"Itu Mu Cai, pemimpin Suku Xuefeng," jawab seorang kultivator tua, suaranya dipenuhi rasa hormat. "Kecantikannya termasyhur di seluruh Benua Longhai. Konon, ia adalah titisan dewi!"Dalam sekejap, semua mata tertuju pada Mu Cai. Para pria menatapnya dengan kekaguman yang mendalam, sementara para wanita memandangnya dengan iri yang tersembunyi.Bahkan Guang Jiang, yang dikenal sebagai sosok yang sulit terkesan, tak bisa menyembunyikan kekagumannya. Matanya terus mengikuti sosok Mu Cai, seolah ia telah menemukan sebuah harta karun yang tak ternilai harganya.Zhao Hua, yang tadinya menjadi pusat perhatian, kini terlupakan, bagai debu yang tertiup angin. Wajahnya memerah karena cemburu dan amarah yang membara.Dia mencengkeram lengan Chang Zhong dengan kuat, kukunya yang tajam hampir menancap di kulit pemuda itu, menyalurkan rasa frustasinya."Apa hebatnya dia?" bisik Zhao Hua dengan nada sinis, suaranya dipenuhi dengki."Hanya karena dia dari Suku Xuefeng, semua orang memperlakukannya se
Dalam sekejap, dua ular berwarna emas muncul dari balik lengan jubahnya, bagai jelmaan iblis yang haus darah, berkilauan di bawah sinar matahari yang menyinari arena terbuka.Sisik mereka memantulkan cahaya bagai permata yang mematikan, mata mereka berkilat berbahaya dengan aura pembunuh yang dingin, seolah mereka adalah perwujudan dari kematian itu sendiri.Tubuh mereka bergerak secepat kilat, bagai sambaran petir yang membelah udara, melesat menuju Zhao Hua dengan taring beracun yang siap menancap, siap menghancurkan segalanya.Tepat ketika ular-ular itu hampir mencapai targetnya, ketika kematian sudah di depan mata, Mu Cai menghentikan tiupan seruling. Kedua ular emas itu membeku di udara, hanya beberapa inci dari wajah dan leher Zhao Hua, taring mereka berhenti hanya satu sentimeter dari kulit halus gadis itu.Hembusan racun mereka bahkan terasa mengikis kulitnya, seolah racun itu mampu melenyapkan segalanya.Wajah Zhao Hua seketika berubah pucat pasi, bagai kertas yang kehilangan
Ketika ketegangan antara Mu Cai dan Guang Jiang mencapai puncaknya, suara lantang memecah keheningan, bagai guntur membelah langit, menghentikan badai yang nyaris meledak."Pemimpin Sekte Langit Murni, Yang Mulia Tian Zhang, dan Wakil Pemimpin Zheng Yunru memasuki podium kehormatan!"Suara protokoler bergema, mengguncang arena, memecah konsentrasi semua orang. Semua mata beralih dari konfrontasi yang nyaris meledak menuju podium utama, tempat para pemimpin sekte akan berdiri.Mu Cai dan Guang Jiang, yang siap bertarung, langsung menurunkan tangan, menarik kembali energi spiritual mereka, seolah tersadar dari mimpi buruk yang mengerikan.Dua ular emas milik Mu Cai menghilang, kembali ke jubahnya, seolah hanya khayalan belaka.Di tenda sekte kelas tiga, bisik-bisik mulai terdengar, bagai desiran angin yang membawa rahasia dari dunia lain."Lihat Pemimpin Tian! Auranya lebih kuat dari lukisan," bisik seorang pemuda, matanya tak berkedip, terpukau oleh kehadiran sang pemimpin."Ssst! Pemi
