Aku tidak tahu apa arti ucapanku bagi Matthew, tetapi aku dengan jelas merasakan bahwa suasana di sekitarnya tiba-tiba menjadi sangat berat. Kegelapan di ruangan itu terasa begitu menekan hingga aku merasa sesak.Aku menarik napas dalam-dalam, lalu berbalik dan meraba-raba mencari gagang pintu. Aku ingin pergi. Namun, begitu tanganku menyentuh gagang pintu, Matthew tiba-tiba menempel di punggungku.Dada Matthew yang lebar dan hangat menciptakan rasa aman yang aneh. Namun, aku tidak menginginkannya."Matthew ....""Kamu pembohong!" Matthew memotong ucapanku, tangannya menekan punggung tanganku yang masih menggenggam gagang pintu. "Kamu sendiri yang bilang kalau kamu suka aku, bahkan kamu bilang seumur hidupmu hanya akan menyukaiku."...."Kamu sendiri yang bilang kamu menyukaiku ...."Dalam suaranya ada nada sedih dan terluka yang belum pernah kudengar sebelumnya. Tatapan matanya yang dalam seakan menyiratkan rasa sakit.Aku terbangun dengan napas memburu. Langit-langit kamar terlihat s
Krisis pada saat itu disebabkan karena Santos ingin menghemat biaya dengan membeli bahan bangunan yang tidak sesuai standar. Akibatnya, setelah proyek selesai, bangunan gagal lolos pemeriksaan kualitas.Pihak regulator menolak memberikan izin dan apartemen itu tidak bisa dijual. Kerugian miliaran setiap hari membuat Santos kewalahan.Jika aku bisa memastikan bahwa penyebab krisis kali ini sama, maka Santos tidak bisa lagi menggunakan nenekku untuk mengancamku. Aku bisa membawa nenek ke sisiku dengan aman. Dengan pemikiran itu, aku segera mengirim pesan kepada detektif swasta.Siang itu aku tidak ada kelas, jadi aku pergi ke studio Allen untuk membereskan desain-desainnya selama beberapa waktu terakhir. Aku sibuk bekerja hingga pukul 5 sore, barulah semua urusan di studio selesai.Selama itu, Keegan sama sekali tidak membalas pesanku. Namun, aku tidak terlalu memikirkannya. Saat aku hendak mengunci pintu untuk pulang, tiba-tiba terdengar suara benda berat jatuh dari arah kamar tidur.Ak
Setelah Matthew selesai bicara, aku baru ingat bahwa dia memang punya seorang bibi. Di kehidupan sebelumnya, bibinya itu baru kembali dari luar negeri saat Sonny berada di ambang kematian. Bahkan setelah Sonny meninggal, dia tidak menghadiri pemakamannya dan langsung pergi lagi.Aku menghela napas panjang. Rasanya dunia ini sungguh sempit. Aku sudah berusaha keras menjauh dari Matthew, tetapi sekarang malah bekerja di bawah kakaknya."Kalau begitu, karena keluarganya sudah datang, aku pamit dulu." Aku bangkit sambil mengambil tasku, bersiap untuk pergi.Matthew membuka mulutnya, seolah ingin mengatakan sesuatu, tetapi pada akhirnya tidak ada sepatah kata pun yang keluar. Aku baru berjalan dua langkah keluar ruangan, lalu tiba-tiba teringat bahwa aku yang membayar semua biaya rumah sakit tadi. Jadi, aku kembali masuk ke ruangan.Aku mengeluarkan semua bukti pembayaran dari dalam tasku dan menyerahkannya kepada Matthew. "Semua biaya rumah sakit tadi aku yang bayar duluan. Totalnya lima j
