‘’Apa yang kamu rasakan sekarang, Nak?’’
Valerie diburu pertanyaan Mahendra begitu siuman. Ada Vira juga di sana. Kepala terasa sakit. Valerie juga merasa seperti kehilangan tenaga. Tapi yang dikatakan Valerie selanjutnya jauh berbeda dengan kenyataannya. ‘’Valerie gak apa-apa kok, Pah.’’‘’Apanya yang gak apa-apa. Kamu pingsan. Sekarang kita ke rumah sakit,’’ tukas Mahendra lagi.Telapak tangan Valerie dingin. Ia telah menyukai dunia medis sejak kecil. Jadi sedikit banyak ia paham akan kondisi tubuhnya saat ini. Ada ketakutan yang membayangi Valerie jika ia berkeras menuruti permintaan Mahendra.‘’Tadi cuma kaget lihat darah, Pah. Valerie beneran gak apa-apa,’’ ucap Valerie lirih. Hatinya diterpa kesedihan.‘’Kalau begitu biar dokter yang kemari. Cepat telepon—’’‘’Mama,’’ Valerie memotong. Wajahnya memelas. Meminta untuk dituruti perkataannya.‘’Tolong, Mah, Pah. Valerie hanya perlu istirahat.’’ Tetes air mata jatuh membasahi pipi. Kepala Valerie yang panas merasakan belaian hangat dari tangan Mahendra yang membelainya penuh kasih.‘’Kamu tidak pernah pingsan. Kamu tidak takut dengan darah. Wajar bila mama sama papa begitu mengkhawatirkanmu, Val. Kamu tidak pernah seperti ini sebelumnya.’’ Tangan Mahendra turun ke pipi Valerie. Mengusap air mata yang jatuh.Namun, hal itu semakin membuat tangis Valerie meledak. Ia beringsut memeluk Mahendra. Melepaskan rasa takut dan sesak yang menghantui tatkala Mahendra berkata bahwa ia tidak pernah seperti ini.Apa dia gadis bodoh? Bagaimana bisa ia masih saja bungkam setelah merasa ada yang tidak beres dengan kesehatannya? Terutama pada perutnya.Tapi tidak ada pilihan lain bagi Valerie. Ia tidak ingin rumah tangga Vania yang masih seumur jagung luluh lantak.Seorang gadis yang baru lulus SMA sepertinya bisa apa? Mau meminta pembelaan juga lari kemana?Valerie termenung di dalam kamar mandi. Pikirannya berkelana pada kejadian beberapa bulan silam.‘’Mama di luar ada apa? Kok ramai sekali ibu-ibu komplek di luar rumah.’’Valerie melihat ke luar jendela di mana Vira sedang diam-diam mengintip. Ada polisi bahkan RT beserta warga ramai-ramai menyambangi rumah megah yang berada di ujung jalan.‘’Kamu tahu Bu Dinar? Dia sedang pergi ke luar kota sama anak-anaknya. Di rumah hanya ada suaminya sendiri.’’ Vira tak berbicara tuntas tatkala melihat orang yang dipanggil Bu Dinar turun dari mobil.‘’Lalu, Ma?’’Mata Vira membesar saat Bu Dinar menjambak seorang wanita lalu menyeretnya masuk ke dalam mobil polisi. Warga menyoraki wanita dan suami Bu Dinar yang diangkut ke mobil yang sama.‘’Rumahnya kemalingan atau bagaimana?’’‘’Iya kemalingan.’’‘’Masa sih, Ma? Apa yang hilang? Bukannya komplek kita jarang ada kasus pencurian?’’Vira lantas menutup tirai jendela saat kerumunan itu berangsur-angsur bubar.‘’Suaminya Bu Dinar dimaling wanita murahan.’’ Vira menjawab sambil terkekeh.Valerie mendesis. ‘’’Valerie serius tahu, Ma.’’‘’Suaminya diam-diam menyimpan selingkuhannya di rumah saat Bu Dinar gak di rumah. Tapi ketahuan sama warga. Terus lapor ke Pak RT dan juga Bu Dinar. Ya bisa dibilang digerebek.’’