Bab 34. DIHENTIKAN SATPAM KOMPLEK Keesokan paginya Jaka bangun ketika terdengar suara adzan subuh dari pengeras suara dari Masjid. Sudah menjadi kegiatan umum bagi Jaka, setelah bangun dan melaksanakan sholat subuh, dia segera memakai pakaian olahraga kemudian keluar dari rumah mewahnya. Penampilan Jaka yang memakai pakaian olahraga murah, menjadi perhatian warga komplek perumahan mewah yang juga sedang berolahraga di sekitar komplek perumahan mewah ini. “Lihat, siapakah dia? Apakah dia pemilik rumah baru ini?”Seorang pria paruh baya yang sedang berlari kecil bertanya kepada wanita yang juga ikut berlari disampingnya. “Kalau punya mata lihat yang betul, Mungkin dia satpam atau sopir pribadi pemilik rumah, lihat saja penampilan dan pakaian yang dikenakannya.” “Oh iya betul, sepertinya dugaanmu betul, pria itu mungkin hanya penjaga atau sopir pribadi pemilik rumah.” Jaka tiba-tiba menoleh ke arah dua orang paruh baya yang sedang berlari kecil sambi
Bab 35. DOSEN KILLER YANG CANTIK Satpam yang berjaga di pos keamanan menyapa Jaka yang sedang melintas. “Saya mau berangkat kuliah, mari pak satpam.” Jono dan Nuriman, kedua satpam ini tampak kebingungan mendengar jawaban Jaka, bagaimana mereka tidak kebingungan, pria yang mereka pikir adalah seorang sopir atau pelayan di rumah mewah yang ada di blok C no 50, ternyata adalah seorang mahasiswa. Kenyataan ini tentu saja membuat Jono dan Nuriman tampak shock dibuatnya, mereka berdua memandangi punggung Jaka hingga sosok Jaka menghilang di balik halte bus yang ada di pinggir jalan raya. Sementara itu Jaka yang sudah sampai di jalan raya, tidak langsung menaiki bus kota, akan tetapi malah berjalan mendekati gerobak bubur ayam yang terlihat tak jauh dari halte bus. “Bang minta bubur ayamnya satu,” ucap Jaka sesampainya di depan gerobak bubur ayam. “Baik Om, tunggu sebentar, silahkan duduk dulu.” Jaka segera duduk menunggu bubur ayam pesanannya datang
Bab 36. PERMINTAAN MAAF Bisik-bisik teman Jaka terdengar bagaikan suara lebah di ruangan ini, sementara Jaka yang sedang menjadi bahan pergunjingan sama sekali tidak peduli. Sepertinya Jaka belum menyadari kalau dia sekarang sudah menjadi orang kaya dan tidak terlalu membutuhkan uang sebanyak dua puluh lima juta itu. Akan tetapi mental miskin yang selama ini dialaminya, membuat otak Jaka seakan terhipnotis dan langsung tertarik begitu saja, ketika ada sebuah pengumuman untuk mendapatkan hadiah uang sebanyak dua puluh lima juta. Jaka sama sekali tidak menyadari kalau dia belum pernah sekalipun mengikuti pelatihan Silat ataupun beladiri lainnya. Dosen Saras tersenyum ketika mendengar pertanyaan Jaka, dia segera menganggukkan kepalanya kemudian berkata,“Tentu saja, siapa saja boleh mendaftarkan diri mengikuti pertandingan persahabatan itu. Jaka kamu mau ikut mendaftar? Kalau kamu mau ikut pertandingan itu, ibu bisa mendaftarkannya.” “Terimakasih bu,
Bab 37. HILANGNYA KESADARAN Meskipun mengemudi dengan pelan, akhirnya sampai juga Jaka ke kampusnya. Para mahasiswa belum ada yang menyadari kalau yang membawa mobil SUV hitam ini adalah Jaka, setelah memarkirkan mobilnya di halaman, Jaka segera turun dari mobil dan berjalan santai menuju kelasnya. Beberapa teman sekelas bertemu dengan Jaka saat berjalan di lobi, seperti biasa mereka saling sapa, akan tetapi ekspresi wajah mereka tampak penuh hinaan kepada Jaka. “Wah, sepertinya hari ini Jaka baru mendapatkan rezeki nomplok, lihat aura wajahnya terlihat berbeda dengan hari-hari kemarin.” “Iya tuh lihat, dia senyum-senyum sendiri seperti orang gila baru, ha ha ha ha….” Jaka yang mendengar obrolan di belakangnya tampak cuek dan santai, bagi Jaka semua omongan itu di anggap sebagai angin yang sedang melewati telinganya saja yang masuk dari telinga kanan keluar dari telinga kiri. “Hai Jaka, kebetulan bertemu disini. Kamu bisa datang ke kantor saya?