Aku berkata pada diriku sendiri, anggap saja kali ini aku berbaik hati. Lagi pula, Keegan sempat membantuku beberapa waktu lalu, dan aku memang perlu mengetahui situasi Grup Wirawan dari dia.Keegan memelukku selama sekitar tiga atau empat menit, sebelum akhirnya dia melepaskan pelukannya. Dia tersenyum, tetapi tatapan di matanya itu sama sekali tidak tampak bahagia."Kamu pasti mau tertawain aku sekarang, 'kan?" katanya.Aku hanya memandangnya tanpa bicara. Dia duduk di kursi dekat dinding, menunduk menatap lantai sambil tertawa sinis pada dirinya sendiri. "Tertawakan saja. Aku memang patut ditertawakan."Keegan seharusnya tidak seperti ini. Dia selalu terlihat sombong, angkuh, dan percaya diri. Sosok yang flamboyan, penuh pesona, dan memiliki modal untuk itu.Dia seharusnya seperti macan tutul di padang rumput yang selalu mengintai mangsanya, bukan seperti saat ini ... terlihat begitu rapuh dan berantakan.Aku menatap kepalanya yang tertunduk dalam. "Apa yang terjadi?" tanyaku perlah
Keegan menyelesaikan ceritanya dan menatapku. "Kisahnya nggak terlalu berlebihan, tetapi tetap saja cukup dramatis."Aku merasa dia benar. Cerita itu memang tidak sedramatis novel, tetapi tetap saja penuh ironi dan kebetulan yang terlalu sempurna. Hal-hal seperti itu selalu terasa seperti fiksi ... sampai kamu mengalaminya sendiri. Barulah kamu menyadari bahwa cerita-cerita ini bersumber dari kenyataan."Jadi, awalnya kamu mendekatiku cuma untuk membuat Matthew kesal?" tanyaku langsung.Keegan terdiam. Sebenarnya, ada pertanyaan lain yang lebih ingin kutanyakan: Sejauh apa kamu akan menyakitiku dalam hidup ini demi membalas dendam pada Matthew?Namun, aku tidak bisa bertanya seperti itu. Jika aku mengatakan apa yang kualami di kehidupan sebelumnya, mereka pasti akan menganggapku gila.Setelah beberapa saat, Keegan akhirnya bicara. "Awalnya iya. Sekarang nggak lagi."Dia memijat pelipisnya, terlihat lelah. "Belakangan ini, keadaan ibuku semakin buruk. Penyakit fisiknya sudah menyiksanya
Pukul sepuluh pagi, seseorang mengaktifkan fitur anonim dan mengirimkan serangkaian foto di grup kelas.Foto pertama menunjukkan aku sedang berdiri di tepi jalan, menunggu Evano. Foto kedua memperlihatkan mobil Mercedes-Benz hitam berhenti di depanku. Jendela mobil diturunkan dan sebagian wajah Evano terlihat jelas. Meskipun hanya sebagian, usianya yang sudah tua pun terlihat jelas.Foto ketiga, keempat, dan kelima memperlihatkan aku masuk ke dalam mobil, lalu mobil itu melaju meninggalkan Universitas Gading.Setelah foto-foto itu muncul, semua orang mulai membahas hubunganku dengan Evano. Mereka mulai berspekulasi tentang siapa pria itu.Pada awalnya, meskipun banyak yang membicarakan aku, komentar mereka masih cukup "netral". Tidak lama kemudian, foto keenam diunggah. Fotoku dan Evano berjalan masuk ke hotel dengan tangan bergandengan.Saat foto itu muncul, grup kelas pun langsung meledak. Semua orang tampak sudah menyimpulkan bahwa aku dibayar pria tua alias "sugar daddy".Aku masih
Kantor dosen pembimbing.Aku, Aurel, Cyntia, dan Lina berdiri berjajar di depan meja.Dosen pembimbing terlihat sangat marah. Dia menunjuk kami satu per satu sambil memarahi kami cukup lama. Setelah memberikan sanksi kecil, dia menyuruh kami kembali ke asrama.Saat kami berjalan menuju pintu, dosen itu memanggilku.Ketika hanya kami berdua di ruangan, dia berkata dengan lebih tenang, "Leila, aku nggak akan percaya gosip di forum itu tanpa bukti. Tapi, masalah ini jelas memberi dampak buruk bagi universitas dan juga dirimu. Aku harap kamu bisa segera menyelesaikan persoalan ini dan meredakan rumor tersebut."Aku terdiam sejenak. Memang benar aku tidak pernah memberi tahu siapa pun tentang acara makan malam bersama Evano dan naik mobil pria tua sebenarnya bukan hal baru di Universitas Gading. Namun, kenapa kali ini aku yang dijadikan sasaran utama?Aku mengangguk pelan. "Saya mengerti, Pak. Saya akan mencari cara untuk menyelesaikannya."Keluar dari kantor dosen pembimbing, aku berjalan
