‘’Kalau begitu jangan sampai Vania melihat kamu dan aku sedekat ini atau nanti dia akan mati,’’ Valerie berusaha lewat. Tapi Leo kerap menghalang-halangi membuat Valerie jadi kesal sendiri.
‘’Mau kamu tuh apa sih, Mas. Awas!’’ sentaknya dengan sorot mata tajam.
‘’Kenapa kamu jadi seperti ini, Valerie? Jangan pakai aku jika bicara dengan mas.’’
‘’Memangnya salahnya di mana? Toh aku bukan istrimu lagi. Oh salah. Bukan lagi sim-pa-nan-mu!’’
Valerie mempertegas kata diakhir agar Leo menyerah. Tapi nyatanya hal itu kian membuat Leo ingin terus membuat Valerie melunak.
Padahal masih pagi, tapi rumah sudah mendadak sepi. Vania melihat jam, tepat pukul delapan pagi. Tapi tidak Vania temukan siapapun kecuali Alin.Lengkapnya keluarganya Arka seperti kemarin malam berbanding terbalik dengan suasana pagi ini.Ketika bangunpun, Leo sudah berangkat kerja.Mungkin karena tadi malamVania begadang karena memikirkan si penggoda Valerie dan anaknya, Vania jadi kehilangan momen untuk melihat suaminya berangkat ke kantor karena telat bangun.‘’Van, sini!’’Alin menarik kursi di sebelahnya dan langsung di duduki Vania.‘’Kak, oran
‘’Status kita tidak menjadi penentu berapa nafkah yang ingin mas beri, Valerie!’’‘’Terserah. Kalau mas masih berkeras, aku tidak akan lagi membukakan pintu untuk mas,’’ ancamnya lalu menuju pintu dan membukanya lebar-lebar.‘’Kamu mengusir, Mas? Mas belum selesai bermain dengan Ryan.’’‘’Mau berapa lama lagi di sini? Lihat sudah jam sebelas malam.’’ Valerie menunjuk jam dinding.Tidak terasa waktu begitu cepat. Leo pun sampai tak sadar karena keasikan bersama Ryan.‘’Jangan sampai istrimu mendatangi tempat ini. Aku sudah cukup menderita karenanya.&rs
Ting… Tong…‘’Valerie, buka pintunya,’’ teriak Leo dari luar.Sengaja Valerie biarkan Leo di luar begitu dua jam lamanya. Valerie sangat tak suka Leo mengabaikan peringatannya.Sudah dibilang untuk tidak mengirim uang setiap hari, tapi Leo malah keras kepala.Jika ingin mengadu siapa yang lebih keras, Valerie sudah siap. Bahkan sejak tadi pagi ketika dirinya menerima pesan dari bank karena adanya transaksi masuk.‘’Valerie, buka!’’Ting… Tong…Bel kembali berbunyi.
‘’Val, apa tadi malam Leo tidur di sini?’’‘’Memangnya kenapa, Mi?’’Naya ingin mengatakan bila Vania menangis meraung-raung di kamar. Namun tampaknya, tanpa diucapkan pun Valerie telah memahami situasi di balik pertanyaan Naya.‘’Apa kamu akan kembali lagi dengan Leo? Atau… ingin mencari suami baru?’’Sebenarnya, dua pertanyaan itu tidak pernah terlintas di kepala Valerie sama sekali.Hidupnya kini hanya untuk Ryan. Bayi malang itu segalanya bagi Valerie sekarang.Valerie tidak mau memikirkan pengganti Leo ataupun
Sudah satu jam Vania menunggu di ruang tamu. Menahan lapar dengan perasaan gundah, tapi batang hidung Leo belum kelihatan juga.Pikiran Vania sudah berkelana kemana-mana. Dugaan terkuat saat ini, yaitu Leo berada di apartemen Valerie.Masa lalu bagaimana Vania menangkap perselingkuhan mereka, membuat Vania sangat trauma.Tapi tidak, itu tidak mungkin. Karena sekarang, mereka telah bercerai dan Leo tidak mungkin mengulang kesalahan yang sama.Vania betul-betul dilanda dilema.Waktu berlalu hingga bertambah menjadi satu jam kemudian.Vania sudah tidak bisa menunggu. Vania pun segera berganti baju dan
‘’Apa kamu tidak rindu aku, Mas?’’ lirih Valerie di tengah ciuman panas itu.‘’Sangat. Menurutmu kenapa mas di sini?’’‘’Apa kamu tidak ingat kalau kita sering mandi bersama? Berenang tanpa busana?’’‘’Mas ingat, Sayang,’’ desah Leo mengawang. Semakin diingat, semakin panas pula Leo menautkan bibir keduanya.Leo menahan wajah Valerie. Menyusupkan tangan ke tengkuk Valerie, memperdalam ciuman mereka hingga tanpa sadar handuk Valerie turun begitu saja.Napas Leo kian memburu ketika payudara kencang itu terlihat.
