Bab 28
Bersama Wintang, Bumi, Ali, dan Denjaka mulaimenyusul langkah-langkah yang Wintang ambil lebih dulu, hampir mencapai pintu utama. Namun, menyadari Mbah Tarjo dan keluarganya masih tercengang di tempat yang sama, mereka semua menghentikan langkah, menoleh ke arah Mbah Tarjo dan keluarganya yang masih tak bergeming secara bersama-sama penuh kekompakan, seolah semua gerakan mereka telah diawali oleh aba-aba yang diinstruksikan sebelumnya.“Loh, kok masih di sana? Ayo!” Ali menatap heran laki-laki tua yang wajahnya masih melekat di dalam ingatannya, terpatri abadi sebagai orang yang pernah menjambak Mas Cahyo, menyeretnya tanpa perasaan, mengusir kedatangan Mas Cahyo yang padahal datang dengan niat baik, namun diperlakukan dengan hina, dituduh sebagai dalang penyebab dari segala kejadian yang ada waktu itu.“Eh, iya … iya …, ini mau jalan,” jawab Mbah Tarjo gelagapan. Teguran yang Ali berikan berhasil membuyarkan isi kepalanya yang saat ini sedangBan 29 Mendengar permintaan sang istri yang melarangnya untuk mati dan mewariskan kemiskinan yang ditolak secara mentah-mentah oleh Mbok Marni, nafas Mbah Tarjo kian memberat. Dadanya terus naik turun bersamaan dengan hembusan nafas yang sulit ia terima. Berada dalam pangkuan sang istri yang saat ini sedang banjir air mata, Mbah Tarjo mendelik, terus mengusap-usap dadanya seorang diri, menggerutu di dalam hati gara-gara semua orang ia anggap tidak ada yang peduli karena berdiam diri saja, menatapnya yang sedang kesulitan untuk sekedar bernafas. “Mbah, njenengan kenapa?” tanya Denjaka, baru menanyakan keadaan Mbah Tarjo padahal dirinya sudah terkapar di atas tanah sejak tadi. “Ada apa, Mbah? Apa njenengan baik-baik saja?” Wintang ikut bertanya juga. Wintang duduk berjongkok di samping Mbah Tarjo yang masih berada dalam pangkuan Mbok Marni, berencana menggunakan kemampuannya yang bisa melakukan penyembuhan tanp
Bab 30Rumah petak bekas asrama yang kini Mbah Tarjo tinggalo sudah bersih dan rapi. Baju-baju yang sebelumnya berada dalam buntelan sarung, kini tersusun rapi di dalam lemari. Kini, tempat itu bisa dijadikan tempat istirahat yang nyaman, merebahkan diri yang kelelahan akibat drama panjang yang telah ia lakukan.Menikmati kenyamanan yang ada, tempat tinggal gratis dengan peralatan dan perabotan lengkap siap pakai, Mbah Tarjo merebahkan diri di atas dipan. Meski kasur yang menjadi alas tidak terlalu tebal, tetap saja kamar tempat tidurnya sekarang jauh lebih nyaman jika dibandingkan dengan rumah miliknya sendiri sebelumnya.Sementara Mbah Tarjo merebahkan diri, menikmati apa yang ia dapat meski bukan yang ia inginkan, santai dan berleha-leha semaunya, Mbok Marni tampak sibuk di ruangan lain paling belakang, memperhatikan meja makan, rak piring, kompor minyak serta piring-piring lengkap dengan gelas dan peralatan lain penuh rasa kagum.“Waw …. Ini s
Bab 31Sama sekali tidak ambil pusing dengan apa yang saat ini sedang Winingsih lakukan, yakni membelai-belai bagian sensitif tubuhnya sendiri dengan rasa ingin yang semakin tidak tertahan tergambar jelas di wajahnya, Mbah Tarjo melempar pandang ke arah laki-laki yang sudah berhasil mencuri hati si tuan putri kesayangannya, menatap tajam Bumi dengan tatapan yang sulit untuk diartikan.“Silahkan saja, kamu dapatkan laki-laki itu. Tapi untuk sekarang, fokuslah kepada tujuan kita,” kata Mbah Tarjo memberi peringatan.“Jangan lupa, Denjaka adalah tujuan utama kita.” Lanjutnya lagi.“Lagi pula, Bapak punya rencana lain yang harus bisa Bapak selesaikan secepat mungkin.” Kali ini Mbah Tarjo menyeringai, mengalihkan pandangannya ke arah Pandu yang saat ini sedang mengejar bola ke pinggir halaman, menatap bocah laki-laki itu sembari menyeringai, memperlihatkan senyumnya yang mengerikan.“Setelah ini semua berhasil, kamu boleh memiliki keduanya. Bu
