Share

64. Psikolog

Penulis: 5Lluna
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-18 19:28:35

"Jadi, apa yang ayahmu ajarkan saat kecil?" tanya seorang perempuan dengan kacamata dan sedang menatap pasien muda di depannya.

"Banyak hal," jawab Anna tanpa ragu. "Terutama setelah Mama meninggal, Papa banyak mengajariku tentang hubungan antara ayah dan anak."

"Hubungan seperti apa itu?" Perempuan berkacamata yang ramah itu kembali bertanya.

Sayangnya, Anna tidak bisa langsung menjawab. Dia merasa ragu untuk memberitahukan apa yang terjadi sejak dia kecil, terutama tentang hal yang berhubungan dengan papanya.

Jujur saja, Anna takut dengan reaksi orang lain. Apalagi, Alaric sepertinya tidak begitu suka dengan apa yang pernah dia dengar tempo hari.

"Tidak apa-apa Anna." Perempuan tadi tersenyum. "Aku hanya ingin mendengar dan mungkin memberi sedikit saran yang bisa membantumu. Lagi pula, kita teman kan?"

"Teman?" Anna menaikkan sebelah alisnya. "Tapi bukankah kau psikolog yang dibayar suamiku? Itu artinya aku pasien bukan?"

"Oh, ayolah." Perempuan yang dipanggil psikolog
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Pesona Sang Penguasa   65. Ujian Mertua

    "Kau tidak menemukan apa pun tentang anak bernama Anna itu?" tanya Marjorie dengan mata melotot. "Sangat tidak masuk akal." "Maaf Nyonya, tapi kami tidak bisa mendapatkan apa pun." Seorang lelaki memberitahu. "Sepertinya ada yang membatasi akses untuk mencari tahu. Namun, kami berhasil menemukan satu hal." "Apa itu?" Marjorie yang sedang berbaring dengan malas, langsung bangun. "Cepat beritahu aku." "Kemarin, kami mendapati si Anna ini pergi ke psikolog." "Apa-apaan itu." Bukannya senang karena mendapat informasi, Marjorie malah marah. "Padahal aku pikir kau mendapat informasi yang berguna, tapi malah memberitahu hal bodoh." "Itu bisa saja menjadi informasi yang berguna." Si pembawa informasi memberitahu. "Mungkin si Anna ini punya masalah dengan mentalnya dan perlu pergi ke psikolog. Itu bisa membuatnya terlihat buruk bukan?" Marjorie menaikkan sebelah alisnya. Dia perlu sedikit memikirkan ucapan informannya, barulah mengangguk setuju. Informasi tadi rupanya tidak begitu j

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-19
  • Pesona Sang Penguasa   66. Sakit Jiwa

    "Salam kenal, namaku Anna." Elizabeth menatap menantunya yang sedang memperkenalkan diri di depan semua peserta arisan. Tidak terlalu banyak orang, tapi kejadian ini membuatnya merasa tidak senang. "Padahal aku tidak mengatakan kalau acaranya di hotel berbintang, tapi dia malah datang dengan busana semi formal, alih-alih pakaian santai. Aku kan jadi tidak bisa mencibir, apalagi dia datang dengan tema warna yang sesuai," cibir Elizabeth dalam hati. "Wah, aku tidak menyangka bisa melihat perempuan yang dekat dengan Alaric." Seseorang tidak segan berbicara. "Padahal aku pikir kau akan selamanya disembunyikan." "Calon menantumu juga cukup menggemaskan, walau dia sepertinya jauh lebih muda dari Alaric." Seorang perempuan lain memberitahu Elizabeth yang tentu saja akan makin cemberut. "Aku sudah dua puluh lima tahun." Anna merasa perlu untuk memberitahu. "Perbedaan usiaku dengan Alaric memang jauh, tapi aku tidak semuda itu dan sudah cukup umur." Mendengar ucapan Anna, sebagian b

