Dengan demikian para prajurit itu mulai mundur, dan mereka tetap bersiaga sembari menyaksikan serangan secara tiba-tiba yang dilakukan Panglima Jowara terhadap Senapati Komaladi."Hari ini, aku akan membinasakan, Senapati!" kata Panglima Jowara sembari mengangkat pedangnya yang sudah berlumuran darah."Kurang ajar! Apakah kau mampu menandingi kekuatan yang ada padaku?" tanya Senapati Komaladi penuh amarah."Kita buktikan saja! Aku atau kau yang akan bertahan hidup?"Setelah berkata demikian, Panglima Jowara langsung menyabetkan pedangnya ke arah Senapati Komaladi. Beruntung, pria paruh baya itu dapa menghindari serangan tersebut dengan sangat sempurna. Kemudian, ia pun langsung membalas serangan tersebut dengan senjata andalannya.Namun ternyata bahwa Senapati Komaladi mendapatkan lawan yang sangat gesit, sungguh tidak dikehendaki jika dirinya harus terdesak oleh serangan Panglima Jowara."Kurang ajar!" geram Senapati Komaladi.Orang yang ia hadapi ternyata seorang perwira tangguh dan
Setibanya di kaputren permaisuri, tempat keberadaan Saketi. Senapati Lintang langsung menghampiri Saketi yang saat itu tengah berbincang dengan adik angkatnya—Rangkuti."Sampurasun," ucap Senapati Lintang setelah berada di hadapan Saketi dan Rangkuti."Rampes," jawab Saketi dan Rangkuti serentak, mereka bangkit dan menjura kepada sang senapati.Mereka menyambut hangat kedatangan sang senapati dan segera mempersilakan Senapati Lintang untuk duduk."Silakan duduk, Paman!" ucap Saketi ramah."Terima kasih, Pangeran."Demikianlah, maka Senapati Lintang langsung duduk di hadapan Saketi dan Rangkuti. Kemudian berkata, "Gusti Prabu meminta Pangeran agar segera menghadap ke ruang utama."Mendengar perkataan dari sang senapati, Seketi mengerutkan kening. Lalu bertanya, "Ada hal apa, ayahanda memanggilku, Paman?""Entahlah, Paman juga tidak tahu," jawab Senapati Lintang bersikap hormat terhadap Saketi, meskipun Saketi adalah calon menantunya.Karena walau bagaimanapun, Saketi merupakan putra ma
Sore itu .... Di pendapa istana kerajaan Sanggabuana, Prabu Erlangga tengah berbincang dengan Senapati Lintang dan juga Junada, ada banyak hal yang sedang mereka bicarakan pada sore itu. Terkait tewasnya Senapati Komaladi dan juga Panglima Sombala. Selain itu, mereka pun tengah membicarakan terkait keberhasilan pasukan kerajaan Randakala yang sudah berhasil mematahkan serangan dari pihak kerajaan Kuta Waluya. Kedua hal itu, menjadi topik utama perbincangan Prabu Erlanggadengan kedua orang kepercayaannya itu. "Siapa di antara kalian yang mau menjalankan tugas dariku?" tanya Prabu Erlangga di sela perbincangannya dengan kedua orang kepercayaannya itu. "Hamba saja, Gusti Prabu," sahut Senapati Lintang dengan penuh hormat. "Baiklah, jika Senapati bersedia, Senapati bersama Saketi dan Sami Aji akan berang menjelajah ke wilayah kerajaan Kuta Waluya, untuk memburu Sukara yang sudah berkhianat terhadap kita," kata Prabu Erlangga meluruskan dua bola matanya ke wajah Senapati Lintang. Di a