Bab 32Satu keanehan kembali terjadi. Meski cairan dari dalam botol kecil yang Winingsih tuangkan tak seberapa jika dibandingkan dengan air di dalam ledeng yang jumlahnya melebihi dua kawah, namun terlihat kalah oleh setitik dua titik cairan berwarna merah pekat kehitaman tersebut, membuat air di dalam ledeng juga ikut berubah warna seluruhnya.Kepulan asap juga keluar dari dalam sana. Bak ada sesuatu yang mengaduknya, air ledeng yang seharusnya tenang, kini mendadak memiliki arus yang amat begitu dahsyat, berputar-putar tiada henti membentuk sebuah pusaran di tengah-tengahnya.Glek!Lagi-lagi Winingsih hanya bisa menelan saliva miliknya. Melihat pemandangan di hadapannya berhasil membuat perasaannya semakin tidak karu-karuan saja.Bersamaan dengan itu, seolah merasa terpanggil oleh bau amis darah yang amat begitu anyir, satu sosok makhluk tak karuan bentuknya, berbadan besar dengan bulu hitam panjang memenuhi seluruh area tubuhnya, lengk
Bab 33Bruk!Setelah memekik dengan suara yang amat melengking pilu, tubuh Winingsih ambruk, menyungkur tepat di bawah kaki Mbah Tarjo.“Aaaaaa!” Winingsih kembali menjerit.Winingsih tergeletak lemah di atas lantai yang dingin, tubuhnya menggeliat tak karuan dalam cengkeraman rasa sakit yang semakin lama semakin menyiksa. Tubuhnya menggeliat tak karuan, bersamaan dengan itu, setiap kali ia bergerak, suara retak halus terdengar, seakan tulang-tulangnya tak kuasa menahan beban rasa sakit itu, patah dan remuk dalam waktu yang bersamaan. Napas Winingsih mulai tersengal, air mata perih juga membanjiri kelopak matanya, seolah tiap detik adalah perjuangan hidup mati baginya. Dia tampak seperti seekor ayam yang tulang belulangnya dipatahkan dalam keadaan hidup-hidup.Krepek! Krepek! Krepek!Suara renyah itu senantiasa terdengar setiap kali Winingsih menggerakan badannya.Mendengar suara jerit kesakitan milik sang putri dari ara
Bab 34Sambil berjalan, Winingsih bergumam, bersenandung menyanyikan alunan kidung dengan suara merdu yang mendayu-dayu, mengantar setiap makhluk di muka bumi ini ke dalam mimpi yang enggan diakhiri. Terbukti, semua orang kini semakin nyenyak dalam tidurnya. Meski adzan subuh sudah hampir berkumandang, tak ada satu pun orang yang sudah dalam keadaan terjaga selain Mbah Tarjo yang saat ini tengah sibuk duduk bersila di dalam ruangan berlapis kain hitam, merapalkan mantra-mantra sembari memangku wadah diang seperti sebelumnya, melakukan ritual agar kelancaran berpihak kepada sang putri kesayangan yang saat ini tengah menjalankan salah satu dari ribuan rencana yang ia punya.Di dalam kamarnya, Ali juga terbuai dalam mimpi indah yang mempesona. Di dalam mimpinya, ia kembali mengulang kisah masa lalu, di mana ia bisa menghabiskan waktu untuk berkumpul-kumpul dengan semua orang. Mas Cahyo, Mas Santo, Lek Sardi, serta Akbar saudara kembarnya, mereka semua datang bertandan