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-20
  • Pesona Sang Penguasa   67. Prahara Arisan

    "Jam berapa kita selesai?" Alaric bertanya pada sang asisten dengan suara kecil, disela waktu istirahatnya selama kampanye. "Kalau semua berjalan sesuai rencana, kita bisa selesai kurang dari satu jam lagi." Alaric menatap jam tangan mahal bergaya klasik yang dia pakai dengan kening berkerut. Dia kemudian menatap pesan yang tadi ditinggalkan oleh sang ibu, sembari berpikir keras. "Berapa lama perjalanan pulang menggunakan helikopter?" "Jika yang dimaksud itu adalah perjalanan pulang ke rumah, mungkin hanya membutuhkan waktu sekitar dua puluh sampai dua puluh lima menit. Jarak dari sini masih dekat, walau sudah termasuk luar kota." Caspian menjawab tanpa ragu. "Kalau begitu, kau siapkan heli sekarang juga dan kita akan pergi ketika benda itu siap," bisik Alaric, tidak ingin didengar orang lain. "Ya?" Tentu saja Caspian akan melotot mendengar hal itu, apalagi karena jadwal mereka sedikit padat. "Ikuti saja perintahku dan aku yang akan mengurus sisanya." Kini, Alaric bahkan

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-21
  • Pesona Sang Penguasa   68. Jujur

    "Alaric, kau datang." Dengan cepat, Marjorie beranjak untuk mendekati lelaki yang baru datang itu. "Apa kau datang menjemput ibumu, atau kau datang menjemputku?" lanjutnya, sembari menggandeng lengan Alaric yang tertekuk karena kepalan tangannya dimasukkan ke saku celana. Bukannya menolak, Alaric malah menatap perempuan yang menatap dirinya dengan penuh binar itu. Rasanya sangat aneh, tapi dia pun tidak bisa menjelaskan perasaan aneh itu apa. "Sayangnya, aku datang untuk menjemput ibu dan istriku." Dengan pelan, Alaric menyingkirkan tangan yang menggandengnya. "Tapi aku justru melihat sesuatu yang menarik." Alaric melangkah mendekati sang istri, dengan kedua tangan tetap di dalam saku. "Apa ada masalah di sini?" tanyanya menatap sang istri. "Marjorie mengatakan ...." "Sebenarnya tidak ada masalah di sini." Anna menyela ibu mertuanya dengan senyuman lebar. "Ada sedikit salah paham, tapi aku rasa itu bukan hal yang besar. Apalagi kau sudah datang seperti ini." "Bagaimana mun

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-22
  • Pesona Sang Penguasa   69. Bajingan Mesum

    "Aku hanya bisa bilang kalau Anna itu adalah korban grooming oleh ayahnya sendiri. Sebenarnya ada hal lain lagi, tapi aku rasa sementara ini hanya itu saja yang bisa kukatakan." Itu yang tadi dikatakan oleh Alaric pada keluarganya, tentu saja tanpa kehadiran Anna. Biar bagaimana, Anna mungkin akan merasa risih mendengar semua ini. Tentu saja hal itu membuat Astrid dan Elizabeth terkejut. "Apa yang dikatakan oleh keluargamu?" Anna memberanikan diri untuk menelepon sang suami, karena Alaric pada akhirnya pergi lagi. "Apa yang harus mereka katakan?" Alih-alih menjawab, Alaric malah balas bertanya dengan kening berkerut. "Kau memberitahu tentang kondisiku bukan?" tanya Anna mengigit bibir bawahnya. "Maksudku, apa tanggapan mereka setelah tahu kalau aku sakit jiwa." "Sakit jiwa yang ada dipikiranku adalah orang yang sudah kehilangan akal sehat atau bahasa kasarnya adalah gila." Sang calon perdana menteri menjelaskan. "Sakit jiwa sudah pasti sakit mental, tapi bukankah tidak berlak

