Home / Horor / Pesugihan Genderuwo / 199. Langkah Memori

Share

199. Langkah Memori

Author: Wenchetri
last update Last Updated: 2025-01-31 17:52:37

"Sampai kapan aku begini!"

Bagas mengusap perutnya yang keroncongan. Sudah berjam-jam dia bertahan di gubuk reyot ini, tapi dia tahu dirinya tidak bisa tinggal di sini selamanya.

"Aku nggak mungkin di sini terus!" keluhnya sambil berdiri dengan tubuh yang sempoyongan.

Kakinya terasa lemah, kepalanya pusing, tapi dia memaksakan diri untuk berjalan meninggalkan tempat berteduhnya. Setiap langkah terasa berat, seperti ada beban tak kasat mata yang menekannya.

Perjalanan ini membuat pikirannya kembali ke masa lalu. Keputusan-keputusan buruk yang dia buat, perjanjian yang dia setujui, dan dampak mengerikan yang kini harus dia tanggung.

Beberapa meter ke depan, matanya menangkap sebuah rumah yang tampak tak asing.

"Itu rumah Ki Praja!" desisnya.

Bagas mempercepat langkahnya. Dia tidak ingin menghampiri rumah itu. Tidak setelah apa yang terjadi terakhir kali.

Namun, saat melintas di dekatnya, tubuhnya tiba-tiba terasa aneh. Dadanya berdenyut sakit, keringat dingin membasahi punggungnya, dan
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Pesugihan Genderuwo   200. Dirinya yang bukan Manusia

    "Lebih baik aku cepat pulang, di sini sudah nggak wajar!"Bagas mempercepat langkahnya. Rasa takut dan was-was menguasai dirinya. Setiap kali dia menoleh ke belakang, dia merasa ada sesuatu yang mengawasinya dari dalam kegelapan.Begitu mencapai perbatasan hutan dan desa, Bagas berhenti sejenak. Napasnya tersengal, keringat dingin mengalir di pelipisnya. Dia menoleh ke kanan dan kiri, memastikan bahwa tak ada warga yang berkeliaran di sekitar."Aku nggak boleh ketahuan!" gumamnya pelan.Di kejauhan, terlihat beberapa rumah penduduk masih menyala dengan cahaya lampu minyak. Malam belum terlalu larut, tapi suasana desa terasa sunyi, terlalu sunyi.Bagas berjalan mengendap-endap menuju rumahnya. Saat sampai di depan, dia melihat batu-batu masih berserakan di teras—sisa amukan warga yang mengusirnya beberapa hari lalu.Dengan hati-hati, dia melangkah masuk seperti maling di rumahnya sendiri."Aman ... Nggak ada warga yang lihat!" bisiknya sambil menutup pintu pelan-pelan.Begitu berada di

    Last Updated : 2025-02-01
  • Pesugihan Genderuwo   201. Tekanan Semakin Kuat

    Pagi yang muram menyelimuti desa. Matahari baru saja naik, tetapi sinarnya terasa suram, seolah enggan menyentuh bumi. Bagas terbangun di lantai dengan tubuh yang terasa kaku. Semalaman dia tertidur di sana setelah menyaksikan perubahan yang terus menghantuinya. Bayangannya sendiri yang bergerak tanpa kendali. Dia menarik napas panjang, mencoba menenangkan pikirannya. "Ah, pagi ini aku harus apa?" gumamnya sambil merenggangkan tubuh. Bagas menatap kedua tangannya. Bulu-bulu kasar masih memenuhi kulitnya, dan wajahnya terasa lebih berat, seperti semakin tua dan berkerut. "Aku nggak bisa terus seperti ini—" Dia menatap sekeliling rumahnya yang berantakan, penuh dengan pecahan cermin dan sisa-sisa amukan frustrasinya semalam. "Aku harus ke ladang! Siapa tahu harapan masih berpihak kepadaku!" katanya pada diri sendiri, mencoba membangun semangat yang hampir musnah. Bagas mengenakan pakaian lengan panjang dan celana panjang, berusaha menutupi bulu-bulu aneh yang terus tumbuh di tub

