Seorang wanita kembali murung dalam diamnya. Hatinya yang semula berusaha tegar, kini tak dapat lagi menepis kepedihan yang kembali mencuat. Hidupnya demikian rapuh bila berurusan dengan pria masa lalunya.
Kebetulan, jam makan siang telah lewat dan booth stand sudah sepi pengunjung. Andhini kini tengah berdiam diri di dalam dapur booth stand nya seorang diri. Andra dan ibunya sedang mengantar beberapa pesanan dalam jumlah partai.
Ingatan Andhini kembali pada kejadian beberapa waktu lalu ketika Akmal dan Arini datang dengan berselang waktu sebentar saja.
Arini menangis di hadapannya.
Menangis untuk apa tepatnya, Andin tak tau.
Hanya menangis dan tak berkata apapun lagi, kemudian Akmal menuntunnya pergi. Pergi sesuai dengan apa yang Andin mau.
Cinta itu masih ada.
Cinta itu masih merekat kuat.
Cinta itu masih menempel erat.
Dan sulit bagi Andini
Siang merambah sore hingga senja kemerahan, terlihat nampak di ufuk barat. Beberapa burung mulai menghias dengan terbang kemana kemari di permukaan sinar senja yang menawan, menciptakan panorama indah selain pelangi.Andhini duduk dengan gelisah di sebuah gedung yang Andin yakini, ini adalah kantor.Siang tadi, seseorang bernama Leon menghampirinya dan mengatakan bahwa majikannya ingin bertemu dan membicarakan sesuatu yang penting bersama Andin. Takut dan resah...... Andin rasakan dalam hatinya. Bagaimana bila majikan yang di maksud pria bernama Leon tadi adalah orang jahat? Andin tak takut pada apapun saat ini. Setelah Haidar di rebut paksa oleh Akmal, separuh jiwa dalam dirinya ikut pergi bersama sang buah hati. Persetan andai nanti Andin di bunuh atau di celakai, bagi Andin bukan hal yang penting lagi bagaimana jalan hidup Andin ke depan. Toh meski Andin hidup hingga saat i
Akmal Sanjaya tengah duduk di ranjang kamar pribadi didalam ruangan kantornya. Kamar mungil yang hanya ada tempat tidur, kamar mandi, meja rias dan satu lemari kecil di sisi meja rias.Pikirannya tengah mengelana jauh memikirkan penolakan demi penolakan yang Andhini berikan padanya.Seperti karma, kini Akmal tak bisa jauh dari Andhini. Resah gelisah senantiasa menemani harinya, menyelimuti jiwanya yang terasa hampa. Kini, Akmal tak tau lagi kemana harus menepi dari lautan rasa bersalah yang menenggelamkannya.Dulu, ketika dirinya masih terikat pernikahan siri dengan Andini, ia tak pernah merasakan hampa hatinya dan kekosongan jiwa seperti ini. Tapi kini, setelah ia terlampau menjatuhkan talak pada Andhini, barulah ia menyadari betapa keberadaan Andhini demikian berperan besar dalam hidupnya.Ia kembali teringat dengan kejadian naas sebelas bulan yang lalu, ketika ia dengan senagaja meninggalkan Andhini yang menangis pilu melepas kepergia
Seumur hidup, Andini tak pernah merasa sebodoh ini. Ia merutuki, bahkan menyumpah serapah dirinya sendiri yang mudah terbuai akan sentuhan pria asing seperti Tristan.Dirinya terdiam beberapa detik, mengembalikan kesadaran yang separuhnya berkelana entah kemana. Tak lama kemudian, Andhini menunduk, menyembunyikan rona merah pada wajahnya."Bagaimana, nona Andini? Kau masih tak percaya dengan apa yang ku katakan?"Suara Tristan yang tegas, mau tak mau membuat Andini mengangkat wajahnya dengan penuh malu. Kedua pipi putihnya kini nampak seperti kelopak sakura yang bertebaran, mendominasi warna sedikit kemerahan yang membuat Tristan merasa geli sendiri dalam hati.Tristan bukan orang bodoh. Entah mengapa, kini dirinya seolah merasakan emosi asing seperti yang pria normal lainnya rasakan terhadap lawan jenis yang mampu memikatnya. Mungkinkah, Tristan jatuh cinta? Oh tidak...... Tris
Andini tak pernah membayangkan hari-harinya akan menemui titik terang hingga sampai pada Jalan ini. Ke-putus asa'an yang semula menggeluti hati dan jiwanya, menguap dengan perlahan. Tak pernah Andhini bayangkan, ia tiba pada masa dimana ia mendapat jalan untuk segera merebut kembali putranya. Akmal Sanjaya...... Entahlah..... Andhini tak ingin memikirkan apa yang akan terjadi pada Akmal. Yang ia tau, saat ini, dulu dirinya hanyalah di jadikan objek pelampiasan nafsu semata oleh Akmal. Tidak lebih. Sebuah kebodohan yang pernah ia miliki dimasa lalu. Dua jam lalu, Masitah menentang habis-habisan keputusannya untuk kembali menjadi istri simpanan. Meski ia merasa tak nyaman dengan situasi ini, tetapi dirinya sudah terlanjur menyetujui kesepakatan antara dirinya dengan Tristan seminggu yang lalu.Beruntung, Andra mendukung apa yang ingin Andini lakukan. Dirinya hanya ingin yang terbaik untuk sa
