Share

71. Cemburu

Penulis: 5Lluna
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-23 18:50:32

"Apakah ini tidak terlalu berlebihan?" Anna memutar tubuhnya, menatap pakaian kekurangan kain yang melekat pada tubuhnya.

Merasa kurang percaya diri, Anna dengan cepat memeluk tubuhnya. Dia juga bergegas untuk pergi mengambil bathrobe yang kebetulan saja tertinggal di dalam kamar mandi. Tadi, Anna berganti pakaian di dalam walk in closet.

"Ck, seharusnya aku tidak usah mendengar ucapan Marjorie." Anna menggerutu, sembari memakai bathrobenya dan segera keluar dari kamar mandi. "Lagi pula, mau Alaric tidur dengan siapa pun bukan urusanku kan? Dia masih bebas melakukan apa pun, asal tidak ketahuan publik."

"Kau itu sebenarnya membicarakan apa?"

"ASTAGA!" Anna jelas saja akan terlonjak, ketika dia mendengar suara yang tidak seharusnya.

"Bisakah kau tidak membuatku kaget?" Alaric meringis dengan kedua tangan yang tadi sempat menutup telinganya.

"Seharusnya itu kalimatku," pekik Anna memegang dadanya, untuk menetralkan denyut jantung yang terlalu cepat. "Kau tiba-tiba muncul dan
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Pesona Sang Penguasa   72. Terima Kasih

    Alaric mengetukkan jemarinya pada lutut, dengan sebelah kaki bertumpu pada kaki lainnya. Mata lelaki itu tertutup dengan kening berkerut, terlihat jelas dia sedang berpikir dengan keras. Setidaknya, sampai ponselnya berdering. "Tuan, aku sudah melakukan perintahmu." Suara sang asisten langsung terdengar, ketika Alaric mengangkat teleponnya. "Sayangnya, aku masih merasa ini bukan perbuatan yang baik." "Aku hanya sekedar menolong saja," ucap Alaric cukup lirih. "Lagi pula, Anna sudah mengizinkan." "Mengizinkan berbeda dengan ikhlas," balas Caspian dengan suara embusan napas yang terdengar jelas. "Tapi intinya, aku sudah menyelamatkan bocah itu dan sedang menunggu Marjorie datang ke rumah sakit. Apa Tuan mau aku antar pulang dulu?" "Mungkin ... tidak perlu." Walau cukup ragu, Alaric pada akhirnya menggeleng. "Seharusnya Marjorie tidak jauh lagi, jadi dia akan sampai dengan cepat. Setelah itu kita pulang." Embusan napas keras lainnya, terdengar dari sambungan telepon. Bahkan Cas

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-24
  • Pesona Sang Penguasa   73. Rindu

    "Wah, perempuan ini benar-benar berani ya." Anna bergumam, ketika dia menerima kiriman sebuah foto dari nomor yang tidak dikenal. Foto itu adalah foto sosok Alaric yang sedang menatap seorang bocah lelaki kecil yang tampak ketakutan. Itu saja sudah cukup membuat Anna tahu siapa pengirimnya, apalagi bocah lelaki itu terlihat mirip dengan Marjorie. "Tenang Anna, jangan marah." Yang empunya nama berusaha menenangkan diri. "Walau Alaric itu suamimu, tapi dia hanya suami pura-pura." "Tapi sekarang ini, Alaric dan keluarganya adalah satu-satunya orang yang aku kenal di negara ini. Mereka satu-satunya keluargaku yang tersisa di muka bumi." Sekarang, Anna tiba-tiba jadi cemas sendiri. "Bagaimana ini?" Anna bahkan sudah menjambak rambutnya. "Aku harus bagaimana kalau Alaric malah menceraikanku dan memilih Marjorie? Apa aku akan sendirian lagi?" Anna menggigit bibir bawahnya, sambil menatap pesan yang tadi dia terima. Sungguh, rasanya dia tidak sanggup memikirkan hidup sebatang kara di