Bab 35Meski sudah beberapa saat, bara-bara api berbentuk serpihan kecil-kecil yang ada di seluruh permukaan lantai pada ruangan tersebut tetap menyala, menyalap terang bak tak bisa padam. Beberapa serpihan bahkan masih menempel pada badan Mbah Tarjo. Bukannya berkurang, jumlahnya justru kian bertambah, menempel kembali akibat Mbah Tarjo yang tak bisa berhenti mengguling-gulingkan tubuhnya. Seolah tidak ingat jika hampir seluruh permukaan lantai di ruangan tersebut penuh dengan serpihan bara api yang berhamburan di mana-mana."Panas! Panas! Panas!" Sama seperti sebelumnya, Mbah Tarjo terus berteriak kesakitan sembari berguling rata, meratakan serpihan bara api yang masih menyala.Melihat keadaan sang suami uang ada di depan mata, Mbak Marni tertegun beberapa saat. Ia bingung harus berbuat apa sekarang untuk menolong sang suami yang seluruh tubuhnya dipenuhi dengan luka lepuhan yang sudah memecah, menyingkapkan kulit yang sedang mengalami luka bakar, menyis
Bab 36Mbah Tarjo tahu betul jika di dalam hati Denjaka hanya ada nama istrinya seorang. Sungguh mustahil untuk membuat Winingsih menempati sebagian hati Denjaka. Itulah sebabnya, mau tidak mau, Mbah Tarjo harus melakukan hal ini, meminta bantuan kepada Ndoro Nyai Asparasih, sang penguasa hutan larangan yang berada dekat dengan desa mati tempat ia tinggal sebelumnya, persis seperti apa yang ia lakukan belasan tahun lalu ketika berputus asa ingin memiliki seorang anak dalam pernikahannya yang sudah berjalan puluhan tahun lamanya.Dahulu, dalam keputus asaannya yang tak kunjung dikaruniai seorang anak oleh Allah Subhanahu wa ta'ala di usianya yang tak lagi muda, Mbah Tarjo mulai merasa gelisah. Ia takut, jika seumur hidupnya, ia dan istri tak akan pernah merasakan bagai mana rasanya jadi orang tua serta akan merenta berdua saja tanpa ada yang akan mengurus ia dan juga sang istri di usia senja yang pasti akan tiba.Ditambah, setiap hari Mbah Tarjo harus menya
Bab 58Berada dalam ambang keraguan, Ali dibuat bingung untuk memutuskan. Di satu sisi, keadaan Widuri tak kunjung membaik. Ia harus berjaga-jaga untuk segala kemungkinan yang akan terjadi dan harus terus berada di dekat Widuri untuk mengawasi sedikit saja perubahan situasi yang tidak boleh terlambat disadari.Akan tetapi, di sisi lain Denjaka juga sedang tidak baik-baik saja. Hanya dengan melihat dari jarak yang tidak begitu dekat, Ali sudah bisa menangkap dengan firasatnya bahwa sesuatu hal yang lebih besar baru saja terjadi. Ali semakin cemas sekarang. Ia merasa tidak yakin akan bisa mengatasi ini semua sendirian, tanpa ada bantuan dari saudara kembar serta kakak seperguruannya seperti waktu dahulu kala. Dengan keadaan yang tidak lagi sama, Ali benar-benar pesimis akan hasil yang belum tentu seperti apa yang ia kira.Di samping Ali, Bumi berhasil menangkap dengan jelas guratan kekhawatiran yang tergambar jelas pada setiap kerutan di wajah Pak
Bab 57Tring!Menyambut kedatangan Denjaka yang hanya tinggal beberapa langkah lagi sampai ke tempat di mana ia menunggu tanpa rasa gentar sedikit pun, Pandu memejamkan kedua matanya sebentar, kemudian membukanya kembali, memamerkan kedua manik mata miliknya yang kini sudah berubah warna menjadi merah menyala sembari menyeringai, memperlihatkan siung di giginya yang mendadak tumbuh.Bruak!Belum apa-apa, Denjaka yang sebelumnya telah siap dengan segala serangan yang ia bawa, kini terpental jauh ke belakang, gagal mencapai target yang telah menjadi sasaran serangannya kali ini.“Aaaa!” Denjaka mengerang. Dipeganginya dada miliknya yang terasa sakit akibat benturan keras yang ia dapatkan.“Pandu …,” ucap Denjaka lirih, dengan suara serak parau penuh berbagai macam emosi. Di tengah kekalahannya yang belum apa-apa, Denjaka berusaha mengangkat sedikit badannya, menatap lurus ke arah Pandu, mencari tahu apa yang sebenarnya te