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-22
  • Pesona Sang Penguasa   70. Lingerie

    Anna yang sedang merapikan pakaian yang tersusun di gantungan, melirik ke sudut kirinya. Dia melakukan itu berulang kali, sampai Darcy yang selalu menempel pun menegur. "Apa ada pakaian yang ingin kau beli?" "Tidak ada." Anna menggeleng dengan cepat. "Lalu kenapa sejak tadi kau melirik ke arah sana?" Tentu saja Darcy akan bertanya lagi. "Hanya melihat saja." Tiba-tiba, Anna menjadi gugup. "Hanya melihat apakah sudah rapi atau tidak." "Oh, ada yang tidak rapi?" Darcy tentu saja akan segera beranjak, untuk memperbaiki apa yang salah. "Eh, kau ke mana?" Sayangnya, Anna harus menahan sang asisten. "Tidak perlu ke bagian sana, karena seharusnya sudah rapi." "Bukankah tadi kau mengatakan mungkin ada yang tidak rapi? Aku bisa mengeceknya lebih dulu, dari pada nanti kita dimarahi." Darcy mengerutkan kening mendengar dan melihat ekspresi gugup sang nyonya. Lagi-lagi, Anna hanya bisa menolak. Kali ini, dia menggeleng kepalanya dengan keras. Yah, walau pada akhirnya Anna masih

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-23
  • Pesona Sang Penguasa   71. Cemburu

    "Apakah ini tidak terlalu berlebihan?" Anna memutar tubuhnya, menatap pakaian kekurangan kain yang melekat pada tubuhnya. Merasa kurang percaya diri, Anna dengan cepat memeluk tubuhnya. Dia juga bergegas untuk pergi mengambil bathrobe yang kebetulan saja tertinggal di dalam kamar mandi. Tadi, Anna berganti pakaian di dalam walk in closet. "Ck, seharusnya aku tidak usah mendengar ucapan Marjorie." Anna menggerutu, sembari memakai bathrobenya dan segera keluar dari kamar mandi. "Lagi pula, mau Alaric tidur dengan siapa pun bukan urusanku kan? Dia masih bebas melakukan apa pun, asal tidak ketahuan publik." "Kau itu sebenarnya membicarakan apa?" "ASTAGA!" Anna jelas saja akan terlonjak, ketika dia mendengar suara yang tidak seharusnya. "Bisakah kau tidak membuatku kaget?" Alaric meringis dengan kedua tangan yang tadi sempat menutup telinganya. "Seharusnya itu kalimatku," pekik Anna memegang dadanya, untuk menetralkan denyut jantung yang terlalu cepat. "Kau tiba-tiba muncul dan

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-23
  • Pesona Sang Penguasa   72. Terima Kasih

    Alaric mengetukkan jemarinya pada lutut, dengan sebelah kaki bertumpu pada kaki lainnya. Mata lelaki itu tertutup dengan kening berkerut, terlihat jelas dia sedang berpikir dengan keras. Setidaknya, sampai ponselnya berdering. "Tuan, aku sudah melakukan perintahmu." Suara sang asisten langsung terdengar, ketika Alaric mengangkat teleponnya. "Sayangnya, aku masih merasa ini bukan perbuatan yang baik." "Aku hanya sekedar menolong saja," ucap Alaric cukup lirih. "Lagi pula, Anna sudah mengizinkan." "Mengizinkan berbeda dengan ikhlas," balas Caspian dengan suara embusan napas yang terdengar jelas. "Tapi intinya, aku sudah menyelamatkan bocah itu dan sedang menunggu Marjorie datang ke rumah sakit. Apa Tuan mau aku antar pulang dulu?" "Mungkin ... tidak perlu." Walau cukup ragu, Alaric pada akhirnya menggeleng. "Seharusnya Marjorie tidak jauh lagi, jadi dia akan sampai dengan cepat. Setelah itu kita pulang." Embusan napas keras lainnya, terdengar dari sambungan telepon. Bahkan Cas