‘’Kalau iya kenapa? Dia juga pernah jadi suamiku.’’‘’Dasar jalang!’’‘’Biarpun aku jalang, tapi aku jalang yang bisa mewujudkan keinginan mertua kita.’’Emosi Vania seakan memuncak seiring Valerie menghempaskan tangannya disertai senyum tipis.Vania terpaku di tempatnya berdiri. Dahulu, Vania lah prioritas Naya dan Arka. Namun kali ini, lidah Vania seakan kelu tak mampu menyangkal, bila ucapan Valerie memang benar.‘’Ini, aku ingin mengembalikan ponselnya yang ketinggalan.’’‘’Ka
‘’Tunggu!’’Alin menghentikan Valerie yang ingin masuk ke dalam mobil.Baru ini Alin berbicara dengannya padahal sebelumnya tak pernah.‘’Ada apa, Kak?’’Manik Alin tertuju pada lantai dua di rumah itu. Tidak ada yang tau kecuali dirinya apa yang terjadi Vania.Vania seperti orang stress, bicara sendiri dan seperti orang ketakutan. Dan Alin yakin semua itu disebabkan karena Valerie.Dari kaca mata Alin, Valerie adalah wanita baik. Namun semua yang menimpa Valerie telah merubahnya menjadi wanita jahat tak berbelas kasih lagi.
Selain itu, walau dulunya sering bertengkar, kini Rian sangat menyayangi Gia. Tidak ada lagi aksi nakal hingga Gia menangis.Rian sudah bisa menerima Gia.Bahkan memanggil Gia dan Alia dengan julukan si kembar kedua.‘’Nggak nyangka, ya, kita jadi kakak adik.’’ Rian tersenyum pada Gia, mungkin itu untuk pertama kalinya. Entahlah, mungkin sejak lama Rian sudah peduli dan sayang pada Gia tetapi terlalu malu menunjukkannya karena Gia bukan Alia. Alias sang adik.Tetapi kini sudah resmi. Sehingga Rian tidak menutup apapun lagi.‘’Iya. Semoga kamu jadi kakak yang baik seperti baiknya kamu ke Alia.’’ Gia pun membalas senyuman tersebut. ‘’Kalau mas nggak baik, kasih tau aku saja. Nanti aku laporin ke Papi Leo,’’ celetuk Alia walau mata dan tanganya sibuk menata boneka.Ketiganya tengah main bersama. Tak lama si kembar datang bersama orang tua mereka.‘’Rian, mana kedua mami sama papimu?’’ seru Delia.‘’Di kamar, Tante.’’‘’Ngapain?’’ Alin kini yang bertanya. Padahal mereka sekeluarga beren
Beberapa hari setelahnya…Vania, Valerie dan Leo kompak menuju rumah sakit jiwa. Melihat Gavi tidak sendiri di dalam dunianya. Sandra dan Elsa menemani, satu ruangan berisi tiga orang.Elsa kehilangan bayinya saat di rumah sakit dan berakhir seperti Sandra yang terobsesi pada Gavi.Hingga kini pun Sandra memanggil nama Gavi.Elsa menyebut nama Rendi.Dan Gavi menyebut nama Vania.‘’Apa ada kemungkinan bisa sembuh?’’ tanya Vania pada perawat yang mendampingi.‘’Bisa. Tapi tidak bisa sembuh total. Hanya jika gejalanya diredakan, mereka akan kembali normal. Tetapi, kemungkinan kambuhnya juga akan sangat tinggi.’’Vania tidak menyangka jika kembalinya dirinya pada Leo adalah penyebabnya. ‘’Lebih baik jangan diredakan. Dia itu kriminal. Kalaupun disembuhkan untuk menjalani pemeriksaan biar bisa dikurung di penjara.’’ Leo masih memendam dendam yang belum terlampiaskan.‘’Dia sudah mendapat hukuman setimpal. Mungkin bukan penjara tempatnya dihukum, tapi di sini.’’ Valerie menepuk bahu Vani