    Last Updated : 2025-02-02
  • Pesugihan Genderuwo   202. Rumor kutukan

    "Kamu lebih baik pergi dari desa, Bagas!" Bagas terngiang perkataan Mbah Damar. Dia merasa Mbah Damar memang menginginkan dirinya pergi dari desa. "Bagaiamana aku bisa pergi? Aku mau tinggal dimana? sekarang semua udah bukan kaya dulu lagi! Bahkan Ki Praja juga aku tidak tau dimana keberadaannya!" keluh Bagas di tengah perjalanannya ke pasar.Sejak rumor tentang kutukan keluarganya menyebar, dia jarang ke sana. Namun, hari ini dia kehabisan bahan makanan dan terpaksa keluar dari rumah. Saat dia memasuki pasar, suara berbisik-bisik langsung terdengar. Sejumlah pedagang menatapnya dengan tatapan sinis. Seorang ibu-ibu yang sedang memilih sayur berbisik kepada temannya. "Lihat siapa yang datang ... kutukan berjalan." "Berani juga dia muncul setelah semua yang terjadi," sahut yang lain. Bagas berusaha mengabaikan mereka dan berjalan ke lapak sayur milik Bu Sarmi. Namun, sebelum dia bisa membuka mulut, Bu Sarmi buru-buru memasukkan dagangannya ke dalam keranjang dan menatapnya tajam.

    Last Updated : 2025-02-03
  • Pesugihan Genderuwo   203. Tanda Tanya

    "Mas, bangun!" Suara itu terdengar sayup, diiringi sentuhan lembut di pipinya. Bagas mengerjap pelan, merasakan kesadaran yang masih setengah tersadar. Cahaya temaram dari lampu gantung menerangi wajah seseorang yang sedang menatapnya. Ratih. "Ra—Ratih?" Bagas menyipitkan matanya, mencoba menyesuaikan pandangannya yang masih buram. "Kamu kenapa?" tanya Ratih, tangannya terulur menyentuh kening Bagas, seolah memastikan apakah dia demam atau tidak. Bagas terdiam beberapa saat, merasakan sakit yang menjalar di tengkuknya. Kepalanya masih berdenyut, dan tubuhnya terasa lemah. Dia mengedarkan pandangan ke sekitar. Ini… rumah kontrakannya. Bagaimana bisa dia ada di sini? Bukankah tadi dia masih berada di luar, di depan rumah? "Ti—tidak, tidak apa-apa," katanya akhirnya, meskipun suaranya terdengar lemah. Dengan susah payah, dia duduk tegak di kursi kayu. Ratih menghela napas, menatapnya dengan ekspresi yang sulit ditebak. Ada sorot kasihan di matanya. Tanpa berkata apa-apa, dia berba

    Last Updated : 2025-02-04
  • Pesugihan Genderuwo   204. Kebencian Ratih pada Kehamilannya

    "Tunggu, Ratih!" Bagas berteriak saat Ratih perlahan menghilang di tengah derasnya hujan. Hatinya dipenuhi kecurigaan. Ada yang tidak beres. 'Itu bukan anakku ... kan?' Pikiran itu menghantamnya tanpa ampun. Dadanya terasa sesak. Matanya menerawang, mengingat kembali kejadian mengerikan yang pernah terjadi pada Ratih. "Ratih … menjadi syarat pesugihan itu!" Bagas menelan ludah. Napasnya memburu. Sebuah kemungkinan mengerikan terlintas di kepalanya. "Apakah mungkin … itu adalah anak Genderuwo?" Tiba-tiba— GURRRR… DUMMMM! Guntur menggelegar di langit, menyusul kilatan petir yang membelah gelapnya malam. Bagas terlonjak, telinganya berdenging. "Astaga, pertanda apa ini?" desisnya, meremas dadanya yang berdebar hebat. "Jangan-jangan, i—ini benar!" Hujan semakin deras. Pikiran Bagas semakin kacau. Dia harus mengejar Ratih. Dengan gerakan cepat, Bagas meraih jaketnya dan melangkah keluar rumah. Namun, baru saja ia ingin berlari, suara parau menghentikannya. "Bagas,

