"Nenek bukan orang jahat, Cah ayu. Anak nenek menemukan dirimu tengah tergelatak di jalanan. Entah siapa yang telah jahat padamu." Nenek Bunga Seruni menjelaskan kecurigaan Sekar Pandan terhadap dirinya.
Sekar Pandan mencerna kata-kata wanita tua di depannya dengan hati ragu. Hampir semua orang yang dia temui mempunyai hati busuk. Mereka semua menginginkan Pedang Sulur Naga. Pedang warisan ayahnya itu telah menarik hati orang-orang jahat untuk mencelakainya.Awalnya dia mencurigai Umang Sari sebagai pencuri pedangnya kemudian beralih ke Palasari. Hanya mereka berdua lah yang sangat menginginkan Pedang Sulur Naga. Tidak mungkin pemilik rumah yang mencurinya. Sepasang suami istri itu belum pernah bertemu dan melihat Pedang Sulur Naga miliknya. Apalagi mereka hanya warga desa biasa, bukan sepasang pendekar yang membutuhkan benda pusaka.Sekar Pandan kembali meringis kesakitan. Sekujur tubuhnya bagai dibelah-belah saking sakitnya. Dia ingin berteriak menyerukaSekar Pandan memperhatikan kain hitam yang digunakan Asta Renggo untuk menolongnya. Dia tidak mengerti, tiba-tiba kain itu jadi memanjang dan membelit pinggang dengan kuat bagai seekor ular. Tidak beda dengan ular besar yang membelit tubuh Mahisa Dahana waktu itu. Tangannya terulur ingin memeriksa kain itu."Kau menginginkan apa?" tanya Asta Renggo tidak mengerti. Untuk berbicara dengan Sekar Pandan yang bisu dia harus bisa membaca raut wajah dan suasana hati gadis remaja itu.Sekar Pandan menunjuk kain hitam yang sudah melingkar di pundak lelaki bercambang halus itu. Asta Renggo mengerti. Diberikannya kain kasar itu pada Sekar Pandan. Gadis dari perguruan Pulau Pandan itu menimang-nimang kain itu dengan kening berkerut. Kain itu hanyalah kain tenun yang kasar. Tidak memiliki keistimewaan apa-apa. Saat ditarik, kain itu juga tidak memanjang.Dia mundur beberapa langkah. Asta Renggo dan harimau putih yang berbaring di kakinya diam memperhatikan ulah gadis b
"Sama bagaimana, yu?" tanya Wulan tidak mengerti. Wanita desa itu memang lugu."Coba dengar. Di dunia ini mana ada pemuda segagah dan setampan itu? Paling-paling dia dari kahyangan. Atau ... kita sedang bermimpi," jawab wanita itu dengan suara lirih kemudian mencubit lengannya. Kulitnya terasa sakit saat dicubit. Itu artinya dia tidak sedang bermimpi. Wulan hanya diam menatap Raden Prana Kusuma tanpa berkedip. Bibirnya tersenyum penuh kekaguman."Wulan, Wulan. Hei, kok malah bengong." Wanita berkemban kain merah bata itu kesal karena Wulan tidak mendengarkan dirinya. Justru berdiri bengong sambil tersenyum-senyum seperti orang terkena guna-guna."Dia memang tampan sekali, Yu Mirah. Kau benar. Dia pasti peri dari kahyangan yang akan mandi di sungai itu," ujar Wulan menuding arah sungai. Dia masih tidak mau melepaskan pandangannya pada pemuda yang kini telah membuka matanya dari semadi."Kalian akan pergi ke sungai?" tanya Raden Prana Kusuma mengham
Dari sini ada dua pintu gapura yang dijaga arca dwarapala. Gapura kanan akan mengarah kepada bangunan untuk para siswa dan guru, dapur, tempat mandi dan sebagainya. Gapura kiri menuju tempat untuk latihan kerohanian atau semadi sekaligus tempat guru Agung Anuradha berada. Gapura itu mengarah ke seratus anak tangga yang berkelok-kelok dan berada di samping jurang.Pemuda gagah itu menyatukan kedua tangannya di depan hidung sebagai tanda meminta restu dan doa keselamatan agar tidak tergelincir hingga selamat sampai tujuan. Tidak hanya berada di tepi jurang, seratus anak tangga itu juga tertutup kabut tebal. Itu adalah aturan yang harus ditaati semua siswa sebelum menginjakkan kaki di anak tangga pertama. Dia menaiki satu persatu anak tangga itu tanpa mengeluh hingga akhirnya sampai di puncak. Di puncak, terdapat satu gapura lagi yang menjulang tinggi bagai pintu gerbang menuju kahyangan. Tempat persemayaman para dewa dewi.Di sini keadaan lebih terang tanpa kabut. B
Kendi itu jatuh dan pecah. Airnya membanjiri lantai tanah di kamar. Guntur bergemuruh di luar rumah membuat si putih--harimau putih-- yang tertidur di kandang menjadi gelisah. Asta Renggo keluar kamar karena mendengar suara barang pecah dari kamar Sekar Pandan yang ada di dekat ruang dapur."Sekar, kau tidak apa-apa?" Lelaki bercambang halus itu mengetuk pintu kamar Sekar Pandan. Dari dalam terdengar suara gaduh kembali. Berkali-kali dia mengetuk dan memanggil gadis yang ada di dalam kamar."Ada apa, Renggo? Kenapa kau mengetuk pintu kamar Sekar Pandan dengan keras?" Nenek Bunga Seruni terbangun karena suara ketukan keras yang anaknya lakukan. Dia menghampiri Asta Renggo dengan wajah masih mengantuk."Aku mendengar ada keributan di dalam kamar Sekar Pandan, Ibu. Aku takut dia dalam masalah. Tolong ibu minggir, aku akan membukanya paksa." Asta Renggo mendobrak pintu dari anyaman bambu itu dengan punggungnya. Dengan kekuatannya, pintu itu terbuka. Asta Rengg
