‘’Kalau aku jadi kakak, aku pasti akan mengusir Delia.’’
Vania tidak tau hati Alin terbuat dari apa. Bagaimana bisa Alin betah berada seatap dengan wanita itu?
‘’Van, kalau kamu berada di posisi kakak, kamu pasti akan mengerti bagaimana rasanya menjadi wanita yang tidak sempurna.’’
‘’Hanya karena kakak belum bisa memberi anak? Ck… ck, sampai hati Mas Rendi membawa kakak dan Delia tinggal bersama. Kenapa tidak tinggal terpisah saja?’’
‘’Itu karena kemauan kakak kok, Van. Kakak cuma ingin lihat, sejauh mana Delia sanggup membahagiakan Rendi.’’
‘’
‘’Van…’’‘’Astaga, Mama!’’ Vania mengelus dada. Vira membuatnya hampir terkena serangan jantung.Dalam kondisi gelap, tentu sosok seramah Vira pun bisa menjadi sosok yang menakutkan.‘’Kamu ngapain di depan kamar Valerie?’’‘’Eh… anu, Ma…’’Tidak mungkin Vania katakan bila ingin memastikan ada atau tidaknya Leo di dalam.‘’Kamar kamu kan di sebelahnya, Nak.’’‘’Oh, iya.’’ Denga
Ketika Leo keluar, Vania sudah tidak ada di kamar. Leo sedikit bisa bernapas karena kehadiran Vania hanya membuatnya tertekan. Sebab, dirinya saat ini lebih menginginkan bersama Valerie.‘’Halo, Sayang. Di mana?’’‘’Mas, Valerie sudah di rumah kita. Valerie tunggu, ya.’’Leo kian tidak sabar menanti kehadiran buah hati mereka. Karena tidak ada satu orang pun yang tau, termasuk Vira bila hari ini harusnya Valerie melahirkan, Leo pun segera keluar dari rumah untuk menemani Valerie.Tidak sempat memikirkan kemana perginya Vania, karena yang ada di pikiran Leo saat ini adalah, menjemput Valerie dan pergi ke rumah sakit secepatnya.
Vania langsung pergi begitu saja, tanpa meminta izin dari Leo yang entah berapa lama akan keluar dari kamar mandi dan tanpa memberitahu kemana dia pergi. Saat mengemudi pun, Vania dibuat tidak fokus dikarenakan Leo dan juga kondisinya. Dokter Davi mengatakan bahwa Vania bisa hamil. Tapi kenapa hasil test pack malah menunjukkan hal sebaliknya? Vania merasa diberi harapan palsu. ‘’Dokter, tolong jangan permainkan saya. Rumah tangga saya sedang berada di ujung tanduk,’’ kata Vania saat bersitatap di ruangan pemeriksaan. Vania sangat berharap bisa hamil. Karena dengan begitu, rumah tangganya bisa terselamatkan. ‘’Nyonya, kenyataan anda bisa memi
Dengan menjaga jarak, Vania membuntuti mobil Leo dari belakang.Jika sebelumnya Vania tidak mendengar apa-apa dari mulut Lili, mungkin Vania akan menganggap Valerie yang berada di mobil Leo sebagai pemandangan biasa. Layaknya keakraban seorang adik ipar terhadap kakak ipar.Tapi sekarang berbeda. Pengakuan Lili, membuat Vania berpikiran buruk.‘’Itu tempat siapa?’’Vania bertanya-tanya ketika mobil Leo memasuki sebuah rumah mewah di bilangan pusat kota.Butuh beberapa lama bagi Vania untuk yakin masuk ke dalam. Namun, rasa penasarannya jauh lebih besar dari pada keraguannya.
Vania mendekat ke arah sofa, dengan emosi dan tangis yang sudah tidak bisa dikontrol.Melihat bagaimana Valerie dan Leo berusaha menutupi tubuh mereka, hati Vania bagai diiris sembilu. Sakit sekali.‘’Apa yang kalian lakukan?’’ suara Vania lirih sangking terlukanya. ‘’Sayang? Mas?’’ Vania berharap bahwa tidak ada ikatan serius di antara mereka.‘’Katakan!’’Valerie diam. Sadar akan posisinya. Bila bersuara pun, tetap tidak akan membuat Vania menerima semua ini.‘’Dasar pelacur!’’PLAK!
