Aku terbangun pukul setengah dua belas. Semenjak Pindah ke sini, hampir setiap malam aku tak bisa tidur. Aku sering berjaga dan mendatkan mimpi buruk.
Dari mimpi yang baru saja aku alami, ada banyak pertanyaan yang terlintas di benak ku. Siapa orang yang ada di mimpi ku? Aku tak mengenal mereka dan tak tahu mereka itu siapa.Tapi kenapa mereka hadir di mimpi ku? Dan mengenai sesuatu yang mereka katakan, siapa yang sedang mereka cari untuk tumbal? siapa Mahluk itu? dan suara siapa yang menolong ku sehingga aku bisa terbangun dari mimpi buruk ku itu.Semua masih menjadi tanda tanya. Apa mungkin itu pengguni rumah ini sebelum kami? Tapi, kenapa aku bisa memimpikan mereka?Aku mengusap wajah yang mulai kusut. Setelah aku terjaga kantuk pun menghilang. Aku merasa ada angin yang pelan berhembus di sekelling ku. Aku merasa sedikit menggigil.tok tok tok...Suara pintu kamar ku terketuk dai luar.Tok Tok Tok....Kali ini suara ketukan semakin keras. Siapa yang mengetuk kamar malam-malam begini? jika Mamah dan Papah yang ingin masuk ke kamar, mereka tak akan mengetuk seperti ini."Jangan buka.... jangan buka.... jangan buka...." Lagi-lagi suara bisikan itu datang tapi aku tak tahu suara siapa itu.Otak ku ingin membuka tapi hati sana sekali tak ingin melakukannya. Tubuh ku seperti berperang melawan sesuatu yang aku sendiri tak mengerti apa yang terjadi dengan tubuh ku.Tok... tok... tok...Suara itu semakin keras terdengar. "Tolong... Tolong Saya... Tolong Saya...." Aku mendengar suara yang sama seperti suara yang ada di dalam gudang."Jangan buka." Suara itu kembali terdengar. Suara yang baru saja aku dengar adalah suara seorang perempuan tetapi sedikit serak.Aku melawan otak ku agar tak menghiraukan suara aneh yang selalu aku dengar.AAAKKKKHHHHAku terkejut dengan suar teriakan Mamah dari Luar. Qinar Dan Syakila terbangun dengan suara teriakan Mamah yang menggema di seluruh sudut rumah."Mamah kenapa Kak?" tanya Syakila panik. Aku langsung berlari keluar kamar. Dan betapa terkejutnya aku saat melihat Mamah berdiri mematung menghadap pintu gudang yang terbuka.Papah juga keluar dari kamar. " Apa yang terjadi?" tanya Papah pda kami semua. Au yang tidak tahu apapun hanya bisa menggeleng pelan.Papah menghampiri Mamah yang masih setia berdiri di depan pintu gudang.Semakin dekat Papah mendekat tubuh Mamah perlahan-lahan terjatuh dan akhirnya pingsan. Namun, anehnya kelopak mata Mamah tak menutup.Papah menepuk pelan Pipi Mamah. "Mah, Bangun Mah. Mamah ayo bangun." ucap Pappah mencoba untuk mebangunkan sang Papah.Papah mencoba menutup Mata Mamah tapi matanya kembali terbuka. Aku dan kedua adik ku hany bisa menangis melihat kondisi Mamah tanpa bisa melakukannya. Papah menggendong tubuh Mamah dan membaringkannya di atas ranjang.Pagi ini Papah memanggil temannya bernama Pak Somad yang kebetulan dia adalah seorang ustad yang sering merukyah orang yang terkena sakit non medis.Kondisi Mamah masih sama. Ia masih pingsan dan entah sampai kapan ini akan terjadi.Papah mempersilhkkan Pak Somad untuk masuk. Tapi, Pak somad haya berdiri tepat di depan pintu masuk.Karena tak kunjung masuk aku pun juga ikut mempersilahkan Pak Somad masuk. "Masuk pak." pinta ku ramah. Pak Somad menghela nafas besar."Aura rumah ini sangat gelap." ucap Pak Somad pelan tapi masih bisa aku dengar.Sebelumnya Tante Nurmila yang mengatakan tentang aura gelap. Sekarng Pak Somad juga mengatakannya. Namun, ada sedikit perbedaan. Bu Nurmila mengatakan aura ku yang gelap. Sedangkan Pak Somad, mengatakan jika aura rumah ini yang gelap. Mana yang sebenarnya bisa aku percaya.Pak Somad masuk ke kamar di mana Mamah berada. Papah dan Aku