Setelah berkata demikian, salah satu dari mereka mengulurkan tangan ke arahku. Aku menatap tangan itu, sorot mataku menjadi dingin.Saat aku bersiap untuk bertindak, sebuah tangan dengan jari-jari yang panjang dan tegas menangkap tangan yang terulur ke arahku. Dengan gerakan cepat, orang yang menghinaku tadi langsung dihempaskan ke tanah dengan sebuah bantingan keras."Buk!" Suara benturan yang berat bergema, membuat semua orang di sekitarnya langsung terdiam.Aku mengangkat pandanganku dan melihat Matthew berdiri dengan wajah yang dingin. "Siapa lagi yang mau bicara omong kosong?"Sejak masuk ke Universitas Gading, Matthew selalu tampil mencolok. Dia punya wajah tampan, keluarga kaya, nilai bagus, dan hubungannya dengan Yuna sudah terkenal seantero kampus.Hampir semua orang mengenalnya dan tahu latar belakang keluarganya yang luar biasa. Banyak yang tidak berani menonton keributan ini lebih lama, jadi mereka pun buru-buru beranjak pergi dengan wajah kikuk.Mungkin karena sudah membua
Makanya, meskipun Felly memberiku obat dan ingin membuatku malu di hadapan semua orang, aku tidak ingin menggunakan cara yang sama untuk membalasnya."Aku bisa bantu." Matthew berkata, "Latar belakang Keluarga Hutama nggak termasuk buruk. Ini termasuk pilihan bagus untuk Santos."Aku menoleh, melihat Matthew memandang ke luar jendela. Malam ini terasa sangat panjang.Saat kapal berlabuh, Santos membawa sekelompok orang masuk. Mereka langsung menuju ke kamar Matthew. Dari kejauhan, terdengar suara Madhu yang berpura-pura menenangkan, "Santos, jangan marah. Semua bisa dibicarakan baik-baik."Segera, mereka mendorong pintu dan masuk. "Matthew, Leila bukan wanita sembarangan. Dia ...."Santos seketika tidak bisa melanjutkan kata-katanya. Aku berdiri di belakangnya, berpura-pura tidak tahu apa yang terjadi. "Ada apa ini?"Matthew yang memakai pakaian serba hitam pun berjalan keluar. "Apa maksudmu, Pak?" Matthew melirik sekeliling. "Selain itu, ngapain kamu membawa begitu banyak orang kemari
Matthew membawaku ke kamarnya. Aku berpura-pura merasa tidak nyaman. Segera, dia menurunkanku ke ranjang.Aku mengepalkan tanganku, merasakan Matthew perlahan-lahan mendekat. Ketika bernapas, aku merasakan aroma kayu yang semakin kuat.Aku menjulurkan tangan ke nakas untuk mengambil lampu. Aku ingin menghantamkannya ke kepala Matthew. Namun, Matthew tiba-tiba menahan tanganku dan berujar, "Jangan bergerak."Suaranya terdengar rendah. Aku memelotot. Dia memiringkan kepalanya dan mencium telingaku. "Felly lagi mengawasi kita di luar."Setelah mendengarnya, aku tanpa sadar menatap Matthew. Dia menggenggam tanganku, sesekali mencium leherku. "Sabar sedikit. Saat aku memberi keluargamu proyek hari itu, Santos bisa melihat aku menyukaimu.""Belakangan ini, Keluarga Sanjaya punya proyek baru lagi. Santos meneleponku dan bilang kondisi kesehatan nenekmu buruk, jadi menyuruhku membawamu keluar bermain."Ciuman Matthew makin liar. Aku kesulitan bertahan. Entah dari mana tenagaku, aku sontak mend