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-24
  • Pesona Sang Penguasa   74. Baru Tahu

    "Padahal dia yang memintaku cepat pulang dengan membawa Lemon Tart, tapi dia juga yang tertidur di sofa." Alaric langsung mengeluh melihat pemandangan yang ada di depan matanya. Begitu memasuki rumah tadi, yang pertama kali Alaric lihat adalah sang istri yang tertidur di sofa ruang tamu. Sepertinya perempuan itu ingin menyambut kue yang dibawakan oleh sang suami, tapi malah ketiduran. "Sepertinya Nyonya kelelahan menunggu karena Tuan pulang terlalu malam." Caspian tanpa ragu mengejek. "Padahal aku sudah menyuruh pulang sejak tadi. Kasihan sekali Nyonya kami karena harus menunggu di luar kamar seperti ini setiap hari." "Tidak usah terlalu berlebihan, Ian." Tidak senang dengan ejekan itu, Alaric menegur. "Anna tidak setiap hari seperti ini." "Nyonya setiap hari menunggui Tuan pulang ke rumah." Sang asisten segera menyampaikan kebenarannya. "Hanya saja kadang Darcy menggendong Nyonya ke kamar, ketika dia ketiduran di sofa. Aku masih punya bukti chatnya." "Tidak perlu memperliha

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-25
  • Pesona Sang Penguasa   75. Mencoba

    "Ini sangat menyebalkan," ucap Anna dengan bibir mencebik. "Aku heran sekali karena lelaki sialan dan mesum itu, belakangan ini suka sekali mengerjai aku." "Lelaki mesum dan sialan?" tanya Lesley dengan sebelah alis terangkat. "Siapa lagi yang kau sebut seperti itu?" "Lelaki sialan dan mesum," koreksi Anna masih dengan bibir mencebik. "Itu sama saja bagiku." Sang psikolog mengedikkan bahu dengan santai. "Tapi kenapa kau sampai harus menamai lelaki itu dengan sebutan mesum dan sialan? Dia musuhmu atau siapa?" "Siapa lagi kalau bukan suamiku," jawab Anna kini melotot pada perempuan berkacamata besar di depannya. "Aku kesal karena belakangan dia suka mengejekku, bahkan sampai aku malu dan kesal." "Oh, Alaric." "Tolong jangan sebut namanya," hardik Anna kini terlihat sedikit panik. "Bagaimana kalau ada yang mendengar? Aku kan belum diumumkan sebagai istrinya." "Tidak akan ada yang mendengar, karena hanya ada kita di sini." "Bagaimana kalau ada penyadap di sini?" Alih-alih

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-26
  • Pesona Sang Penguasa   76. Menyerang

    [Alaric: Mom dan Astrid akan datang ke rumah, jadi sambutlah mereka dengan baik.] Anna menjatuhkan ponselnya, ketika melihat pesan yang dikirimkan sang suami. Padahal dia baru saja masuk ke dalam mobil setelah menjalani sesi konseling dengan psikolog, tapi sekarang harus mengurusi keluarga suaminya. "Kenapa harus hari ini?" keluh Anna secara refleks. "Apa ada yang salah, Nyonya?" Tentu saja Darcy akan bertanya, ketika melihat perempuan yang dia layani mengeluh dan menjadi lesu. "Katanya Mom dan Astrid akan datang ke rumah," jawab Anna makin lesu saja. "Padahal aku sudah lelah, tapi mereka malah datang." "Apa perlu aku meminta izin agar kau bisa istirahat saja?" Darcy tanpa ragu memberikan ide, sekali pun itu bisa membuatnya dimarahi. "Tidak perlu." Untungnya, Anna memilih untuk menggeleng. "Aku bisa menghadapi mereka. Lagi pula, mereka juga kan keluargaku." "Kau yakin?" "Amat sangat yakin." Anna mengangguk dengan antusias. Kalau sang Nyonya sudah mengatakan hal seper