Bab 38. TEMBUS PANDANG Jaka terdiam berdiri di luar kampus, tatapannya memandang jauh kedepan hingga menembus pagar halaman Universitas dan terus menembus ke kendaraan yang sedang berlalu di jalan raya. Dalam pandangan Jaka bodi kendaraan yang lewat seperti sebuah kaca transparan, Jaka bisa melihat siapa yang sedang naik di dalam mobil yang sedang lewat. “Aneh, kenapa saya bisa melihat orang yang sedang duduk di dalam mobil? Ada apa dengan mataku? Apakah aku sedang berhalusinasi?” gumam Jaka di dalam benaknya. Jaka segera mengerjap-ngerjapkan sepasang matanya, kemudian dia mengucek kedua matanya untuk menghilangkan apa yang baru saja melihatnya. Setelah dia menggosok kedua matanya dengan tangannya, akhirnya Jaka kembali kepada Jaka seperti sebelumnya. Setelah menggosok matanya beberapa kali dan mengerjap-ngerjapkan beberapa kali, Jaka kembali memandang ke arah jalan raya untuk memastikan kalau apa yang dipandangnya adalah salah. “Betulkan? Tadi
Bab 39. BERLATIH SILAT Waktu berlalu dengan cepat, Jaka tampak masih asyik menonton berbagai adegan silat yang ada di ponselnya, hingga tanpa terasa waktu sudah menjadi gelap. “Eh, ternyata sudah malam,” gumam Jaka sambil bangun dari duduknya kemudian pergi ke kamarnya untuk membersihkan diri. Selesai mandi, Jaka segera pergi ke dapur dan membuka barang belanjaan yang masih di dalam kantong plastik. Setelah merapikan barang belanjaannya dengan memasukan kedalam lemari pendingin, serta memasukkan beberapa mie instan dan yang lainnya ke lemari dapur, barulah Jaka membuat mie instan untuk mengisi perutnya. “Perut sudah kenyang, mari melihat video jurus-jurus silat yang ada di aplikasi sambil menunggu makanannya yang ada ada di perut larut,” gumam Jaka sambil membuka video mengenai silat lagi. Setelah dirasa cukup mengistirahatkan perutnya, Jaka berjalan ke tengah ruangan yang kosong tanpa ada furniture satupun. Hal ini sangatlah maklum, karena meskipun rumah y
Bab 40. BERANGKAT MENUJU UNIVERSITAS PALAPA Akhirnya Jaka sampai juga di Universitas Matrix, kali ini kehadiran Jaka di kampus di lihat oleh para mahasiswa yang sedang berada di halaman. “Lihat, bukankah itu Jaka di Kuli konstruksi?” “Betul, kenapa dia membawa mobil sebagus itu? Apakah dia sekarang jadi sopir pribadi dan diizinkan Bossnya untuk membawa mobilnya?” “Bisa juga, mungkin dia sekarang sudah naik jabatan sebagai sopir pribadi, tidak lagi bekerja sebagai kuli Konstruksi.” Semua mata memandang kearah Jaka yang sedang berjalan menjauh dari mobilnya yang sangat jantan bagi seorang pria. “Hai Jaka, kamu beneran ikut pertandingan silat?” tiba-tiba seorang mahasiswa menyapa Jaka sambil menepuk bahunya. Ternyata yang menyapa dan menepuk bahu Jaka adalah Radith teman sekelasnya yang cukup baik terhadap dirinya. Maklumlah Radith adalah seorang mahasiswa dari keluarga sederhana yang berkesempatan kuliah di Universitas Matrix yang sangat terkenal ini