Tiba-tiba, dari arah tenda para kultivator kelas tiga, sebuah bayangan hitam melesat dengan kecepatan luar biasa. Sosok itu bergerak bagaikan angin, meninggalkan jejak kabut tipis di belakangnya. Dalam sekejap mata, ia telah mendarat dengan anggun di tengah arena, tepat di hadapan Pemimpin Tian dan Wakil Pemimpin Zheng.Pria itu mengenakan jubah hitam dengan sulaman awan kelabu yang bergerak-gerak seperti hidup. Wajahnya yang tampan namun dingin dihiasi senyum mengejek. Rambutnya yang panjang terikat rapi dengan hiasan perak berbentuk tengkorak kecil. Ketika ia bergerak, aroma harum yang memabukkan menyebar ke seluruh arena, dibawa oleh hembusan angin yang tiba-tiba muncul."Pemimpin Sekte Bayangan Kegelapan!""An Ying!""Bagaimana mungkin dia berani datang ke sini?"Bisikan-bisikan ketakutan segera menyebar di seluruh arena. Para kultivator tingkat rendah mundur beberapa langkah, berusaha menjaga jarak dari aroma harum yang kini memenuhi udara.Para penatua dari berbagai sekte sege
"Baiklah," Pemimpin Tian akhirnya berkata, suaranya memecah keheningan yang mencekam, bagai gema di lembah sunyi. "Jika Pemimpin An begitu ingin melihat Pedang Berhati Api, maka keinginanmu akan terpenuhi. Namun, ingatlah, setiap tindakan memiliki konsekuensi yang tak terhindarkan."Namun, sebelum Pemimpin Tian sempat menyentuh kotak kayu hitam itu, sebelum ia sempat membuka rahasia yang tersimpan di dalamnya, An Ying tiba-tiba bergerak, bagai hantu yang melesat dalam kegelapan. Tanpa peringatan, tanpa tanda, ia mengayunkan telapak tangannya ke depan, gerakan yang begitu cepat hingga mata biasa tak mampu menangkapnya, hanya merasakan hembusan angin yang dingin."Teknik Tapak Bayangan Iblis!"Seketika, asap hitam pekat, bagai tinta yang tumpah, bergulung-gulung dari telapak tangannya, membentuk pusaran yang mengerikan, pusaran yang siap menelan segalanya. Asap itu bergerak, bagai makhluk hidup yang haus darah, melesat ke arah kotak kayu hitam dengan kecepatan yang luar biasa, bagai
Rong Tian melangkah mundur ke bagian terdalam kamarnya dengan napas tersengal-sengal. Jantungnya berdegup kencang seperti genderang perang. Suara kaki empat sosok tinggi besar mengenakan topeng terasa mengancam.Dia tahu, ini mungkin akan menjadi malam terakhirnya...>>> Kota Biramaki perlahan tenggelam dalam keheningan malam. Jalanan yang ramai tadi siang kini sepi, hanya diterangi oleh lentera-lentera temaram yang bergoyang ditiup angin.Suara langkah petugas penjaga malam berderap di kejauhan, mengumumkan bahwa waktu kentongan pertama telah tiba.Teng – teng – teng. Suara kentongan bergema, menandakan awal malam yang panjang.Namun, di sebuah kamar sempit dan sederhana di belakang rumah megah Wakil Menteri Adat dan Budaya Kekaisaran Bai Feng, Rong Tian masih terjaga. Kamar itu, meskipun kecil, menjadi saksi bisu kegelisahan yang menggerogoti hatinya.Hari ini, pengumuman ujian negara telah diumumkan, dan Rong Tian dinyatakan gagal.Sebagai anak kusir kereta wakil menteri, kehidup
Seperti yang sudah diperkirakan, perjalanan menuju Gurun Hadarac memakan waktu lebih dari satu minggu. Rong Tian hanya terdiam sepanjang perjalanan. Bagaimana mungkin dia bisa berbicara?Setiap kali mencoba mengemukakan pendapatnya, bukan hanya tamparan yang diterimanya, tetapi juga pukulan-pukulan keras yang membuat tubuhnya remuk.Akibatnya, wajahnya babak belur. Matanya bengkak, dan seluruh tubuhnya dipenuhi memar kebiruan. Kondisinya sungguh menyiksa.Ditambah lagi, tangannya diikat ke belakang, dan kakinya pun tak bisa bergerak bebas.“Tuan... aku lapar,” gumam Rong Tian dengan suara parau. Mulutnya terasa kaku, seolah ada sesuatu yang menghalanginya untuk berbicara dengan jelas.“Haha, kamu lapar? Anjing hina seperti kamu tak pantas menikmati makanan enak!” ejek salah satu pria berbaju hitam.Dengan gerakan kasar, dia melempar sepotong roti kukus yang sudah mengeras ke arah Rong Tian.Tawa riuh pun meledak di antara kawan-kawannya.Tak ada sedikit pun rasa iba saat mereka menyak