mengekor di belang Pak Somad. Sedangkan Syakila dan Qinar, kami ungsika ke rumah Om Angre.Pak Somad duduk di samping ranjang dan memakai sarung tangan. Ia pun mulai membacakan ayat suci Al-qur'an Sekian detik membacakan doa tak ada reaksi yang terjadi pada Mamah.Pak Somad menekan dahi Mamah. Tubuh Mamah bereaksi tapi tak agresif seperti Tubuh Mamah terikat kuat dengan sesuatu yang tak kasat mata."Bacakan sholawat agar sukma Bu Arni bisa kembali ke tubuhnya."Deg.Sukma? apa sukma Ibu tak ada di tubuhnya? tapi bagaimana bisa?Pak Somad kembali melantunkan ayat suci Al-qur'an. Sedangkan aku dan ayah melantunkan sholawat.Tubuh ibu seperti orang kejang. Aku yang melihatnya pun tak tega. Air mata ku pun keluar tanpa bisa tertahan.Pak Somad megmbil sebuah plastik hitam dan menaruhnya di dekat mulut Mamh. Mamah memuntahkan semua isi di perut padahal terakhir kali beliau makan semalam.setela mengeluarkan semua isi perutnya, Mamah pun kembali pingsan. Namun kali ini berbeda. Matanya sudah menutup. Aku mengucap syukur berulang kali."Aku akan megatasi masalah Bu Arni dulu ya. Insya allah Istri Pak Bowo akan membaik." ucap Pak Somad pada Papah.Karena rsa penasaran, aku pun memberanikan diri untuk bertanya. "Apa yang sebenarnya terjadi Pak?" tanya ku dengan bibir bergetar."Sukma Bu Arni tertarik ke dalam gudang. Tapi atas izin Allah yang maha kuasa Sukma Bu Arni bisa kembali.""Tapi, kenapa bisa tertarik Pak? Emang ada apa di gudang itu?" sahut Papah."Rumah ini di selimuti aura kegelapan." Pak Somad mengambil beberapa dupa yang ada di dalam Tas. Kenapa Pak Somad membawa dupa?Pak Somad keluar dan di ikuti oleh ku dan Papah. ia berhenti di depan pintu gudang tepat saat ibu berdiri di depan gudang semalam.Ia menyalakan dupa dan meletakkan di depan gudang. Dupa yang baru saja Pak Somdad letakkan langsung tertarik masuk ke dalam gudang.Aku dan Papah sama-sama terkejut dengan mata membulat sempurna atas kejadian yang baru saja kami lihat. Bagimana visa dupa ittu meluncur masuk ke dalam gudang? semua yang aku lihat tak bisa terfikirkan oleh logika.Pak Somad lalu mendekati kami. "Kalian lihat tadi kan? Mereka bukan mahluk biasa. Aku belum punya persiapan untuk menghadapi mereka."Deg.Apa mahluk itu lebih dari satu? "Apa mereka banyak Pak?" tanya ku spontan."Iya." jawab Pak somad singkat."Tidak ada mahluk mana pun yang lebih kuat dari Tuhan. Jadi, selain berikhtar kepada manusia yang lain, kita juga harus meminta perlindungan dari Tuhan. Tuhan lah obat segala penyakit dan pelindung alam semesta." ucap Pak Somad meneduhkan.Benar apa kata Pak Somad. Mungkin kami kurang dekat dengan tuhan."baik Pak Somad. Insya allah kami akan memperbiki hidup kami jauh lebih baik." balas Papah degan senyum sampul.Aku dan Papah mengantar Pak Somad ke depan rumah karena ia masih banyak urusan yang hrus beliau selesaikan."Terima ksih banyak atas bantuannya Pak." ucap Papah saat berjabat tangan Pada Pak Somad."Sama-sama Pak. Saya pamit. Assalamu'alaikum." ucap pak somad."waalaikum salam." jawab kami berdua serempat.Pak Somad menaiki motornya dan pergi menonggalkan rumah kami. Akku dan Papah belum beranjak sampai Pak Somd hilang di persimpangan jalan.Aaaakkkkkhhh..Aku dan ayah saling pandang dan berlari masuk saat mendengar teriakan Mamah.bersambung.....Kami bergegas masuk ke dalam rumah dan menghampiri Mamah yang ada di kamar. Tapi kenapa tak ada apapun yang terjadi? Bahkan Mamah masih sangat tenang di alam bawah sadarnya."Apa benar itu tadi suara Mamah Pah?" Seketika aku meragukan apa yang aku dengar tadi.Papah mengendikkan bahunya ke atas. "Ya udah kamu nggak usah mikirin masalah itu. Kamu pergi aja jemput