"Wow!" Cassey berseru dengan kagum, "Leila, mereka lucu sekali. Aku hampir meleleh dibuat mereka!"Ketika melihat Cassey seperti ini, suasana hatiku menjadi lebih rileks.Sekitar 20 menit kemudian, rombongan lumba-lumba pergi dan tak terlihat lagi. Cassey merasa agak kecewa, tetapi aku merasa sangat puas.Yosef menghampiri untuk menggoda Cassey. Aku menatap keduanya, merasa ada yang aneh dari mereka.Pada akhirnya, aku pergi. Ketika aku mengambil jus, Matthew tiba-tiba menggenggam pergelangan tanganku. Aku mendongak menatapnya. Dia menyuruhku memandang ke arah matahari terbit.Aku mengikuti instruksinya, lalu melihat lumba-lumba pink mengapung di permukaan laut. Aku terkejut hingga menutup mulutku. Matthew bertanya, "Cantik nggak?"Aku mengangguk. Matthew berbisik di samping telingaku. "Dia punya nama."Aku menoleh. Matthew tersenyum dan meneruskan, "Namanya Pangsit."Pangsit .... Aku tiba-tiba teringat saat aku SMA 2, aku bersikeras makan bersama Matthew. Karena terlambat, yang tersis
Aku bergegas mundur dan menaruh tanganku di belakang punggung. Tangan Matthew sontak terbuka karena penolakanku yang terlalu besar. Pada akhirnya, dia menarik tangannya kembali dan berkata, "Tanganmu berdarah."Aku menggigit bibir tanpa menyahut. Saat ini, Cassey dan lainnya datang. Cassey membawa ember dan berlari menghampiri, lalu menunjukkan isinya kepadaku. "Leila, aku tangkap ubur-ubur. Yosef bilang ubur-uburnya akan bersinar di malam hari.""Serius?" Aku merasa lega. Aku menatap ubur-ubur setengah transparan di dalam ember. "Kita cari akuarium saja supaya dia punya tempat."Usai mengatakan itu, aku menarik Cassey ke kamar tanpa peduli pada Matthew. Tidak ada tempat untuk menaruh ubur-ubur. Pada akhirnya, Cassey mencari Yosef. Yosef memberikannya vas bunga transparan.Setelah memasukkan ubur-ubur ke vas, Cassey baru menyadari tanganku berdarah. Dia menarik tanganku dan berkata dengan alis berkerut, "Tanganmu ....""Nggak apa-apa." Aku melirik sekilas punggung tanganku yang berdara
Aku merasa sangat panas. Sekujur tubuhku seolah-olah dibakar api. Aku ingin menghindar, tetapi tidak tahu caranya.Mimpi buruk terus bermunculan. Aku bermimpi tentang kehidupan lampau saat Matthew pergi setelah menerima telepon dari Yuna, juga bermimpi saat Matthew memohon kepadaku untuk melepaskan Yuna di ruang privat.Pada akhirnya, adegan mimpiku berhenti. Saat itu, kami selesai berhubungan badan. Matthew menatapku layaknya sampah. "Leila, kamu menjijikkan sekali.""Bu ... bukan aku ...." Aku sontak membuka mata dan memandang langit-langit."Sudah bangun?" Terdengar suara Matthew di samping telingaku. Aku perlahan-lahan menoleh.Wajah Matthew agak berkumis. Dia terlihat sangat lelah. Entah berapa lama aku tertidur. Aku ingin mengambil ponsel, tetapi Matthew menahan tanganku."Jangan sembarangan gerak. Kamu lagi diinfus." Setelah mendengarnya, aku baru menyadari ada beberapa kantong cairan infus yang digantung."Berapa lama aku tidur?" tanyaku dengan susah payah. Tenggorokanku terasa
Pagi hari, aku dibangunkan oleh Cassey. Aku bersembunyi di dalam selimut. Dia menarikku dan bertanya, "Leila, kami mau pergi snorkeling. Kamu mau ikut nggak?""Nggak mau." Aku masih sangat ngantuk. Aku menunjukkan tanganku yang terluka kepadanya dan meneruskan, "Dokter bilang tanganku nggak boleh kena air."Setelah mendengarnya, Cassey baru ingat. Dia tidak membangunkanku lagi dan hanya berpesan beberapa hal sebelum pergi.Sekitar 5 menit kemudian, rasa kantukku malah hilang. Aku pun terpaksa bangkit dari ranjang. Selesai mandi, aku mencari baju di koper.Begitu koper dibuka, ternyata semua isinya adalah terusan. Aku mengambil sebuah terusan berwarna putih, lalu membentangkannya dan mendapati terusan itu hanya mencapai bagian atas pahaku.Aku mengernyit, lalu mengambil terusan berwarna biru lagi. Yang ini lebih panjang, tetapi ada lubang di punggung dan di pinggang. Pada akhirnya, aku memilih terusan berwarna hitam dengan garis leher V yang sangat ketat.Setelah mandi dan berganti paka
