Share

122. Ragu

Author: Wenchetri
last update Last Updated: 2024-12-21 19:16:19

Keputusan Bagas untuk membantu membawa sedikit kelegaan bagi Ratih dan Kyai Ahmad. Namun, mereka tahu bahwa langkah ini hanyalah awal, dan Bagas masih melangkah dengan setengah hati.

Kyai Ahmad menarik napas panjang, berusaha memberikan ketenangan. “Nak Bagas, langkah pertama yang harus kita lakukan adalah menyusun strategi. Kita harus mendekati jimat itu tanpa menarik perhatian Genderuwo. Dia pasti akan merasakan jika kita mencoba mengusiknya. Karena itu, saya membutuhkan keberanian mu untuk membantu mengalihkan perhatiannya.”

"Bukannya, jimat itu udah ada sama kalian?" tanya Bagas.

"Iya. Ini jimat yang lainnya udah sama aku, Mas! Tapi ini bukan satu-satunya jimat yang kamu punya, kan?" Ratih mencecar ucapan Bagas.

"I—iya, kamu benar!" sahut Bagas melemah.

"Kali ini aku nggak akan tertipu lagi sama kamu, Mas! Cukup waktu itu aja, kamu menipu kami berdua!" Pekik Ratih.

"Iya, maaf!" jawab Bagas dengan singkat.

Kyai kembali memberikan instruksi kepada Bagas. "Nak Bagas kamu harus
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Pesugihan Genderuwo   123. Pusaran

    Ratih duduk di samping Bagas. Dia mencoba tegar, meski hatinya berdebar. Bagas tampak gelisah. Tangannya menggenggam sajadah erat. Wajahnya pucat, pikirannya kacau. Doa-doa terus terdengar. Namun, ketakutan Bagas semakin membesar. Tiba-tiba, tubuh Bagas menegang. Sekujur tubuhnya terasa panas, seolah ada api yang menyala di dalam dirinya. “Panas … panas!” jerit Bagas, memegang dadanya dengan erat. Ratih segera mendekat, panik melihat suaminya menggeliat kesakitan di lantai. “Mas! Mas, ada apa?!” tanyanya dengan suara gemetar. Bagas mulai berguling-guling di lantai, mencoba mengatasi rasa sakit yang menyerang. “Panas! Tolong … aku nggak kuat!” suaranya memekik, memecah keheningan malam. Kyai Ahmad, yang mendengar teriakan itu, segera masuk ke dalam rumah bersama salah satu muridnya. “Ada apa ini?!” tanyanya, melihat Bagas yang tubuhnya kini dipenuhi bintik-bintik merah seperti bekas luka bakar. “Dia kesakitan, Kyai! Tolong Mas Bagas!” seru Ratih sambil memegangi suaminya yang t

    Last Updated : 2024-12-21
  • Pesugihan Genderuwo   124. Pertanyaan Berat Bagas

    "Mas, kamu udah sadar?”Ratih mengelus kening suaminya dengan lembut. Napasnya mulai tenang, meskipun rasa khawatir masih membayangi. Kejadian ketika Bagas muntah darah tadi siang adalah mimpi buruk yang tak pernah ingin dia ulangi. Meski begitu, di hatinya masih ada sisa kecewa yang sulit disembunyikan.Bagas bersandar di ranjang, tubuhnya terlihat lelah. Pandangannya mengitari ruangan, menatap rumah yang belum berubah, seolah mencari sesuatu yang hilang.Malam itu, di tengah suasana hening, Ratih sibuk merapikan catatan kecil berisi petunjuk dari Kyai Ahmad. Bagas duduk di meja makan, wajahnya penuh dengan keraguan dan kekhawatiran.“Ratih, apa kamu yakin ini jalan yang benar?” Suaranya pelan, nyaris seperti bisikan.Ratih menghentikan kegiatannya. Tatapannya mengarah pada suaminya, penuh kelembutan tapi tegas. “Kamu masih meragukan ini, Mas?”“Bukan itu…” Bagas mencoba menjawab, tetapi suaranya goyah. “Aku hanya berpikir… bagaimana kalau kita malah membuatnya semakin marah? Genderu