Selesai makan, mereka kembali berbincang. Mereka duduk-duduk santai di hadapan api unggun."Aku sangat suka dengan suasana seperti ini, teringat masa-masa ketika aku berkelana dengan Sami Aji. Hingga bisa mengenal Paman Junada," desis Saketi.Senapati Lintang tersenyum lebar mendengar perkataan Saketi. Lalu berkata, "Paman harap kalian suka dengan tugas ini, anggap saja ini adalah waktu liburan kalian!"Saketi, Sami Aji, dan dua prajurit yang ikut dalam menjalankan tugas tersebut, hanya tersenyum sembari menganggukkan kepala.Lantas, Senapati Langkuta bertanya, "Apakah kalian suka mendapatkan tugas seperti ini?""Kami sangat menyukai tugas ini, Gusti Senapati," jawab salah seorang prajurit.Kemudian, Sami Aji pun angkat bicara,"Aku belum pernah melakukan perjalanan ke kerajaan Kuta Waluya. Ini adalah pengalaman yang luar biasa, pertama kali dalam hidupku menginjakkan kaki di kerajaan Kuta Waluya." Sami Aji berkata sambil menerawang jauh menembus kegelapan malam."Ini masih wilayah ke
Beberapa saat kemudian ....Senapati Lintang dan yang lainnya mulai merebahkan tubuh mereka. Setelah mereka berbincang panjang hingga tiba di waktu tengah malam. Pada akhirnya, rasa ngantuk pun mulai melanda dan mereka langsung tertidur pulas di atas dedaunan yang menjadi alas mereka di dalam saung itu.Secara diam-diam, para perampok yang sudah lama melakukan pengintaian, perlahan mulai bergerak ketika mereka mengetahui bahwa orang-orang yang ada di saung itu sudah terlelap tidur.Perlahan, mereka mulai melepaskan tali yang mengikat di leher kuda-kuda itu."Jangan gaduh, takut mereka bangun!" bisik seorang pemimpin dari para perampok itu. "Kita berjalan perlahan saja! Jangan sampai mereka terbangun!" sambungnya.Namun, aksi mereka tidak berjalan dengan sempurna. Salah seorang perampok tersebut tiba-tiba saja jatuh dan mengerang kesakitan, karena kakinya menginjak duri.Mendengar suara erangan dari salah seorang perampok, maka sang senapati dan yang lainnya langsung terbangun dari ti
Setelah berbincang panjang, Senapati Lintang, Sami Aji, dan Saketi segera beristirahat. Mereka masuk ke dalam saung yang mereka bangun di tengah hutan tersebut. Sementara itu, dua prajurit pengawal, Jundaka dan ketiga anak buahnya memilih untuk tidur di luar saung.Pagi harinya ....Senapati Lintang dan rombongannya sudah kembali melanjutkan perjalanan menuju ke sebuah desa yang ada di wilayah kerajaan Kuta Waluya.Mereka hanya berjalan kaki saja, sementara kuda-kuda itu, dituntun oleh tiga orang anak buah Jundaka yang berjalan di belakang."Kemungkinan, menjelang tengah hari kita akan tiba di sebuah desa yang masuk ke wilayah kerajaan Kuta Waluya," desis Senapati Lintang sembari terus berjalan mengikuti langkah Sami Aji."Apakah kita tidak akan mendapatkan banyak pertanyaan dari para prajurit kerajaan Kuta Waluya, Paman?" tanya Saketi lirih."Entahlah, Paman juga tidak tahu. Semoga saja, aman dan tidak banyak pertanyaan dari para prajurit kerajaan Kuta Waluya," jawab Senapati Lintang
Beberapa saat kemudian ....Saketi dan Sami Aji sudah kembali ke warung, tempat sedang beristirahatnya Senapati Lintang dan yang lainnya. Mereka kembali bersama dua orang pemuda desa dengan membawa empat ekor kuda berukuran besar yang mereka beli dari salah seorang warga yang ada di desa tersebut.Kuda-kuda itu, sengaja dibeli untuk diberikan kepada Jundaka dan ketiga anak buahnya, agra mereka tidak jalan kaki lagi dalam melanjutkan perjalanan menuju ke kademangan Duri Jaya.Tidak lama setelah itu, Senapati Lintang pun langsung mengajak Saketi dan yang lainnya untuk segera berangkat ke rumah Ki Rustapa."Salah seorang warga di desa ini meminta kita agar kita singgah terlebih dahulu di rumahnya. Kita harus ke sana sekarang, tidak enak jika kita tidak memenuhi permintaannya," kata Senapati Lintang."Apakah kediamannya orang itu jauh dari tempat ini, Paman?" tanya Sami Aji mengerutkan keningnya."Tidak, Raden! Itu rumahnya!" jawab Senapati Lintang meluruskan jari telunjuknya ke arah ruma