Bab 41. MEMBUAT PANIK Tak lama kemudian bus yang dinaiki Jaka dan yang lainnya sampai juga di Universitas Palapa. Ternyata sudah banyak peserta pertandingan dari Universitas lain yang lebih dulu datang ke tempat ini, terbukti dengan banyaknya kendaraan bus mahasiswa yang terparkir rapi di halaman Universitas. Tanpa sepengetahuan Jaka, ternyata hari ini Universitas Matrix membebaskan jam pelajaran dan menyarankan para mahasiswa untuk memberi suport kepada tim silat mereka yang sedang mengikuti pertandingan silat persahabatan. Sementara itu Jaka dan yang lainnya sudah mengganti pakaian mereka dengan pakaian silat yang serba hitam, sedangkan dosen Saras sudah mendaftarkan peserta pertandingan dari Universitas Matrix ke panitia pertandingan. Secara kebetulan Jaka mendapatkan nomor urut terakhir dalam babak penyisihan ini. Tak lama kemudian pertandingan pun dimulai, Jaka tampak seperti orang bodoh memandangi gedung auditorium Universitas Palapa yang sangat besar.
Bab 120. MELATI SUGIRI Dengan perasaan takjub, Jaka melihat bahwa ruangan di dalam cincin spiritual ini, luasnya seukuran lapangan sepak bola. “Hebat, benar-benar hebat. Apakah ini yang dinamakan cincin spiritual atau cincin penyimpanan seperti yang saya baca pada novel online genre fantasi? Betul, ini adalah cincin penyimpanan yang sangat ajaib itu. Hari ini adalah hari keberuntunganku, baiklah sebaiknya saya segera pergi dari tempat ini sebelum ada orang yang melihatnya,” pikir Jaka yang segera memasukkan pusaka Kujang emas dan peti kayu hitam itu ke dalam cincin spiritual dengan kekuatan energi spiritualnya. Segera, Jaka keluar dari gua penyimpanan dan menutup kembali tempat itu. Setelah itu tubuh Jaka melesat ke langit, terbang dengan cepat meninggalkan situs reruntuhan kuno untuk kembali ke kamar penginapannya. Senyum puas menghiasi wajah Jaka ketika di sudah sampai di kamarnya, kali ini dia ingin memeriksa sekali lagi isi dari cincin spiritual yang ada di
Bab 119. PUSAKA KUJANG EMAS Dung… dung… dung… Suara menggema terdengar dari balik dinding batu yang di ketuk Jaka, hal ini tentu saja membuatnya semakin penasaran. Kemudian sekali lagi Jaka memperhatikan batu aneh yang menyerupai sebuah tonjolan. Kembali Jaka mengutak-atik batu aneh itu, kali ini Jaka menyalurkan energi Prana ke batu itu. Tiba-tiba saja batu aneh yang di pegangnya masuk ke dalam dinding batu, dan tiba-tiba juga terdengar suara berderak seperti benda bergeser. Drrtt… drrtt… drrtt…Sebuah pintu terpampang di depan Jaka, ketika dinding batu di depannya bergeser dengan pelan saking beratnya dinding batu itu. Debu tebal beterbangan ketika pintu batu itu terbuka, Jaka mengebutkan tangannya untuk menepis debu yang beterbangan di depannya. Kemudian setelah pintu berhenti bergeser, di hadapan Jaka terlihat sebuah ruangan yang gelap gulita. Apalagi sekarang tengah malam, tentu saja suasana di dalam gua lebih gelap lagi.
