Bab 26
Mendengar apa yang sang suami katakan, Mbok Marni tentu saja tidak setuju. Ia mana mungkin terima jika capek-capek mengerjakan semua tanpa mendapatkan apa-apa. Pemikirannya selama ini terlalu realistis, Mbok Marni selalu ogah menggerakkan badannya jika tak ada keuntungan yang bisa ia dapatkan nantinya, tak peduli apapun alasannya.Merasa gemas karena suaminya bicara seenaknya tanpa memikirkan dirinya, diam-diam Mbok Marni menyelipkan tangannya, meletakkannya tepat pada sela-sela antara pangkal pahanya dan juga sang suami, mencubitnya kuat-kuat.Mendadak mendapatkan rasa sakit, persisi dicapit kalajengking, Mbah Tarjo terangkat, tubuhnya menggeliat, menahan sakit yang sengaja sang istri berikan kepadanya tanpa pesan terlebih dahulu serta tak memberikan aba-aba.“Aduh!” Mbah Tarjo menjerit kesakitan, tak bisa menahan diri meski saat ini ia tahu betul jika ia sedang berusaha mencuri simpati dari Denjaka.Mendengar jeritan kesakitan daBab 27Tentu saja, mendengar Wintang akan memberikan tempat bekas anak-anaknya, Mbah Tarjo senang bukan kepayang. Bukan apa-apa, pasalnya, belum apa-apa Mbah Tarjo merasa sudah berjaya, sudah berhasil menyingkirkan anak-anak Denjaka dan juga Wintang, mengambil alih kamar mereka. Atas dasar apa yang ada di dalam pikirannya, Mbah Tarjo menganggap ini adalah awal yang sangat baik, lebih dari apa yang sejak awal ia harapkan.“Apakah tidak apa-apa?” tanya Denjaka sekali lagi.Sebenarnya, ia juga merasa tak tega jika menolak Mbah Tarjo dan keluarganya tinggal di sini. Hanya saja, Denjaka tidak ingin keberadaan orang asing akan membuat kenyamanan ia dan keluarganya merasa terganggu. Biar bagaimanapun juga, Denjaka sangat mengerti jika anak dan istrinya juga membutuhkan privasi.“Hanya untuk sementara, Kang Mas. Setidaknya sampai Mbah Tarjo dan Keluarganya bisa menemukan tempat tinggal baru,” jawab Wintang, lengkap dengan senyum manis yang ia lemparkan ke
Bab 28 Bersama Wintang, Bumi, Ali, dan Denjaka mulaimenyusul langkah-langkah yang Wintang ambil lebih dulu, hampir mencapai pintu utama. Namun, menyadari Mbah Tarjo dan keluarganya masih tercengang di tempat yang sama, mereka semua menghentikan langkah, menoleh ke arah Mbah Tarjo dan keluarganya yang masih tak bergeming secara bersama-sama penuh kekompakan, seolah semua gerakan mereka telah diawali oleh aba-aba yang diinstruksikan sebelumnya.“Loh, kok masih di sana? Ayo!” Ali menatap heran laki-laki tua yang wajahnya masih melekat di dalam ingatannya, terpatri abadi sebagai orang yang pernah menjambak Mas Cahyo, menyeretnya tanpa perasaan, mengusir kedatangan Mas Cahyo yang padahal datang dengan niat baik, namun diperlakukan dengan hina, dituduh sebagai dalang penyebab dari segala kejadian yang ada waktu itu.“Eh, iya … iya …, ini mau jalan,” jawab Mbah Tarjo gelagapan. Teguran yang Ali berikan berhasil membuyarkan isi kepalanya yang saat ini sedang
Ban 29 Mendengar permintaan sang istri yang melarangnya untuk mati dan mewariskan kemiskinan yang ditolak secara mentah-mentah oleh Mbok Marni, nafas Mbah Tarjo kian memberat. Dadanya terus naik turun bersamaan dengan hembusan nafas yang sulit ia terima. Berada dalam pangkuan sang istri yang saat ini sedang banjir air mata, Mbah Tarjo mendelik, terus mengusap-usap dadanya seorang diri, menggerutu di dalam hati gara-gara semua orang ia anggap tidak ada yang peduli karena berdiam diri saja, menatapnya yang sedang kesulitan untuk sekedar bernafas. “Mbah, njenengan kenapa?” tanya Denjaka, baru menanyakan keadaan Mbah Tarjo padahal dirinya sudah terkapar di atas tanah sejak tadi. “Ada apa, Mbah? Apa njenengan baik-baik saja?” Wintang ikut bertanya juga. Wintang duduk berjongkok di samping Mbah Tarjo yang masih berada dalam pangkuan Mbok Marni, berencana menggunakan kemampuannya yang bisa melakukan penyembuhan tanp