Malam harinya, Saketi dan Sami Aji tengah berbincang-bincang dengan seorang pemuda yang tidak lain adalah cucu Ki Rustapa sang pemilik rumah tersebut.Pemuda itu adalah Salima, dia banyak bercerita tentang kehidupan warga desa tersebut kepada Saketi dan Sami Aji. Sulima bercerita tentang kehidupan warga desa itu yang kurang perhatian dari pemerintah kerajaan Kuta Waluya."Jika saja aku mendapatkan kesempatan dari pihak kerajaan Kuta Waluya untuk menjadi seorang punggawa. Maka dengan tegas aku akan menolaknya," ujar Salima."Kenapa seperti itu? Bukankah menjadi seorang punggawa kerajaan adalah impian setiap orang?" tanya Saketi mengerutkan keningnya."Iya, tapi itu bukan impianku. Aku sudah kecewa dengan sikap sang penguasa kerajaan ini," jawab Salima lirih."Apa alasannya, Salima?" timpal Sami Aji buka suara. Keningnya mengernyit ketika memandang wajah Salima."Pemerintah kerajaan ini sungguh tidak bijaksana dalam mengelola kerajaan ini, buktinya desa kami ini tidak pernah mendapatkan
Prabu Erlangga menarik napas dalam-dalam, lalu menjawab lirih pertanyaan putra mahkota dari kerajaan musuh itu."Kembalilah ke istanamu! Berbuatlah kebaikan, tunjukkan kepada ayahandamu bahwa apa yang kau lakukan sangat disukai rakyat kerajaanmu! Niscaya, ayahandamu akan menilai sendiri kebaikan yang ada padamu.""Mohon maaf, Gusti Prabu. Apakah hal seperti ini mampu merubah sikap dan pemikiran ayahanadaku?" tanya Jula Karna lirih."Bisa, tapi secara perlahan," jawab sang raja. "Karena semua itu tidak semudah membalikkan telapak tangan, kau harus sabar! Niscaya, lambat-laun ayahandamu akan mengikuti jejakmu jika dia tidak ingin kehilangan kedudukannya," sambung sang raja penuh nasihat."Terima kasih, Gusti Prabu. Aku sangat berharap ayahandaku bisa berubah," ucap Jula Karna.Prabu Erlangga dan Mahapatih Randu Aji tersenyum lebar melihat sikap Jula Karna, mereka merasa kagum karena sikapnya sungguh berbeda dengan sikap ayahandanya.Demikianlah, maka Jula Karna pun paham dan sangat meng
"Dia adalah Prabu Serta Madya yang semasa menjadi prajurit kerajaan Sirnabaya lebih dikenal dengan nama Rintang Lingga Husaini," jawab Uluma.Pemuda itu menjelaskan sebagaimana yang ia ketahui dari berbagai sumber, karena semua rakyat di kerajaan tersebut sudah mengetahui bahwa pemimpin kerajaan Hoda Buana adalah seorang prajurit biasa yang menjelma menjadi seorang pahlawan kuat hingga berhasil membebaskan rakyat Hoda Buana dari jerat pemerintahan zalim kerajaan Sirnabaya."Sungguh aku sangat tertarik dengan cerita ini. Jika berkenan, apakah kau sudi menceritakan semua kepada kami?!" kata Jula Karna penuh harap.Dengan senang hati, Uluma pun langsung menceritakan tentang kisah perjalanan hidup Prabu Serta Madya atau Rintang Lingga Husaini. Semua berdasarkan pengetahuan dari ayahnya yang mengetahui keseluruhan perjalanan hidup Rintang Lingga Husaini sebelum menjadi seorang raja di kerajaan Hoda Buana."Terima kasih, Uluma. Kau sudah banyak memberikan keterangan untuk kami, dan kami san