Saat ini, tiba pada hari dimana janji suci akan Tristan dan Andini gaungkan pada dunia di hadapan Tuhan sang maha pencipta. Setelah dua Minggu yang lalu Tristan telah menyandang gelar muallaf secara legal, kini Andini benar-benar di buat lega tatkala Tristan menepati janjinya beberapa waktu lalu. Menikahi dan memiliki Andini secara legal di mata hukum dan agama. Kini semua ucapan Tristan bukan hanya sekedar bualan semata. Andhini semakin yakin, bahwa Tristan sama sekali tak patut di samakan dengan Akmal. Tak ada pelaminan, tak ada tamu undangan. Acara berlangsung sakral dengan di hadiri dua orang saksi dan wali hakim. Terus terang saja, Tristan tak suka akan keramaian. Apa lagi, Andhini hanyalah istri ke dua. Tristan tak mau keributan yang tak perlu, yang bisa mengancam rencananya. Setelah acara usai, kini.... Andin dan Tristan telah berada di dalam kamar mereka. Tak ada ranjang pengantin bertabur mawa
"Maaf, tuan. Tapi sungguh.... Nyonya Andini memang telah menikah kemarin sore. Akan tetapi untuk kabar siapa yang menjadi suaminya, saya tak bisa menembus keamanan identitas yang pria itu miliki. Sepertinya, pria yang menjadi suami nyonya Andini, bukanlah orang biasa." Demikianlah penjelasan salah satu orang kepercayaan Akmal. Sayangnya, kabar yang di bawanya tak lagi mampu meredam kemarahan Akmal, melainkan semakin memupuk subur kemurkaan yang menggerogoti hati Akmal. Amarah....... Entah melalui celah mana amarah tiba-tiba muncul dan menyelimuti hati Akmal yang memanglah resah dari semula. Ada pedih yang ia rasakan ketika ia mendengar kabar bahwa Andin telah di miliki secara legal oleh orang lain. Beginikah perasaan Andin ketika Akmal tinggalkan dulu? Merasa kehilangan seutuhnya. Beginikah perasaan Arini saat mendengar dan melihat bahwa Akmal telah menikah lagi?
Ini adalah senja ke dua puluh satu semenjak kabar pernikahan Andhini. Akmal memang berubah. Namun perubahannya bukan semakin baik, tetapi justru semakin tak terkendali. Hari-harinya di isi dengan pekerjaan. Sedari pagi hingga malam, ia tak pernah lepas dari laptop dan pekerjaannya. Namun, sesekali ia mendatangi putranya yang diasuh oleh baby sitter khusus yang akmal pilihkan. memandang Haidar, cukup mampu membuat Akmal sedikit tenang. Ketika melewati ruang keluarga, Akmal mendapati Ara bermain dengan bonekanya. Di sampingnya, Arini nampak diam membisu dengan pandangan kosong. Dulu, saat pemandangan ini terjadi, Akmal akan segera menghampiri dan mengisi kekosongan hati mereka. Sayangnya, sekarang tidak lagi. Akmal berubah menjadi tak peduli. Andai beberapa bulan yang lalu, dirinya tak lebih mementingkan Arini dan Ara, mungkin Akmal tak akan kehilangan Andhini seperti sekarang. Keperg
Malam telah larut, seorang wanita masih saja enggan tertidur hingga waktu menunjukkan pukul 23.14. Tak seperti malam-malam sebelumnya, dirinya selalu di temani oleh Tristan, pria yang telah resmi mempersuntingnya. Tristan Liam Shaquille..... Pria itu pamit untuk pulang ke negaranya malam tadi. Kepulangannya tak lama kali ini. Bila sebelum menikahi Andin, dia akan datang ke Indonesia selama dua bulan sekali, tetapi berbeda dengan malam tadi. Tristan hanya menjanjikan waktu seminggu untuk kepergiannya kali ini. Andin benar-benar tak bisa memejamkan matanya. Entah mengapa, bayangan wajah Akmal dan Haidar berkelebat dalam ingatannya. Haidar...... entah bagaimana wajah putranya saat ini. Tristan berkata bahwa ia harus lebih sabar menunggu anak itu. Mau tak mau, Andin harus menurut. Karna hanya Tristan yang saat ini bisa Andin andalkan. Memejamkan mata, sekali lagi Andin meneteskan air matanya lagi. Bayangan penyiksaan yang di lakukan Akmal terhadapnya ketika ia menu