Aku melihat jam di ponsel. Ternyata baru pukul 3 subuh lewat. Karena tidak ingin mengganggu Cassey, aku mengambil selimut dari lemari dan menaruhnya di bahuku. Kemudian, aku keluar untuk melihat bintang.Mungkin ada yang salah dengan cuaca tahun ini. Aku merasa angin yang bertiup agak panas.Setelah jauh dari kota, bintang di langit menjadi lebih terang. Pemandangan seperti ini tidak bisa dilihat di kota.Sesaat setelah aku duduk bersila, tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka. Aku menoleh. Ternyata Matthew keluar dari pintu lain dan berdiri di depan pagar pembatas.Matthew masih mengenakan pakaian sebelumnya. Ketika dia melangkah keluar dari kegelapan, entah mengapa aku merasa dia terlihat seperti orang yang kesepian.Aku menggeleng, merasa pemikiranku ini agak konyol. Matthew selalu disanjung oleh orang-orang. Bagaimana mungkin orang seperti ini merasa kesepian?Ketika aku hendak kembali, tiba-tiba Matthew mengeluarkan sebungkus rokok dan menyalakannya. Asap mengepul. Aku melihat Ma
Entah mengapa, aku merasa agak malu. Aku yang ingin menghindar lagi sontak mematung. Matthew memanggil, "Hm?"Aku menggigit bibirku, lalu sengaja menyahut dengan tidak acuh, "Aku nggak ingin lihat."Senyuman di bibir Matthew menjadi makin jelas. Dengan suara rendah, dia bertanya, "Gimana kalau aku ingin kamu lihat?"Seketika, telingaku merasa geli. Aku sontak memalingkan wajah. Matthew juga menoleh untuk melihatku. Tiba-tiba, jarak di antara kami pun menjadi sangat dekat. Dekat sampai aku bisa mencium aroma krim cukurnya."Sudah selesai." Terdengar suara dokter. Aku sontak tersadar kembali, lalu menyingkirkan tangan Matthew yang menutup mataku.Dokter sudah melepaskan sarung tangannya. Dia menginstruksi, "Tanganmu nggak boleh kena air selama tiga hari. Jangan sering digerakkan juga. Aku akan membantumu mengganti perban setiap hari.""Setengah bulan juga sembuh." Dokter sedang membereskan kotak P3K. Dia menambahkan, "Oh ya, benang yang kupakai untuk kecantikan. Jadi, nggak usah khawatir
Para pria di tempat juga tidak sempat bereaksi. Aku hanya bisa menyaksikan Prilly melemparkan pecahan gelas kepadaku. Aku tanpa sadar menjulurkan tangan. Saat berikutnya, pecahan gelas menggores punggung tanganku.Seketika, pecahan gelas yang ternodai darahku pun terjatuh ke lantai. Aku kesakitan hingga berjongkok.Cassey segera maju untuk memapahku. "Leila ...."Matthew dan Yosef buru-buru menghampiri dari dek. Ketika melihat tanganku berdarah, wajah Matthew menjadi suram. Dia mendekatiku, lalu mengambil kain bersih untuk menekan tanganku. "Sakit sekali ya?"Aku sangat takut sakit, tetapi juga sangat pintar menahan sakit. Sebelumnya saat demam tinggi, Aku sama sekali tidak menangis. Namun, kali ini mataku malah berkaca-kaca. Aku mendongak menatap Matthew, melihat kecemasan pada tatapannya."Ya, sakit ...." Setelah mendengar jawabanku, Matthew menjadi panik. Dia menyuruh Yosef memanggil dokter yang mengikuti perjalanan ini, lalu menggendongku ke kamar."Nggak apa-apa, dokter akan seger