Rong Tian terjatuh ke atas gundukan tebal pasir yang terhampar di dasar jurang, Abyss of Suffering.Kejadian ini merupakan sebuah keberuntungan yang tak terduga, karena tumpukan pasir itu berhasil menyelamatkannya dari maut, atau setidaknya dari patah tulang yang fatal.Namun, rasa sakit yang tajam di perutnya segera mengingatkannya bahwa ia masih terperangkap dalam penderitaan yang tiada henti.Dengan tubuh yang dipenuhi luka, ia merangkak lemah, berusaha mengumpulkan sisa-sisa kekuatannya.Di sekelilingnya, puluhan pasang mata berkilauan memantulkan sinar yang tidak wajar, mengelilinginya seperti bayang-bayang yang tak terhindarkan, siap menerkam.“Serigala…” desahnya pelan dalam hati, perasaan putus asa mulai menyelimuti pikirannya. “Riwayatku habis sudah…”Dalam keputusasaan yang mencekam, Rong Tian meraih sesuatu yang ada di dekatnya. Namun, yang ia sentuh hanyalah pasir, kasar dan tak berarti.Ia merasakan kekosongan yang mendalam, kehampaan yang membuatnya semakin terperosok da
"Baiklah," Pemimpin Tian akhirnya berkata, suaranya memecah keheningan yang mencekam, bagai gema di lembah sunyi. "Jika Pemimpin An begitu ingin melihat Pedang Berhati Api, maka keinginanmu akan terpenuhi. Namun, ingatlah, setiap tindakan memiliki konsekuensi yang tak terhindarkan."Namun, sebelum Pemimpin Tian sempat menyentuh kotak kayu hitam itu, sebelum ia sempat membuka rahasia yang tersimpan di dalamnya, An Ying tiba-tiba bergerak, bagai hantu yang melesat dalam kegelapan. Tanpa peringatan, tanpa tanda, ia mengayunkan telapak tangannya ke depan, gerakan yang begitu cepat hingga mata biasa tak mampu menangkapnya, hanya merasakan hembusan angin yang dingin."Teknik Tapak Bayangan Iblis!"Seketika, asap hitam pekat, bagai tinta yang tumpah, bergulung-gulung dari telapak tangannya, membentuk pusaran yang mengerikan, pusaran yang siap menelan segalanya. Asap itu bergerak, bagai makhluk hidup yang haus darah, melesat ke arah kotak kayu hitam dengan kecepatan yang luar biasa, bagai
Tiba-tiba, dari arah tenda para kultivator kelas tiga, sebuah bayangan hitam melesat dengan kecepatan luar biasa. Sosok itu bergerak bagaikan angin, meninggalkan jejak kabut tipis di belakangnya. Dalam sekejap mata, ia telah mendarat dengan anggun di tengah arena, tepat di hadapan Pemimpin Tian dan Wakil Pemimpin Zheng.Pria itu mengenakan jubah hitam dengan sulaman awan kelabu yang bergerak-gerak seperti hidup. Wajahnya yang tampan namun dingin dihiasi senyum mengejek. Rambutnya yang panjang terikat rapi dengan hiasan perak berbentuk tengkorak kecil. Ketika ia bergerak, aroma harum yang memabukkan menyebar ke seluruh arena, dibawa oleh hembusan angin yang tiba-tiba muncul."Pemimpin Sekte Bayangan Kegelapan!""An Ying!""Bagaimana mungkin dia berani datang ke sini?"Bisikan-bisikan ketakutan segera menyebar di seluruh arena. Para kultivator tingkat rendah mundur beberapa langkah, berusaha menjaga jarak dari aroma harum yang kini memenuhi udara.Para penatua dari berbagai sekte sege