    Last Updated : 2025-02-05
  • Pesugihan Genderuwo   205. Rasa benci pada diri sendiri

    "Neng, sudah sampai!" Suara tukang becak itu mengingatkan Ratih dari lamunannya. Dia terbangun dengan kaget, tubuhnya basah kuyup akibat hujan deras yang terus mengguyur sepanjang perjalanan. "Terima kasih ya, Kang!" katanya pelan dan lemah. Ratih merasakan dingin menusuk tulang, dan perutnya mulai terasa bergejolak. Bayi di dalamnya seolah-olah menuntut perhatian, meminta makanan, namun Ratih merasa mual hanya dengan memikirkan itu. "Anak ini lapar! Tapi—aku nggak mau makan itu lagi!" keluhnya sambil melihat perut buncitnya. Begitu sampai di rumah kontrakan, Ratih segera masuk dan menutup pintu dengan kasar. Dia menanggalkan pakaian basahnya dan berjalan menuju dapur, berusaha mengalihkan perasaannya. Kehamilannya—yang tak pernah dia inginkan—terus menghantuinya. Bayi itu seperti kutukan yang harus dia tanggung. "Entah, aku nggak mau anak ini lahir!" Perasaan Ratih semakin teriris setiap kali melihat kehamilannya. Perutnya masih menuntut makanan, meskipun hati kecilnya menola

    Last Updated : 2025-02-06
  • Pesugihan Genderuwo   206. Malapetaka diciptakan Bagas

    "Ratih, kenapa kamu selalu menghindar?!" Bagas berjalan lunglai di tengah derasnya hujan. Bajunya sudah basah kuyup, rambutnya lepek menempel di dahi, dan tubuhnya gemetar. Bukan karena kedinginan, tapi karena penyesalan yang menyesakkan dadanya. Dia mengingat kembali masa-masa bahagianya bersama Ratih. Meski mereka hidup di ambang kemiskinan, Ratih selalu berada di sisinya. Dulu, Ratih adalah cahaya dalam hidupnya. Seorang istri yang setia, yang tak pernah mengeluh meskipun hidup mereka penuh dengan kesulitan. Namun, ketulusan itu Bagas sia-siakan hanya karena satu keputusan bodohnya—melakukan pesugihan. Demi uang, demi hidup yang lebih baik, Bagas telah menukar sesuatu yang jauh lebih berharga: cinta dan kebahagiaannya sendiri. Dia berpikir pesugihan akan membawa kemakmuran bagi keluarganya, tapi kenyataannya justru sebaliknya. Ratih berubah. Matanya yang dulu penuh kasih kini dipenuhi ketakutan dan kebencian. Tatapannya yang dulu teduh kini terasa dingin dan kosong. "

    Last Updated : 2025-02-07
  • Pesugihan Genderuwo   207. Dosa Tak terampuni

    "Mana bisa saya memaafkan manusia seperti dia, Bah!" Feri hampir kehilangan kendali. Napasnya memburu, dadanya naik turun menahan luapan emosi yang sejak lama ia pendam. Tangannya menunjuk-nunjuk wajah Bagas, seakan ingin menusukkan setiap kata kebenciannya langsung ke hati pria itu. Bagas tak bergeming. Dia tetap duduk diam, membiarkan hujatan itu menghantamnya. Kyai Ahmad, yang sejak tadi mengamati, mencoba menenangkan situasi. "Feri, istighfar! Jangan begitu. Semua orang bisa berubah. Siapa kita sampai berhak menutup pintu taubat bagi orang lain?" suara Kyai terdengar lembut, tapi tegas. Namun, Feri tak terima. Matanya memerah, penuh dendam yang tak bisa dipulihkan hanya dengan kata-kata. "Nggak, Bah! Dia tidak akan pernah bisa berubah!" teriaknya, tangannya mengepal. Feri mendekat, berdiri tepat di depan Bagas. Rahangnya mengeras, pandangan matanya dingin. Cuh! Ludahnya jatuh tepat di lantai di hadapan Bagas. "Sampai dia mati pun, saya nggak akan pernah memaafkan manusia

