Maaf bab ini agak panjang hehehe
Sesaat setelah Diana menceritakan itu, Aruna jadi ikut merasa tergelitik sebab Ryuga pasti mendengar soal mengedit wajah itu dari dirinya. Hanya saja Aruna tak menyangka Ryuga akan mengucapkan hal tersebut di depan sekretarisnya.Melihat wajah Aruna yang senyum-senyum sendiri membuat Diana memicing mata. “Ah … Pak Ryuga pasti tahu dari kamu, ya?”Aruna mengangkat alisnya, “Ya pasti dari aku, Tan. Dari siapa lagi?”“Terus gimana lagi, Tante?” Gadis itu menopang dagu dan menaruhnya di tangan yang kanan. Bola matanya kembali menyala untuk menyimak kembali cerita Diana.“Tante nggak setuju dong, Aruna. Jadi, Tante memberikan saran lain sebagai gantinya dan karena itulah sepagi ini Tante ada di sini,” jelas Diana lagi.Kalau tahu akan begini, Diana tak akan keceplosan untuk memberikan saran lain.“Saran kayak gimana, Tante Diana?” Aruna semakin dibuat penasaran. Rasanya menggemaskan saja melihat tingkah Daddy-nya yang tak seperti biasa.Menarik napas lalu mengembuskan napasnya perlahan, Di
“Bu Claudia … sakit?”Pertanyaan Aruna membuat Claudia menyadari satu hal: dia bersikap tidak profesional. Wanita itu segera menghentikan lamunannya dan fokus dengan keadaan di sekitar.Diam-diam Claudia melirik Ryuga yang terdiam seperti patung.“Tidak, Aruna. Ibu cuma kepikiran aja soal voli buat besok,” alibi Claudia. Tapi, dia tidak sepenuhnya berbohong.Besok adalah perlombaan voli jadwal prodi jurusan Seni. Claudia sedikit tegang karena merasa dirinya harus banyak berlatih. Namun, waktunya terlalu minim. Sekarang, dia pagi-pagi berangkat hanya untuk berlatih lagi.“Ah … gitu. Bu Claudia pasti bisa kok. Aku besok bakal nonton Ibu! Semangat pokoknya!” seru Aruna sambil mendekap erat-erat tangan kiri Claudia.Dan seperti apa yang Claudia katakan, energi bahagia Aruna sangat menular sehingga membuat perasaan cemas Claudia terkikis.Kini, Claudia melirik Ryuga.“Kamu mau datang dan menontonku, Ryuga?” Itu bukan pertanyaan iseng. Claudia menanyakannya dengan serius.“Lihat nanti saja,
“Jadi, mau aku yang temani bertemu pria itu atau membiarkan Aruna ikut denganmu, Claudia?”Saat Claudia mengatakan akan menemui Dimitri seorang diri, jelas Ryuga langsung menolaknya dan memberikan dua pilihan itu.Pria itu terdiam di samping pintu mobil, menunggu Claudia dan Aruna turun dari sana.Satu tangan Claudia mendarat di atas tangan Aruna. Sambil menatap ke arah Ryuga, Claudia menjawab, “Aruna ikut bersamaku,” jawab Claudia dengan tegas.Aruna yang namanya dibawa-bawa oleh Ryuga sama sekali tak merasa keberatan. Dia justru diam-diam senang melihat Ryuga yang tengah dibakar api … cemburu.“Ayo, Aruna,” ajak Claudia turun dari mobil.“Let’s gowwww!” Aruna menyahut senang. Saat melewati Ryuga, Aruna mengedipkan sebelah matanya seolah berkata, “Daddy tenang saja, Aruna bakal jaga calon Mommy Aruna dengan baik!”Mobil Ryuga terparkir di tempat biasa dan kebetulan pemilik dari mobil di sebelahnya datang dari samping. Sosok itu melihat Ryuga, Claudia, dan Aruna.Dia mengenali salah s