    Last Updated : 2024-12-22
  • Pesugihan Genderuwo   125. Pertempuran Batin Bagas Kembali

    Bagas duduk di kursi dekat jendela, menatap keluar ke arah halaman yang gelap. Angin malam berhembus pelan, menggoyangkan dedaunan di pohon mangga yang berdiri kokoh di sudut pekarangan. Namun, ketenangan malam itu tidak bisa meredakan kekacauan dalam pikirannya.“Masih kepikiran soal jimat itu, Mas?” suara lembut Ratih memecah keheningan. Ia berdiri di ambang pintu, membawa segelas air putih.Bagas tidak menjawab langsung. Dia hanya menghela napas berat, menggenggam gelas yang disodorkan istrinya tanpa benar-benar ingin meminumnya.“Aku nggak tau, Tih. Aku nggak tau apa yang benar lagi,” gumamnya akhirnya, suaranya rendah, nyaris tenggelam dalam keheningan malam.Ratih duduk di sebelahnya, menatap suaminya dengan tatapan penuh iba. “Mas, nggak ada yang salah kalau kamu merasa takut. Tapi kita harus menghadapi ini. Bersama.”Bagas tersenyum kecil, meskipun senyum itu tidak mencapai matanya. “Kamu bilang ‘bersama,’ tapi aku yang memulai semua ini, Tih. Aku yang bawa Genderuwo itu ke r

    Last Updated : 2024-12-22
  • Pesugihan Genderuwo   126. Ratih Berusaha Meyakinkan

    "Tenangkan dirimu, Mas!"Ratih mendekat, duduk di samping suaminya yang terlihat letih. Wajah Bagas yang biasanya penuh percaya diri kini tampak kosong, seperti kehilangan arah. Hembusan angin malam yang masuk dari jendela membuat ruangan itu terasa dingin, namun tidak sedingin perasaan di hati Bagas.Ratih memandang wajah suaminya dengan penuh kasih, meskipun di hatinya ada rasa kecewa yang sulit disembunyikan. 'Mas maafkan aku kalau aku nggak bisa sepenuhnya percaya sama kamu! Karena semua ini, rasa kecewa ini, masih semakin menyesakkan diriku!' batin Ratih mengeluh dengan rasa kekecewaan.Dia tahu betul perjuangan suaminya, tetapi dia juga tahu bahwa keputusan Bagas untuk mengambil jalan pesugihan telah membawa mereka pada kehancuran yang lebih besar.“Bagas,” suara Ratih lembut namun tegas, memecah keheningan. “Aku tauu ini berat. Aku tau kamu merasa seperti kehilangan segalanya. Tapi, apakah semua ini benar-benar milik kita? Atau hanya milik Genderuwo yang dipinjamkan sementara

    Last Updated : 2024-12-22
  • Pesugihan Genderuwo   127. Ketakutan dan Kosenkuensi Bagas

    "Astaga ini semakin bertambah banyak!" Bagas duduk di sudut kamar, memandangi cermin di depannya. Pendaran lampu kecil membuat wajahnya terlihat pucat, namun yang menarik perhatiannya bukanlah lelah yang terpancar dari matanya. Di bawah lengan kirinya, garis-garis merah gelap mulai muncul, menjalar perlahan seperti akar pohon yang menancap ke dalam kulit.Dia mengusap tanda itu dengan jari-jarinya, berharap rasa sakitnya akan hilang. Tapi justru sebaliknya, sensasi panas seperti api menjalar hingga ke dadanya. Bagas menggigit bibir, menahan rasa sakit agar tidak mengeluarkan suara."Ini ... apa yang sedang terjadi pada tubuhku?" gumamnya pelan, suaranya bergetar. Dia tidak berani memikirkan jawaban atas pertanyaannya sendiri.Bayangan Genderuwo tiba-tiba melintas di pikirannya, tawa serak makhluk itu menggema seperti sebuah ejekan. “Apa kau pikir kau bisa lepas dariku, Bagas? Kau sudah menjadi bagianku.”Bagas menarik napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. Dia berdiri dan melan