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-24

Bab terbaru

  • Pesona Sang Penguasa   114. Mencoba Menjalani Hidup

    "Kenapa aku tidak boleh berjalan-jalan keluar?" tanya Anna dengan kening berkerut. "Di dalam kamar terus menerus, akan membuatku bosan.""Untuk sementara ini, berasabarlah sedikit." Elizabeth hanya bisa lengan menantunya. "Kau akan dipindahkan ke rumah sakit lain menggunakan ambulans, jadi ....""Aku baik-baik saja, Mom." Merasa keberatan, Anna memotong kalimat mertuanya dengan berani. "Kata dokter pun aku sudah baik-baik saja, walau memang masih harus dirawat lagi," lanjut Anna mencoba untuk tetap sopan. "Jadi kenapa harus pindah rumah sakit? Di sini pun tidak apa-apa, walau ini hanya rumah sakit kecil di pinggir kota.""Ini bukan soal rumah sakitnya, Anna." Astrid yang sedang melipat selimut dan jaket sang ipar bersuara. "Ada wartawan yang sudah berkumpul di depan sana dan kau mungkin akan jadi incaran. Di sini berbahaya."Anna membentuk huruf o dengan bibirnya tanpa mengeluarkan suara. Dia tidak berkata apa-apa lagi dan hanya melihat dua orang yang sedang beres-beres untukny

  • Pesona Sang Penguasa   113. Menghadapi Publik

    "Aku terkejut kau mengambil cuti." Alaric baru sampai di kantor partainya, ketika mendengar sapaan menyebalkan itu. Rasanya, ingin sekali dia menghardik orang yang berbicara seperti itu. Sayang sekali yang berbicara barusan adalah Marjorie dan dia perempuan. Alaric tidak memukul perempuan. "Al, apa kau tidak mendengarku?" tanya Marjorie yang kini mengejar lelaki yang dia panggil, karena Alaric memilih untuk terus melangkah. "Aku mendengarmu," balas Alaric dengan santainya. "Jadi kenapa tidak menjawab." Langkah Alaric terhenti, diikuti dengan langkah asistennya. Dia kemudian berbalik menatap Marjorie dengan sebelah alis yang terangkat. "Kenapa aku baru sadar sekarang ya?" gumam Alaric dengan nada tanya. "Kau baru sadar kalau aku lebih baik dari istrimu?" tanya Marjorie dengan senyum lebar. "Terlambat sekali, tapi tidak masalah." "Bukan." Tentu saja Alaric akan membantah. "Aku baru sadar kalau kau itu ternyata sangat menyeramkan." Caspian langsung mendengus keras menden

  • Pesona Sang Penguasa   112. Sakit Hati

    "Maaf, Tuan." Caspian dan beberapa orang menunduk dalam. "Orang-orang itu keracunan, sepertinya ada orang yang menginginkan kematian mereka." Alaric mengembuskan napas pelan. Padahal dia sedang lelah karena tidak bisa tidur sepanjang malam, tapi pagi ini malah mendapatkan berita yang sangat tidak menyenangkan. Sangat tidak menyenangkan. "Bagaimana bisa itu terjadi?" tanya Alaric yang memijat pelan pangkal hidungnya, sambil bersandar ke dinding salah satu ruangan kosong yang dia pinjam. "Saat aku masuk kemarin malam, mereka masih baik-baik saja." Seorang perempuan menjawab. "Tapi kali berikutnya teman lain yang masuk, mereka sudah lemas." "Sepertinya ada penggunaan obat." Caspian menjelaskan. "Belum dipastikan, tapi sepertinya memang itu yang paling masuk akal." "Kalau begitu, siapa namamu?" Alih-alih membalas sang asisten, Alaric malah bertanya pada perempuan yang tadi berbicara. "Fiona, Tuan." "Tuliskan laporan dengan terperinci," perintah Alaric mengembuskan napas lela