‘’Kau wanita murahan, Valerie!’’Rasanya tidak ada kata-kata yang mampu menghabiskan amarah Vania saat ini.Valerie menyeka air mata tanpa bisa berbuat apa-apa. Di lain sisi, Valerie mulai merasakan rasa mulas pada perutnya.Namun, meski melihat Valerie mulai merintih pun, Leo tetap memeluk Vania agar tidak kembali menyerang Valerie.‘’Aku membencimu. Aku membenci kalian berdua.’’Pukulan di dada Leo tetap tidak membuat Leo melepaskan Vania. ‘’Maafkan mas, Sayang. Maaf.’’Berulang-ulang mulut Leo mengeluarkan kalimat peng
‘’Berhenti bertingkah gila.’’Alin menahan tangan Vania hingga wanita kembali menangis tersedu-sedu.‘’Rumah tanggaku hancur, Kak. Bagaimana bisa aku memperbaikinya di saat Leo sudah punya anak dari si pelacur itu?’’Dengan sabar Alin memeluk Vania, mencoba menenangkan orang yang telah ia anggap sebagai adik sekaligus sahabat.‘’Semua pasti ada jalan keluarnya.’’Ucapan Alin lantas membuat Vania menarik diri. Minuman alkohol itu lebih menenangkannya ketimbang pelukan.Alin menghela nafas panjang melihat Vania kembali mene
‘’Tenanglah, Vania.’’ Arka mengelus kepala menantunya yang terlihat rapuh.‘’Sayang, maaf, tapi Valerie tidak bisa disalahkan.’’Alasan itu lantas membuat Arka kian murka. ‘’Apa karena dia bisa melahirkan lebih dulu ketimbang Vania? Tidak papi sangka kau laki-laki tidak berhati, Leo.’’‘’Bukan begitu, Pi.’’Dengan terpaksa akhirnya Leo menceritakan semuanya dari awal. Tentang malam lamaran itu, di mana semuanya menjadi bom waktu bagi Leo.‘’Kamu bohong, Mas. Kenapa tidak jujur bila ternyata kamu memang menyukai Valerie! Kamu berselingkuh dan mem
Selain itu, walau dulunya sering bertengkar, kini Rian sangat menyayangi Gia. Tidak ada lagi aksi nakal hingga Gia menangis.Rian sudah bisa menerima Gia.Bahkan memanggil Gia dan Alia dengan julukan si kembar kedua.‘’Nggak nyangka, ya, kita jadi kakak adik.’’ Rian tersenyum pada Gia, mungkin itu untuk pertama kalinya. Entahlah, mungkin sejak lama Rian sudah peduli dan sayang pada Gia tetapi terlalu malu menunjukkannya karena Gia bukan Alia. Alias sang adik.Tetapi kini sudah resmi. Sehingga Rian tidak menutup apapun lagi.‘’Iya. Semoga kamu jadi kakak yang baik seperti baiknya kamu ke Alia.’’ Gia pun membalas senyuman tersebut. ‘’Kalau mas nggak baik, kasih tau aku saja. Nanti aku laporin ke Papi Leo,’’ celetuk Alia walau mata dan tanganya sibuk menata boneka.Ketiganya tengah main bersama. Tak lama si kembar datang bersama orang tua mereka.‘’Rian, mana kedua mami sama papimu?’’ seru Delia.‘’Di kamar, Tante.’’‘’Ngapain?’’ Alin kini yang bertanya. Padahal mereka sekeluarga beren
Beberapa hari setelahnya…Vania, Valerie dan Leo kompak menuju rumah sakit jiwa. Melihat Gavi tidak sendiri di dalam dunianya. Sandra dan Elsa menemani, satu ruangan berisi tiga orang.Elsa kehilangan bayinya saat di rumah sakit dan berakhir seperti Sandra yang terobsesi pada Gavi.Hingga kini pun Sandra memanggil nama Gavi.Elsa menyebut nama Rendi.Dan Gavi menyebut nama Vania.‘’Apa ada kemungkinan bisa sembuh?’’ tanya Vania pada perawat yang mendampingi.‘’Bisa. Tapi tidak bisa sembuh total. Hanya jika gejalanya diredakan, mereka akan kembali normal. Tetapi, kemungkinan kambuhnya juga akan sangat tinggi.’’Vania tidak menyangka jika kembalinya dirinya pada Leo adalah penyebabnya. ‘’Lebih baik jangan diredakan. Dia itu kriminal. Kalaupun disembuhkan untuk menjalani pemeriksaan biar bisa dikurung di penjara.’’ Leo masih memendam dendam yang belum terlampiaskan.‘’Dia sudah mendapat hukuman setimpal. Mungkin bukan penjara tempatnya dihukum, tapi di sini.’’ Valerie menepuk bahu Vani