‘’Astaga. Pak Banu kan suaminya? Valerie lihat dia itu family man loh.’’Vira menggandeng lengan Valerie. Berjalan ke ruang tamu layaknya anak dan ibu yang ingin bergosip. Duduk berdua menikmati teh hangat dan cemilan ringan.‘’Jangan tertipu dengan luarnya, Val. Kamu tahu gak siapa yang jadi selingkuhan suaminya?’’Valerie mengedik tak tahu.‘’Adik iparnya.’’ Disertai mata melotot dan juga kekagetan yang menjadi satu.Pandangan Valerie mengabur karena timbunan air mata. Menatap pantulan dirinya di cermin. Jarinya saling meremas tatkala menyadari bahwa kejadian itu ternyata dialami olehnya sendiri.Tidak sampai digerebek ataupun terang-terangan berselingkuh. Semua yang dialami Valerie tidak sefrontal itu. Tapi lebih rumit karena tidak ada satu orangpun yang tahu akan apa yang terjadi antara ia dan Leo.Valerie tertunduk dan terlihat bingung. Sesuatu di kepalan tangannya seakan membuat Valerie kehilangan suara.Bagaimana ia menjelaskan pada keluarga? Bagaimana dengan masa depannya? Bagaimana ia akan menghadapi Vania? Apa yang harus ia perbuat sekarang?Kepala Valerie berdenyut-denyut. Garis dua pada testpack seakan menjadi penentu akan kehidupannya besok. Tapi ia masih belum bisa menerima hasil dari alat tes kehamilan tersebut. Karena itu Valerie diam-diam pergi ke rumah sakit.‘’Hasilnya positif. Usia kandungan kamu sudah jalan dua minggu.’’Penjelasan dokter di depan Valerie membuatnya tertegun lama. Yang dikhawatirkannya sejak siuman menjadi kenyataan. Ia hamil.Sungguh tak terbayangkan olehnya bagaimana ia yang masih berusia tujuh belas tahun sedang berbadan dua. Dan itu adalah darah daging orang yang menjadi kakak iparnya.‘’Apa alat itu tidak salah, Dok?’’Akhirnya dokter memutuskan untuk melakukan usg karena keraguan Valerie. ‘’Kamu lihat gumpalan itu? Itu janinnya.’’ Sambil menunjuk layar. Tapi Valerie masih saja sulit menerima akan hal tersebut.Di tengah guyuran hujan, Valerie kembali menangis sejadi-jadinya. Ia sengaja berjalan kaki untuk sampai ke rumah. Meratapi petir, angin dan badai kehidupan yang sedang menghantamnya.Apapun penjelasan yang akan ia utarakan, pasti tak akan ada satu orang pun yang percaya padanya.Valerie sering mendengar bahwa ia digosipkan menjadi simpanan pria hidung belang dan berprofesi menjadi kupu-kupu malam. Vania salah mengira karena ia pikir itu adalah Valerie Mahendra.Padahal itu adalah Valerie lain yang merupakan teman kampusnya.Vania yang memang menanamkan kebencian pada Valerie sejak kecil tentu tak berniat mencari tahu. Ia menikmati orang-orang menjelek-jelekkan adiknya sementara dirinya disanjung-sanjung layaknya gadis suci. Padahal Valerie tahu tentang Leo yang kerap kali membawa Vania ke hotel tiap kali mereka bertemu.Sesampainya di rumah, Valerie dikejutkan dengan semua orang yang sudah berada di dalam kamarnya. Terkecuali Leo.‘’Mama, Papa? Mbak Van? Kenapa ada di kamar Valerie?’’ tanyanya dengan kondisi pakaian basah kuyup.Raut wajah Mahendra dan Vira seperti gunung berapi yang siap meletus. Merah dan terlihat sangat marah. Sedangkan Vania, hanya wanita itu yang mengukir senyum tipis seraya menggeleng-gelengkan kepala.‘’Valerie!!!’’Gadis itu sampai berjengit karena Vira yang tiba-tiba berteriak.‘’Ini apa?’’Vira melempar bungkusan testpack, lengkap dengan isinya di dalam. Valerie melirik tong sampah tempat ia membuang benda tersebut. Valerie yakin bahwa Vania lah yang mengambilnya dari sana karena hanya kakaknya lah yang akan berbuat seperti itu.‘’Sama siapa kamu hamil?’’Mahendra mendatangi Valerie dan menarik tangan gadis itu hingga ia tersungkur ke lantai.‘’Papa,’’ Valerie merintih dengan air mata yang kembali berderai. Kaget sekaligus terpukul menerima perlakuan yang terbilang baru baginya.‘’Anak sialan! Berani-beraninya kamu mencoreng nama keluarga,’’ ucap Mahendra berapi-api. Ia jongkok, menjabak rambut Valerie hingga wajah Valerie bersitatap dengan wajah Mahendra yang terlihat seperti anjing buas.Vania tersenyum menyaksikan keadaan itu.‘’Jawab! Siapa yang menghamili kamu?’’Hallo readers. Semoga suka dengan cerita Leo-Val. Kalian bisa tinggalkan komen mengenai chapter si anak sialan ini... Hujatan kalian sangat aku nanti hehe.
‘’Papa…’’ ‘’Jawab Valerie!’’ Vira berteriak tak sabar. Degup jantung Valerie terasa lebih kencang. Ia memejam sambil menyentuh tangan Devano yang semakin kuat menarik rambutnya. Mengharapkan belas kasih untuk dikendurkan sedikit tatkala ia meringis. Namun ringisan Valerie tak bisa menutupi kemarahan Devano selagi pertanyaan menggantung itu tak dijawab. ‘’Apa Vania bilang, Pa.’’ Secara tak langsung Vania membongkar kejahatannya sendiri. Wanita itu diam-diam selalu mencuci otak Vira dan Mahendra terkait desas-desus yang didapat Vania dari teman-temannya. Namun selama ini mereka berdua tidak percaya. Atau lebih tepatnya masih berpikiran positif tentang Valerie. Valerie kesal, kenapa orang tuanya tidak marah pada Vania yang jelas-jelas sengaja menjelek-jelekkannya tanpa bukti? Seolah fitnah itu tidak terdengar kejam. Apakah begitu rasanya menjadi anak yang paling disayang? Selalu dimaklumi perbuatannya meski salah? Batin Valerie menjerit. Dan yang membuat Valerie lebih berduka adala
‘’Mas?’’ Valerie meminta Leo sadar atas ucapannya. Itu berarti Leo menginginkan ia menjadi istri kedua.‘’Kita harus membicarakannya. Segera. Waktu saya tidak banyak,’’ pungkas Leo sambil mengulurkan tangannya pada Valerie. Mengajak wanita itu pergi.Berkali-kali Valerie mengurungkan niat untuk menyambut telapak tangan yang terbuka itu. Tapi apa daya, gerakan sepihak Leo membuat telapak tangan mereka bertemu. Ada penerbangan yang sedang menunggu dan Vania yang menghubunginya terus-menerus. Ia diburu waktu.‘’Saya tidak mau dimadu. Dan lagi, kamu sudah menikah dengan Vania,’’ ujar Valerie saat mereka sudah berada di dalam mobil. Leo mendengarkan sambil mengemudikan mobil.Mendengar Valerie berkata seperti itu, Leo menghentikan kendaraan di pinggir jalan. Menghadapkan tubuh pada Valerie. Bisa dibilang Leo terlihat sangat frustasi saat itu.‘’Apa yang kamu harapkan? Saya menceraikan Vania lalu menikahi kamu di depan keluarga?’’ Leo berujar marah. Valerie membisu merasakan suasana panas