Setelah selesai makan siang dan beristirahat sebentar, sang raja dan para punggawanya kembali melanjutkan perjalanan menuju sebuah desa yang berada di pinggiran kadipaten Kunadapa. Selanjutnya mereka akan meneruskan perjalanan tersebut kembali memasuki hutan agar segera sampai di kuta utama Randakala.Senapati Lintang merasa senang, bahwa dirinya sudah bisa menjadi bagian dari pasukan kerajaan Sanggabuana meskipun bukan tumpah darah nenek moyangnya, karena Randakala adalah tumpah darah dirinya yang sebenarnya."Terima kasih banyak Gusti Prabu, karena hamba sudah diajak dalam misi ini. Hari ini hamba bisa kembali melihat pemandangan indah di tanah kelahiran hamba," ucap Senapati Lintang tampak semringah."Apakah Senapati masih memiliki sanak saudara di kerajaan ini? Jika masih, alangkah baiknya nanti kita mampir saja terlebih dahulu.""Sudah tidak ada, Gusti Prabu. Keluarga hamba sudah tewas semua semenjak peristiwa agresi yang dilakukan oleh pihak kerajaan Tonggon," jawab Senapati Lin
Prabu Erlangga hanya diam menyimak perbincangan para pengawalnya dengan pemuda tersebut. Ia khawatir jika terlalu banyak bicara, Burama tentu akan mengetahui tentang penyamarannya itu, sehingga Prabu Erlangga lebih memilih diam dan menyimak dengan santai penuturan dari pemuda desa tersebut."Apakah raja tidak bertindak tegas terhadap pihak yang bersekutu dengan pemerintah kerajaan Kuta Waluya?" tanya Senapati Lintang."Sang raja hanya diam saja, entah kenapa? Aku pun tidak mengerti apa yang ada dalam pikirkan sang raja. Seakan-akan, dirinya seperti bersembunyi di dalam terang," jawab Burama lirih."Kau jangan berprasangka buruk terhadap pemimpin kerajaan ini. Bisa jadi, itu semua dikarenakan adanya kesimpangsiuran, karena aku yakin bahwa pemimpin kerajaan ini sungguh menyayangi rakyatnya," timpal Senapati Lintang.Burama hanya tersenyum menanggapi perkataan Senapati Lintang. Lalu berkata lagi, "Ketika terjadi pertentangan yang menabur benih perpecahan, aku sebagai rakyat kecil lebih m
Sembilan hari berikutnya ....Prabu Erlangga bersama ratusan prajurit pengawal, sudah berada di wilayah kerajaan Randakala. Hampir satu pekan lamanya, mereka melakukan perjalanan dari kerajaan Sanggabuana menuju wilayah kerajaan tersebut.Perjalanan itu dimulai dari istana menuju kepatihan Kuta Gandok, kepatihan Waluya Jaya, dan terakhir masuk ke wilayah kerajaan Randakala melalui jalur timur kepatihan Waluya Jaya."Kita ini sudah masuk ke wilayah kadipaten Kunadapa," kata sang raja sedikit memperlambat laju kudanya. "Di masa lalu aku pernah berkelana di tempat ini, dan itu berlangsung hampir dua tahun lamanya bersama Paman Landuka," lanjut sang raja berkata kepada Senapati Lintang dan para prajurit lainnya.Tempat yang indah dengan panorama alam yang sungguh menakjubkan, memukau pandangan. Tampak bukit-bukit menjulang tinggi dengan pepohonan lebat menghijau menambah warna bagi keindahan alam di kerajaan tersebut, yang sebagian besar dihuni oleh suku yang sama dengan yang ada di keraj
Di ruang utama istana, Prabu Erlangga sedang berbincang dengan Mahapatih Randu Aji dan juga para penasihat istana. Mereka sedang membahas tentang keamanan batas wilayah yang berbatasan langsung dengan wilayah kerajaan Kuta Waluya.Di wilayah tersebut setiap harinya sering terjadi penyelundupan barang-barang ilegal dari para penduduk kerajaan Kuta Waluya. Mereka masuk tanpa izin melewati jalur-jalur tikus yang ada di dalam hutan di sepanjang perbatasan.Mereka sangat cerdik dan pintar ketika melancarkan aksi mereka, sehingga pihak prajurit keamanan tidak dapat mendeteksi pergerakan mereka."Seharusnya, kita ini sudah membangun tembok raksasa sebagai pembatas wilayah kerajaan, agar para penyusup dari Kuta Waluya tidak mudah memasuki wilayah kerajaan ini!" ujar Prabu Erlangga di sela perbincangannya dengan para petinggi istana."Benar, Gusti Prabu. Saat ini memang sudah waktunya kita untuk membangun tembok raksasa di sepanjang perbatasan wilayah kerajaan Kuta Waluya," sahut Anggadita men
