Senapati Lintang menarik napas dalam-dalam, lalu menjawab, "Paman rasa, memang demikian. Kita tidak mungkin dapat melanjutkan perjalanan ini, karena sebentar lagi hujan akan turun dan malam pun akan segera tiba.""Oh ... ya, sudah kalau memang seperti itu, aku akan memerintahkan para prajurit agar menyiapkan kayu bakar dan mendirikan perkemahan yang kokoh agar tidak mudah terhempas angin," kata Saketi dengan sikap penuh hormat terhadap guru dan calon mertuanya itu."Mohon maaf, Pangeran. Sebaiknya kau istirahat saja, biarkan aku yang akan mengatur para prajurit!" timpal Sami Aji mengarah kepada saudara sepupunya itu.Saketi hanya tersenyum sembari menganggukkan kepalanya sebagai tanda menyetujui permintaan saudaranya itu.Demikianlah, maka Sami Aji langsung berlalu dari hadapan Saketi dan Senapati Lintang. Ia bergegas melangkah menghampiri Darasoma."Panglima!" teriak Sami Aji sembari melambaikan tangan ke arah Darasoma yang tengah memantau para prajurit yang sedang mendirikan perkema
Karena itulah, maka pasukan kerajaan Sanggabuana kembali melakukan serangkaian serangan terhadap para pendekar dari kelompok bukit Tandingan yang masih bertahan di tempat itu.Pasukan kerajaan Sanggabuana telah dibenturkan dalam arena yang tidak terbatas dan sangat menguntungkan bagi mereka. Dengan demikian, pasukan tersebut akan dapat lebih banyak menarik perhatian dan dapat membuat lawannya menjadi bingung.Namun, orang-orang dari kelompok bukit Tandingan itu masih bertahan dan mereka masih mampu melakukan perlawanan. "Tangkap mereka! Jika tidak bisa maka binasakan mereka!" seru Sami Aji."Baik, Raden." Seorang punggawa senior dari barisan terdepan pasukan kerajaan Sanggabuana langsung meloncat tinggi dan mendarat di hadapan kelompok bukit Tandingan.Orang-orang dari kelompok tersebut, sepertinya ragu-ragu dalam menghadapi perwira senior Sanggabuana yang menyanggul dua pedang yang kala itu sudah berada di hadapan mereka. Selin itu, tampak juga para prajurit kerajaan Sanggabuana sud
Demikianlah, ia pun langsung memerintahkan para prajuritnya agar segera menggiring puluhan orang dari kelompok bukit Tandingan yang sudah menyerahkan diri itu. "Kalian tidak perlu mengikat kami. Percayalah, kami tidak akan mungkin kabur!" tegas salah seorang dari anggota kelompok bukit Tandingan. "Jangan dengarkan dia! Ikat saja!" perintah Darasoma kepada para prajuritnya. "Jangan, Panglima!" timpal Saketi. "Biarkan saja mereka berjalan tanpa harus diikat, aku percaya bahwa mereka sudah benar-benar menyerahkan diri," sambung Saketi tampak percaya sekali terhadap para pendekar itu. "Baik, Gusti Pangeran," sahut Darasoma merangkapkan kedua telapak tangannya penuh hormat. Setelah itu, ia pun meminta kepada para prajurit agar mengusungkan niat mereka yang hendak mengikat tangan para pendekar itu.***Beberapa hari kemudian .... Ratusan prajurit yang dipimpin oleh Senapati Lintang langsung kembali ke istana. Karena saat itu, mereka sudah selesai melaksanakan tugas menumpas para penga