Berhari-hari Sekar Pandan harus berbaring di tempat tidur karena pengaruh racun di dalam tubuhnya. Dia tidak membantah semua anjuran Nenek Bunga Seruni setelah tahu bahwa wanita berwajah tidak seperti orang Jawa Dwipa ini mengenal orang tuanya.Asta Renggo pun menunjukkan kasih sayangnya pada si gadis dengan tulus. Laki-laki kekar dengan dada berbulu itu rajin memetik dedaunan dan bunga untuk meramu obat. Dengan senang hati, dia mencoba membuat bubuk hijau beracun seperti milik Sekar Pandan."Kau sudah mendapatkan bahan-bahannya, Anakku?" tanya Nenek Bunga Seruni sembari menjemur bahan ramuan di samping pondok. Asta Renggo duduk di teras samping rumah sembari memilah bahan untuk bubuk hijau beracun. Keningnya berkerut ketika beberapa bahan itu tidak tepat jika digabungkan."Masih susah, Bu." Laki-laki itu menggeleng. Di pintu samping, berdiri Sekar Pandan dengan wajah pucat. Gadis itu menyandarkan kepalanya di bingkai pintu. Tadi dia mendengar bahwa Asta
Sekar Pandan mengibaskan kainnya dari dedaunan kering yang menempel. Dia berpikir mengapa Asta Renggo marah? Padahal selama ini pemuda itu sangat baik padanya. Gadis itu tidak habis pikir. Dia memeluk sang guru karena saking gembiranya karena dia bisa melemparkan selendang sesuai yang diajarkan. Lantas dimana letak salahnya sehingga membuat gurunya marah "Karena kau sudah bisa menguasai selendangmu, sekarang ikuti gerakanku." Asta Renggo melepaskan kain hitam yang melingkar di pundaknya yang kekar. Pemuda tinggi besar dengan dada berbulu itu membuka kedua kakinya lalu memasang kuda-kuda. Mulailah dia menggerakkan kain panjang di tangannya dengan pelan untuk memberikan contoh jurus selendang pada Sekar Pandan.Sekar Pandan mengikuti gerakan Asta Renggo dengan pelan pula. Tanpa gadis itu sadari, gerakan mereka makin cepat dan cepat. Selendang sutra jingga di tangan Sekar Pandan ada kalanya meliuk-liuk bagai ular, tetapi ada kalanya melesat cepat membelit b
Gua itu dipenuhi orang-orang dengan lengan terikat sapu tangan merah. Mereka duduk bersila di lantai gua tanpa alas. Orang-orang itu terdiri dari para petani, pedagang, dan warga desa biasa. Keadaan pakaian mereka yang beraneka ragam menunjukkan bahwa setiap hari mereka hidup dalam penyamaran. Itu dikarenakan untuk menjaga dan melindungi anggota perkumpulan dari tindak kekerasan yang dilakukan Manggala.Di antara para laki-laki, duduk juga beberapa perempuan. Terlihat Umang Sari dan Palasari juga hadir di sana. Sesekali keduanya saling lirik, seperti ada ganjalan dalam hati mereka. Umang Sari menatap para tetua dan calon ketua yang duduk di depan menghadap para anggota. Dia sudah menceritakan perihal kegagalannya mengambil Pedang Sulur Naga pada ayahnya."Sesuai rencana yang telah kita buat dan sepakati. Maka hari ini kita berkumpul di sini untuk meneruskan rencana tahap selanjutnya." Ki Sempana berkata dengan lantang. Suaranya menggema seantero ruangan dengan lang
Aku tidak mengerti dengan maksud paman Gondo?" Paksi Jingga mengenakan capingnya kembali. Dia harus berhati-hati pada semua orang agar tidak menaruh curiga padanya. Meskipun orang itu adalah tetua yang mencurahkan tenaga dan pikirannya untuk perguruan Tangan Seribu. Terutama Ki Gondo. Secara tidak langsung dialah ketua perkumpulan Sapu Tangan Merah, karena dia yang mengatur dan mengurus sisa-sisa murid perguruan Tangan Seribu yang telah kocar kacir akibat serbuan Manggala. Dia juga yang mencari anggota baru hingga anggota perkumpulan Sapu Tangan Merah makin banyak."Jika dilihat dari cara pergerakan orang itu, apakah kau tidak bisa menebak tokoh rimba persilatan siapa yang melakukannya?" Ki Gondo kembali melontarkan pertanyaan. Dia berharap akan mendapat petunjuk si pelaku sehingga akan lebih mudah mengarahkan anggota perkumpulan Sapu Tangan Merah untuk mencari tahu."Tokoh rimba persilatan sangat banyak. Mereka terdiri dari golongan sesat dan golongan lu