Di sang hari yang panas tersebut, Leo urung tidur siang bersama istri pertamanya setelah membaca pesan di gawai itu. Leo cepat-cepat memakai baju dan memastikan mata Vania masih menutup. Wanita yang ia sayang itu tidak boleh tahu ia meninggalkan kamar. ‘’Kau menipuku? Sebenarnya kau di mana?’’ Leo bertanya beruntun setelah mengecek ke luar rumah dan tidak menemukan wanita yang di dalam pesan mengatakan sedang berada di kediamannya. ‘’Saya salah ketik.’’ Apa dia serius? Leo menahan kesal mendengar kalimat polos Valerie. Seperti mendapatkan syok terapi. ‘’Sekarang kau di mana?’’ Kekesalannya masih belum hilang. Leo berkata keras sampai Valerie harus menjauhkan gawai dari telinga. ‘’Saya di luar. Sedang berbelanja.’’ ‘’Bukankah sudah ku bilang jangan menghubungi bila tidak penting?’’ Susu ibu hamil di depan mata urung ia raih. Sebegitu terganggunya kah Leo dengan pesan typo tersebut? Padahal ia ingin mengetikkan ”saya sudah makan’’ dan mengirimkannya pada Inah. ‘’Maaf, Mas. S
Hari itu, dengan penerbangan yang sama namun di kelas yang berbeda, Vania, Leo dan Valerie berangkat dari Kalimantan menuju Jakarta. Valerie di kelas ekonomi sementara suami istri itu tersebut di kelas bisnis.Leo mengatur segalanya agar Valerie tidak bertemu dengan Vania. Termasuk dengan membuat Valerie mengenakan hijab dan juga masker agar tidak dikenali oleh siapapun. Terutama istrinya.Perjalanan memakan waktu kurang lebih dua jam dan untuk sampai ke rumah duka sekitar empat puluh lima menit dari bandara. Valerie tiba belakangan menggunakan taksi sedangkan Leo dan Vania sudah sampai lebih awal karena dijemput oleh Pak Sena.Tepat pukul tiga sore, kembali Valerie menginjakkan kaki di rumah yang pergi maupun pulang membuat air mata Valerie berlinang. Keluarga dan kerabat dekat berbisik-bisik satu sama lain dan memandanginya dari ujung kaki hingga ujung kepala. Seolah Valerie adalah orang asing yang tak seharusnya hadir. Inah menjadi satu-satunya orang yang menyambutnya dengan langs
‘’Halo, Valerie,’’ Telepon dari sahabat Valerie nan jauh di Solo. Layar gawai berkedip tak lama setelah ia duduk. Dengan suara yang dibuat ceria Valerie berdehem untuk mengatur suara sebelum menyapa. ‘’Delia. Kamu apa kabar?’’ sapanya. ‘’Aku baik. Tapi aku tahu kamu enggakkan, Val? Maaf ya aku jauh. Gak bisa menemani kamu di saat-saat seperti ini.’’ Delia tidak berbasa-basi. Valerie mengerti. Jarak menjadi penghalang niat Delia. ‘’Tidak apa-apa. Terimakasih sudah meneleponku.’’ ‘’Aku turut berduka,’’ ujar Delia. ‘’Aku dengar apa yang terjadi sama kamu, Val.’’ Deg. Sontak jantung Valerie berdegup resah. Kabar yang mana yang didengar Delia? Ia yang hamil di luar nikah atau ia yang menjadi penyebab meninggalnya Mahendra? ‘’Maksud kamu apa, Del?’’ Valerie berpura-pura. ‘’Aku tahu dari Vania. Kabar papa kamu dan kamu yang…’’ Seperti tau akan menyakiti hati Valerie, Delia enggan melanjutkan. Dia memang sahabat yang baik. Tapi teganya Vania membocorkan aibnya pada orang lain. ‘’