Singkat cerita ....Senapati Lintang dan rombongannya sudah berhasil menangkap Sukara yang selama ini menjadi buruan pihak kerajaan Sanggabuana. Namun, ketika dalam perjalanan menuju pulang ke Sanggabuana. Sukara nekat melarikan diri, pada akhirnya dua prajurit pengawal dengan terpaksa melemparkan tombak ke tubuh Sukara, hingga penjahat itu pun tewas dan tubuhnya jatuh ke jurang."Tidak apa-apa dia tewas juga, yang terpenting keris ini sudah berhasil kita ambil," kata Saketi lirih sambil menggenggam sebilah keris pusaka milik Kyai Bagaswara.Keris tersebut akan dibawa ke istana, dan akan disimpan di museum kerajaan. Semua berdasarkan restu Kyai Bagaswara yang sudah menghibahkan keris pusaka miliknya kepada pihak kerajaan Sanggabuana."Dia nekat melarikan diri, karena takut jika tiba di istana akan dijatuhi hukuman mati oleh sang raja," kata Senapati Lintang."Benar, Paman. Sehingga Sukara nekat mengambil keputusan seperti itu," sahut Saketi.Beberapa hari kemudian ....Abdullah dan be
Senapati Lintang dan semua yang ada di tempat tersebut, mengerutkan kening. Mereka merasa heran dengan sikap pemerintah kerajaan tersebut. Mengapa tidak menghukum Sukara yang sudah jelas telah melakukan tindakan melawan hukum."Ada apa dengan Sukara? Kenapa pihak pemerintah kerajaan tidak menjatuhi hukuman untuknya, Ki?" tanya Saketi mengerutkan keningnya menatap wajah pria senja itu."Entahlah, kami pun tidak mengetahui alasan tersebut. Namun, yang paling membuat kami kecewa adalah, Raja justru menjadikan Sukara sebagai seorang punggawa. Meski pada akhirnya, di dipecat karena sudah melakukan kesalahan besar."Apa yang dikatakan oleh Ki Rustapa tentang Sukara memang senada dengan apa yang pernah dikatakan oleh Jundaka beberapa hari lalu kepada Saketi dan yang lainnya.Tidak terasa, perbincangan mereka tiba di waktu tengah malam. Dengan demikian, Ki Rustapa langsung mempersilakan para tamunya itu untuk segera beristirahat.***Di tempat terpisah tepatnya di sebelah timur dari kediaman
Apa yang ada dalam benak sang senapati, ternyata senada dengan apa yang dipikirkan oleh Saketi dan Sami Aji. Mereka khawatir jika Salima dan Ki Rustapa tahu tentang jati diri mereka yang sesungguhnya. Sudah barang tentu, keduanya akan kecewa dan bahkan akan melaporkan semuanya kepada pihak prajurit kerajaan Kuta Waluya.Meskipun seperti itu, Senapati Lintang pun akhirnya tetap mengizinkan Salima untuk ikut bersama rombongannya. Senapati Lintang sudah memiliki rencana, dirinya akan mengatakan hal yang sebenarnya kepada pemuda itu ketika mereka sudah tiba di kademangan Duri Jaya.Dengan raut wajah berbinar-binar, Salima kemudian berkata kepada Senapati Lintang sembari merangkapkan kedua telapak tangannya."Bagaimana, Paman. Apakah Paman mengizinkan aku untuk ikut bersama rombongan ini?" tanya Salima penuh hormat.Dari raut wajahnya terpancar asa yang begitu besarnya. Dia sangat berharap agar Senapati Lintang menyetujui keinginannya itu.Setelah mempertimbangkan semuanya, maka Senapati L