  • Pesona Sang Penguasa   111, Pulang

    "Al." Elizabeth menyambut anaknya dengan tangisan pelan. "Mom? Bagaimana kau bisa ada di sini?" tanya Alaric yang baru saja datang dalam keadaan bersih. "Itu karena Mom mendengar percakapanku dengan Darcy di telepon." Astrid langsung mengaku. "Dia memaksa untuk datang dan melihat Anna." "Apa yang terjadi?" tanya Elizabeth dengan linangan air mata. "Aku juga belum tahu, Mom." Alaric dengan terpaksa menggeleng. "Aku datang setelah membersihkan diri dan belum mendengar apa pun dari dokter." "Kami sudah mendengar penjelasan dari dokter." Astrid yang membalas dengan wajah muram, bahkan harus menggigit bibir bawahnya untuk menahan tangis. "Mereka sudah menjelaskan garis besarnya." "Anaknya selamat?" tanya Alaric refleks saja mengeluarkan kalimat itu dari mulutnya, disertai dengan tatapan yang menerawang. Sayangnya, Astrid hanya bisa menggeleng. Hal itu sudah cukup membuat Alaric menelan liurnya dan jatuh berlutut di atas lantai begitu saja. Siapa sangka berita yang sebenarnya

  • Pesona Sang Penguasa   110. Kematian Tanpa Rasa Sakit

    "Tolong ampuni kami." Salah seorang terisak keras. Wajahnya tidak terlihat karena lelaki itu tersungkur dengan wajah menghadap ke bawah. "Setelah kau melakukan banyak hal pada istriku, sekarang kau berharap aku akan berbaik hati?" tanya Alaric dengan mata melotot. "Sangat lucu sekali." "Kami bersalah." Lelaki ketiga yang terduduk lemas, dengan wajah babak belur. "Kami memang melakukan kesalahan, jadi silakan hukum saja." "Apa kau berpikir akan lolos kalau mengaku seperti itu?" Kini Alaric berjalan mendekati lelaki yang baru saja bicara itu. "Kalian sudah membunuh anakku dan meniduri istriku. Apa kalian tidak tahu dengan siapa kalian berurusan?" "Kami tidak tahu." Lelaki kedua yang tergeletak tidak jauh dari yang ketiga, mulai bernyanyi. "Perempuan yang menyuruh kami tidak mengatakan apa pun. Dia bahkan meyakinkan tidak akan ada masalah yang berarti." "Perempuan?" tanya Alaric dengan sebelah alis yang terangkat. Sekarang, dia mulai tertarik. "Ada seorang perempuan yang tiba

  • Pesona Sang Penguasa   109. Menjadi Hakim

    "Menyingkir." Darcy menghalau orang-orang yang menghalangi jalan, ketika dia mengawal brankar rumah sakit yang sedang dibawa menuju ke mobil. "Maaf, tapi bisakah kau tidak semena-mena?" Seorang perawat bertanya, sambil berlari mendorong brankar. "Sebaiknya kau tutup mulut mulai detik ini sampai seterusnya," desis Darcy jelas terlihat sangat marah, sambil membuka pintu mobil. Namun, kemarahan itu segera pudar ketika melihat keadaan sang nyonya yang digendong oleh Alaric. Warna merah terlihat dengan sangat jelas mewarnai kain yang menutupi tubuh Anna, pun dengan sebagian besar dari pakaian Alaric. "Apa yang terjadi?" Tentu saja si perawat yang tadi sempat menegur Darcy akan bertanya. "Kenapa dia seperti ini?" "Aku juga tidak tahu jelasnya, tapi kemungkinan besar dia mengalami pendarahan. Istriku sedang hamil muda." Alaric menjelaskan seadanya, sambil membaringkan sang istri. "Bagaimana mungkin kau tidak tahu ...." Si perawat baru akan mengomel, tapi batal melakukannya. "Oh,

