"Bella! Apa kamu ada di dalam," ucap pemilik langkah kaki yang berada di luar gudang itu. "Bella, jawab saya!" teriak nya lagi, mengetuk pintu dengan keras. Mendengar suara yang terdengar tidak asing di telinga ku. Aku berusaha bangkit dan memanggil nya. Dia harus tau jika aku ada di dalam sini. "Om Arga! Tolong Bella," teriak ku lemah. "Bella! Kamu di dalam," tanya om Arga di luar sana. "I-iya, om. Keluar kan Bella dari sini. Bella takut!" balas ku lagi sambil terisak. "Kamu tenang, ya!Sekarang kamu aman, ada saya di sini! Jangan nangis, saya akan mengeluarkan kamu dari sana," ucap om Arga berusaha menenangkan aku dari luar. "Kamu geser ke samping dulu, ya! Saya akan mendobrak pintu nya," aku segera menuruti apa yang om Arga katakan. Dubrak! Om Arga mulai mendobrak pintu menggunakan tubuh nya. Tapi sayang, pada percobaan pertama tidak berhasil. Om Arga kembali mencoba, hingga pada kali ketiga, barulah pintu itu terbuka lebar. "Om Arga," lirih ku. "Bella, kamu ti
Hal yang nampak dalam pandangan ku saat pertama kali membuka mata adalah, wajah tampan om Arga yang masih terlelap di sampingku. Bangun tidur dengan keadaan ku yang berada di pelukan nya, membuat aku bahagia. Apalagi bisa menatap wajah nya saat pertama kali membuka mata. Dengan pelan-pelan, aku berusaha melepaskan tangan nya yang membelit pinggang ku. Aku cukup hati-hati melakukan nya agar dia tidak terbangun. Om Arga pasti kelelahan karena semalam menjaga ku hingga terlelap. "Mau kemana?" Sentak om Arga kembali menarik ku dalam pelukan nya. "Mau siap-siap ke sekolah, om," balas ku kembali berusaha melepas kan pelukan nya. "Jangan di lepas! Biarkan seperti ini sebentar lagi," ucap om Arga kembali membawaku dalam dekapan nya. Aku membiarkan dia melakukan itu, karena aku juga merasa nyaman berada dalam pelukan nya. "Apa kau tau, semalam aku sangat takut saat Rania mengatakan kau belum pulang sekolah. Aku takut terjadi hal-hal yang buruk padamu. Dan ternyata firasat benar," ung
"Bella udah nggak papa kok, om?" ucapku setelah om Arga melarang ku untuk pergi sekolah hari ini. "Tapi saya tetap tidak mengizinkan kamu ke sekolah hari ini," tolak om Arga, menurunkan kakinya hingga menyentuh lantai, kemudian bangkit dari tempat tidur. Aku yang tidak terima segera mengikuti langkah kaki om Arga, dan bergelanyut manja di lengan nya. "Om, Bella ke sekolah hari ini, ya?" rengek ku dengan menampilkan wajah puppy eyes. "Tidak boleh," tolak nya. "Jangan gitu dong, om! Bella Bentar lagi ujian, nggak boleh bolos lagi," ucap ku memperingati om Arga, agar dia mengizinkan aku untuk sekolah hari ini. "Tapi kondisi kamu belum sembuh benar, Bella. Apalagi kejadian kemarin pasti membuat kamu ketakukan, kan?" ucap om Arga mencoba memberiku pengertian. "Kemarin Bella memang takut, tapi sekarang tidak lagi. Sekarang Bella udah baik-baik aja kok, om," balas ku melompat-lompat di depan nya agar om Arga percaya jika saat ini kondisi ku sudah membaik. Dan aku tidak terlalu m
Kedatangan aku dan Rania ke sekolah hari ini, menggemparkan seantero sekolah. Bagaimana tidak! Hari ini om Arga juga ikut bersama kami. Katanya ada hal penting yang harus dia selesai kan. Aku tidak mengerti apa maksud dari ucapan nya? Apakah hal penting yang ingin di selesaikan nya adalah tentang kejadian yang menimpa aku kemarin? Jika memang benar, aku tidak tau bagaimana nasib Stella dan kedua teman nya setelah ini. "Eh! Liat deh! Siapa itu? Ganteng banget," "Iya. Btw kenapa dia bareng sama Rania dan Bella," "Gue nggak tau! Mungkin aja itu kakak nya Rania," "Ya ampun! Gue nggak tau kalau Rania punya kakak seganteng itu. Kalau gitu, gue jadi pengen jadi kakak iparnya Rania," "Iya, gue juga mau, dong! Dia terlihat tampan dan gagah. Kayak nya cocok deh sama gue," Bisik-bisik sekelompok siswi itu terdengar sangat jelas di telingaku. Membuat dada ku seketika bergejolak, terbakar rasa cemburu. Aku tidak suka itu. Aku tidak suka ketika ada wanita lain yang mengagumi om Arga,