Bab 118. RERUNTUHAN KUNO “Zaman sekarang pikiran para anak muda benar-benar aneh, mereka begitu suka dengan hidup bebas dari pengawasan orang tua. Semoga generasi muda yang akan datang tidak ada lagi yang seperti itu,” gumam Jaka dalam hatinya. Jaka yang terbiasa hidup dalam kemiskinan, tidak pernah sedikitpun mempunyai keinginan untuk hidup menggelandang dengan simbol kebebasan seperti anak-anak punk ini. Meskipun dia tidak melarang anak-anak remaja itu untuk hidup dijalanan dengan bekal uang yang minimal. Bagi Jaka saat remajanya lebih banyak digunakan untuk belajar dan bekerja mencari kayu bakar untuk membantu orang tuanya. Setengah jam kemudian, setelah nongkrong di taman kota, Jaka segera bangkit dari duduknya dan menghentikan taksi untuk pulang ke rumahnya. Sesampainya di rumah, Jaka yang tak tahu harus melakukan apa? Hanya bisa duduk bersantai sambil membaca buku dan pelajaran yang akan diujikan beberapa hari yang akan datang. Sambil membaca bu
Bab 117. AKSI JAKA KELUD Tangan yang memegang pistol langsung diarahkan ke tubuh Jaka Kelud, meskipun dengan tangan gemetar. Dor! Dor! Dor! Dor! Suara tembakan mengagetkan warga yang sedang menonton keributan ini, wajah semua orang memucat karenanya. Sementara itu empat peluru mengenai tubuh Jaka dengan telak di bagian dadanya, pakaian yang dikenakannya langsung berlubang. Kedua penculik itu tersenyum gembira, ketika melihat tembakan mereka dengan tepat mengenai tubuh bagian depan Jaka yang berdiri di depan pintu belakang. “Ha ha ha ha…. rasain tuh makan pelor panas, makanya jadi orang jangan suka mencampuri urusan orang,” ejek salah satu penculik sambil memandang ke tubuh Jaka yang berdiri di depan pintu. Rasa takut mereka berdua langsung menghilang, setelah tembakan mereka mengenai tubuh Jaka Kelud. Akan tetapi kegembiraan mereka segera menghilang ketika sebuah senyuman muncul dari wajah pemuda yang memasukkan kepalanya kedalam mobil.
Bab 116. MENGHANCURKAN MOBIL PENCULIK “Ada apa ini? Kalian menabrak kakak ini ya?” Tiba-tiba terdengar suara orang menegur pria yang sedang memarahi Jaka, seketika pria yang sedang dirundung emosi segera tersadar dan menoleh ke arah sumber suara. Seketika itu juga ekspresi wajah pria gerombolan penculik langsung berubah, di sekelilingnya ternyata sudah ada puluhan warga yang penasaran dengan apa yang terjadi. “Eh… tidak apa-apa, hanya saja pria ini ingin bunuh diri dengan cara menabrakkan tubuhnya ke mobil kami,” dengan gagap pria kelompok penculik memberi alasan atas apa yang sedang terjadi. Puluhan warga yang sudah mendekat ke keramaian ini, langsung saling pandang. Antara percaya dan tidak percaya, mereka segera mendekat kearah Jaka. “Bang ada apa ini? Apa benar kamu ingin bunuh diri?” “Siapa yang ingin bunuh diri? Mulut pria itu saja yang asal ngomong, bapak-bapak, kebetulan anda ada disini. Saya berusaha menghentikan mobil ini karena mereka ada