Paling tidak, seseorang membenci satu hal dalam hidupnya. Bagi Aruna, dia benci ketika orang lain menyebutnya seperti anak kecil. Aruna berusaha memakluminya, sekali ini saja. ‘Apa karena gaya pakaianku yang tidak terlihat dewasa?’ pikir Aruna sambil berlalu. Dia membalikkan tubuhnya, kaki jenjang yang dibalut rok sebetis itu melangkah menuju kelasnya yang agak lumayan jauh dari parkiran. Saat itu, Aruna memilih jalan samping melewati aula. Dan siapa sangka jika langkahnya membawa Aruna pada Dirga? “Hai, Dirga sayang!”, sapa Aruna dengan riang. Tapi, sayangnya pemuda itu sedang menyesap Vape bersama Andra. Asap putih mengebul di udara sekitarnya. Hal itu membuat Aruna mengembuskan napas berat. Namun, Aruna tetap mendekat ke arah Dirga. “Hai, Run. Makin cantik aja lo tiap hari.” Mendengar Andra menggodanya membuat Aruna hanya tersenyum lemah. Gadis itu tak menganggap itu sebagai pujian. Padahal kalau diperhatikan, Aruna memang semakin tampil cantik. ‘Sepertinya Dirga nggak pe
Jarak tempuh menuju GOR hanya memerlukan waktu kurang lebih tiga menit. Memang sedekat itu dari kampus. Sang sopir memarkirkan mobil mewah Ryuga ke dalam basement.“Padahal aku bisa turun di depan, Ryuga.” Claudia merasa tak enak merepotkan seperti ini terus.Apalagi Ryuga turun lebih dulu tanpa bisa dicegah untuk membukakan pintu mobil untuk Claudia.‘Kalau pun repot, Daddy sama sekali nggak keberatan untuk melakukan sesuatu untuk orang yang sangat disayanginya.’Ucapan Aruna kembali terngiang di telinga Claudia. Wanita menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Satu tangannya meraba bagian atas tubuhnya, tepatnya bagian dada.Mengapa jantungnya berdebar sekencang ini?“Mau latihan atau temani aku ke kantor hari ini, hmm?”Sosok Ryuga yang berdiri dekat pintu mobil dengan alis yang naik sebelah tampak kelihatan berbeda di mata Claudia. Tampak lebih … tampan dari biasanya?“Y-ya latihan, Ryuga,” jawab Claudia sedikit terbata.‘Aku pasti sudah nggak waras!’Claudia menggigit bibir bawah bagian
“RYU!”Teriakkan dari seorang wanita yang baru saja ke luar dari mobil membawa kesadaran Claudia kembali secara penuh.Kejadian naas itu terjadi terlalu cepat. Tubuh Claudia tiba-tiba dipeluk dari belakang dan keduanya terbanding pada sebuah mobil yang terparkir di samping. Terdengar bunyi benda yang patah karena saling bertabrakan.Suara ringisan di belakang Claudia membuat wanita itu melepas paksa pelukan di belakangnya.Pria itu langsung memegangi tangan kirinya yang menabrak kaca spion mobil hingga lepas. Benturan itu cukup keras.“Kamu nggak terluka ‘kan, Claudia?” tanya Ryuga dengan ekspresi yang jelas terlihat kesulitan. Pria itu tengah kesakitan.Namun, di tengah-tengah itu manik hitam Ryuga berusaha fokus dan memindai jika Claudia tidak terluka sedikit pun.Netra mata Claudia tertuju pada tangan kiri Ryuga sebab pria itu memeganginya.“R-Ryuga–Saat Claudia hendak menyentuh Ryuga, tiba-tiba ada sebuah tangan yang menepisnya kasar. Sosok itu mendekati Ryuga dan memeriksa keada
Menyadari yang masuk ke dalam mobil adalah Bellanca dan bukan Claudia, Ryuga sontak menautkan alisnya.“Mana, Claudia?” Disambung ringisan yang cukup kuat karena gerakan tubuhnya mengenai tangan kirinya.Kepala Ryuga tertoleh ke belakang. Dia masih sempat melihat keberadaan Claudia, namun tak bertahan lama karena mobil dengan cepat ke luar dari basement.“Dia … tak ikut dan malah menyuruhku yang menemanimu,” jawab Bellanca yang juga masih setengah kebingungan akan hal itu.Niat Ryuga yang ingin menghentikan sopirnya untuk kembali menjemput Claudia seketika diurungkannya niat tersebut.“Kamu membual, Bella?” tuduh Ryuga.Bellanca menggeleng. “Claudia mengatakannya sendiri, dia bilang ‘Tolong temani Ryuga ke rumah sakit, Bellanca’,” ucap Bellanca mengingat jelas apa yang dikatakan Claudia. Dia menatap pria di sebelahnya, “Kamu bisa tanyakan nanti padanya. Aku sama sekali tidak berbohong.”Mendengar itu, Ryuga merasa sedikit … kecewa. Ekspresinya tampak kesulitan. Apa yang dilakukan Clau