    Last Updated : 2024-12-22
  • Pesugihan Genderuwo   128. Bagas Mengutarakan Ketakutannya kembali

    Malam semakin larut. Hening terasa mencekam di rumah kecil mereka. Angin malam bertiup perlahan, sesekali membuat jendela kayu berderit. Ratih masih duduk di ruang tamu, menggenggam tasbih, membaca doa pelan. Sementara itu, Bagas mondar-mandir di dalam kamar, kepalanya penuh dengan pikiran yang berkecamuk. "Ratih," panggil Bagas akhirnya, suaranya hampir tidak terdengar. Dia berdiri di ambang pintu, wajahnya kusut. Ratih menghentikan doanya dan menatap suaminya. "Ada apa, Mas?" Bagas mendekat, duduk di kursi di hadapannya. Ia menunduk, tidak berani menatap istrinya langsung. "Kalau semua ini gagal... kalau Genderuwo itu membalas dendam, apa yang akan kita lakukan?" Ratih menghela napas panjang. Ratih menatap suaminya dengan tatapan penuh keyakinan, mencoba memberikan ketenangan. "Kita nggak akan gagal. Kyai Ahmad sudah memberikan kita doa dan perlindungan. Kita hanya perlu percaya." "Tapi percaya saja tidak cukup," balas Bagas, suaranya meninggi sedikit. Bagas bangkit berd

    Last Updated : 2024-12-22
  • Pesugihan Genderuwo   129. Langkah Kecil Bagas membawa keyakinan

    Bagas duduk di depan meja kayu tua yang terletak di sudut ruang tamu. Di hadapannya, Ratih dengan sabar menyusun perlengkapan doa yang diberikan oleh Kyai Ahmad. Ucapan dzikir lirih terdengar dari mulut istrinya, menciptakan suasana yang tenang namun sarat dengan ketegangan.Malam itu, setelah semua kejadian yang mencekam, Bagas akhirnya memutuskan untuk tidak lagi menghindar. Dia tahu bahwa keputusannya untuk menghentikan pesugihan adalah langkah yang benar, tetapi rasa ragu masih terus menghantui.“Bagas,” panggil Ratih dengan lembut, membuyarkan lamunannya. “Kamu mau bantu aku mengatur ini?”Bagas memandang istrinya sejenak, lalu mengangguk. “Apa yang harus aku lakukan?”“Susun ini,” jawab Ratih sambil menyerahkan kain putih yang harus dilipat dengan cara tertentu. “Kyai Ahmad bilang ini penting untuk perlindungan kita.”Bagas menerima kain itu dengan hati-hati. Meskipun tangannya gemetar, diaa mencoba fokus pada tugas yang diberikan. Ada sesuatu yang menenangkan dari melihat Rat

    Last Updated : 2024-12-22
  • Pesugihan Genderuwo   130. Dukungan Keluarga

    "Kau pikir doa-doa itu akan menyelamatkanmu, Bagas?” Suara berat Genderuwo itu berbisik di telinga Bagas saat dia terbangun di tengah malam. “Aku sudah menanamkan diriku di dalam hidupmu. Kamu tidak akan pernah bebas dariku.” Bagas terbangun dengan napas tersengal, tubuhnya dibasahi keringat dingin. Dia melihat Ratih masih tertidur di sampingnya, wajahnya tampak damai meski dia tahu beban yang mereka pikul sama beratnya. Dengan hati-hati, Bagas bangkit dari tempat tidur dan berjalan ke ruang tamu, mencoba menenangkan pikirannya. Namun, di sudut ruangan yang gelap, dia merasa seolah-olah ada sepasang mata mengawasinya. Bayangan gelap bergerak cepat, dan suara tawa pelan terdengar. Bagas memejamkan matanya, menggenggam erat kedua tangannya. “Aku nggak bisa terus seperti ini,” gumamnya lirih. "Ini semakin menyesakkan napas. Gerakan semakin menyempit." Pagi harinya, Ratih menyadari perubahan di wajah suaminya. Kantung matanya tampak lebih dalam, dan tubuhnya terlihat lebih lem