Selepas keributan di kamar Valerie, ada yang berbeda dari sikap Leo. Biasanya Leo akan mengirimkan uang di tanggal lima. Tapi sudah tanggal tujuh pun tidak ada uang masuk ke rekening Valerie. Leo sepertinya marah. Banyak kebutuhan untuk ibu mengandung. Walau jumlahnya tak banyak dan hanya lima juta, tapi Valerie sangat butuh. Lalu kemana lima puluh juta setiap bulan yang seperti Leo janjikan? Valerie tidak mau uang sebanyak itu. Jadi Leo hanya memberi sekedarnya. Catat. Sekedarnya! Mungkin Vania yang mendapatkan uang belanja sebesar itu. Bisa jadi lebih. Valerie kerap bolak-balik ke rumah sakit. Rutin mengkonsumsi susu serta vitamin khusus ibu hamil. Untuk alasan itulah Valerie mencari cara untuk bicara dengan Leo empat mata. ‘’Aku perlu uang. Kebutuhan untuk bayiku sudah habis.’’ Begitu yang Valerie katakan pada Leo di teras belakang. ‘’Baik. Aku akan membelikannya.’’ ‘’Apa tidak bisa bila kamu memberikan saja uang itu padaku, Mas? Biar aku yang belanja sendiri.’’ ‘’Bukannya
Dari jendela yang sengaja di singkap tirainya, Valerie lagi-lagi melihat pemandangan yang sebenarnya sangat sejuk untuk di pandang mata. Leo membukakan pintu mobil untuk Vania. Lalu mencuri sebuah ciuman sebagai balas jasa atas pekerjaan memasang seatbelt dan menutup pintu untuk ratu Vania. Mata Valerie seperti ingin berair. Andai dialah istri pertama dan Vania yang jadi madunya, pastilah ia akan menarik rambut wanita berparas cantik itu sekarang juga. ‘’Non Valerie kok di sini?’’ ‘’Eh?’’ Kehadiran Inah membuat Valerie buru-buru menghapus matanya yang basah. ‘’Mengagetkan saja.’’Tapi Inah hanya cengengesan. Dia tidak bisa melakukannya bila itu Vania. ‘’Nyonya Vira lagi teriak-teriak. Saya cari-cari Non Vania tapi tidak ketemu.’’‘’Mbak Van lagi pergi sama Mas Leo. Biar saya saja yang nenangin mama.’’ Tidak ada yang berubah dari Valerie. Dia masihlah anak yang penyayang meski tak lagi mendapatkan kasih sayang dari Vira.Tiga bulan terlewati, rumah terasa lebih sepi terlebih setela
Melihat gadis itu tampak malu-malu saat membuka gaun tidur, darah Leo langsung berdesir. Lekuk indah tubuh istri keduanya itu ia amati dengan jelas meski di tengah gelapnya kamar.Hati memang mencintai Vania, tapi melihat dada Valerie yang membusung, sudah tak tertutup apapun, membuat Leo gelap mata. Apalagi Valerie mendesah pasrah menerima sentuhan-sentuhan dirinya. Keduanya dimabuk birahi. Hingga tanpa sadar suara erangan dan kenikmatan tak hanya mengisi kamar Valerie. Apalagi ranjang juga berderit nyaring. Yang ternyata membangunkan seseorang di rumah itu.‘’Biadab kalian berdua.’’Valerie dan Leo terkejut. Vania sudah berada di ambang pintu.‘’Sayang!’’‘’Tega kamu, Mas!’’ pekikan Vania mengguncang Leo saat itu juga. Leo bangkit dari ranjang. Mendorong tubuh telanjang Valerie begitu saja. Ingin mendekati Vania, tapi…‘’Mas, bangun!’’Leo membuka mata. Lampu sudah terang saat ia melihat Vania di sebelahnya. Terlihat khawatir.Astaga. Syukurlah itu hanya mimpi. Gumam Leo dalam hat