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-27
  • Pesona Sang Penguasa   77. Anak Alaric

    "Berani-beraninya kalian menghalangi jalanku," desis Marjorie dengan mata melotot. "Apa kalian tidak tahu siapa aku?" "Maaf, tapi kami tidak tahu." Seorang lelaki yang terlihat seperti pengawal, menggeleng dengan tegas. "Aku ini nyonya rumah ini," hardik Marjorie makin tidak tahu diri. "Kalian rupanya minta dipecat karena tidak mengenali nyonya rumah." "Maaf, tapi kau bukan nyonya kami." Pengawal yang lain menjawab. "Nyonya kami sedang berada di dalam, bersama dengan Nyonya Besar dan Nona Astrid." "Baguslah kalau begitu. Panggil mereka semua keluar dan kalian akan tahu akibatnya karena sudah melawanku." Anna yang melihat itu dari jendela rumah lantai dua, hanya bisa menghela napas. Ini benar-benar membuatnya sakit kepala, apalagi nanti kalau harus menghadapinya sendiri. "Dasar perempuan gila itu." Elizabeth mendesis marah dari belakang sang menantu. "Tunggu saja kau, aku akan mencincangmu." "Mom." Tangan Anna refleks menahan mertuanya. "Apa tidak sebaiknya aku ikut turun

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-28
  • Pesona Sang Penguasa   78. Tidak Nyaman

    "Kau bilang itu anak Alaric?" tanya Anna dengan kedua alis yang terangkat. "Benar." Marjorie mengangguk yakin. "Bastian itu anak Alaric." "Apakah ada bukti?" tanya Anna tanpa bisa berpikir panjang. "Mau bukti apa lagi?" Bukannya memberi apa yang diminta, Marjorie malah balas bertanya disertai dengan dengusan. "Aku hanya punya hubungan dengan Alaric dan mantan suamiku saat itu." "Tapi itu tidak berarti kau tidak tidur dengan lelaki lain bukan?" tanya Anna dengan tatapan yang sedikit kosong dan tertuju pada pagar yang telah roboh. "Sayangnya, aku bukan perempuan murahan sepertimu." Marjorie mengikuti arah pandangan Anna dan langsung tersenyum karenanya. "Kebetulan sekali Alaric sudah pulang." Anna menatap nanar ke arah mobil yang baru saja masuk melewati pagar yang sudah rusak. Dia hanya bisa menatap, ketika Marjorie dengan senyum lebar melangkah mendekati mobil yang berhenti di depan mereka. "Hai, Al." Marjorie dengan santainya membuka pintu mobil dan menyapa. "Aku sudah

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-29
  • Pesona Sang Penguasa   79. Ancaman

    "Tidak bisakah kau melakukan sesuatu terhadap perempuan itu?" hardik Elizabeth dengan mata melotot. "Sampai kapan kau akan membiarkan Marjorie berkeliaran di sekitarmu?" "Aku tidak bisa seenaknya saja mengusir dia, Mom." Alaric menghela napas panjang. "Rasanya aku sudah mengatakan itu beberapa kali bukan?" "Kau bahkan tidak berusaha, Al." Sayangnya, Elizabeth tidak senang dengan jawaban sang putra. "Sedikit pun kau tidak pernah mengusahakan, agar perempuan itu menjauh." "Mungkin lebih tepatnya ... Alaric hanya menghindar." Celetukan yang terdengar dari Anna itu, membuat semua orang menoleh dengan kening berkerut. Hal yang tentu saja membuat nyali Anna jadi menciut. "Aku rasa Anna benar." Setelah sempat hening sesaat, akhirnya Astrid yang memecah kesunyian. "Rasanya selama ini kau hanya menghindar saja dan tidak pernah benar-benar menyelesaikan masalah di antara kalian." "Masalahnya harus diselesaikan seperti apa?" tanya Alaric mengembuskan napas keras. "Mudah saja. Kau