Bab 115. MENGHADANG MOBIL PENCULIK “Tolong beri jalan,” ucap Jaka sambil menatap ketiga pemuda kampung di depannya. “Beri jalan? He he he he…. sepertinya kamu tidak tahu apa yang terjadi pada dirimu yang sudah berani memasuki kamar wanita yang bukan muhrim?” celetuk Anto sambil menatap sinis ke arah Jaka. Ketiga pemuda kampung ini berjejer rapi menghalangi jalan keluar Jaka dari kamar kontrakan Dian Utami. “Bang Anto, apa yang kamu lakukan? Beri jalan kepada temanku!” perintah Dian Utami sambil melotot ke arah Anto dan kedua temannya. Anto dan kedua temannya seakan tidak mendengar perkataan Dian Utami, mereka bertiga tetap menghalangi jalan keluar Jaka dengan senyum penuh ejekan membayang di wajah mereka. Jaka menatap pemuda kampung di depannya dengan perasaan tidak suka, melihat ketiganya bersikeras untuk menghalangi jalannya, Jaka tetap melangkah untuk menabrak mereka bertiga. Telapak tangan Jaka mengibas seperti mengusir lalat yang mengerubuti
Bab 114. DISANGKA KUMPUL KEBO Tiga wanita yang ada di rumah kontrakan Dian Utami memandangi sosok Jaka dan Dian Utami silih berganti, dengan hati penuh dengan seribu pertanyaan. “Teman-teman, kenalkan ini Jaka,” kata Dian Utami begitu memasuki rumah kontrakannya. “Hai,” sapa Jaka kepada ketiga gadis yang ada di rumah kontrakan. “Ehem… ehem… Dian, ngomong-ngomong sejak kapan kamu kenal dengan Om ganteng ini?” tanya salah satu teman Dian sambil melirik ke arah Jaka dengan ekspresi penasaran. Bagaimanapun juga mereka berempat adalah sahabat baik, sehingga apa yang terjadi pada setiap orang, yang lainnya pasti tahu. Tapi sekarang ketika Dian Utami pulang sambil membawa Jaka, tentu saja mereka bertiga sangat terkejut dan penasaran. “Perlu diceritakan apa tidak ya?” canda Dian dengan ekspresi lucu dan memainkan matanya ke arah mereka. Pada saat ini, Dian Utami sangat senang, karena dia bisa bertemu dengan pemuda pujaannya yang semalam dikenali.
Bab 113. PERTEMUAN YANG TIDAK DISANGKA Dian Utami yang melihat Jaka tampak bingung, hanya bisa tersipu malu. Memang pergaulan di kota besar, membuat setiap Individu di dalamnya menjadi seseorang yang pemberani dan menghilangkan rasa malu untuk sebagian individu. Seperti halnya Dian Utami yang mempunyai impian untuk mempunyai kekasih dari golongan kaya. Kini ketika dia bertemu seorang pemuda yang mengemudikan mobil mewah, tentu saja dia berusaha keras untuk mendapatkannya. Meskipun dia berusaha menyembunyikan rasa malunya. “Iya, kalau boleh,” sahut Dian Utami sambil menundukkan wajahnya menahan malu. “Sepertinya tidak perlu, mungkin lain kali kalau kita bertemu lagi akan saya pikirkan,” kata Jaka pada akhirnya. Tentu saja Jaka tidak ingin banyak orang mengetahui nomor ponselnya yang akan membuatnya merasa tidak nyaman. Setelah itu Jaka masuk kedalam mobilnya dan membuka kaca jendelanya dan berkata, “Terimakasih sudah membantu membawakan baran
Bab 112. DIAN UTAMI Ekspresi Jaka tetap datar, namun dari sinar matanya bang Jago bisa melihat, kalau di tatapan pemuda di depannya ini ada cahaya kematian yang terpancar. Akhirnya sampai juga Jaka di depan bang Jago dan jarak mereka hanya sisa dua meter lagi. “Sepertinya kalian sudah sering membuat masalah dan mengganggu masyarakat kecil. Hmmm… sebaiknya kamu sebagai pemimpin mereka diapakan ya?” gumam Jaka sambil mengusap dagunya yang mulus, sambil tersenyum sinis ke arah bang Jago. “Ampun, tolong ampuni saya. Kami tidak akan berbuat onar lagi,” pinta bang Jago sambil menangkupkan kedua tangannya di depan dada. Dakh… “Argh….” Tiba-tiba sebuah tendangan kilat mengenai perut bang Jago yang mau berlutut kepadanya sebagai bentuk permintaan maaf. Jaka yang tidak menyukai ada orang yang berlutut kepada sesama manusia. Apalagi kepada dirinya, segera saja dia mengayunkan kakinya yang tepat mengenai perut bang Jago. Tendangan kilat itu