adik-adik mu dan Papah akan menjaga di sini."Karena kondisi Mamah jauh lebih baik dari semalam, aku pun menjemput kedua adik ku untuk pulang.Sebenarnya aku berat untuk kembali pulang. Tapi aku tak punya pilihan saat kondisi Mamah seperti ini.Tak ada pertanyaan yang nenek ku tanyakan karena kami sepakat untuk tak memberitahu tentang masalah yang ada di rumah kontrakan kami.Saat ingin memasuki rumah, Qinar tampak bersembunyi di belakang Syakila. "Ada apa Qin?" tanya Syakila bingung dengan sikap Qinar."Qinar takut sama ibu itu Kak." ucap Qinar dengan tubuh gemetar. Qinar menunjuk pintu depan rumah. Aku mengerutkan kening. "
Semakin lama Qinar mengerang kesakitan. Aku tak tega mendengar ia mengerang seperti itu. Syakila yang sudah tertidur kembali terbangun karena suara Qinar yang mmegerang kesakitan cukup keras."Qinar kenapa sih kak?" tanya Syakila dengan suara serak khas bangun tidur."Aku juga nggak tahu Sya, Qinar demam dan mengeluh sakit di pinggang. Apa tadi saat di rumah Nenek Qinar jatuh atau terkena apa gitu sampai punggungnya memar dan membiru.Syakila mengerutkan kening. "Memar? tapi kenapa kak? setahu ku Qinar nggak jatuh deh pas di rumah nenek."Penjelasan Syakila semakin membuat ku bingung. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa Qinar mengalami luka memar seperti itu?Karena penasaran Syakila pun menyingkap baju belakang Qinar dan betapa terkejutnya kami saat luka memar itu berubah menjadi hitam. Bahkan demamnya semakin tinggi.Kepanikan tak bisa aku sembunyikan lagi karena itu sangat tidak wajar. Mau tak mau aku harus membangun
Aku dan Papah menunggu kedatangan Om Angre di ruang tamu. Rasa cemas dan rasa bersalah menyelimuti hati. Karena rasa takut yang berlebihan membuatku tak bisa berfikir jernih sampai membuat Mamah menghilang. Setelah sekian lama menunggu, Om Angre pun datang. Tampak raut wajah cemas menghiasi wajah tampannya itu. "Gimana Mas, Mbak Jihan udah ketemu?" tanya Om Angre cemas."Belum. Aku sudah mencarinya di semua sudut rumah. Namun, aku belum menemukannya." jawab Papah dengan wajah frustasi."Apa kalian sudah mencarinya di halaman belakang?""Bagaimana dia bisa pergi ke halaman belakang kalau pintunya saja terkunci dari dalam." jawab Papah.Aku menghela nafas dalam dan menghembuskannya secara perlahan. "Nggak ada salahnya juga kalau kita cari Mamah di halaman belakang Pah." sahutku. Entah mengapa aku memiliki feelling kalau Mamah ada disanaOm Angre manarik nafas dalam dan berkata, "Baiklah. Kita akan mencari Kak
Pov AuthorKarena kondisi sang kakak yang belum sadarkan diri, Angre memutuskan untuk menginap dirumah itu.Kejadian tentang kotak usang yang ia temui diatas plafon selalu menghantuinya. Dan tak jarang mimpi tentang kotak usang itu juga menghantuinnya.Ia menarik nafas dalam dan menghembuskannya secara perlahan. Karena saat ini tak ada cukup ruang untuk Angre tidur, ia memutuskan untuk merebahkan diri sebentar diatas sofa ruang tamu.Waktu baru menunjukkan pukul setengah empat dini hari. Sambil menunggu adzan subuh, ia memutuskan untuk memejamkan matanya krena cukuo lelah mencari kakak kandungnya yang sempat menghilang.Saat ingin memejamkan mata, Angre mendengar seseorang berbicara tepat ditelingannya. 'Kembalikan rumahku!' Tubuhnya meremang. Ia berdigik ngeri karena suara yang ia dengar itu cukuo mengerikan.Ia kembali terperanjat saat mendengar sura ketukan pintu yang ada di pintu belakang. Katena tak mempunyai keber