Selain itu, walau dulunya sering bertengkar, kini Rian sangat menyayangi Gia. Tidak ada lagi aksi nakal hingga Gia menangis.Rian sudah bisa menerima Gia.Bahkan memanggil Gia dan Alia dengan julukan si kembar kedua.‘’Nggak nyangka, ya, kita jadi kakak adik.’’ Rian tersenyum pada Gia, mungkin itu untuk pertama kalinya. Entahlah, mungkin sejak lama Rian sudah peduli dan sayang pada Gia tetapi terlalu malu menunjukkannya karena Gia bukan Alia. Alias sang adik.Tetapi kini sudah resmi. Sehingga Rian tidak menutup apapun lagi.‘’Iya. Semoga kamu jadi kakak yang baik seperti baiknya kamu ke Alia.’’ Gia pun membalas senyuman tersebut. ‘’Kalau mas nggak baik, kasih tau aku saja. Nanti aku laporin ke Papi Leo,’’ celetuk Alia walau mata dan tanganya sibuk menata boneka.Ketiganya tengah main bersama. Tak lama si kembar datang bersama orang tua mereka.‘’Rian, mana kedua mami sama papimu?’’ seru Delia.‘’Di kamar, Tante.’’‘’Ngapain?’’ Alin kini yang bertanya. Padahal mereka sekeluarga beren
Beberapa hari setelahnya…Vania, Valerie dan Leo kompak menuju rumah sakit jiwa. Melihat Gavi tidak sendiri di dalam dunianya. Sandra dan Elsa menemani, satu ruangan berisi tiga orang.Elsa kehilangan bayinya saat di rumah sakit dan berakhir seperti Sandra yang terobsesi pada Gavi.Hingga kini pun Sandra memanggil nama Gavi.Elsa menyebut nama Rendi.Dan Gavi menyebut nama Vania.‘’Apa ada kemungkinan bisa sembuh?’’ tanya Vania pada perawat yang mendampingi.‘’Bisa. Tapi tidak bisa sembuh total. Hanya jika gejalanya diredakan, mereka akan kembali normal. Tetapi, kemungkinan kambuhnya juga akan sangat tinggi.’’Vania tidak menyangka jika kembalinya dirinya pada Leo adalah penyebabnya. ‘’Lebih baik jangan diredakan. Dia itu kriminal. Kalaupun disembuhkan untuk menjalani pemeriksaan biar bisa dikurung di penjara.’’ Leo masih memendam dendam yang belum terlampiaskan.‘’Dia sudah mendapat hukuman setimpal. Mungkin bukan penjara tempatnya dihukum, tapi di sini.’’ Valerie menepuk bahu Vani
‘’Kamu biadab!’’Gavi ingin sekali melayangkan tamparan, tetapi…‘’Jangan bergerak!’’ Polisi berteriak tegas.Kenyataan itu membuat peluh bercucuran membasahi tubuhnya. Penyesalan menyeruak masuk, menusuk kalbu. Berawal dari cinta dan abadi menjadi benci.Baru terasa bila memilih Sandra adalah kesalahan terbesar seumur hidup. Dan dirinya menyia-nyiakan Vania. Yang tidak sadar makin tidak ada orangnya makin Gavi jatuh cinta.Pipinya basah meneteskan air mata penyesalan.Mengapa semua diketahui ketika sudah terlambat?Apakah tidak ada lagi kesempatan kedua untuknya dan Vania bahagia dengan anak mereka?Gavi hanya ingin lepas. Bebas dari sini dan menjemput Vania dengan mulut terucap meminta maaf dan kedua tangan menangkup memohon ampun.Seorang suami pun hanya manusia biasa tidak ada yang sempurna.‘’Aku harus bertemu Vania.’’ Itulah yang terucap dari bibir Gavi.‘’Tidak akan ku biarkan kau mendekati adik iparku lagi.’’ Rendi mendesis sinis.Adik ipar?Tetapi sayangnya belum resmi. Gavi