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-29

Bab terbaru

  • Pesona Sang Penguasa   114. Mencoba Menjalani Hidup

    "Kenapa aku tidak boleh berjalan-jalan keluar?" tanya Anna dengan kening berkerut. "Di dalam kamar terus menerus, akan membuatku bosan.""Untuk sementara ini, berasabarlah sedikit." Elizabeth hanya bisa lengan menantunya. "Kau akan dipindahkan ke rumah sakit lain menggunakan ambulans, jadi ....""Aku baik-baik saja, Mom." Merasa keberatan, Anna memotong kalimat mertuanya dengan berani. "Kata dokter pun aku sudah baik-baik saja, walau memang masih harus dirawat lagi," lanjut Anna mencoba untuk tetap sopan. "Jadi kenapa harus pindah rumah sakit? Di sini pun tidak apa-apa, walau ini hanya rumah sakit kecil di pinggir kota.""Ini bukan soal rumah sakitnya, Anna." Astrid yang sedang melipat selimut dan jaket sang ipar bersuara. "Ada wartawan yang sudah berkumpul di depan sana dan kau mungkin akan jadi incaran. Di sini berbahaya."Anna membentuk huruf o dengan bibirnya tanpa mengeluarkan suara. Dia tidak berkata apa-apa lagi dan hanya melihat dua orang yang sedang beres-beres untukny

  • Pesona Sang Penguasa   113. Menghadapi Publik

    "Aku terkejut kau mengambil cuti." Alaric baru sampai di kantor partainya, ketika mendengar sapaan menyebalkan itu. Rasanya, ingin sekali dia menghardik orang yang berbicara seperti itu. Sayang sekali yang berbicara barusan adalah Marjorie dan dia perempuan. Alaric tidak memukul perempuan. "Al, apa kau tidak mendengarku?" tanya Marjorie yang kini mengejar lelaki yang dia panggil, karena Alaric memilih untuk terus melangkah. "Aku mendengarmu," balas Alaric dengan santainya. "Jadi kenapa tidak menjawab." Langkah Alaric terhenti, diikuti dengan langkah asistennya. Dia kemudian berbalik menatap Marjorie dengan sebelah alis yang terangkat. "Kenapa aku baru sadar sekarang ya?" gumam Alaric dengan nada tanya. "Kau baru sadar kalau aku lebih baik dari istrimu?" tanya Marjorie dengan senyum lebar. "Terlambat sekali, tapi tidak masalah." "Bukan." Tentu saja Alaric akan membantah. "Aku baru sadar kalau kau itu ternyata sangat menyeramkan." Caspian langsung mendengus keras menden

  • Pesona Sang Penguasa   112. Sakit Hati

    "Maaf, Tuan." Caspian dan beberapa orang menunduk dalam. "Orang-orang itu keracunan, sepertinya ada orang yang menginginkan kematian mereka." Alaric mengembuskan napas pelan. Padahal dia sedang lelah karena tidak bisa tidur sepanjang malam, tapi pagi ini malah mendapatkan berita yang sangat tidak menyenangkan. Sangat tidak menyenangkan. "Bagaimana bisa itu terjadi?" tanya Alaric yang memijat pelan pangkal hidungnya, sambil bersandar ke dinding salah satu ruangan kosong yang dia pinjam. "Saat aku masuk kemarin malam, mereka masih baik-baik saja." Seorang perempuan menjawab. "Tapi kali berikutnya teman lain yang masuk, mereka sudah lemas." "Sepertinya ada penggunaan obat." Caspian menjelaskan. "Belum dipastikan, tapi sepertinya memang itu yang paling masuk akal." "Kalau begitu, siapa namamu?" Alih-alih membalas sang asisten, Alaric malah bertanya pada perempuan yang tadi berbicara. "Fiona, Tuan." "Tuliskan laporan dengan terperinci," perintah Alaric mengembuskan napas lela