‘’Kamu biadab!’’Gavi ingin sekali melayangkan tamparan, tetapi…‘’Jangan bergerak!’’ Polisi berteriak tegas.Kenyataan itu membuat peluh bercucuran membasahi tubuhnya. Penyesalan menyeruak masuk, menusuk kalbu. Berawal dari cinta dan abadi menjadi benci.Baru terasa bila memilih Sandra adalah kesalahan terbesar seumur hidup. Dan dirinya menyia-nyiakan Vania. Yang tidak sadar makin tidak ada orangnya makin Gavi jatuh cinta.Pipinya basah meneteskan air mata penyesalan.Mengapa semua diketahui ketika sudah terlambat?Apakah tidak ada lagi kesempatan kedua untuknya dan Vania bahagia dengan anak mereka?Gavi hanya ingin lepas. Bebas dari sini dan menjemput Vania dengan mulut terucap meminta maaf dan kedua tangan menangkup memohon ampun.Seorang suami pun hanya manusia biasa tidak ada yang sempurna.‘’Aku harus bertemu Vania.’’ Itulah yang terucap dari bibir Gavi.‘’Tidak akan ku biarkan kau mendekati adik iparku lagi.’’ Rendi mendesis sinis.Adik ipar?Tetapi sayangnya belum resmi. Gavi
‘’Apa-apaan…’’‘’Gav, ini anak-anak kita. Aku membawanya karena bayi kita telah gugur. Dan ini sebagai penggantinya. Lihat, lihat,’’ Sandra menarik si kembar ke depan Gavi yang kebingungan dan dua bocah itu semakin takut. ‘’Aku bisa memberimu anak. Mereka lucu juga menggemaskan. Artinya, kita tidak bercerai, bukan?’’Saat ini Sandra terlihat seperti wanita gila. Takut ditinggalkan, membutuhkan kepastian. Ternyata perkataan Gavi membuatnya putus asa sehingga menculik anak orang untuk diakui. ‘’Jika kamu tidak bisa memberiku anak, maka aku akan menceraikanmu,’’ Sandra mengulang kalimat yang pernah Gavi ucapkan. ‘’Dan mereka adalah alasan kamu tidak bisa menceraikan aku, Gav.’’Gavi kian geram dengan tingkah Sandra. Perkataannya sudah kemana-mana.‘’Yang aku maksud dari rahimmu. Bukan dari rahim orang lain!’’ desisnya. Andai bisa berteriak tentu dibarengi kekerasan. Tapi ini rumah sakit. Di mana dirinya sedang bersembunyi untuk menjalankan rencana.‘’Ini anakku, Gav. Mereka adalah anak
Senja di sore hari. Pemandangan indah untuk dinikmati dengan mata telanjang. Di saat orang-orang baru pulang dari lelahnya mencari uang, Gavi berdiri di balkon dengan earphone yang baru saja dihancurkan olehnya.Penyadap yang diletakkan di jendela tempat Vania dirawat meremukkan hatinya menghancurkan rencana yang telah disusun matang.Rasanya tidak mungkin secepat itu Vania memutuskan menikah lagi. Mungkinkah dengan trauma yang diberikannya Vania bisa membangun rumah tangga dalam waktu dekat? Apalagi menikah lagi dengan mantan suami pertama.Tidakkah Vania merasa malu?Tidakkah Vania berpikir sampai ke sana?Setelah Vania keluar dari rumah sakit, dirinya akan menculik Vania dan juga putri mereka tinggal bersamanya.Di rumah yang dibelinya ketika melihat gelagat Vania tidak mau lagi serumah dengan Yura.Gavi tidak sudi, putrinya memanggil Leo sebutan papa padahal Gia adalah anaknya.Mungkinkah Gia dipaksa? Gia dicuci otaknya agar lupa padanya yang kini menyesal menyia-nyiakan anak dan
‘’Gia kangen dipeluk. Dicium. Dibacakan dongeng sebelum tidur.’’ Betapa bayangan Gavi mencuat ke relung hati. Tangisan itu tidak lagi tentang keinginan melainkan tentang kerinduan.Rindu dengan sang ayah.Mulai dari caranya bicara.Mengajaknya bercanda.Menyuapinya.Dada Gia kian terasa sesak, menyadari kalau itu semua tinggal kenangan. Luka yang dicurahkan sang ayah sudah terlalu dalam, mengobati pun akan percuma karena tidak akan bisa sembuh.‘’Gia mau ketemu sama papa, Nak?’’ Terasa berat sekali bertanya. Tetapi sebrengsek apapun mantan suaminya itu, tetaplah ayah bagi putrinya.Namun dengan tegas Gia menggeleng.Valerie dan Vania pun dibuat heran.Gia angkat kepala yang menyembunyikan air matanya. Lalu menyeka walau airnya masih saja keluar. Terlalu sakit sehingga butuh sedikit lebih lama untuk kembali bicara.‘’Gia nggak mau papa Gavi.’’ Intinya, Gia cukup ingat kenangannya dengan Gavi tapi tidak mau papanya Gavi lagi. Traumanya sudah mendarah daging. Gia bisa mengingat dengan