*Beberapa menit sebelum kejadianMenyaksikan pemandangan pria yang dia cintai menatap penuh cinta pada wanita yang bukan dirinya membuat Bellanca merasakan hatinya teriris.Dia tak sanggup melihat itu sehingga Bellanca memalingkan wajah ke arah sosok pengemudi di sampingnya.“Claire, ayo pergi saja,” ajak Bellanca yang tampak mulai tidak nyaman.Mendapat ajakan tersebut, Claire menatap Bellanca tak percaya. “Pergi begitu saja? Nggak, Bellanca. Kita harus melanjutkan rencana selanjutnya,” ucapnya menggebu-gebu.Wanita itu lalu menolehkan wajah lagi ke depan. “Lo cemburu karena Ryuga dan Claudia mengobrol seperti itu?”Bellanca tak merespons. Jadi, Claire menganggapnya demikian. Sejujurnya, Claire juga tidak menyukai pemandangan di depan matanya itu. Selain muak, diam-diam Claire kian merasa iri pada Claudia.“Lihat saja, gue beneran nggak akan bikin lo bahagia semudah itu, Claudia.”Claire bersiap dengan gas kemudi mobilnya kala Claudia selesai mengobrol dengan Ryuga dan membalikkan ba
Seorang pria cenderung mengikuti logika dibandingkan perasaannya. Riel termasuk pria dengan tipe pertama. Akan tetapi, sepertinya itu tampak berbeda dengan apa yang baru saja dilakukannya. Dengan kesadaran penuh, kini Riel tengah berdiri di sebuah kamar flat–tempat yang baru didatanginya kedua kali. Tangan kanannya sudah terangkat, hendak mengetuk pintu. Namun, mendadak Riel ragu. Tapi, sudah terlanjur disini …. Alhasil tangannya menggantung di udara. Riel membuang wajah sekaligus mengembuskan napas kasarnya. Bertepatan dengan itu, pintu kamar flat tersebut terbuka dari dalam. Refleks, Riel kembali meluruskan pandangan. Maniknya langsung bersitatap dengan sosok penghuni kamar pemilik flat. Bibir Riel sudah terbuka, hendak mengatakan sesuatu selagi dia menurunkan tangan. Namun, sebelum suaranya mengudara, mulutnya dibungkam oleh sebuah tangan mungil di hadapannya. Jarak keduanya dekat sekali. Riel bisa merasakan deru napas pendek wanita di hadapannya. Sementara sang wanita juga bi
Selagi Ryuga mengambil tab dan catatan di ruangan kerjanya, secara bersamaan dia mendapatkan panggilan telepon dari Riel. Pria dengan tahun kelahiran yang sama dengan Claudia itu menanyakan satu dua hal terkait kontrak kerjasama dengan perusahaan lain.“Besok aku tinjau kembali terkait kontrak dari perusahaan yang kamu maksud, Riel. Sekarang, aku harus menemui Claudia dulu.” Dengan kata lain, Ryuga sedang tidak mau diganggu.Bisa berduaan dengan Claudia adalah waktu emas bagi Ryuga. Jadi, tidak boleh disia-siakan.“Baik, Pak Ryuga.”Ibu jari Ryuga yang hendak menekan tombol merah di layar ponsel tertahan saat mendengar suara Riel bicara lagi di seberang sana. “Apa Anda sedang bersama Bu Claudia, Pak Ryuga?”Mendapatkan pertanyaan itu, Ryuga mengurungkan niat untuk mengakhiri panggilan. Dia menautkan alis. “Kenapa kamu ingin tahu, Riel?” tanyanya dengan nada cukup sinis.Riel menahan napas menyadari betapa bodohnya pertanyaan itu. Dia sesaat lupa jika Ryuga benar-benar bersikap posesif