  • Pesona Sang Penguasa   108. Taruhan Nyawa

    "Arahnya sudah benar." Darcy memberitahu lewat panggilan telepon. "Di sana memang ada rumah besar terbengkalai dan sering dijadikan tempat uji nyali di musim panas." "Syukurlah sekarang sudah masuk musim gugur," ucap Caspian yang baru turun dari mobil. "Itu sama sekali bukan sesuatu yang harus disyukuri, Ian." Alaric mendengus pelan. "Itu malah membuat pelakunya jadi lebih leluasa melakukan hal-hal buruk, jadi ayo." Alaric yang kini hanya memakai kemeja tanpa jas, berjalan dengan hati-hati. Bukan karena dia takut akan lokasi yang menyeramkan, tapi lebih berhati-hati agar langkahnya tidak menimbulkan suara. Yah, walau bunyi mobil pastinya terdengar. Sekali pun mobil Astrid adalah mobil mahal dengan bunyi mesin yang halus, setidaknya tetap ada suara, apalagi di tengah malam yang sepi bukan? "Ada jejak ban mobil," ucap Caspian menatap tanah di sekitarnya. "Tanah di sini kering, tapi masih ada sedikit jejak yang terlihat." "Mengarah ke mana?" tanya Alaric dengan kening berkeru

  • Pesona Sang Penguasa   107. Kehilangan

    "Tuan, kita sudah menemukan mobil yang dimaksud." Caspian berteriak, dari sisi lain ruangan yang penuh berisi monitor. "Di mana dia?" tanya Alaric yang segera mendekat. "Kalau dilihat dari arahnya, sepertinya dia akan menuju luar kota." Petugas pemeriksa rekaman CCTV yang memberitahu. "Bagus." Alaric mengangguk, sebelum beranjak. "Darcy kau terus pantau di sini dan beritahu aku kalau sudah menemukan titik pastinya. Ian, kau ikut aku. Kita akan menuju ke lokasi." "Tuan sendiri yang akan pergi ke sana?" tanya Caspian dengan mata melotot, walau tetap mengikuti sang majikan. "Memangnya siapa lagi yang akan pergi?" tanya Alaric sambil terus berjalan dengan cepat. "Aku ingin menghajar siapa pun itu pelakunya." "Tapi ini bisa saja berbahaya," ucap Caspian tentu saja akan terus menghalangi sang tuan. "Lagi pula, pelakunya mungkin lebih dari satu orang." "Pelakunya memang lebih dari satu orang, Ian." Alaric mengoreksi, kini berlari turun melewati tangga karena lift yang ditunggu m

  • Pesona Sang Penguasa   106.

    "Hei, permintaan perempuan ini agak aneh." Anna mengedipkan matanya dengan pelan, ketika salah satu lelaki yang mengerjainya berbicara. Dia sudah tidak punya tenaga sama sekali, sehingga yang bisa dia lakukan hanyalah mendengar saja. Apalagi, perutnya juga makin sakit saja. "Dia meminta kita membunuh pelacur ini?" Lelaki kedua berbicara. "Ini gila." Lelaki ketiga menggeleng keras. "Aku tidak mau melakukannya." "Kenapa tidak?" Lelaki kedua kembali berbicara. "Kita bisa mendapat banyak uang, apalagi kalau kita menjual barang-barang perempuan ini," lanjutnya menunjuk Anna yang terbaring lemah. "Kau lupa? Kita menculik dia di rumah sakit." Lelaki ketiga mengingatkan. "Tidak ada barang berharga yang sempat kita ambil." "Tapi dia menggunakan kalung dan anting." Lelaki kedua mengingatkan. "Aku yakin kalau dua benda itu adalah barang mahal yang bisa kita jual. Kamar rawat inapnya saja suite." Dua lelaki yang lain, saling bertatapan. Sepertinya mereka terlihat sangat ragu dan mas

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status