  • Pesona Sang Penguasa   111, Pulang

    "Al." Elizabeth menyambut anaknya dengan tangisan pelan. "Mom? Bagaimana kau bisa ada di sini?" tanya Alaric yang baru saja datang dalam keadaan bersih. "Itu karena Mom mendengar percakapanku dengan Darcy di telepon." Astrid langsung mengaku. "Dia memaksa untuk datang dan melihat Anna." "Apa yang terjadi?" tanya Elizabeth dengan linangan air mata. "Aku juga belum tahu, Mom." Alaric dengan terpaksa menggeleng. "Aku datang setelah membersihkan diri dan belum mendengar apa pun dari dokter." "Kami sudah mendengar penjelasan dari dokter." Astrid yang membalas dengan wajah muram, bahkan harus menggigit bibir bawahnya untuk menahan tangis. "Mereka sudah menjelaskan garis besarnya." "Anaknya selamat?" tanya Alaric refleks saja mengeluarkan kalimat itu dari mulutnya, disertai dengan tatapan yang menerawang. Sayangnya, Astrid hanya bisa menggeleng. Hal itu sudah cukup membuat Alaric menelan liurnya dan jatuh berlutut di atas lantai begitu saja. Siapa sangka berita yang sebenarnya

  • Pesona Sang Penguasa   110. Kematian Tanpa Rasa Sakit

    "Tolong ampuni kami." Salah seorang terisak keras. Wajahnya tidak terlihat karena lelaki itu tersungkur dengan wajah menghadap ke bawah. "Setelah kau melakukan banyak hal pada istriku, sekarang kau berharap aku akan berbaik hati?" tanya Alaric dengan mata melotot. "Sangat lucu sekali." "Kami bersalah." Lelaki ketiga yang terduduk lemas, dengan wajah babak belur. "Kami memang melakukan kesalahan, jadi silakan hukum saja." "Apa kau berpikir akan lolos kalau mengaku seperti itu?" Kini Alaric berjalan mendekati lelaki yang baru saja bicara itu. "Kalian sudah membunuh anakku dan meniduri istriku. Apa kalian tidak tahu dengan siapa kalian berurusan?" "Kami tidak tahu." Lelaki kedua yang tergeletak tidak jauh dari yang ketiga, mulai bernyanyi. "Perempuan yang menyuruh kami tidak mengatakan apa pun. Dia bahkan meyakinkan tidak akan ada masalah yang berarti." "Perempuan?" tanya Alaric dengan sebelah alis yang terangkat. Sekarang, dia mulai tertarik. "Ada seorang perempuan yang tiba

  • Pesona Sang Penguasa   109. Menjadi Hakim

    "Menyingkir." Darcy menghalau orang-orang yang menghalangi jalan, ketika dia mengawal brankar rumah sakit yang sedang dibawa menuju ke mobil. "Maaf, tapi bisakah kau tidak semena-mena?" Seorang perawat bertanya, sambil berlari mendorong brankar. "Sebaiknya kau tutup mulut mulai detik ini sampai seterusnya," desis Darcy jelas terlihat sangat marah, sambil membuka pintu mobil. Namun, kemarahan itu segera pudar ketika melihat keadaan sang nyonya yang digendong oleh Alaric. Warna merah terlihat dengan sangat jelas mewarnai kain yang menutupi tubuh Anna, pun dengan sebagian besar dari pakaian Alaric. "Apa yang terjadi?" Tentu saja si perawat yang tadi sempat menegur Darcy akan bertanya. "Kenapa dia seperti ini?" "Aku juga tidak tahu jelasnya, tapi kemungkinan besar dia mengalami pendarahan. Istriku sedang hamil muda." Alaric menjelaskan seadanya, sambil membaringkan sang istri. "Bagaimana mungkin kau tidak tahu ...." Si perawat baru akan mengomel, tapi batal melakukannya. "Oh,