‘’Kamu biadab!’’Gavi ingin sekali melayangkan tamparan, tetapi…‘’Jangan bergerak!’’ Polisi berteriak tegas.Kenyataan itu membuat peluh bercucuran membasahi tubuhnya. Penyesalan menyeruak masuk, menusuk kalbu. Berawal dari cinta dan abadi menjadi benci.Baru terasa bila memilih Sandra adalah kesalahan terbesar seumur hidup. Dan dirinya menyia-nyiakan Vania. Yang tidak sadar makin tidak ada orangnya makin Gavi jatuh cinta.Pipinya basah meneteskan air mata penyesalan.Mengapa semua diketahui ketika sudah terlambat?Apakah tidak ada lagi kesempatan kedua untuknya dan Vania bahagia dengan anak mereka?Gavi hanya ingin lepas. Bebas dari sini dan menjemput Vania dengan mulut terucap meminta maaf dan kedua tangan menangkup memohon ampun.Seorang suami pun hanya manusia biasa tidak ada yang sempurna.‘’Aku harus bertemu Vania.’’ Itulah yang terucap dari bibir Gavi.‘’Tidak akan ku biarkan kau mendekati adik iparku lagi.’’ Rendi mendesis sinis.Adik ipar?Tetapi sayangnya belum resmi. Gavi
‘’Apa-apaan…’’‘’Gav, ini anak-anak kita. Aku membawanya karena bayi kita telah gugur. Dan ini sebagai penggantinya. Lihat, lihat,’’ Sandra menarik si kembar ke depan Gavi yang kebingungan dan dua bocah itu semakin takut. ‘’Aku bisa memberimu anak. Mereka lucu juga menggemaskan. Artinya, kita tidak bercerai, bukan?’’Saat ini Sandra terlihat seperti wanita gila. Takut ditinggalkan, membutuhkan kepastian. Ternyata perkataan Gavi membuatnya putus asa sehingga menculik anak orang untuk diakui. ‘’Jika kamu tidak bisa memberiku anak, maka aku akan menceraikanmu,’’ Sandra mengulang kalimat yang pernah Gavi ucapkan. ‘’Dan mereka adalah alasan kamu tidak bisa menceraikan aku, Gav.’’Gavi kian geram dengan tingkah Sandra. Perkataannya sudah kemana-mana.‘’Yang aku maksud dari rahimmu. Bukan dari rahim orang lain!’’ desisnya. Andai bisa berteriak tentu dibarengi kekerasan. Tapi ini rumah sakit. Di mana dirinya sedang bersembunyi untuk menjalankan rencana.‘’Ini anakku, Gav. Mereka adalah anak
Senja di sore hari. Pemandangan indah untuk dinikmati dengan mata telanjang. Di saat orang-orang baru pulang dari lelahnya mencari uang, Gavi berdiri di balkon dengan earphone yang baru saja dihancurkan olehnya.Penyadap yang diletakkan di jendela tempat Vania dirawat meremukkan hatinya menghancurkan rencana yang telah disusun matang.Rasanya tidak mungkin secepat itu Vania memutuskan menikah lagi. Mungkinkah dengan trauma yang diberikannya Vania bisa membangun rumah tangga dalam waktu dekat? Apalagi menikah lagi dengan mantan suami pertama.Tidakkah Vania merasa malu?Tidakkah Vania berpikir sampai ke sana?Setelah Vania keluar dari rumah sakit, dirinya akan menculik Vania dan juga putri mereka tinggal bersamanya.Di rumah yang dibelinya ketika melihat gelagat Vania tidak mau lagi serumah dengan Yura.Gavi tidak sudi, putrinya memanggil Leo sebutan papa padahal Gia adalah anaknya.Mungkinkah Gia dipaksa? Gia dicuci otaknya agar lupa padanya yang kini menyesal menyia-nyiakan anak dan