Sore harinya ....Para menteri dan para petinggi kerajaan Sanggabuana sudah berkumpul di ruangan utama istana kerajaan tersebut. Mereka sedang menunggu kehadiran sang raja dan sang mahapatih untuk melakukan sidang terbatas mengenai perubahan susunan para menteri dan dua pemimpin kepatihan.Junada, Sami Aji, dan Abdullah sudah ada di ruangan utama yang akan menjadi tempat dilaksanakannya sidang terbatas itu. Sudah dipastikan, Junada dan Abdullah akan masuk dalam jajaran petinggi kerajaan. Karena prestasi yang mereka tunjukkan sangatlah baik. Akan tetapi masih belum diketahui posisi apakah yang akan diberikan oleh sang raja untuk Junada dan Abdullah.Beberapa saat kemudian, Prabu Erlangga dan Mahapatih Randu Aji sudah memasuki ruangan tersebut. Tampak juga Saketi mengikuti dari belakang. Di wajahnya yang tampan terukir sebuah senyuman yang terlontar ke arah para petinggi kerajaan yang sudah memenuhi ruangan itu. Semua pejabat dan para petinggi kerajaan langsung bangkit dan menjura kepa
Keesokan harinya ....Di sebuah desa, tepatnya di bawah lereng bukit Jurang yang ada di wilayah kerajaan Kuta Waluya. Ada ribuan prajurit kerajaan Kuta Waluya tengah melakukan latihan di halaman barak yang semenjak satu tahun terakhir ini menjadi basis pertahanan mereka di wilayah tersebut.Dalam waktu dekat ini mereka sudah melakukan persiapan hendak menyerang kerajaan Randakala yang sudah menjadi musuh bebuyutan kerajaan Kuta Waluya semenjak lama. Karena pihak kerajaan Randakala bersekutu dengan pihak kerajaan Sanggabuana yang selama ini menjadi rival abadi kerajaan Kuta Waluya.Kebencian dalam diri Prabu Wihesa tak akan pernah pudar sedikit pun terhadap pihak-pihak kerajaan yang berkaitan erat atau bersekutu dengan pihak kerajaan Sanggabuana."Sekarang ini, kita sudah memiliki kekuatan baru dan memiliki armada yang sangat cukup untuk melakukan agresi terhadap pihak kerajaan Randakala," ujar salah seorang perwira senior yang berkedudukan sebagai lurah para prajurit yang ada di barak
Demikianlah, maka para penduduk pun tampak bahagia, mereka sangat antusias dalam menanggapi pengumuman tersebut. Kemudian, salah seorang pemuda maju beberapa langkah ke depan, lantas penduduk itu pun berkata, "Maaf, Panglima. Bolehkah aku bertanya." "Silakan! Apa yang hendak kau tanyakan?" jawab Panglima Sombala meluruskan pandangannya ke arah pemuda yang berdiri di hadapannya. Dengan demikian, pemuda itu pun segera mengajukan pertanyaan kepada sang panglima dengan sikap penuh hormat. "Selain upah, apakah ada keuntungan lain jika menjadi seorang prajurit kerajaan?" tanya pemuda itu. Mendengar pertanyaan seperti itu, Panglima Sombala tersenyum lebar, lalu menjawab, "Selain mendapatkan upah yang besar, kau juga akan mendapatkan pelatihan khusus. Kau akan dilatih ketangkasan dalam berperang dan tentunya akan mendapatkan jabatan yang baik jika prestasimu bagus selama bertugas menjaga keamanan kerajaan ini. Kau akan naik jabatan jika mempunyai prestasi dan itu akan dinilai langsung oleh
Kemudian langsung mengatur para prajuritnya, pasukan tersebut dibagi menjadi dua kelompok.Kelompok pertama segera bergerak ke selatan dan kelompok kedua lagi bergerak ke utara. Rencananya mereka akan melakukan pengepungan terhadap para prajurit musuh yang ada di barak itu, dengan formasi melingkar dari dua arah posisi barak prajurit kerajaan Randakala.Tanpa diketahui, ternyata kedatangan para prajurit kerajaan Kuta Waluya telah diketahui oleh para prajurit kerajaan Randakala. Meskipun demikian, mereka sengaja berdiam diri di dalam barak masing-masing. Seolah-olah, mereka tidak mengetahuinya.Akan tetapi, mereka sudah bersiap penuh dan menunggu pergerakan dari pihak musuh yang hendak menyerang mereka. Sementara itu, ada sekitar sepuluh prajurit kerajaan Randakala tengah berjaga di luar barak. Mereka tampak biasa-biasa saja, karena hal tersebut sengaja dilakukan untuk memancing para prajurit kerajaan Kuta Waluya agar mendekat."Kita segera bersiap-siap. Jika mereka sudah dekat, maka k