‘’Apa-apaan…’’‘’Gav, ini anak-anak kita. Aku membawanya karena bayi kita telah gugur. Dan ini sebagai penggantinya. Lihat, lihat,’’ Sandra menarik si kembar ke depan Gavi yang kebingungan dan dua bocah itu semakin takut. ‘’Aku bisa memberimu anak. Mereka lucu juga menggemaskan. Artinya, kita tidak bercerai, bukan?’’Saat ini Sandra terlihat seperti wanita gila. Takut ditinggalkan, membutuhkan kepastian. Ternyata perkataan Gavi membuatnya putus asa sehingga menculik anak orang untuk diakui. ‘’Jika kamu tidak bisa memberiku anak, maka aku akan menceraikanmu,’’ Sandra mengulang kalimat yang pernah Gavi ucapkan. ‘’Dan mereka adalah alasan kamu tidak bisa menceraikan aku, Gav.’’Gavi kian geram dengan tingkah Sandra. Perkataannya sudah kemana-mana.‘’Yang aku maksud dari rahimmu. Bukan dari rahim orang lain!’’ desisnya. Andai bisa berteriak tentu dibarengi kekerasan. Tapi ini rumah sakit. Di mana dirinya sedang bersembunyi untuk menjalankan rencana.‘’Ini anakku, Gav. Mereka adalah anak
Senja di sore hari. Pemandangan indah untuk dinikmati dengan mata telanjang. Di saat orang-orang baru pulang dari lelahnya mencari uang, Gavi berdiri di balkon dengan earphone yang baru saja dihancurkan olehnya.Penyadap yang diletakkan di jendela tempat Vania dirawat meremukkan hatinya menghancurkan rencana yang telah disusun matang.Rasanya tidak mungkin secepat itu Vania memutuskan menikah lagi. Mungkinkah dengan trauma yang diberikannya Vania bisa membangun rumah tangga dalam waktu dekat? Apalagi menikah lagi dengan mantan suami pertama.Tidakkah Vania merasa malu?Tidakkah Vania berpikir sampai ke sana?Setelah Vania keluar dari rumah sakit, dirinya akan menculik Vania dan juga putri mereka tinggal bersamanya.Di rumah yang dibelinya ketika melihat gelagat Vania tidak mau lagi serumah dengan Yura.Gavi tidak sudi, putrinya memanggil Leo sebutan papa padahal Gia adalah anaknya.Mungkinkah Gia dipaksa? Gia dicuci otaknya agar lupa padanya yang kini menyesal menyia-nyiakan anak dan
‘’Gia kangen dipeluk. Dicium. Dibacakan dongeng sebelum tidur.’’ Betapa bayangan Gavi mencuat ke relung hati. Tangisan itu tidak lagi tentang keinginan melainkan tentang kerinduan.Rindu dengan sang ayah.Mulai dari caranya bicara.Mengajaknya bercanda.Menyuapinya.Dada Gia kian terasa sesak, menyadari kalau itu semua tinggal kenangan. Luka yang dicurahkan sang ayah sudah terlalu dalam, mengobati pun akan percuma karena tidak akan bisa sembuh.‘’Gia mau ketemu sama papa, Nak?’’ Terasa berat sekali bertanya. Tetapi sebrengsek apapun mantan suaminya itu, tetaplah ayah bagi putrinya.Namun dengan tegas Gia menggeleng.Valerie dan Vania pun dibuat heran.Gia angkat kepala yang menyembunyikan air matanya. Lalu menyeka walau airnya masih saja keluar. Terlalu sakit sehingga butuh sedikit lebih lama untuk kembali bicara.‘’Gia nggak mau papa Gavi.’’ Intinya, Gia cukup ingat kenangannya dengan Gavi tapi tidak mau papanya Gavi lagi. Traumanya sudah mendarah daging. Gia bisa mengingat dengan
