka meninggalkan pos keamanan para prajurit Kuta Waluya. Hari pun mulai gelap. Segumpal awan yang hitam telah menyelubungi ujung wilayah itu. Sejenak kemudian para prajurit kerajaan Kuta Waluya yang sedang mengawal wilayah kedaulatan kerajaan tersebut, melihat dua ekor kuda berlari memasuki wilayah yang tengah mereka jaga. “Kejar kuda itu! Dan tangkap mereka!” seru pemimpin dari puluhan prajurit itu. Namun para prajurit itu tampak kebingungan. Senapati Lintang dan Anggareksa kembali berbalik arah memacu kuda mereka me
Mendengar penjelasan dari Anggareksa, sontak para prajurit itu langsung menjura hormat dan meminta maaf kepada Senapati Lintang dan Anggareksa. Dengan demikian, pemimpin prajurit itu langsung memberikan izin kepada Senapati Lintang dan Anggareksa untuk masuk ke wilayah kerajaan Randakala Dengan demikian, Senapati Lintang dan Anggareksa kembali melanjutkan perjalanan mereka menuju barak prajurit Sanggabuana yang berada di wilayah tersebut. "Silakan kalian lanjutkan perjalanan! Beberapa hari lagi, pimpinan tertinggi prajurit kami akan segera datang ke barak prajurit Sanggabuana, beliau akan memimpin langsung pasukan Randakala yang lengkap guna membantu pasukan kerajaan Sanggabuana," kata pemimpin prajurit tersebut sambil menjura kepada Senapati Lintang dan Anggareksa. Senapati Lintang diam termangu, kemudian Anggareksa berbisik, “Sebaiknya kita berangkat sekarang, Paman!" Senapati Lintang pun mengangguk-angguk. Sejenak kemudian, setelah pamit kepada para prajurit yang menghadangnya,
Senapati Lintang mengangguk-angguk. Tetapi sebelum ia berkata sesuatu, Anggareksa sudah mendahuluinya. “Sepertinya tugas kita saat ini sangat berat dan penuh tantangan. Walau bagaimanapun mereka itu sudah mempersiapkan diri dengan matang dengan siap melakukan pembalasan terhadap kita." "Benar sekali, Raden. Para prajurit telik sandi kita jauh-jauh hari sudah melihat, ada kelompok pasukan lain yang telah datang ke wilayah Sirnabaya. Kemungkinan besar mereka hendak bergabung dengan pasukan khusus Sirnabaya," kata Panglima Lomaya menanggapi perkataan dari putra Patih Anggadita. “Maksud Panglima, apakah mereka yang sudah datang itu adalah bagian dari pasukan pemberontak yang menyerah, kemudian bergabung dengan pasukan Sirnabaya?" timpal Senapati Lintang bertanya. “Aku rasa bukan, kami belum tahu dan masih menyelidiki hal tersebut. Tetapi kemarin malam, ada sekitar 500 prajurit yang datang dari Utara, dan mereka telah mendekati wilayah Sirnabaya," terang Panglima Lomaya. "Jangan-jangan,
Senapati Rawana sudah mendapat dukungan penuh dari para petinggi kerajaan Randakala. Hingga pada akhirnya, sang raja pun langsung memerintahkan Senapati Rawana agar mempersiapkan pasukannya untuk segera berangkat ke markas besar para prajurit kerajaan Sanggabuana, dalam rangka turut membantu pasukan Sanggabuana dalam melakukan pengusiran terhadap pasukan kerajaan Sirnabaya yang sudah mempersiapkan pasukannya hendak menyerang pasukan Sanggabuana. Hari itu, Senapati Rawana langsung mengumpulkan perwira-perwira yang akan memimpin kelompok-kelompok di dalam pasukannya. Mereka mendapat petunjuk-petunjuk untuk menghadapi setiap kemungkinan. Dan kepada mereka pun diberitahukan, bahwa pasukan mereka akan ikut serta membantu pasukan Sanggabuana. "Kita berangkat sore ini ke wilayah kerajaan Sanggabuana, tepatnya ke markas mereka yang ada di perbatasan!" kata Senapati Rawana. "Dan kita akan membantu pasukan Sanggabuana dalam memerangi pasukan kerajaan Sirnabaya," sambungnya. "Mohon maaf, Gusti