Dengan demikian para prajurit itu mulai mundur, dan mereka tetap bersiaga sembari menyaksikan serangan secara tiba-tiba yang dilakukan Panglima Jowara terhadap Senapati Komaladi."Hari ini, aku akan membinasakan, Senapati!" kata Panglima Jowara sembari mengangkat pedangnya yang sudah berlumuran darah."Kurang ajar! Apakah kau mampu menandingi kekuatan yang ada padaku?" tanya Senapati Komaladi penuh amarah."Kita buktikan saja! Aku atau kau yang akan bertahan hidup?"Setelah berkata demikian, Panglima Jowara langsung menyabetkan pedangnya ke arah Senapati Komaladi. Beruntung, pria paruh baya itu dapa menghindari serangan tersebut dengan sangat sempurna. Kemudian, ia pun langsung membalas serangan tersebut dengan senjata andalannya.Namun ternyata bahwa Senapati Komaladi mendapatkan lawan yang sangat gesit, sungguh tidak dikehendaki jika dirinya harus terdesak oleh serangan Panglima Jowara."Kurang ajar!" geram Senapati Komaladi.Orang yang ia hadapi ternyata seorang perwira tangguh dan
Prabu Erlangga menarik napas dalam-dalam, lalu menjawab lirih pertanyaan putra mahkota dari kerajaan musuh itu."Kembalilah ke istanamu! Berbuatlah kebaikan, tunjukkan kepada ayahandamu bahwa apa yang kau lakukan sangat disukai rakyat kerajaanmu! Niscaya, ayahandamu akan menilai sendiri kebaikan yang ada padamu.""Mohon maaf, Gusti Prabu. Apakah hal seperti ini mampu merubah sikap dan pemikiran ayahanadaku?" tanya Jula Karna lirih."Bisa, tapi secara perlahan," jawab sang raja. "Karena semua itu tidak semudah membalikkan telapak tangan, kau harus sabar! Niscaya, lambat-laun ayahandamu akan mengikuti jejakmu jika dia tidak ingin kehilangan kedudukannya," sambung sang raja penuh nasihat."Terima kasih, Gusti Prabu. Aku sangat berharap ayahandaku bisa berubah," ucap Jula Karna.Prabu Erlangga dan Mahapatih Randu Aji tersenyum lebar melihat sikap Jula Karna, mereka merasa kagum karena sikapnya sungguh berbeda dengan sikap ayahandanya.Demikianlah, maka Jula Karna pun paham dan sangat meng
"Dia adalah Prabu Serta Madya yang semasa menjadi prajurit kerajaan Sirnabaya lebih dikenal dengan nama Rintang Lingga Husaini," jawab Uluma.Pemuda itu menjelaskan sebagaimana yang ia ketahui dari berbagai sumber, karena semua rakyat di kerajaan tersebut sudah mengetahui bahwa pemimpin kerajaan Hoda Buana adalah seorang prajurit biasa yang menjelma menjadi seorang pahlawan kuat hingga berhasil membebaskan rakyat Hoda Buana dari jerat pemerintahan zalim kerajaan Sirnabaya."Sungguh aku sangat tertarik dengan cerita ini. Jika berkenan, apakah kau sudi menceritakan semua kepada kami?!" kata Jula Karna penuh harap.Dengan senang hati, Uluma pun langsung menceritakan tentang kisah perjalanan hidup Prabu Serta Madya atau Rintang Lingga Husaini. Semua berdasarkan pengetahuan dari ayahnya yang mengetahui keseluruhan perjalanan hidup Rintang Lingga Husaini sebelum menjadi seorang raja di kerajaan Hoda Buana."Terima kasih, Uluma. Kau sudah banyak memberikan keterangan untuk kami, dan kami san