    Last Updated : 2025-02-08

Latest chapter

  • Pesugihan Genderuwo   218. Kembar

    "Ini anak apa?" Bagas tercengang, matanya tak berkedip menatap bayi yang baru saja lahir. Tubuh kecil itu hitam legam, ditutupi bulu halus, seperti makhluk yang bukan manusia. "Kyai, anak itu kenapa seperti ini?" suara Bagas bergetar, tangannya gemetar saat menunjuk bayi yang meringkuk di genangan darah bercampur lendir pekat. Bayi itu menggeliat perlahan, mata merah menyala berkedip, sebelum tiba-tiba berubah seperti mata manusia normal. Bagas mundur dengan napas tersengal. "Astaga ... ini anak siapa?" Sementara itu, Kyai Ahmad membaca doa berulang kali, wajahnya penuh keterkejutan. Dia tidak pernah melihat kelahiran seperti ini seumur hidupnya. Di tengah kebingungan mereka, Ratih tiba-tiba menjerit histeris. "Aaa ... sakit!" Dia menarik baju Bagas, cengkeramannya kuat seperti ingin menyalurkan seluruh rasa sakitnya. Matanya terpejam erat, tubuhnya melengkung karena rasa sakit yang luar biasa. "Kyai! Apa Ratih akan melahirkan lagi?" Bagas bertanya panik. Kyai Ahmad tidak l

  • Pesugihan Genderuwo   217. Kelahiran Mengerikan

    "Ratih, bangun!"Bagas berlutut di samping tubuh istrinya yang tergeletak di lantai. Napasnya memburu, matanya terbelalak melihat lengan Ratih yang penuh goresan. Darah sudah mulai mengering di sana."Apa dia mencoba mengakhiri hidupnya, Kyai?" tanya Bagas, suaranya bergetar.Kyai Ahmad berdiri di belakangnya, tatapannya tajam namun penuh ketenangan."Kita harus segera menyadarkannya."Mereka berdua datang ke rumah Ratih setelah mendapat kabar dari ibu pemilik kontrakan yang ditempati Bagas. Wanita tua itu bercerita bahwa Ratih semakin sering bertingkah aneh, bahkan beberapa kali terdengar berbicara sendiri di tengah malam.Bagas tidak bisa tinggal diam. Dia harus memastikan bahwa kehamilan Ratih benar-benar bukan kehamilan biasa."Ratih, bangun!" Bagas menepuk pipi istrinya dengan lembut, namun Ratih tidak bereaksi.Jantungnya berdebar makin kencang."Apa Ratih sudah meninggal, Kyai?"Kyai Ahmad segera berlutut, menempelkan dua jari di leher Ratih untuk mengecek denyut nadinya. Beber

  • Pesugihan Genderuwo   216. Masuk ke tubuh Ratih

    Ratih terkulai lemah. Ada cap tangan kecil yang terlihat di perutnya yang tipis, seakan bayi itu akan segera keluar ke dunia. Dia merangkak ke kamar mandi, duduk dengan tubuh gemetar, merasakan sakit yang luar biasa. "Ah, kenapa sakit sekali!" Matanya mulai kabur. Pandangannya buram, tetapi samar-samar dia melihat sosok berbadan besar berdiri di hadapannya. "Si—siapa?" suara Ratih bergetar. Sosok itu hanya diam. Tangan besarnya terlihat menyeramkan, dengan jari-jari yang panjang dan hitam. Ratih yakin itu bukan manusia. Ketika tangan besar itu hendak menyentuhnya, tiba-tiba bayi di dalam perutnya bereaksi dengan ganas. Rasa sakit semakin menusuk, membuatnya ingin berteriak, tetapi suaranya tertahan di tenggorokan. Ratih mencengkeram lantai kamar mandi yang dingin, tubuhnya bergetar hebat. Dia merasakan perutnya berguncang seperti ada sesuatu yang ingin keluar, bukan dengan cara yang normal. Sosok besar itu semakin mendekat, mengulurkan tangannya ke arah perut Ratih yang