‘’Kamu mau menikah lagi?’’Begitulah yang didengar Leo.Valerie mendesah panjang. Membuatnya harus mengulang lagi. Mengatakannya saja sudah sangat sulit apalagi ini sampai dua kali.Wanita kuat sekalipun akan rapuh bila meminta sang suami mendua.‘’Dengar, nggak? Tolong nikahi Mbak Van,’’ ucapnya lemah tanpa berkedip.Kata-kata itu membuat Leo membesarkan matanya. Sekaligus menggelengkan kepala. Lalu tertawa merasa tidak masuk akal.‘’Sayang, pikiran kamu nggak beres di sini. Sebaiknya kita pulang ke Kalimantan. Mas pesan tiket sekarang.’’ Leo mengambil ponsel dan langsung membuka aplikasi pemesanan penerbangan, tetapi, Valerie menurunkannya.‘’Valerie serius!’’ Cara bicara Valerie bukanlah cara bicara yang biasanya. Leo merasa permintaan itu sangat konyol. Karena tidak sama seperti meminta permen ataupun tas mahal. Leo mengira jika menurut apa yang diinginkan Valerie semua akan lebih mudah ke depannya. Tetapi dugaannya salah.Dirinya pun sampai hati tidak mau membantu Vania lagi.
‘’Iya, Ma. Tapi Gia takut kalau nanti di sekolah ada Tante Sandra lagi. Boleh nggak, Gia bawa om-om itu besok?’’ Gia menunjuk pengawal di depan ruangan.Sebagai ibu, Vania sedih anaknya jadi merasa terancam. Seolah keselamatannya berada di ujung tanduk.Seharusnya Vania menjadi tameng terdepan untuk melindungi, tetapi di saat Gia membutuhkannya Vania malah terbaring sakit.Dan ketika bangun penyerangan itu sudah terjadi.‘’Gimana, Ma? Boleh, nggak?’’ pintanya penuh harap.‘’Jangan om itu, ya. Om lain saja. Gimana kalau Pak Sena?’’ Vania tidak mau merepotkan Valerie. Takutnya Valerie kian benci padanya.Sudah bagus Valerie ada bersamanya walau tidak berkata apapun sejak dirinya bangun. Meski sebenarnya Vania mengharapkan pelukan hangat juga beberapa kalimat dari sang adik. ‘’Tentu boleh. Gia mau yang mana?’’ Valerie mendekati ponakannya, seolah menawarkan mainan boneka.Sejak tadi menunggu waktu yang tepat, akhirnya ada pembicaraan yang bisa membuatnya terlibat.Vania menatap Valerie d
‘’Siapa yang nggak punya otak, Al?’’ Tiba-tiba saja Rian sudah berada di sebelah Rico.‘’Itu tuh, Mas.’’ Menunjuk si kembar dengan mulut yang dimajukan.‘’Kalian apakan adikku?’’ ‘’Jangan salah paham, Sepupu. Kami hanya bercanda.’’ Raffi cengengesan lalu menyenggol lengan Rico untuk ikut tertawa. ‘’Dasar kalian!’’ Alia menggeleng-geleng tetapi sesaat kemudian sudah berdamai lagi.Rian melihat sedikit embun di mata Gia, tetapi tidak berkata apapun. Ingin berempati namun kelakuannya selama ini membuatnya malu untuk tiba-tiba memberi perhatian.‘’Kamu sudah nggak sedih lagi, kan?’’ ‘’Sedikit,’’ jawab Gia pelan.‘’Ayo kita main. Nanti papa aku jemput, terus ngajak kita main di mall,’’ jabar Alia dengan rasa bahagia.Lili dan Nathan sudah menganggap Gia juga sebagai anak mereka. Sangat tidak tega melihat Gia sendirian bertemankan Pak Sena dan Inah saja. Apalagi Alia sering bercerita, betapa sedihnya Gia selama sekolah.Tidak adanya kemajuan tentang Vania, berpengaruh besar pada sang pu