Bab 30Rumah petak bekas asrama yang kini Mbah Tarjo tinggalo sudah bersih dan rapi. Baju-baju yang sebelumnya berada dalam buntelan sarung, kini tersusun rapi di dalam lemari. Kini, tempat itu bisa dijadikan tempat istirahat yang nyaman, merebahkan diri yang kelelahan akibat drama panjang yang telah ia lakukan.Menikmati kenyamanan yang ada, tempat tinggal gratis dengan peralatan dan perabotan lengkap siap pakai, Mbah Tarjo merebahkan diri di atas dipan. Meski kasur yang menjadi alas tidak terlalu tebal, tetap saja kamar tempat tidurnya sekarang jauh lebih nyaman jika dibandingkan dengan rumah miliknya sendiri sebelumnya.Sementara Mbah Tarjo merebahkan diri, menikmati apa yang ia dapat meski bukan yang ia inginkan, santai dan berleha-leha semaunya, Mbok Marni tampak sibuk di ruangan lain paling belakang, memperhatikan meja makan, rak piring, kompor minyak serta piring-piring lengkap dengan gelas dan peralatan lain penuh rasa kagum.“Waw …. Ini s
Bab 31Sama sekali tidak ambil pusing dengan apa yang saat ini sedang Winingsih lakukan, yakni membelai-belai bagian sensitif tubuhnya sendiri dengan rasa ingin yang semakin tidak tertahan tergambar jelas di wajahnya, Mbah Tarjo melempar pandang ke arah laki-laki yang sudah berhasil mencuri hati si tuan putri kesayangannya, menatap tajam Bumi dengan tatapan yang sulit untuk diartikan.“Silahkan saja, kamu dapatkan laki-laki itu. Tapi untuk sekarang, fokuslah kepada tujuan kita,” kata Mbah Tarjo memberi peringatan.“Jangan lupa, Denjaka adalah tujuan utama kita.” Lanjutnya lagi.“Lagi pula, Bapak punya rencana lain yang harus bisa Bapak selesaikan secepat mungkin.” Kali ini Mbah Tarjo menyeringai, mengalihkan pandangannya ke arah Pandu yang saat ini sedang mengejar bola ke pinggir halaman, menatap bocah laki-laki itu sembari menyeringai, memperlihatkan senyumnya yang mengerikan.“Setelah ini semua berhasil, kamu boleh memiliki keduanya. Bu
Bab 32Satu keanehan kembali terjadi. Meski cairan dari dalam botol kecil yang Winingsih tuangkan tak seberapa jika dibandingkan dengan air di dalam ledeng yang jumlahnya melebihi dua kawah, namun terlihat kalah oleh setitik dua titik cairan berwarna merah pekat kehitaman tersebut, membuat air di dalam ledeng juga ikut berubah warna seluruhnya.Kepulan asap juga keluar dari dalam sana. Bak ada sesuatu yang mengaduknya, air ledeng yang seharusnya tenang, kini mendadak memiliki arus yang amat begitu dahsyat, berputar-putar tiada henti membentuk sebuah pusaran di tengah-tengahnya.Glek!Lagi-lagi Winingsih hanya bisa menelan saliva miliknya. Melihat pemandangan di hadapannya berhasil membuat perasaannya semakin tidak karu-karuan saja.Bersamaan dengan itu, seolah merasa terpanggil oleh bau amis darah yang amat begitu anyir, satu sosok makhluk tak karuan bentuknya, berbadan besar dengan bulu hitam panjang memenuhi seluruh area tubuhnya, lengk