Keputusan Aruna sudah benar dengan tidak ingin menambah urusan Claudia lebih banyak. Kini Claudia tengah dibuat pusing karena Emma menodongkan pertanyaan yang cukup membuat Claudia kepikiran.‘Memikirkan jawaban untuk pertanyaan Tante Em jauh lebih sulit dibandingkan memikirkan jawaban untuk pertanyaan mahasiswa,’ batin Claudia seraya menggeleng-gelengkan kepala.Saking fokus berpikir sambil melamun, Claudia sampai tidak lagi mengikuti alur cerita film yang tengah ditontonnya sejak lima belas menit lalu bersama Ryuga. Merasa diabaikan, Ryuga berusaha mencari perhatian. Bersama Claudia, Ryuga merasa menjadi pria yang haus dengan atensi dan juga … sentuhan.Demikian, Ryuga mengubah posisinya yang duduk menjadi terbaring dengan kepala yang sengaja dijatuhkan di atas paha wanita itu.Tindakan kecil Ryuga tersebut berhasil membuyarkan lamunan Claudia. Pandangan Claudia turun dan langsung bertukar pandangan dengan manik hitam Ryuga.“Beritahu aku apa yang mengganggu pikiranmu saat ini, Clau
Tampak seorang pemuda tengah berdiri seorang diri di dekat tempat pembelian tiket masuk. Dia baru saja membeli dua tiket untuk masuk ke dalam wahana bermain. Bibir tipisnya mengulas senyum kecil menatap tiket di tangannya lamat-lamat. Satu tiket untuk dirinya dan satu lagi untuk seorang gadis berharga baginya. Membayangkan keduanya akan menghabiskan waktu berdua membuat Dirga tersenyum sendiri. Detik berikutnya, Dirga menggelengkan kepalanya. Jangan senang dulu, pikirnya. Lantas Dirga meluruskan pandangannya. Dari jarak satu meter, Dirga melihat Aruna berjalan tidak sendirian. Gadis itu ditemani dua sosok yang sangat Dirga kenali. "Apa itu Aland sama Anjani?" gumam Dirga seraya melorotkan kacamata hitamnya ke bawah. Kedua alis Dirga menukik kesal. Sepertinya tebakannya tidak meleset. Aruna memang datang bersama Aland dan Anjani. "Udah lama nunggunya, Dir?" Hilang sudah sapaan manis dari Aruna yang biasa diucapkannya pada Dirga. Kini, Aruna tampak kehilangan minat untuk berbicara
Jika Ryuga dan Claudia tengah sibuk dan kewalahan karena baik Emma maupun Ratih mulai membahas tentang pernikahan, di sisi lain mobil yang dikendarai Aland baru saja tiba di depan kompleks perumahan Anjani. Tampak Anjani yang ke luar dari pos satpam. Gadis itu sepertinya menunggu di sana. Dia berlarian kecil sehingga membuat poninya bergerak lucu. “Pagi, Runa!” panggil Jani seraya mendekat ke arah mobil. Dibalik poninya yang sedikit menutupi pandangan, dia bisa melihat sosok lain selain Aruna di mobil tersebut. Demikian, Anjani sedikit memiringkan kepalanya untuk menatap ke arah sosok tersebut. Dia tidak lagi terkejut sebab Aruna sudah memberitahunya tentang sosok itu. Karena itulah Anjani setuju untuk ikut. Aruna melambaikan tangan lalu mengembangkan senyum cerahnya dan membalas, “Pagi, Jani. Ayo masuk!” titah Aruna. Detik setelah Aruna mengatakan itu, Aland–sosok lain dan tidak bukan di sebelah Aruna ke luar dari mobil. “Mau ke mana, Om Aland?” tanya Aruna keheranan. Pandangann
Emma mengabaikan Ryuga karena dua hal, pertama karena ternyata Ryuga sudah sembuh. Itu bisa dipastikan saat Emma melihat putra semata wayangnya itu bisa berdiri dan menimpali ucapannya. Dan yang kedua jelas karena Claudia Mada. Emma meneriaki nama wanita itu sekali lagi sesaat sebelum si pemilik nama ke luar dari salah satu ruangan yang ada di rumah Ryuga. “Tante Emma?” panggil Claudia pelan saat melihat sosok Emma. Dalam hatinya Claudia berbicara, ‘Apa tamu barusan itu Tante Emma?’ “Syukurlah ….” Ekspresi wajah Emma yang panik kini perlahan berubah menjadi raut wajah penuh kelegaan. Dia mengelus dadanya perlahan. Baru saja Emma mendapati Claudia keluar dari ruangan kerja Ryuga, bukan dari kamar. Hal itu membuat Emma merasa lega tanpa mengetahui kejadian beberapa saat lalu dirinya datang. Dia mendekati Claudia dengan langkah tergopoh-gopoh. “Kamu di sini karena mendengar Ryuga sakit, Clau?” Seketika Claudia meringis. Dia menatap Emma dengan pandangan tidak enak. “I–iya, Tan