    Last Updated : 2024-12-23

Latest chapter

  • Pesugihan Genderuwo   258. Pembalasan

    “Wuh, enak sekali ya, tubuhnya harum,” gumam Indra sambil menjilat bibirnya sendiri. Langkahnya menelusuri jalan setapak di tengah hutan yang gelap dan sunyi. Hutan itu menjadi saksi bisu atas perlakuan bejatnya terhadap Ratih. Indra tak bisa menghilangkan bayangan wajah Ratih dari kepalanya. Senyuman Ratih, tubuhnya, tatapannya—semua masih melekat kuat dalam pikirannya. “Wajah itu... sangat cantik,” gumamnya pelan. Dia menyeringai puas, tenggelam dalam lamunannya, hingga tanpa sadar... SROK! “Auh!” teriaknya. Tubuhnya terperosok masuk ke dalam lubang cukup dalam, tubuhnya membentur tanah keras. Kaki kanannya terasa nyeri luar biasa, seperti terkilir atau mungkin patah. “Brengsek! Bagaimana bisa aku nggak lihat lubang ini?” makinya sambil mencoba berdiri. Tapi begitu berat. Kakinya benar-benar tidak bisa menopang tubuhnya.Dia mulai berteriak. “Tolong! Siapa saja, tolong aku! Aku jatuh!” Namun siapa yang akan mendengarnya di tengah hutan lebat dan gelap seperti ini? Hanya sua

  • Pesugihan Genderuwo   257. Kejadian Pilu

    "Pak, tolong selesaikan rumah ini!" Ratih menyerahkan sejumlah uang kepada seorang pekerja bangunan. Namun, pria itu menolak dengan halus. "Maaf, Mbak. Saya nggak bisa melanjutkan ini," katanya sambil terus menatap pondasi rumah yang dulu pernah dikerjakan oleh almarhum Bagas. Ratih menyilangkan lengannya. "Kenapa, Pak? Apakah uangnya kurang? Kalau soal uang, saya bisa menambahkannya beberapa bulan lagi. Saya harus kerja dulu." Tapi, pria itu terlihat gugup dan ketakutan. "Bukan itu masalahnya, Bu. Maaf, saya benar-benar nggak bisa," ujarnya sambil terburu-buru pergi, meninggalkan Ratih yang masih berdiri kebingungan. "Ada apa dengannya?" gumam Ratih. Raut wajah pria itu seperti seseorang yang baru saja melihat sesuatu yang sangat mengerikan.*** Beberapa hari kemudian, Ratih tetap berusaha mencari pekerja bangunan lain yang mau menyelesaikan rumahnya. "Bagaimana ini? Semua orang menolak. Nggak ada yang mau mengerjakan rumah ini. Bagaimana kalau apa yang dikhawatirkan Mas Baga

  • Pesugihan Genderuwo   256. Ratih dan Anak Kembarnya

    "Jagat... Kala, hentikan!"Suasana begitu mencekam.Ratih berdiri dengan tubuh gemetar, matanya tak bisa lepas dari pemandangan mengerikan di hadapannya. Jagat dan Kala sedang melahap beberapa kambing hidup. Daging dan darah segar berceceran, memenuhi tanah kandang ternak.Mereka seperti binatang buas yang kelaparan. Tidak—mereka lebih dari itu. Mereka bukan lagi manusia sepenuhnya.Walaupun Kala tampak lebih normal, tetap saja sifat iblis mengalir dalam darahnya, sama seperti Jagat, kakaknya.Kala menoleh dengan mulut berlumuran darah."Ini enak, Bu. Mau coba?"Suara itu tidak keluar dari mulutnya—suara itu menggema di dalam kepala Ratih.Ratih melangkah mundur, tangannya mencengkeram dadanya yang terasa sesak. Mata kedua anaknya semakin tajam, semakin menyeramkan.Dan yang lebih menakutkan—mereka bahkan tidak ragu untuk menyerangnya."Jagat... Kala! Hentikan perbuatan kalian!"Ratih berteriak, suaranya menggema di kandang ternak milik seorang warga yang baru saja pindah ke desa Sumb

  • Pesugihan Genderuwo   255. Gila?