"Apa maksud kamu, mas? Kenapa memanggil pria ini dengan sebutan Presdir?" tanya nyonya Mahendra pada suaminya. Wanita itu pasti terkejut, terlihat sekali dari raut wajahnya. "Dia adalah bos di tempat aku bekerja. Dan apa yang kau lakukan tadi? Kenapa kau menghinanya?" tanya tuan Mahendra menekan setiap kalimat yang keluar dari mulutnya, sambil menatap tajam sang istri. "Jika sampai aku kehilangan pekerjaan ku gara-gara kejadian ini, maka kau akan menerima akibat," tambah nya lagi. "Ma-maafkan aku, mas! Aku benar-benar tidak tau," balas nyonya Mahendra penuh penyesalan. "Bukan padaku, sekarang minta maaflah pada Presdir. Berani sekali kau menyinggung nya," Kemudian ketiga wanita yang tadinya mendongak angkuh itu, sekarang terlihat menundukkan kepalanya. Sebenarnya yang lebih besar di rasakan oleh ketiga wanita ini, bukan rasa bersalah dan penyesalan atas perbuatan mereka sebelum nya. Melainkan lebih ke rasa takut akan di pecat nya sang suami dari pekerjaan. "Tu-tuan maafkan
Semenjak hari itu, Stella tidak pernah lagi mengusikku. Dia bahkan selalu menghindar ketika tidak sengaja berpapasan dengan ku. Dan hari-hari yang aku lalui pun mulai terasa aman. Karena tidak ada yang berusaha mencari masalah denganku. Pun dengan om Arga yang semakin hari semakin terlihat perhatian padaku. Dia selalu menghubungi ku setiap saat, memastikan apakah aku baik-baik saja. Atau sekedar menanyakan apakah aku sudah pulang sekolah? Dia terkadang juga menyempatkan waktu di tengah kesibukan nya untuk menjemput ku. Membuat ku selalu di landa kebahagiaan setiap saat. Perhatian demi perhatian yang di berikan nya membuat cintaku tumbuh semakin besar untuknya setiap hari. Membuat aku rasanya benar-benar tidak sanggup jika sampai suatu saat takdir akan memisahkan kami. Om Arga benar-benar telah menempati ruang terdalam di hatiku. Ruang yang belum pernah ada satupun yang berhasil memasukinya. Ruang yang hanya tersimpan namanya saja di sana. Apalagi semenjak kami memutuskan untuk
"Hufft! Sangat melelahkan," ucap Rania begitu menjatuhkan dirinya di atas sofa. Setelah menempuh perjalanan yang lumayan lama, akhirnya kami tiba di rumah. Memang terasa melelahkan tapi, kebahagian terasa sangat nyata bagiku. Dimana kami menghabiskan waktu bersama, dan hubungan aku dan om Arga juga menjadi begitu dekat. Aku merasa, hubungan kami sudah terlihat seperti suami istri pada umumnya. Perhatian dan perubahan sikap nya yang sangat nyata, adalah hal yang tidak pernah aku bayangkan sebelum nya. Dan om Arga mengatakan akan mempublikasikan pernikahan kami setelah aku lulus nanti. Eh! Maksudku mas Arga, hehehe. Jangan sampai setelah ini aku salah menyebut namanya, atau... "Satu kali kamu memanggil saya dengan sebutan 'om'. Maka satu kali hukuman," kalimat yang di ucapkan om Arga semalam masih terngiang dalam ingatanku. "Oh ya. Memang hukuman nya apa?" balas ku ikut menantang. Cup! "Hukuman nya seperti itu! Atau mungkin lebih dari itu," balas om Arga tenang. Lebih d
"Kesalahan terbesar apa yang pernah kau lakukan?" tanya mas Arga. "Mungkin kesalahan terbesar yang pernah Bella lakukan adalan belum bisa membahagiakan papa. Bella sering membantah dengan apa yang papa suruh. Dulu papa selalu mewanti-wanti Bella untuk mengenakan hijab, tapi Bella selalu mengabaikan semua nasehat dan petuahnya," kenang ku dengan apa yang pernah papa ucapkan sebelumnya. "Bella menyesal karena tidak pernah menjadi anak yang baik untuk papa. Bella selalu menjadi beban untuk papa. Itulah sebabnya sekarang Bella berusaha untuk menjadi lebih baik. Bella ingin papa senang melihat perubahan Bella dari atas sana," tambah ku lagi menahan sesak di dada. Apalagi saat aku merasakan kerinduan yang mendalam padanya. Ternyata benar! Rindu yang paling menyakitkan adalah merindukan seseorang yang telah berbeda alam dengan kita. Rindu yang paling menyesakkan adalah saat kau tidak bisa lagi menatap wajahnya untuk melampiaskan rasa rindumu. Jangan kan melihat wajahnya secara nyata, m