  • Pesona Sang Penguasa   108. Taruhan Nyawa

    "Arahnya sudah benar." Darcy memberitahu lewat panggilan telepon. "Di sana memang ada rumah besar terbengkalai dan sering dijadikan tempat uji nyali di musim panas." "Syukurlah sekarang sudah masuk musim gugur," ucap Caspian yang baru turun dari mobil. "Itu sama sekali bukan sesuatu yang harus disyukuri, Ian." Alaric mendengus pelan. "Itu malah membuat pelakunya jadi lebih leluasa melakukan hal-hal buruk, jadi ayo." Alaric yang kini hanya memakai kemeja tanpa jas, berjalan dengan hati-hati. Bukan karena dia takut akan lokasi yang menyeramkan, tapi lebih berhati-hati agar langkahnya tidak menimbulkan suara. Yah, walau bunyi mobil pastinya terdengar. Sekali pun mobil Astrid adalah mobil mahal dengan bunyi mesin yang halus, setidaknya tetap ada suara, apalagi di tengah malam yang sepi bukan? "Ada jejak ban mobil," ucap Caspian menatap tanah di sekitarnya. "Tanah di sini kering, tapi masih ada sedikit jejak yang terlihat." "Mengarah ke mana?" tanya Alaric dengan kening berkeru

  • Pesona Sang Penguasa   107. Kehilangan

    "Tuan, kita sudah menemukan mobil yang dimaksud." Caspian berteriak, dari sisi lain ruangan yang penuh berisi monitor. "Di mana dia?" tanya Alaric yang segera mendekat. "Kalau dilihat dari arahnya, sepertinya dia akan menuju luar kota." Petugas pemeriksa rekaman CCTV yang memberitahu. "Bagus." Alaric mengangguk, sebelum beranjak. "Darcy kau terus pantau di sini dan beritahu aku kalau sudah menemukan titik pastinya. Ian, kau ikut aku. Kita akan menuju ke lokasi." "Tuan sendiri yang akan pergi ke sana?" tanya Caspian dengan mata melotot, walau tetap mengikuti sang majikan. "Memangnya siapa lagi yang akan pergi?" tanya Alaric sambil terus berjalan dengan cepat. "Aku ingin menghajar siapa pun itu pelakunya." "Tapi ini bisa saja berbahaya," ucap Caspian tentu saja akan terus menghalangi sang tuan. "Lagi pula, pelakunya mungkin lebih dari satu orang." "Pelakunya memang lebih dari satu orang, Ian." Alaric mengoreksi, kini berlari turun melewati tangga karena lift yang ditunggu m

  • Pesona Sang Penguasa   106.

    "Hei, permintaan perempuan ini agak aneh." Anna mengedipkan matanya dengan pelan, ketika salah satu lelaki yang mengerjainya berbicara. Dia sudah tidak punya tenaga sama sekali, sehingga yang bisa dia lakukan hanyalah mendengar saja. Apalagi, perutnya juga makin sakit saja. "Dia meminta kita membunuh pelacur ini?" Lelaki kedua berbicara. "Ini gila." Lelaki ketiga menggeleng keras. "Aku tidak mau melakukannya." "Kenapa tidak?" Lelaki kedua kembali berbicara. "Kita bisa mendapat banyak uang, apalagi kalau kita menjual barang-barang perempuan ini," lanjutnya menunjuk Anna yang terbaring lemah. "Kau lupa? Kita menculik dia di rumah sakit." Lelaki ketiga mengingatkan. "Tidak ada barang berharga yang sempat kita ambil." "Tapi dia menggunakan kalung dan anting." Lelaki kedua mengingatkan. "Aku yakin kalau dua benda itu adalah barang mahal yang bisa kita jual. Kamar rawat inapnya saja suite." Dua lelaki yang lain, saling bertatapan. Sepertinya mereka terlihat sangat ragu dan mas

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status