Bab 56Tak kuasa menerima serangan yang Pandu berikan, Denjaka memilih menutup kedua kelopak matanya rapat-rapat. Jika ia memang harus tumbang, Denjaka memutuskan untuk menerimanya dengan lapang dada.Bruak!Tak lama berselang setelah pandangannya mendadak gelap tak menangkap bayangan apa-apa, suara kencang terdengar jelas, dentuman tabrakan yang diserudukkan oleh sapi hitam dengan tanduk panjang dan runcing, serta memiliki taring di sela-sela bibirnya, berbeda dari sapi pada umumnya.Suara itu menggema. Bisa dipastikan, apapun yang diterjang sapi yang saat ini sedang Pandu tunggangi sudah pasti akan membuat objek yang menjadi sasarannya akan terpental jauh, terlempar entah ke mana.Anehnya, Denjaka sama sekali tak merasakan apa-apa. Jangankan rasa sakit, bahkan kedua kakinya yang tanpa kuda-kuda sama sekali tidak berpindah tempat sedikit pun, masih berada di tempat semula.Merasa pemasaran atas kesakitan yang tak kunjung ia rasa
Bab 55Anehnya, tanpa Denjaka sadari, kekuatannya kembali pulih seutuhnya setelah sang putri kesayangan jatuh tumbang, seolah menggantikan.Kini, sudah tidak ada alasan lagi untuk dirinya merutuki dirinya sendiri yang kerap kali membantu orang lain namun sama sekali tidak bisa melakukan apa-apa untuk anaknya sendiri.Dengan langkah penuh semangat, Denjaka berjalan cepat. Ia sudah sangat tidak sabar untuk segera sampai dan mencari tahu apa yang saat ini sedang menimpa sang putri.Sesampainya di tempat tujuan, di mana semua orang sedang dalam perasaan sama, sama-sama mengkhawatirkan Widuri yangs emakin lama semakin hampir terpejam sempurna, melihat Wintang menangis hancur tak kuasa menghadapi semuanya sendirian, Denjaka menghampiri, mengambil Wintang dari pelukan Cantika, menggantikannya, memberikan bahu yang sejak awal memang dibutuhkan oleh Wintang untuk bersandar di tengah kerasnya hidup yang mengombang-ambing langkahnya."Sayang ...," ucap D
Bab 54 "Pak Lek!" teriak Wintang, berlarian menuju ke ruang depan, di mana Ali, Bumi, dan juga Cantika masih ada di sana.Sementara Mbah Tarjo, sebelumnya ia buru-buru keluar tanpa sempat berpamitan. Tidak ingin ketahuan jika dirinya sedang mimisan, dan akan memancing kecurigaan dari semua orang, Mbah Tarjo sengaja menutupinya sebisa mungkin, memastikan darah yang sudah membuat baju bagian dadanya menjadi basah sama sekali tidak terlihat oleh siapa-siapa.Sebenarnya, kepulangan Mbah Tarjo yang tampak jelas begitu tergesa-gesa sempat mengundang tanya Bumi dan juga Cantika. Apa lagi Winingsih kedapatan memapah langkah sang ayah, menopang kedua kaki tua yang dipaksakan untuk berjalan agar tidak tumbang. Namun, sama sekali tidak menaruh rasa curiga pada laki-laki tua pemilik wajah melas itu dibiarkannya lolos begitu saja.Mendengar teriakan Wintang bersama deru langkah yang tidak biasa, Ali bangkit dari duduknya. Meski belum melihat semua dengan mata