Ketika ketegangan antara Mu Cai dan Guang Jiang mencapai puncaknya, suara lantang memecah keheningan, bagai guntur membelah langit, menghentikan badai yang nyaris meledak."Pemimpin Sekte Langit Murni, Yang Mulia Tian Zhang, dan Wakil Pemimpin Zheng Yunru memasuki podium kehormatan!"Suara protokoler bergema, mengguncang arena, memecah konsentrasi semua orang. Semua mata beralih dari konfrontasi yang nyaris meledak menuju podium utama, tempat para pemimpin sekte akan berdiri.Mu Cai dan Guang Jiang, yang siap bertarung, langsung menurunkan tangan, menarik kembali energi spiritual mereka, seolah tersadar dari mimpi buruk yang mengerikan.Dua ular emas milik Mu Cai menghilang, kembali ke jubahnya, seolah hanya khayalan belaka.Di tenda sekte kelas tiga, bisik-bisik mulai terdengar, bagai desiran angin yang membawa rahasia dari dunia lain."Lihat Pemimpin Tian! Auranya lebih kuat dari lukisan," bisik seorang pemuda, matanya tak berkedip, terpukau oleh kehadiran sang pemimpin."Ssst! Pemi
Dalam sekejap, dua ular berwarna emas muncul dari balik lengan jubahnya, bagai jelmaan iblis yang haus darah, berkilauan di bawah sinar matahari yang menyinari arena terbuka.Sisik mereka memantulkan cahaya bagai permata yang mematikan, mata mereka berkilat berbahaya dengan aura pembunuh yang dingin, seolah mereka adalah perwujudan dari kematian itu sendiri.Tubuh mereka bergerak secepat kilat, bagai sambaran petir yang membelah udara, melesat menuju Zhao Hua dengan taring beracun yang siap menancap, siap menghancurkan segalanya.Tepat ketika ular-ular itu hampir mencapai targetnya, ketika kematian sudah di depan mata, Mu Cai menghentikan tiupan seruling. Kedua ular emas itu membeku di udara, hanya beberapa inci dari wajah dan leher Zhao Hua, taring mereka berhenti hanya satu sentimeter dari kulit halus gadis itu.Hembusan racun mereka bahkan terasa mengikis kulitnya, seolah racun itu mampu melenyapkan segalanya.Wajah Zhao Hua seketika berubah pucat pasi, bagai kertas yang kehilangan
"Itu Mu Cai, pemimpin Suku Xuefeng," jawab seorang kultivator tua, suaranya dipenuhi rasa hormat. "Kecantikannya termasyhur di seluruh Benua Longhai. Konon, ia adalah titisan dewi!"Dalam sekejap, semua mata tertuju pada Mu Cai. Para pria menatapnya dengan kekaguman yang mendalam, sementara para wanita memandangnya dengan iri yang tersembunyi.Bahkan Guang Jiang, yang dikenal sebagai sosok yang sulit terkesan, tak bisa menyembunyikan kekagumannya. Matanya terus mengikuti sosok Mu Cai, seolah ia telah menemukan sebuah harta karun yang tak ternilai harganya.Zhao Hua, yang tadinya menjadi pusat perhatian, kini terlupakan, bagai debu yang tertiup angin. Wajahnya memerah karena cemburu dan amarah yang membara.Dia mencengkeram lengan Chang Zhong dengan kuat, kukunya yang tajam hampir menancap di kulit pemuda itu, menyalurkan rasa frustasinya."Apa hebatnya dia?" bisik Zhao Hua dengan nada sinis, suaranya dipenuhi dengki."Hanya karena dia dari Suku Xuefeng, semua orang memperlakukannya se
Rong Tian duduk tenang, menyatu dengan para kultivator Sekte Bintang Tiga. Jubah putihnya yang sederhana nyaris tak terlihat di tengah kerumunan, namun matanya yang tajam tak pernah berhenti mengamati, menelisik arena dengan tatapan setajam elang, menunggu saat acara dimulai.Sementara itu, di kaki Gunung Qingyun, tepat di area gerbang masuk, kekacauan merebak, menyebar bagai wabah. Para murid Sekte Langit Murni berkerumun, wajah mereka diliputi kepanikan yang mencekam."Lihat mereka!" teriak seorang murid, suaranya sarat ketakutan, menunjuk lima rekannya yang tergeletak tak berdaya di tanah. "Mereka tiba-tiba ambruk, tanpa sebab yang jelas!"Lima murid Sekte Langit Murni terbaring dengan wajah sepucat mayat, tubuh mereka bergetar hebat, seolah dihantam kekuatan tak kasat mata."Ini pasti serangan sihir gelap!" seru seorang murid senior, suaranya sarat amarah dan keputusasaan. "Hanya kultivator aliran iblis yang mampu melakukan serangan keji seperti ini!"Kepanikan menyebar bagai api