‘’Gia kangen dipeluk. Dicium. Dibacakan dongeng sebelum tidur.’’ Betapa bayangan Gavi mencuat ke relung hati. Tangisan itu tidak lagi tentang keinginan melainkan tentang kerinduan.Rindu dengan sang ayah.Mulai dari caranya bicara.Mengajaknya bercanda.Menyuapinya.Dada Gia kian terasa sesak, menyadari kalau itu semua tinggal kenangan. Luka yang dicurahkan sang ayah sudah terlalu dalam, mengobati pun akan percuma karena tidak akan bisa sembuh.‘’Gia mau ketemu sama papa, Nak?’’ Terasa berat sekali bertanya. Tetapi sebrengsek apapun mantan suaminya itu, tetaplah ayah bagi putrinya.Namun dengan tegas Gia menggeleng.Valerie dan Vania pun dibuat heran.Gia angkat kepala yang menyembunyikan air matanya. Lalu menyeka walau airnya masih saja keluar. Terlalu sakit sehingga butuh sedikit lebih lama untuk kembali bicara.‘’Gia nggak mau papa Gavi.’’ Intinya, Gia cukup ingat kenangannya dengan Gavi tapi tidak mau papanya Gavi lagi. Traumanya sudah mendarah daging. Gia bisa mengingat dengan
‘’Kamu mau menikah lagi?’’Begitulah yang didengar Leo.Valerie mendesah panjang. Membuatnya harus mengulang lagi. Mengatakannya saja sudah sangat sulit apalagi ini sampai dua kali.Wanita kuat sekalipun akan rapuh bila meminta sang suami mendua.‘’Dengar, nggak? Tolong nikahi Mbak Van,’’ ucapnya lemah tanpa berkedip.Kata-kata itu membuat Leo membesarkan matanya. Sekaligus menggelengkan kepala. Lalu tertawa merasa tidak masuk akal.‘’Sayang, pikiran kamu nggak beres di sini. Sebaiknya kita pulang ke Kalimantan. Mas pesan tiket sekarang.’’ Leo mengambil ponsel dan langsung membuka aplikasi pemesanan penerbangan, tetapi, Valerie menurunkannya.‘’Valerie serius!’’ Cara bicara Valerie bukanlah cara bicara yang biasanya. Leo merasa permintaan itu sangat konyol. Karena tidak sama seperti meminta permen ataupun tas mahal. Leo mengira jika menurut apa yang diinginkan Valerie semua akan lebih mudah ke depannya. Tetapi dugaannya salah.Dirinya pun sampai hati tidak mau membantu Vania lagi.
‘’Iya, Ma. Tapi Gia takut kalau nanti di sekolah ada Tante Sandra lagi. Boleh nggak, Gia bawa om-om itu besok?’’ Gia menunjuk pengawal di depan ruangan.Sebagai ibu, Vania sedih anaknya jadi merasa terancam. Seolah keselamatannya berada di ujung tanduk.Seharusnya Vania menjadi tameng terdepan untuk melindungi, tetapi di saat Gia membutuhkannya Vania malah terbaring sakit.Dan ketika bangun penyerangan itu sudah terjadi.‘’Gimana, Ma? Boleh, nggak?’’ pintanya penuh harap.‘’Jangan om itu, ya. Om lain saja. Gimana kalau Pak Sena?’’ Vania tidak mau merepotkan Valerie. Takutnya Valerie kian benci padanya.Sudah bagus Valerie ada bersamanya walau tidak berkata apapun sejak dirinya bangun. Meski sebenarnya Vania mengharapkan pelukan hangat juga beberapa kalimat dari sang adik. ‘’Tentu boleh. Gia mau yang mana?’’ Valerie mendekati ponakannya, seolah menawarkan mainan boneka.Sejak tadi menunggu waktu yang tepat, akhirnya ada pembicaraan yang bisa membuatnya terlibat.Vania menatap Valerie d
‘’Siapa yang nggak punya otak, Al?’’ Tiba-tiba saja Rian sudah berada di sebelah Rico.‘’Itu tuh, Mas.’’ Menunjuk si kembar dengan mulut yang dimajukan.‘’Kalian apakan adikku?’’ ‘’Jangan salah paham, Sepupu. Kami hanya bercanda.’’ Raffi cengengesan lalu menyenggol lengan Rico untuk ikut tertawa. ‘’Dasar kalian!’’ Alia menggeleng-geleng tetapi sesaat kemudian sudah berdamai lagi.Rian melihat sedikit embun di mata Gia, tetapi tidak berkata apapun. Ingin berempati namun kelakuannya selama ini membuatnya malu untuk tiba-tiba memberi perhatian.‘’Kamu sudah nggak sedih lagi, kan?’’ ‘’Sedikit,’’ jawab Gia pelan.‘’Ayo kita main. Nanti papa aku jemput, terus ngajak kita main di mall,’’ jabar Alia dengan rasa bahagia.Lili dan Nathan sudah menganggap Gia juga sebagai anak mereka. Sangat tidak tega melihat Gia sendirian bertemankan Pak Sena dan Inah saja. Apalagi Alia sering bercerita, betapa sedihnya Gia selama sekolah.Tidak adanya kemajuan tentang Vania, berpengaruh besar pada sang pu