"Maaf, tuan. Tapi sungguh.... Nyonya Andini memang telah menikah kemarin sore. Akan tetapi untuk kabar siapa yang menjadi suaminya, saya tak bisa menembus keamanan identitas yang pria itu miliki. Sepertinya, pria yang menjadi suami nyonya Andini, bukanlah orang biasa."
Demikianlah penjelasan salah satu orang kepercayaan Akmal.
Sayangnya, kabar yang di bawanya tak lagi mampu meredam kemarahan Akmal, melainkan semakin memupuk subur kemurkaan yang menggerogoti hati Akmal.
Amarah.......
Entah melalui celah mana amarah tiba-tiba muncul dan menyelimuti hati Akmal yang memanglah resah dari semula. Ada pedih yang ia rasakan ketika ia mendengar kabar bahwa Andin telah di miliki secara legal oleh orang lain.
Beginikah perasaan Andin ketika Akmal tinggalkan dulu?
Merasa kehilangan seutuhnya.
Beginikah perasaan Arini saat mendengar dan melihat bahwa Akmal telah menikah lagi?
<Ini adalah senja ke dua puluh satu semenjak kabar pernikahan Andhini. Akmal memang berubah. Namun perubahannya bukan semakin baik, tetapi justru semakin tak terkendali. Hari-harinya di isi dengan pekerjaan. Sedari pagi hingga malam, ia tak pernah lepas dari laptop dan pekerjaannya. Namun, sesekali ia mendatangi putranya yang diasuh oleh baby sitter khusus yang akmal pilihkan. memandang Haidar, cukup mampu membuat Akmal sedikit tenang. Ketika melewati ruang keluarga, Akmal mendapati Ara bermain dengan bonekanya. Di sampingnya, Arini nampak diam membisu dengan pandangan kosong. Dulu, saat pemandangan ini terjadi, Akmal akan segera menghampiri dan mengisi kekosongan hati mereka. Sayangnya, sekarang tidak lagi. Akmal berubah menjadi tak peduli. Andai beberapa bulan yang lalu, dirinya tak lebih mementingkan Arini dan Ara, mungkin Akmal tak akan kehilangan Andhini seperti sekarang. Keperg
Malam telah larut, seorang wanita masih saja enggan tertidur hingga waktu menunjukkan pukul 23.14. Tak seperti malam-malam sebelumnya, dirinya selalu di temani oleh Tristan, pria yang telah resmi mempersuntingnya. Tristan Liam Shaquille..... Pria itu pamit untuk pulang ke negaranya malam tadi. Kepulangannya tak lama kali ini. Bila sebelum menikahi Andin, dia akan datang ke Indonesia selama dua bulan sekali, tetapi berbeda dengan malam tadi. Tristan hanya menjanjikan waktu seminggu untuk kepergiannya kali ini. Andin benar-benar tak bisa memejamkan matanya. Entah mengapa, bayangan wajah Akmal dan Haidar berkelebat dalam ingatannya. Haidar...... entah bagaimana wajah putranya saat ini. Tristan berkata bahwa ia harus lebih sabar menunggu anak itu. Mau tak mau, Andin harus menurut. Karna hanya Tristan yang saat ini bisa Andin andalkan. Memejamkan mata, sekali lagi Andin meneteskan air matanya lagi. Bayangan penyiksaan yang di lakukan Akmal terhadapnya ketika ia menu
"Katakan padaku apa ini, Tristan? Katakan padaku siapa wanita ini? Apa kedudukannya di matamu? Lihat......." Celine melempar beberapa lembar foto kebersamaannya bersama Andini sewaktu di Indonesia. "Lihat ini! Tidak cukupkah kau memiliki satu istri? Meski aku bertahan dengan karierku, tetapi aku selalu setia pada satu pria. Katakan padaku, katakan padaku apa kurangnya aku?" Celine murka. Wanita itu histeris di depan tristan. Baru saja Tristan tiba di kediamannya, Celine telah menyambutnya dengan berbagai pertanyaan. Sayangnya...... Tristan tak terusik sama sekali. pria itu tidak peduli. Dari awal, cepat atau lambat, Celine tentu akan segera mengetahui hal ini, mengingat Celine adalah wanita karier yang cukup mapan. Tentulah istrinya itu lebih dari sekedar mampu untuk membayar orang untuk memata-matai dirinya. Sayangnya, semua spekulasinya itu terjadi secepat ini. Benar-benar merepotkan bagi tristan karna pria itu tak memiliki persiapan dari awal. "Aku lelah dan belum
"Mom juga ingin bayi terlahir dari seorang wanita baik-baik, dan kau sebagai ayah biologisnya. Tetapi mom juga ingin sekali kau tidak merusak dan menghancurkan hati wanita lain." Kini, Rose dan Tristan tengah berbincang di ruang kerja Rose"Alu nekat mengambil langkah drastis, juga disebabkan oleh ketidak sediaan Celine untuk melahirkan putraku, mom." "Wanita lacur?" "Bukan. Wanita baik-baik yang ku pilih secara random. dia Andhini Shakira."Keduanya terdiam cukup lama. Rose dengan dalam menatap kedalaman netra mata putranya yang menyimpan banyak misteri. Inilah yang selalu menjadi alasan banyak wanita yang menggilai Tristan. Pesonanya luar biasa menghanyutkan. "Baiklah. Aku tak akan keberatan untuk hal itu. Kau putra ibu yang sudah dewasa. Ibu harap kau bisa menjaga hatinya dan jangan sekali-kali kau menyakiti hati ibu dari anak-anakmu. Ingatlah, tidak semua wanita bersedia melahirkan anak untukmu, termasuk Celine di dalamnya. Nanti, Bawa mom untuk bertemu dengannya." Tristan h