Bab 53Tinggal satu langkah lagi, segala usahanya akan segera dipermudah. Membayangkan segala mimpinya akan segera terwujud, hati Mbah Tarjo merasa bungah. Saking senangnya, Mbah Tarjo sampai lupa untuk menjaga sikapnya, nyelonong masuk begitu saja tanpa berbasa-basi kepada Wintang, sekedar mengucapkan terima kasih.Sebenarnya, Wintang sama sekali tidak keberatan. Dia buka orang yang gila hormat, apa lagi Mbah Tarjo jauh lebih tua di atasnya. Hanya saja, atas sikap Mbah Tarjo yang sangat berbeda dari yang biasa selalu ditampilkan, Wintang mengernyitkan dahi keheranan.Akan tetapi, Wintang tak berburuk sangka, hanya mengira Mbah Tarjo terlalu bersemangat, ingin segera mengobati kekhawatirannya kepada Denjaka. Sebab, yang Wintang tahu, Mbah Tarjo begitu dekat dengan suaminya itu, sudah dianggap seperti orang tuanya sendiri oleh Denjaka.“Saya permisi, Mbak,” ucap Winingsih, mewakili ayahnya yang nyelonong masuk begitu saja.Mendapatkan kera
Bab 52Tak kuasa menyaksikan sang ayah teriksa hampir meregang nyawa, melayang di udara sudah cukup lama, Winingsih berjalan gontai, melangkah terseok-seok menghampiri tempat di mana Mbah Tarjo tergantung sejak tadi.Kini, Mbah Tarjo tidak terlalu menggelinjang, atau sekedar menggerakan kedua tangan atau kakinya, lebih banyak diam, pasrah dan tak lagi bergerak. Untuk sekedar menggerakan tangan atau kakinya, Mbah Tarjo sudah tidak mampu. Berada di penghujung nyawa, membuat Mbah Tarjo jadi tidak berdaya.“Bapak ….” Winingsih memanggil sang ayah yang sedang sekarat sembari berlinangan air mata.“Nyai, saya mohon, selamatkan Bapak …, ucap Winingsih, memutar badannya dan duduk bersimpuh di hadapan Nyai Welas Asih, memohon agar perempuan itu sudi untuk membiarkan sang ayah tetap hidup.Melihat putrinya bersama Mbah Tarjo yang ia kirimkan ke dalam kandungan Mbok Marni waktu itu duduk bersimpuh di bawah kakinya, memohon dengan amat tulus, membuat
Bab 51Di tempat Lain.Merasakan ujian yang selalu datang tanpa henti, Wintang menangis sendiri, memangku Putri kecilnya yang saat ini berganti tidak sadarkan diri setelah sang ayah berhasil bangun dengan sendirinya. Wintang mengelus lembut pucuk kepala Widur, meratapi apa yang telah terjadi tak tiada henti-henti. Kejadian demi kejadian terus saja menimpa keluarganya, tanpa memberikan waktu bagi Wintang beristirahat sejenak, sekedar menata hatinya agar kembali siap.“Bersabarlah, Nduk. Pak Lek janji akan berusaha semaksimal mungkin,” kata Ali, mencoba menenangkan Wintang yang saat ini sedang meratapi sang putri, menyesali apa yang telah terjadi.Sebagai seorang ibu, hati ibu mana yang tak hancur melihat putri cantiknya dalam keadaan lemas, pucat pasi, kehabisan energi.Dari balik pintu, Pandu berdiri, diam-diam memperhatikan Wintang, Ali dan juga Widuri. Pasang mata Pandu menelisik tajam, mencoba mencari jawaban yang dia sendiri tak tahu
Bab 50********Di tempat berbeda, hampir selesai dengan apa yang saat ini sedang ia lakukan, Mbah Tarjo tetap tenang, mulai membereskan semua yang ada, memastikan semua selesai tanpa kendala dan berhasil sesuai dengan apa yang ia harapkan.Banaspati sudah dikirimkan kepada Denjaka. Bukan banaspati biasa, melainkan sebuah kesakitan yang sengaja ia kirimkan untuk membuat Denjaka jadi ketergantungan dengan Winingsih yang akan menjadi pengobat rasa sakit yang sebentar lagi akan Denjaka derita. Tinggal satu langkah lagi, semuanya akan selesai dengan sempurna.Sangat percaya diri jika rencana kali ini akan berhasil, Mbah Tarjo menyunggingkan bibirnya, tersenyum puas menyambut keberhasilan yang sebentar lagi akan menjadi miliknya.“Tidak akan ada obat yang mampu menyembuhkanmu dari rasa sakit itu, selain berada dekat dengan perempuan pujaan hati,” gumam Mbah Tarjo, mengirimkan sugesti pada bola api yang saat ini sedang ia kirimkan.Sud