Fang Long tersenyum tipis, mengangguk dengan anggun. Dia mempersilakan rombongan menuju podium VIP di puncak arena, tempat para tamu terhormat akan duduk. Zhao Hua dan Chang Zhong berjalan di belakang, mendapatkan tempat istimewa di barisan depan.Begitu duduk, Zhao Hua langsung mengamati sekeliling dengan pandangan merendahkan, tatapannya menyapu seluruh arena dengan cermat. "Sungguh sederhana," gumamnya dengan suara cukup keras agar didengar semua orang. "Di Sekte Pedang Cahaya, kami tidak akan pernah menggelar acara seperti ini."Dia menyentuh kursi tempat duduknya dengan ujung jari, seolah-olah kursi itu kotor dan tak pantas untuk disentuh. "Dekorasi ini sungguh ala kadarnya. Tidak ada sentuhan keindahan sama sekali."Para murid Sekte Langit Murni mengepalkan tangan, menahan amarah yang membara di dalam dada mereka. Beberapa melirik Zhao Hua dengan tatapan membunuh, ingin segera membungkam mulutnya yang sombong.Guang Jiang, yang mendengar komentar Zhao Hua, justru tersenyum, seny
Pagi hari di Gunung Qingyun, diselimuti kabut tipis yang berembus lembut, dipenuhi kesibukan luar biasa. Para murid Sekte Langit Murni, bagaikan deretan bangau putih yang anggun, bersiap dengan jubah upacara kebesaran mereka. Warna putih bersih memantulkan cahaya matahari pagi, menciptakan pemandangan yang memesona. Mereka berbaris rapi di sepanjang jalan setapak menuju arena utama di puncak gunung, tempat perhelatan akbar akan dimulai. Seorang tamu dari Sekte Bintang Empat, bernama Liu Wei, berbisik kepada rekannya dari Sekte Bintang Tiga, Zhang Hui. "Lihatlah, para murid Sekte Langit Murni! Gerak-gerik mereka begitu luwes, penuh dengan disiplin!" Zhang Hui mengangguk setuju, matanya mengamati dengan seksama. "Para pria tampak gagah, bahu mereka tegap, tatapan mata penuh tekad. Sementara para wanita, mereka memancarkan keteguhan yang memesona, seolah mampu menaklukkan langit." Seorang murid wanita Sekte Langit Murni melintas, jubah putihnya berkibar anggun ditiup angin. Rambut hit
Rong Tian, yang duduk beberapa meja di belakang mereka, memasang telinga dengan seksama, perhatiannya sepenuhnya terfokus pada percakapan itu. Tangannya meremas cangkir teh, menciptakan retakan halus pada permukaannya, tanda bahwa pikirannya sedang bekerja keras."Apakah ini ada hubungannya dengan rencana Guru Negara?" batin Rong Tian, mata hitamnya berkilat penuh curiga, firasat buruk mulai menyelimutinya.Pengunjung rumah teh lainnya juga bergerak mendekat, rasa ingin tahu mengalahkan rasa malu. Seorang pedagang bertubuh gemuk menyeret kursinya lebih dekat, seorang wanita berpakaian sutra hijau pura-pura membenarkan sanggulnya sambil memasang telinga, mencoba menangkap setiap kata yang terucap.Kultivator bertubuh kurus itu, seolah tersulut api semangat, mulai bercerita dengan lebih bersemangat. "Huo Xin Jian bukanlah sekadar pedang biasa! Ia memiliki kesadaran spiritual yang setara dengan kultivator tingkat tinggi! Bahkan lebih!"Pria separuh baya dengan bekas luka di wajahnya meni