Setelah selesai makan siang dan beristirahat sebentar, sang raja dan para punggawanya kembali melanjutkan perjalanan menuju sebuah desa yang berada di pinggiran kadipaten Kunadapa. Selanjutnya mereka akan meneruskan perjalanan tersebut kembali memasuki hutan agar segera sampai di kuta utama Randakala.Senapati Lintang merasa senang, bahwa dirinya sudah bisa menjadi bagian dari pasukan kerajaan Sanggabuana meskipun bukan tumpah darah nenek moyangnya, karena Randakala adalah tumpah darah dirinya yang sebenarnya."Terima kasih banyak Gusti Prabu, karena hamba sudah diajak dalam misi ini. Hari ini hamba bisa kembali melihat pemandangan indah di tanah kelahiran hamba," ucap Senapati Lintang tampak semringah."Apakah Senapati masih memiliki sanak saudara di kerajaan ini? Jika masih, alangkah baiknya nanti kita mampir saja terlebih dahulu.""Sudah tidak ada, Gusti Prabu. Keluarga hamba sudah tewas semua semenjak peristiwa agresi yang dilakukan oleh pihak kerajaan Tonggon," jawab Senapati Lin
Prabu Erlangga hanya diam menyimak perbincangan para pengawalnya dengan pemuda tersebut. Ia khawatir jika terlalu banyak bicara, Burama tentu akan mengetahui tentang penyamarannya itu, sehingga Prabu Erlangga lebih memilih diam dan menyimak dengan santai penuturan dari pemuda desa tersebut."Apakah raja tidak bertindak tegas terhadap pihak yang bersekutu dengan pemerintah kerajaan Kuta Waluya?" tanya Senapati Lintang."Sang raja hanya diam saja, entah kenapa? Aku pun tidak mengerti apa yang ada dalam pikirkan sang raja. Seakan-akan, dirinya seperti bersembunyi di dalam terang," jawab Burama lirih."Kau jangan berprasangka buruk terhadap pemimpin kerajaan ini. Bisa jadi, itu semua dikarenakan adanya kesimpangsiuran, karena aku yakin bahwa pemimpin kerajaan ini sungguh menyayangi rakyatnya," timpal Senapati Lintang.Burama hanya tersenyum menanggapi perkataan Senapati Lintang. Lalu berkata lagi, "Ketika terjadi pertentangan yang menabur benih perpecahan, aku sebagai rakyat kecil lebih m
Sembilan hari berikutnya ....Prabu Erlangga bersama ratusan prajurit pengawal, sudah berada di wilayah kerajaan Randakala. Hampir satu pekan lamanya, mereka melakukan perjalanan dari kerajaan Sanggabuana menuju wilayah kerajaan tersebut.Perjalanan itu dimulai dari istana menuju kepatihan Kuta Gandok, kepatihan Waluya Jaya, dan terakhir masuk ke wilayah kerajaan Randakala melalui jalur timur kepatihan Waluya Jaya."Kita ini sudah masuk ke wilayah kadipaten Kunadapa," kata sang raja sedikit memperlambat laju kudanya. "Di masa lalu aku pernah berkelana di tempat ini, dan itu berlangsung hampir dua tahun lamanya bersama Paman Landuka," lanjut sang raja berkata kepada Senapati Lintang dan para prajurit lainnya.Tempat yang indah dengan panorama alam yang sungguh menakjubkan, memukau pandangan. Tampak bukit-bukit menjulang tinggi dengan pepohonan lebat menghijau menambah warna bagi keindahan alam di kerajaan tersebut, yang sebagian besar dihuni oleh suku yang sama dengan yang ada di keraj
Di ruang utama istana, Prabu Erlangga sedang berbincang dengan Mahapatih Randu Aji dan juga para penasihat istana. Mereka sedang membahas tentang keamanan batas wilayah yang berbatasan langsung dengan wilayah kerajaan Kuta Waluya.Di wilayah tersebut setiap harinya sering terjadi penyelundupan barang-barang ilegal dari para penduduk kerajaan Kuta Waluya. Mereka masuk tanpa izin melewati jalur-jalur tikus yang ada di dalam hutan di sepanjang perbatasan.Mereka sangat cerdik dan pintar ketika melancarkan aksi mereka, sehingga pihak prajurit keamanan tidak dapat mendeteksi pergerakan mereka."Seharusnya, kita ini sudah membangun tembok raksasa sebagai pembatas wilayah kerajaan, agar para penyusup dari Kuta Waluya tidak mudah memasuki wilayah kerajaan ini!" ujar Prabu Erlangga di sela perbincangannya dengan para petinggi istana."Benar, Gusti Prabu. Saat ini memang sudah waktunya kita untuk membangun tembok raksasa di sepanjang perbatasan wilayah kerajaan Kuta Waluya," sahut Anggadita men