    "Jangan...!"Napas Ratih memburu, memenuhi ruangan yang kini terasa semakin sempit. Tubuhnya gemetar hebat, peluh membasahi pelipisnya."Tidak mungkin... Ini tidak akan terjadi!"Ratih berdiri dari duduknya dengan tergesa, tangannya meraih teko air di atas meja dan meneguk beberapa gelas sekaligus. Namun, rasa sesak di dadanya tak kunjung mereda."Mimpi itu datang lagi!"Tangan Ratih semakin gemetar. Keringat dingin mengalir deras di punggungnya. Kenapa dia selalu bermimpi buruk tentang masa depan? Mengapa bayangan Jagat dan Kala yang berubah menjadi sosok mengerikan selalu menghantuinya?Dia menarik napas panjang, berusaha menenangkan diri. Namun, pikirannya terus berkecamuk."Tidak mungkin ini akan terjadi, kan? Apa yang harus aku lakukan jika semua itu benar-benar terjadi?"Krek!Ratih terperanjat.Suara itu datang dari belakangnya—suara seperti kuku yang mencakar kayu.Krek!Kali ini suara itu semakin jelas. Seolah-olah sesuatu sedang merayap mendekat.Ratih membeku. Tangannya men

  • Pesugihan Genderuwo   254. Amukan massa

    “Bakar rumahnya!”Teriakan itu menggema di sepanjang gang sempit menuju rumah kontrakan Ratih. Puluhan warga dari Desa Sumberarum dan Karangjati berkumpul dengan wajah penuh amarah. Beberapa membawa obor, yang lainnya menggenggam golok, kayu, atau batu. Mereka datang bukan untuk berdialog, melainkan untuk menghakimi."Keluar, Ratih! Jangan sembunyikan lagi anak-anak setanmu itu!"Suara-suara itu semakin mendekat. Ratih yang berada di dalam rumah segera meraih kedua anak balitanya, Jagat dan Kala, lalu berlari ke dalam kamar.“Diam ya, Nak… jangan bersuara,” bisiknya dengan napas memburu.Tangannya gemetar saat membuka lemari pakaian kayu yang mulai lapuk. Dia memasukkan kedua anaknya ke dalam, lalu menutup pintunya pelan."Jangan keluar sampai Ibu bilang, ya?" suaranya nyaris berbisik.Jagat dan Kala menatapnya dengan mata bulat mereka yang hitam pekat. Mereka tidak menangis, tidak bersuara.Ratih menarik napas dalam, lalu berbalik. Di luar, suara warga semakin memanas.Braak! Braak!

  • Pesugihan Genderuwo   253. Rahasia

    Ratih melangkah perlahan memasuki kediaman Kiai Ahmad. Hatinya diliputi kegelisahan, tetapi dia berusaha menenangkan diri. Dua hari telah berlalu sejak Kiai Ahmad dilarikan ke rumah sakit setelah kejadian mengerikan di pendopo. Ratih masih belum bisa melupakan peristiwa itu, terutama sosok dua anaknya yang dia lihat di sana.Namun, kali ini dia memilih diam.Di dalam rumah, dia melihat Kiai Ahmad sedang beristirahat di dipan, tubuhnya dipenuhi perban. Luka-luka yang tampak di lengan dan wajahnya membuat dada Ratih semakin sesak."Kiai, bagaimana keadaannya?" tanyanya dengan suara pelan.Seorang perempuan muda yang duduk di dekat Kiai Ahmad menoleh. Dia adalah anak perempuan Kiai Ahmad, seorang wanita yang terlihat kuat namun tetap lembut dalam sikapnya."Ini sudah lebih baik, Mbak Ratih," jawabnya dengan senyum tipis.Ratih mengangguk. "Syukur alhamdulillah," ucapnya lega, meskipun di dalam hati, dia masih menyimpan banyak pertanyaan.Dia duduk di kursi kayu yang berada di samping tem