  • Pesugihan Genderuwo   215. Suara mengerikan

    Ratih terengah-engah, tubuhnya gemetar hebat. Matanya memandang ke arah bayangan dirinya di cermin. Tatapan merah menyala itu bukan lagi miliknya. Itu adalah mata seorang pemangsa. "Aku seperti ... Mas Bagas!" gumamnya, nyaris tak percaya. Dia mengingat betul bagaimana Bagas dulu. Setelah menerima berkah pesugihan, suaminya menjadi sosok yang haus darah, makan daging mentah dengan lahap, dan sering kali kehilangan kendali atas dirinya sendiri. Tapi Bagas masih bisa bertahan, sedangkan dirinya? Dia lebih buruk. Jauh lebih buruk. Ratih memejamkan mata, berharap ini hanya mimpi buruk. Tapi sensasi menjalar di tubuhnya terlalu nyata. Kengerian itu terlalu jelas. Kepalanya terasa berputar, mulutnya masih dipenuhi sisa darah kepala kambing yang tadi dia makan. "Aaaah!!!" Teriaknya tiba-tiba. Dia menjambak rambutnya, menariknya dengan kasar seakan ingin merobek kepalanya sendiri. Namun, itu tak cukup. Dia butuh lebih dari sekadar kesakitan biasa untuk melepaskan diri dari penderit

  • Pesugihan Genderuwo   214. Kepala Kambing

    "Neng, bangun!" Suara familiar terdengar di telinga Ratih. Tubuhnya sedikit diguncang. Mata Ratih terbuka dan melihat seorang lelaki di depannya. "Siapa?" tanyanya. Mata Ratih masih samar, tetapi suara itu terdengar tidak asing. Itu adalah tukang becak yang sering dia temui. "Neng, kamu kenapa?" "Iss, kepalaku sakit! Ada apa, Kang?" tanya Ratih masih terlihat lemas. Tukang becak itu memberikan bungkusan kepada Ratih. "Ini barangnya tertinggal." "Oh, makasih, letakkan saja di atas meja!" ucap Ratih sambil memegangi kepalanya. Setelah itu, tukang becak itu pamit untuk pulang. Namun, dia tampak terkejut melihat Ratih. Bahkan, dia gemetar saat meletakkan bungkusan itu. "Apa itu benar-benar kepala hewan?" katanya pelan hampir tak terdengar Ratih. Bukannya langsung segera pergi, tukang becak itu tidak bergerak. DIa masih berdiri di tempatnya, menatap Ratih dengan sorot mata penuh ketakutan. "Neng .…" suaranya bergetar. "Isinya itu beneran kepala hewan, ya?" Ratih, ya

  • Pesugihan Genderuwo   213. Babak baru

    "Haha, belum saatnya semua ini berakhir!"Suara itu terdengar mengerikan, lebih dalam dan bergema, seolah bukan berasal dari tenggorokan manusia. Jelas, sosok di hadapan mereka bukanlah Kyai Ahmad yang asli.Bagas menelan ludah, tubuhnya menegang. Sosok itu masih menyerupai Kyai Ahmad, tetapi ada sesuatu yang janggal—cara berdirinya terlalu kaku, dan sorot matanya terlalu tajam, lebih seperti predator yang mengincar mangsanya.Dalam hati, Bagas yakin sosok itu bukan sekadar penyamaran Ki Raden Praja. Bisa saja dia dibantu oleh Genderuwo—makhluk astral yang pernah membantunya dalam pesugihan."Apa yang kamu inginkan?!" tanya Kyai Ahmad tegas, suaranya menggema di dalam pendopo. Tangannya menggenggam tasbih erat-erat, menunjukkan keteguhan hatinya.Makhluk itu menyeringai tipis, sudut bibirnya terangkat dengan cara yang tidak wajar. Perlahan, dia mengangkat tangannya dan menunjuk lurus ke arah Bagas."Kehancuranmu!"Bagas tersentak.Jantungnya seakan berhenti berdetak. Kepalanya terasa