Bab 33Bruk!Setelah memekik dengan suara yang amat melengking pilu, tubuh Winingsih ambruk, menyungkur tepat di bawah kaki Mbah Tarjo.“Aaaaaa!” Winingsih kembali menjerit.Winingsih tergeletak lemah di atas lantai yang dingin, tubuhnya menggeliat tak karuan dalam cengkeraman rasa sakit yang semakin lama semakin menyiksa. Tubuhnya menggeliat tak karuan, bersamaan dengan itu, setiap kali ia bergerak, suara retak halus terdengar, seakan tulang-tulangnya tak kuasa menahan beban rasa sakit itu, patah dan remuk dalam waktu yang bersamaan. Napas Winingsih mulai tersengal, air mata perih juga membanjiri kelopak matanya, seolah tiap detik adalah perjuangan hidup mati baginya. Dia tampak seperti seekor ayam yang tulang belulangnya dipatahkan dalam keadaan hidup-hidup.Krepek! Krepek! Krepek!Suara renyah itu senantiasa terdengar setiap kali Winingsih menggerakan badannya.Mendengar suara jerit kesakitan milik sang putri dari ara
Bab 34Sambil berjalan, Winingsih bergumam, bersenandung menyanyikan alunan kidung dengan suara merdu yang mendayu-dayu, mengantar setiap makhluk di muka bumi ini ke dalam mimpi yang enggan diakhiri. Terbukti, semua orang kini semakin nyenyak dalam tidurnya. Meski adzan subuh sudah hampir berkumandang, tak ada satu pun orang yang sudah dalam keadaan terjaga selain Mbah Tarjo yang saat ini tengah sibuk duduk bersila di dalam ruangan berlapis kain hitam, merapalkan mantra-mantra sembari memangku wadah diang seperti sebelumnya, melakukan ritual agar kelancaran berpihak kepada sang putri kesayangan yang saat ini tengah menjalankan salah satu dari ribuan rencana yang ia punya.Di dalam kamarnya, Ali juga terbuai dalam mimpi indah yang mempesona. Di dalam mimpinya, ia kembali mengulang kisah masa lalu, di mana ia bisa menghabiskan waktu untuk berkumpul-kumpul dengan semua orang. Mas Cahyo, Mas Santo, Lek Sardi, serta Akbar saudara kembarnya, mereka semua datang bertandan
Bab 45Mbah Tarjo dan Winingsih tidak memiliki banyak waktu. Jika sampai adzan subuh berkumandang mereka belum berhasil pergi juga, entah bagai mana nasib mereka berdua.Sadar jika waktu yang tersisa sudah sangat sedikit, Mbah Tarjo berusaha menyelesaikan apa yang sudah terlanjur ia mulai, meletakan sesuatu yang sebelumnya ia tarik dengan susah payah dari punggung belakangnya, meletakkannya ke ujung kepala Winingsih.Jika sebelumnya Mbah Tarjo harus menanggung rasa sakit tiada tara, kini giliran Winingsih. Telat ketika sang ayah meletakkan tangan di atas kepalanya, tiba-tiba saja rasa sakit itu berpindah, menyerang Winingsih.Bak ditusuk menggunakan sebuah besi yang sudah dipanaskan, kepalanya terasa amat begitu ngilu, sampai menembus ke dalam otak. Saking sakitnya, pandangan Winingsih jadi berputar-putar bersamaan dengan asap mengepul keluar dari ujung kepalanya.“Aaaaaaa!” Winingsih menjerit kesakitan. Gadis ayu itu tak lagi sanggup men
Bab 44Ngiiiiiiing!Suara nyaring itu masuk menusuk gendang telinga, membuat Mbah Tarjo harus menutup kedua telinganya rapat-rapat, mencoba menghalau suara bunyi yang membuat indera pendengarannya menjadi sakit.“Ah!” Mbah Tarjo mengerang. Ini semua terlalu merepotkan bagi dirinya.Kalau bukan demi menyelamatkan putri kesayangannya, sudah pasti Mbah Tarjo akan lebih memilih melarikan diri dari pada terus tersiksa oleh sesuatu yang belum ia ketahui dari mana asalnya.“Eeehhhh!” Mbah Tarjo kembali mengerang. Kali ini berusaha mengerahkan seluruh tenaga yang masih tersisa, berusaha meraih Winingsih yang sudah tidak seberapa jauh lagi.Dengan jarak sedekat itu, seharusnya Mbah Tarjo tidak perlu bersusah payah seperti sekarang ini. Akan tetapi, gara-gara kekuatan asing yang terus menyedot energi dari dalam tubuhnya, laki-laki tua itu harus tersiksa, dibuat susah sesusah susahnya.Mbah Tarjo memang gigih. Dalam segala hal, dia