  • Pesugihan Genderuwo   252. Hal Yang Aneh

    "Ada apa itu?""Sepertinya dari rumah Pak Windra!"Suara teriakan dari arah ladang membuat Ratih tersentak. Warga desa yang masih berkumpul di pendopo pun langsung menoleh.Beberapa warga segera berlari ke arah sumber suara. Ratih berdiri mematung, tubuhnya seakan tidak bisa digerakkan. Jagat dan Kala masih berdiri di tempat yang sama, menatapnya dengan senyum aneh itu."Ayo-ayo kita kesana!""Iya, ada apa di sana?"Ratih tidak mau tahu. Dia harus pergi ke rumah Pak Windra! Dia harus memastikan.Dengan cepat, Ratih berlari menyusul warga yang sudah lebih dulu sampai. Ketika dia tiba di sana, teriakan histeris memenuhi udara."Ya Allah, Pak Windra!"Ratih menyibak kerumunan dan langsung terkejut.Pak Windra tergeletak di tanah dengan mata membelalak ketakutan. Tubuhnya penuh luka, robek di sana-sini, dan yang paling mengerikan—darah menggenang di sekitar lehernya yang hampir putus.

  • Pesugihan Genderuwo   251. Cerita Bagas Kembali mencuat

    "Aku sudah bilang, suami Ratih itu bukan manusia biasa!""Benar! Aku juga pernah melihat sesuatu yang aneh di rumah mereka dulu.""Apa mungkin dia yang membunuh Feri?"Bisikan demi bisikan memenuhi udara malam yang dingin. Warga Desa Karangjati berkumpul di depan pendopo, membicarakan hal yang selama ini tak pernah mereka ungkapkan dengan lantang. Sosok Bagas, yang dulunya hanyalah seorang lelaki pendiam, kini kembali menjadi pusat ketakutan mereka."Genderuwo!" "Wah, itu makhluk terbesar yang pernah aku lihat di ladang Bagas!" Ratih berdiri tak jauh dari kerumunan, tubuhnya lelah dan wajahnya penuh luka cakaran. Darah yang mengering di pipinya terasa perih, namun lebih perih lagi mendengar namanya dan Bagas disebut-sebut sebagai sumber malapetaka."Aku dengar, Bagas dan Ratih dulu sering bertengkar di rumah mereka.""Dia, katanya Ratih ingin pergi, tapi Bagas tak pernah membiarkannya!""Apa jangan-ja

  • Pesugihan Genderuwo   250. Pendopo

    "Astagfirullah, Kiai!"Ratih mundur beberapa langkah, tubuhnya bergetar hebat.Darah.Darah mengalir di lantai kayu, merembes ke sela-sela papan yang mulai lapuk. Tubuh Kiai Ahmad terkulai di atas tikar dengan napas yang tersengal-sengal.Matanya setengah terbuka, tapi pandangannya kosong."Ya Allah, Kiai! Apa yang telah terjadi!" Seluruh tubuhnya dipenuhi luka. Sayatan panjang di dadanya menganga, dan bekas cakaran mencabik kulit di lengannya.Ada sesuatu yang telah menyerangnya.Ratih menutup mulutnya, rasa mual merayap di tenggorokannya.Ini ulah mereka.Jagat dan Kala."Na—Nak Ratih..."Suara Kiai Ahmad bergetar, nyaris tak terdengar.Ratih buru-buru berlutut di sampingnya, berusaha mencari cara untuk menghentikan pendarahan. Namun, darah terus mengalir, membasahi jubah putihnya."Kiai, bertahanlah!" Ratih menahan air matanya. "Saya akan minta bantuan!""A—anak ... anak mu! ha—harus segera—"Dengan tangan gemetar, Ratih berlari ke luar rumah."Tolong! Ada yang bisa membantu?!"Be

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status