  • Pesugihan Genderuwo   212. Dua Kyai

    "Sepertinya ini sudah di luar kendali!" Kyai mulai mencium bau yang kurang sedap, seperti ada sesuatu yang telah dilakukan di pendoponya. "Saya serius, Kyai. Sejak tadi saya bicara dengan Kyai, dengan segala keluh kesah saya!" Bagas mencoba meyakinkan Kyai Ahmad. "Ya, Nak Bagas, saya percaya hal itu. Mungkin saja ini kerjaan orang iseng yang membuat kita terpecah belah," jelas Kyai sambil terus memandang kamar tersebut. Bagas mencoba mencerna setiap kejadian, namun dia tidak menemukan cela sedikit pun. Semua gaya bicara dan kebijaksanaan Kyai membuatnya bingung, tak tahu mana Kyai yang asli. "Jelas ini pasti ulah Ki Praja. Dia bisa berubah jadi apa saja—bahkan mungkin saat ini bisa saja dia berubah jadi Feri atau kembali berubah seperti Kyai!" gumamnya pelan. Feri yang merasa tatapan Bagas begitu tajam padanya langsung mengumpat."Heh, apa yang kamu lihat?" tanyanya dengan nada ketus."Tidak—" Bagas mencoba menjawab, tetapi Feri langsung memotongnya."Jangan bohong, Mas Bagas! S

  • Pesugihan Genderuwo   211. Tidak ada Tanda

    'Astaga, apa lagi kejadian ini? kenapa ... kenapa buat aku bingung?' batinnya. Tadi, dia baru saja berbicara dengan Kyai Ahmad di Pendopo. Mereka membahas kutukan yang mengalir di darahnya—kutukan yang berasal dari kakeknya, Wartono. Setelah mendengar cerita mengerikan itu, dia pulang dengan kepala penuh kekhawatiran. Namun, ketika masih di dalam perjalanan pulang, dia justru bertemu Kyai Ahmad lagi. Bagas merasa sekujur tubuhnya dingin. "Astaga, siapa yang tadi bersamaku di Pendopo?" batinnya. Kyai Ahmad yang ada di hadapannya sekarang menatapnya dengan penuh keheranan. "Ada apa, Nak Bagas?" suara Kyai itu terdengar tenang, tapi ada sedikit nada curiga. Bagas menatapnya dengan keraguan. "Kyai ... bisa kah ikut sebentar dengan saya?" tanyanya dengan suara gemetar. Kyai Ahmad mengernyit. "Ada apa memangnya, Nak Bagas?" Bagas tak langsung menjawab. Pikirannya terlalu kacau. Tadi dia berbicara dengan Kyai Ahmad di Pendopo milik Kyai, mendengar tentang kutukan, merasa semakin terp

  • Pesugihan Genderuwo   210. Kutukan dari Ki Raden Praja

    "Ya. Kemungkinan buruk lainnya, anak itu memiliki sifat iblis!" Bagas dan Kyai menceritakan kehamilan Ratih yang mungkin akan membahayakan bagi manusia. "Aku yakin! kamu tau akan seperti ini, Nak Bagas!" kata Kyai. Bagas menghela napas panjang. "Ya. Aku udah menduganya, Kyai! Karena akulah hal ini menimpa Ratih! ini memang kebodohanku!" jawab Bagas sambil tertunduk menyesal. "Aku juga yakin, bahwa tubuhmu sekarang ini telah di gerogoti oleh sesuatu!" ucap Kyai sambil menatap Bagas dengan prihatin. "Bagaimana Kyai tau?" tanya Bagas mulai tertarik dengan ucapan Kyai. karena dia memang telah ingin menemui Kyai Ahmad dan membicarakan persoalan bulu-bulu halus yang ada di badannya. "Aku udah mengira akan terjadi seperti itu, Bagas! Karena dulu aku pernah menemukan pasien yang seperti itu!" jawab Kyai. Bagas langsung menaikan kepalanya. dia semakin tertarik dengan ucapan Kyai Ahmad. "Lalu, apa Kyai bisa menolong orang itu?" tanya Bagas. "Tidak—" jawaban singkat Kyai. "Aku tidak

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status