Bab 43Bersamaan dengan suara ngorok yang tak lagi terdengar tertahan di kerongkongan, sebelumnya Mbah Tarjo muda menukak, mengikuti gerakan mengangkat tubuhnya yang ia lakukan sebagai gerakan alami ketika menghembuskan nafas untuk terakhir kalinya masih dalam pangkuan Mbok Marni.Setelah itu, tubuh Mbah Tarjo sama sekali tidak bergerak, terdiam kaku tanpa ada yang bisa dilakukan selain membiarkan wajahnya terdongak ke atas dengan mulut ternganga dengan sendirinya serda kedua manik mata yang mendelik sempurna.“Huhuhuhu ….” Tahu sang suami sudah tak lagi bernyawa, Mbok Marni hanya bisa menangis menggugu, mencoba menumpahkan beban di dada yang sedang ia rasakan.Cukup lama, Mbok Marni tak merubah posisi duduknya sama sekali, tetap duduk bersila dengan kepala Mbah Tarjo tetap berada di dalam pangkuannya.Lelah dengan tangis tiada henti yang sejak tadi ia lakukan, akhirnya tangis Mbok Marni selesai juga. Bukan karena tak lagi menanggung duka
Bab 42Baru berjalan beberapa langkah melewati ambang pintu penghubung antara dapur dengan ruangan yang lain, Winingsih menyadari jika sesuatu hal yang salah telah terjadi. Di ruangan tempat ia berdiri saat ini, Winingsih mendapati kabut hitam tebal berada di mana-mana, menyebar rata sampai menghalangi pandangannya dalam menentukan setiap langkah yang akan ia jalankan, menutup segala rintangan yang mungkin saja ada di depan mata pada langkah berikutnya.“Ya ampun,” pekik Winingsih lirih, langsung menutup mulutnya rapat-rapat dengan kedua telapak tangan miliknya yang ia bekapkan.Winingsih tertegun, tak percaya bukan main atas apa yang sedang ia saksikan saat ini. Dengan kabut hitam setebal ini, tentu saja ada sesuatu yang salah, apalagi Denjaka tak kunjung datang menemui dirinya sebagaimana yang sudah direncanakan sejak awal.Ingin mencari tahu apa yang sebenarnya telah terjadi, Winingsih mengedarkan sepasang matanya, mengelilingi setiap sudut rua
Bab 41Dilanda rasa sakit luar biasa pada seluruh permukaan kulitnya yang kini terkelupas semua dengan sendirinya, tidak membuat Mbah Tarjo lupa pada ritual yang belum sempat ia selesaikan. Sambil berguling-guling di lantai, merasakan rasa sakit dan panas yang sudah tak bisa ia tahan, Mbah Tarjo memang mengerang kesakitan, namun isi kepalanya tidak tinggal diam dan pasrah pada keadaan begitu saja, tetap memikirkan cara bagai mana agar ritual yang sebelumnya ia lakukan tetap bisa diselesaikan. Sebab, kalau sampai gagal, itu artinya apa yang saat ini sedang Winingsih upayakan tidak mungkin bisa berhasil juga. Jika sudah begitu, mau tidak mau, Mbah Tarjo harus memulai dari awal lagi, mencari hari yang tepat kembali yang tak tau kapan akan ada untuk yang kedua kali."Bu, cepat rapikan wadah perapen diang Bapak!" Dalam kepanikan bercampur kesakitan luar biasa, Mbah Tarjo berteriak, memerintahkan Mbok Marni untuk segera melakukan apa yang ia pinta."Apa, Pak?" B