‘’Kamu mau menikah lagi?’’Begitulah yang didengar Leo.Valerie mendesah panjang. Membuatnya harus mengulang lagi. Mengatakannya saja sudah sangat sulit apalagi ini sampai dua kali.Wanita kuat sekalipun akan rapuh bila meminta sang suami mendua.‘’Dengar, nggak? Tolong nikahi Mbak Van,’’ ucapnya lemah tanpa berkedip.Kata-kata itu membuat Leo membesarkan matanya. Sekaligus menggelengkan kepala. Lalu tertawa merasa tidak masuk akal.‘’Sayang, pikiran kamu nggak beres di sini. Sebaiknya kita pulang ke Kalimantan. Mas pesan tiket sekarang.’’ Leo mengambil ponsel dan langsung membuka aplikasi pemesanan penerbangan, tetapi, Valerie menurunkannya.‘’Valerie serius!’’ Cara bicara Valerie bukanlah cara bicara yang biasanya. Leo merasa permintaan itu sangat konyol. Karena tidak sama seperti meminta permen ataupun tas mahal. Leo mengira jika menurut apa yang diinginkan Valerie semua akan lebih mudah ke depannya. Tetapi dugaannya salah.Dirinya pun sampai hati tidak mau membantu Vania lagi.
‘’Iya, Ma. Tapi Gia takut kalau nanti di sekolah ada Tante Sandra lagi. Boleh nggak, Gia bawa om-om itu besok?’’ Gia menunjuk pengawal di depan ruangan.Sebagai ibu, Vania sedih anaknya jadi merasa terancam. Seolah keselamatannya berada di ujung tanduk.Seharusnya Vania menjadi tameng terdepan untuk melindungi, tetapi di saat Gia membutuhkannya Vania malah terbaring sakit.Dan ketika bangun penyerangan itu sudah terjadi.‘’Gimana, Ma? Boleh, nggak?’’ pintanya penuh harap.‘’Jangan om itu, ya. Om lain saja. Gimana kalau Pak Sena?’’ Vania tidak mau merepotkan Valerie. Takutnya Valerie kian benci padanya.Sudah bagus Valerie ada bersamanya walau tidak berkata apapun sejak dirinya bangun. Meski sebenarnya Vania mengharapkan pelukan hangat juga beberapa kalimat dari sang adik. ‘’Tentu boleh. Gia mau yang mana?’’ Valerie mendekati ponakannya, seolah menawarkan mainan boneka.Sejak tadi menunggu waktu yang tepat, akhirnya ada pembicaraan yang bisa membuatnya terlibat.Vania menatap Valerie d
‘’Siapa yang nggak punya otak, Al?’’ Tiba-tiba saja Rian sudah berada di sebelah Rico.‘’Itu tuh, Mas.’’ Menunjuk si kembar dengan mulut yang dimajukan.‘’Kalian apakan adikku?’’ ‘’Jangan salah paham, Sepupu. Kami hanya bercanda.’’ Raffi cengengesan lalu menyenggol lengan Rico untuk ikut tertawa. ‘’Dasar kalian!’’ Alia menggeleng-geleng tetapi sesaat kemudian sudah berdamai lagi.Rian melihat sedikit embun di mata Gia, tetapi tidak berkata apapun. Ingin berempati namun kelakuannya selama ini membuatnya malu untuk tiba-tiba memberi perhatian.‘’Kamu sudah nggak sedih lagi, kan?’’ ‘’Sedikit,’’ jawab Gia pelan.‘’Ayo kita main. Nanti papa aku jemput, terus ngajak kita main di mall,’’ jabar Alia dengan rasa bahagia.Lili dan Nathan sudah menganggap Gia juga sebagai anak mereka. Sangat tidak tega melihat Gia sendirian bertemankan Pak Sena dan Inah saja. Apalagi Alia sering bercerita, betapa sedihnya Gia selama sekolah.Tidak adanya kemajuan tentang Vania, berpengaruh besar pada sang pu