"Kau apa kabar, Andin?" Tristan tiba-tiba muncul sore ini di halaman belakang, tepat ketika Andin baru usai menyiram tanamannya yang tumbuh subur. Dengan gerakan cepat, Andin tak bisa menahan keterkejutan di wajahnya, ketika netra matanya menangkap sosok suami yang di nantikan nya. "Maaf aku terlambat pulang". Waktu kepulangan Tristan memang terhitung lebih lama dari yang di janjikan nya. Ini sudah lima Minggu berlalu, dan Tristan baru kembali. Tak ada sorot mata lembut atau pun keramahan. Yang Tristan tampakkan hanyalah sorot datar tanpa riak emosi. "Oh, mas Tristan aku...." "Panggil aku Tristan saja. Aku tak suka dengan tambahan panggilan mu itu". "Oh, baiklah. Maaf. Tapi... kedengarannya....." "Kau akan suka bila telah terbiasa" Tristan melambaikan tangannya menginterupsi Andin agar mengikutinya ke dalam rumah. Sebagai istri yang patuh, tentu wanita itu mendekat. "Aku lelah setelah perjalanan jauh. Siapkan aku air hangat untuk mandi dan masakkan aku
Hari berganti, Minggu berlalu. Ini adalah bulan ke tiga sejak pembicaraan Tristan dengan Andin malam itu. Selama tiga bulan ini, Andin belajar banyak hal dari beberapa orang kepercayaan Tristan tentang etika, moral, dan tata krama. Sedikit berubah, kini Andin jauh lebih menawan dengan beberapa bagian lekuk tubuh melekuk sempurna. Bukan tanpa alasan, Tristan hanya ingin kelayakan Andin sebagai wanitanya. Di luaran sana, banyak yan mengobral janji kepuasan pada Tristan. Banyak wanita yang menggilainya, memimpikan bisa melalui malam panas bersama Tristan. Mengobral tubuh mereka dan mengobral selangkangan lebar-lebar untuk menarik perhatian Tristan yang dingin, namunmemiliki berjuta pesona yang sulit ditolak begitu saja. Sore ini, Andin tengah berada di ruang tengah, jemarinya yang lentik dengan lincah menekan-nekan tombol remote televisi untuk mencari acara yang cocok untuknya. "Nyonya muda, anda sakit?" Leon tiba-tiba berdiri tak jauh darinya. Lelaki seperti Leon ini aneh. Entah meng
Di suatu sore, Akmal tengah duduk bersama Arini di balkon kamarnya. Menyaksikan Ara dan pengasuhnya bermain-main di halaman depan. Arini bahagia, kini pada akhirnya Akmal kembali bersikap hangat meski tak sehangat dulu. Egois? Arini mengakui dirinya memang egois saat ini. Namun,andai ia di ijinkan bertemu sekali lagi dengan Andin, ia ingin mengucap maaf dan mengungkap sesalnya. Andai Andin bersedia menerima lamaran Akmal untuk yang ke sekian kalinya, Arini pasti akan bahagia bisa melakukan hal yang berarti untuk suaminya. Sayangnya...... Andin telah menikah. Dirinya telah bersua bersama pria lain. Mungkin kah Andin saat ini telah menemukan kebahagiaan setelah duka yang ia dan Akmal berikan? Sedang Arini berada di posisi bawah akibat kebahagiaan nya perlahan terkikis. Dalam diam, Arini menyadari betapa hidup tak selamanya akan berada di atas. Selalu ada hukum alam yang membolak-balikkan rasa, juga takdir. "Mas..... Ayo masuk." Ajak Arini dengan suara pelan. Wajahnya
"Tristan, boleh aku bertanya sesuatu?" Saat ini, Andin sedang bersama suaminya tengah duduk di kursi besi memanjang, di balkon kamarnya. Andin menatap Tristan dan bertanya dengan takut-takut. Tristan menatap sejenak kemudian melempar tatapannya ke arah lain. "Katakan." "Apa hubunganmu dengan keluarga Sa.... Sanjaya?" "Kau yakin kau mau tau?" Tristan berucap dengan suara datar. Namun di hatinya, gejolak dendam yang menggelegak tengah menguasai ruang hatinya, tanpa mengijinkan nurani untuk memerangi logikanya. Mengangguk patuh, Andin menatap Tristan penuh ragu. Dalam hati, apa yang sebenarnya Tristan simpan? "Kisah lama ini.... sangat rumit, Andin. Ini tentang luka lama yang keluarga Sanjaya torehkan pada mendiang ayahku, Liam Shaquille." Tristan sengaja memberi jeda pada kalimatnya. Ia mengamati perubahan raut wajah Andin yang mudah berubah sesuai emosi yang ia miliki. Ibarat sebuah buku, seperti itulah Andin. Emosinya mudah terlihat dengan jelas l