Sadar jika kamar adalah tempat yang paling ‘berbahaya’, Claudia meminta Ryuga untuk membawanya ke ruangan lain. Claudia sempat berpikir, ‘Jika bukan di kamar, semua akan aman. Baik aku dan Ryuga tidak akan berlebihan.’Namun, tidak ada orang yang benar-benar pasti bisa menebak yang akan terjadi selanjutnya.Keduanya berakhir ada di ruangan kerja Ryuga dengan posisi sekarang ini Claudia tengah duduk di atas pangkuan Ryuga. Sementara Ryuga terduduk di atas kursi kerjanya.Mmhh~Suara lenguhan Claudia terdengar. Di sela-sela perang bibir keduanya, Ryuga melarikan kedua tangannya pada tubuh Claudia. Satu di leher dan satu di paha wanita itu. Claudia memberikan respons dengan menyelipkan jari-jari telunjuknya ke dalam helaian rambut Ryuga.Pagutan panas keduanya terlepas kala Sang pria menyadari jika wanitanya membutuhkan pasokan oksigen untuk bernapas. Tampak benang saliva sisa-sisa penyatuan lidah keduanya tampak mengkilat di sekitaran bibir.“Claudia,” panggil Ryuga dengan suara rendah.
Usai mengantarkan Aruna dan Aland, Ryuga dan Claudia masuk kembali ke dalam rumah. Claudia mendadak fokus pada ponsel di tangannya karena kebetulan ada pesan masuk dari Dirga. [Dirga: Di kehidupan selanjutnya, gue nggak mau terlahir sebagai anak tunggal. Gue mau punya Mbak … kayak Mbak Claudia.] Mendapatkan pesan itu, Claudia tidak dapat menahan senyumnya. Dia membatin, ‘Hmm, kayaknya kalau aku dilahirkan kembali juga aku maunya adikku dua. Aland dan Dirga.’ Meskipun sikap kedua pemuda itu tampak sama, sebelas dua belas. Namun, baik Aland dan Dirga memiliki sikap yang berbeda. SRETTTT Terdengar bunyi sesuatu yang ditutup di belakang sana. Hal itu berhasil mengejutkan Claudia. Wanita itu menolehkan wajahnya ke samping terlebih dahulu, Claudia baru menyadari jika Ryuga tidak berjalan di sisinya. ‘Lho, mana Ryuga?’ Detik berikutnya, Claudia menyeletuk, “Ryuga?” panggilnya selagi tangannya memasukkan ponsel ke dalam saku celana. “Aku di sini, Claudia,” sahut Ryuga dengan suaranya
Insiden air minum itu membuat Aland kesal. Pada akhirnya, Ryuga menyodorkan segelas air minum padanya karena Aruna mengambil gelas milik Claudia. “Jadi minum atau tidak, Aland?” tanya Ryuga dengan alis yang sudah menukik kesal karena pemuda di hadapannya tak kunjung menerima gelas air minum yang disodorkannya. Ujung-ujungnya Aland segera mengambilnya. “Makasih, Om.” Lantas Aland meneguk dan menghabiskan setengah air dari gelas itu. Dia mengusap bibirnya kasar. Pandangan yang dilayangkan Aland pada Claudia tampak sinis. “Mbak udah nggak sayang gue lagi sekarang?” Ditodong pertanyaan seperti itu, Claudia menatap Aland dengan tatapan nanar. “Kamu … ngerasanya gitu, Al?” Jika memang Aland merasa seperti itu, Claudia merasa bersalah. Air wajahnya berubah menjadi murung. “Pertanyaan gue yang barusan nggak serius kok, Mbak, hehe,” cengir Aland sambil memegangi leher belakangnya. Dia lupa jika kakak perempuannya adalah pribadi yang sensitif dan gampang kepikiran. Mata Claudia memicing m