Singkat cerita ....Senapati Lintang dan rombongannya sudah berhasil menangkap Sukara yang selama ini menjadi buruan pihak kerajaan Sanggabuana. Namun, ketika dalam perjalanan menuju pulang ke Sanggabuana. Sukara nekat melarikan diri, pada akhirnya dua prajurit pengawal dengan terpaksa melemparkan tombak ke tubuh Sukara, hingga penjahat itu pun tewas dan tubuhnya jatuh ke jurang."Tidak apa-apa dia tewas juga, yang terpenting keris ini sudah berhasil kita ambil," kata Saketi lirih sambil menggenggam sebilah keris pusaka milik Kyai Bagaswara.Keris tersebut akan dibawa ke istana, dan akan disimpan di museum kerajaan. Semua berdasarkan restu Kyai Bagaswara yang sudah menghibahkan keris pusaka miliknya kepada pihak kerajaan Sanggabuana."Dia nekat melarikan diri, karena takut jika tiba di istana akan dijatuhi hukuman mati oleh sang raja," kata Senapati Lintang."Benar, Paman. Sehingga Sukara nekat mengambil keputusan seperti itu," sahut Saketi.Beberapa hari kemudian ....Abdullah dan be
Senapati Lintang dan semua yang ada di tempat tersebut, mengerutkan kening. Mereka merasa heran dengan sikap pemerintah kerajaan tersebut. Mengapa tidak menghukum Sukara yang sudah jelas telah melakukan tindakan melawan hukum."Ada apa dengan Sukara? Kenapa pihak pemerintah kerajaan tidak menjatuhi hukuman untuknya, Ki?" tanya Saketi mengerutkan keningnya menatap wajah pria senja itu."Entahlah, kami pun tidak mengetahui alasan tersebut. Namun, yang paling membuat kami kecewa adalah, Raja justru menjadikan Sukara sebagai seorang punggawa. Meski pada akhirnya, di dipecat karena sudah melakukan kesalahan besar."Apa yang dikatakan oleh Ki Rustapa tentang Sukara memang senada dengan apa yang pernah dikatakan oleh Jundaka beberapa hari lalu kepada Saketi dan yang lainnya.Tidak terasa, perbincangan mereka tiba di waktu tengah malam. Dengan demikian, Ki Rustapa langsung mempersilakan para tamunya itu untuk segera beristirahat.***Di tempat terpisah tepatnya di sebelah timur dari kediaman
Apa yang ada dalam benak sang senapati, ternyata senada dengan apa yang dipikirkan oleh Saketi dan Sami Aji. Mereka khawatir jika Salima dan Ki Rustapa tahu tentang jati diri mereka yang sesungguhnya. Sudah barang tentu, keduanya akan kecewa dan bahkan akan melaporkan semuanya kepada pihak prajurit kerajaan Kuta Waluya.Meskipun seperti itu, Senapati Lintang pun akhirnya tetap mengizinkan Salima untuk ikut bersama rombongannya. Senapati Lintang sudah memiliki rencana, dirinya akan mengatakan hal yang sebenarnya kepada pemuda itu ketika mereka sudah tiba di kademangan Duri Jaya.Dengan raut wajah berbinar-binar, Salima kemudian berkata kepada Senapati Lintang sembari merangkapkan kedua telapak tangannya."Bagaimana, Paman. Apakah Paman mengizinkan aku untuk ikut bersama rombongan ini?" tanya Salima penuh hormat.Dari raut wajahnya terpancar asa yang begitu besarnya. Dia sangat berharap agar Senapati Lintang menyetujui keinginannya itu.Setelah mempertimbangkan semuanya, maka Senapati L