Lukman sudah berada dikediaman keluarga pemiilik rumah yang ia kontrak saat ini.Ada rasa ragu yang Lukman rasakan. Ia takut akan menyinggung perasaan keluarga. Tapi, ia juga tak punya pilihan lain karena keluarganya juga mengalami masalah semenjak menempati rumah itu."Maaf Pak kalau saya berkunjung kesini pagi-pagi sekali. Saya mau menanyakan soal rumah yang say sewa." ucap Lukman to the point.Pria paruh baya yang bernama Mahmud itu mengerutkan kening. "Rumah? ada apa dengan rumah itu pak?" tanya Mahmud karena belum tahu apapun tentang teror rumah yang Lukman alami."Maaf kalau saya menyinggung tentang pemilik rumah yang kami tinggali itu. Sejak kelurga saya pindah kerumah itu, banyak hal yang nggak bisa dicerna pakai logika. Kami mengalami gangguan Pak. Bahkan, semalam istri saya juga hampir hilang. Apa ada yang bapak sembunyikan mengenai rumah itu?" tanya Lukman sopan.Mahmud menghembuskan nafas pelan. Ketakutannya seketika
Lukman sudah membawa Qinar untuk pulang kerumah kontrakan. Hari ini tubuhnya sangat lelah. Semalaman ia tak tidur hanya karena menjaga sang istri. Dan paginya sudah harus disibukkan dengan masalah yang sebenarnya ia tak mengerti.Angre yang melihat kedatangan sang kakak itupun menghampirinya. "Bagaimana Mas? Apa udah ketemu jawabannya?" tanya Angre antusias. Lukman membulatkan mata dan melirik ketiga anaknya yang berjalan bersama. Mengetahui kode itu, Angre tak meneruskan pertanyaannya. Ia tahu jika Lukman tak ingin ketiga anaknya menjadi takut. Syakila mengerutkan kening melihat kode mata yang dilakukan sang ayah kepada Angre. "Om Angre kok ada disini? Om Angre sama Papah bicara apa? Apa ada yang kalian sembunyikan?" tanya Syakila penasaran. "Enggak. Papah cuma mau ngobrol aja. Kamu temenin Qinar kekamar. papah mau ngobrol soal pekerjaan saya Om Angre. Syakila tak curiga sama sekali. Ia pergi bersam
keesokan harinya, Angre satang bersama Ustad Yusuf. Sama dengan apa yang dulu Ustad Somad datang pertama kali di rumah itu.Ia berdiri di depan rumah sangat lama. "Silahkan masuk Ustad Yusuf." pinta Angre ramah.Ustad Yusuf menghembuskan nafas besar. "Apa kalian serius tinggal dirumah ini?" tany Ustad Yusuf.Angre mengerutkan kenning. "Maksudnya gimaba ya Ustad? Sebaiknya Ustad masuk dulu. Pak Lukman ada didalam sama istrinya." ucap Angre.Ia merasa jika Ustad Yusuf tahu rahasia dirumah ini.Angre mengantar Ustad Yusuf untuk bertemu dengan Jihan.Yusuf mengerutkan kening melihat Jihan. 'Apa yang ada dirambutnya itu? bukankah itu seperti gumpalan rambut?' gumam Yusuf pada dirinya sendiri.Lukman yang melihat Yusuf datang langsung menjabat tangannya. "Assalamu'alaikum Pak. Apa kabar?" tanya Lukman berbasa basi."Waalaikum salam. Aku baik." jawab Yusuf.Setelah berjabat tangan, Yusuf melihat kondisi Jihan yang cukup miris. Tubuhnya tanpak kurus. Bahkan, tulang piipinya tampak sangat jela
keesokan harinya, Angre satang bersama Ustad Yusuf. Sama dengan apa yang dulu Ustad Somad datang pertama kali di rumah itu.Ia berdiri di depan rumah sangat lama. "Silahkan masuk Ustad Yusuf." pinta Angre ramah.Ustad Yusuf menghembuskan nafas besar. "Apa kalian serius tinggal dirumah ini?" tany Ustad Yusuf.Angre mengerutkan kenning. "Maksudnya gimaba ya Ustad? Sebaiknya Ustad masuk dulu. Pak Lukman ada didalam sama istrinya." ucap Angre.Ia merasa jika Ustad Yusuf tahu rahasia dirumah ini.Angre mengantar Ustad Yusuf untuk bertemu dengan Jihan.Yusuf mengerutkan kening melihat Jihan. 'Apa yang ada dirambutnya itu? bukankah itu seperti gumpalan rambut?' gumam Yusuf pada dirinya sendiri.Lukman yang melihat Yusuf datang langsung menjabat tangannya. "Assalamu'alaikum Pak. Apa kabar?" tanya Lukman berbasa basi."Waalaikum salam. Aku baik." jawab Yusuf.Setelah berjabat tangan, Yusuf melihat kondisi Jihan yang cukup miris. Tubuhnya tanpak kurus. Bahkan, tulang piipinya tampak sangat jela