Bab 40Setelah memilah beberapa saat, akhirnya Mbah Tarjo muda sudah membuat keputusan. Dengan langkah mantap dan penuh kepastian, serta merasa amat begitu yakin, Mbah Tarjo muda berjalan melewati para gadis yang duduk terikat tak beraturan, menuju seorang gadis belia bertubuh tambun yang sudah kehilangan banyak bobot tubuhnya gara-gara tak pernah makan maupun minum selama disekap, namun masih terlihat lebih segar jika dibandingkan dari para gadis lain yang turut serta bernasib sama, menjadi tawanan penculikan yang telah Mbah Tarjo muda lakukan tanpa diperlakukan sebagai mana mestinya seorang manusia diperlakukan, apa lagi mereka semua adalah perempuan yang sudah pasti layak mendapatkan perlakuan baik dalam hal apapun yang memang menjadi hak setiap perempuan di dunia ini.Tanpa permisi, Mbah Tarjo muda langsung mencekal kerah baju yang digunakan oleh gadis itu, menyeretnya hingga sejauh beberapa meter, membawanya ke depan semua orang, di mana sebuah dipan telah ia
Bab 39 Benar saja, setelah perjanjian yang ia buat bersama Nyai Welas Asih beberapa waktu yang lalu, kini kebahagiaan menyerbak, datang tak terduga di tengah-tengah keluarga kecilnya. Dengan kebahagiaan tiada tara, Mbah Tarjo muda duduk memangku sang istri tercinta sembari mengelus lembut perut Mbok Marni muda yang mulai kelihatan membuncit. Tiga bulan berselang setelah kepulangan sang suami yang tak ia ketahui dari mana, pulang ke rumah dalam keadaan lusuh serta pakaian basah dan juga kotor melekat pada tubuhnya, lemas tak bertenaga, kini Mbok Marni mengandung begitu saja. Telah lama menantikan momen bahagia yang hari ini ia rasakan, tentu saja Mbok Marni muda sangat bersenang hati sekarang. "Mas .... Akan kita beri nama siapa anak kita nanti?" tanyanya antusias, begitu penasaran dengan jawaban yang akan diberikan oleh sang suami tercinta. Mendengar pertanyaan yang dilontarkan ol
Bab 38Sosok itu adalah Nyai Welas Asih, sosok penunggu hutan larangan yang sejak awal ia cari-cari. Sembari menarik ujung selendang yang ia biarkan menjuntai ke bawah, serta salah satu telapak tangan yang ia tumpu pada telapak tangan yang lain, dijadikan alas penahan agar terlihat cantik dan juga anggun.Sosok perempuan dari bangsa lelembut bernama Nyai Welas Asih itu memang cantik jelita. Berbeda dari cerita yang tersebar dari mulut ke mulut yang mengatakan sosok Nyai Welas asih sungguh mengerikan dan juga kejam, kenyataan yang Mbah Tarjo lihat justru memiliki paras paripurna nan penuh pesona. Siapapun pemilik pasang mata yang melihat kecantikan Nyai Welas Asih, sudah pasti ia akan jatuh cinta."Kau bilang rela berpaling dari Tuhanmu itu jika aku berani muncul di hadapanmu?!" kata Nyai Welas Asih, mencebik penuh rasa tidak suka ketika mendengar Mbah Tarjo muda tanpa sengaja mengucap kalimat istigfar ketika terkejut."Buktikan jika kamu memang ma
Bab 37Bersamaan dengan para burung yang beterbangan keluar, meninggalkan kawasan hutan, semilir angin yang sebelumnya sibuk menggoyangkan dahan pohon dan juga dedaunan, kini menghentikan tariannya. Tak ada sedikit pun hembusan yang dapat terasa.Hawa dingin yang sebelumnya menusuk hingga meresap masuk ke dalam tulang, kini juga hilang seketika, berganti dengan hawa panas yang menjalar pelan dari ujung kaki Mbah Tarjo muda, naik perlahan sampai ke ubun-ubun kepala.Suasana hutan saat ini sangat benar-benar sangat berbeda dari sebelumnya. Hawa yang semula mencekam, kini semakin mendalam dan menyeramkan.Di tengah hutan yang dipayungi rintik hujan, Mbah Tarjo berlutut menghadang sosok makhluk penguasa hutan yang sangat ia harapkan akan muncul di hadapannya, sosok yang sejak awal menjadi tujuannya demi menghapus segala duka lara yang ia derita. Dengan mata yang penuh penyesalan dan luka, ia masih menunggu sosok itu, mengorbankan segala keselamatan ya