Kedatangan Bellanca Grey tentu membuat orang-orang yang ada di Gymnasium heboh. Namanya sedang diberitakan di platform sosial media. Baik itu soal kejuaraan-kejuaraan yang telah diraihnya maupun soal asmara cintanya.Bu Yuli yang sudah kembali dari kamar mandi juga terkejut melihat sosok Bellanca yang tengah membagikan satu dua tips.“Loh? Mentornya diganti? Kenapa Ibu nggak tahu?” Bu Yuli tampak terkejut sendiri.Perhatian Claudia teralihkan dari yang sedang menyimak Bellanca menjadi menatap Bu Yuli. “Tante … nggak tahu?”Cepat-cepat Bu Yuli menganggukkan kepala ke arah Claudia. Matanya yang sedikit membola menunjukkan kalau Bu Yuli juga sama terkejut. Wanita paruh baya itu tidak berbohong.“Sebentar, Clau, Tante cek group dulu,” ucap Bu Yuli mengeluarkan ponselnya untuk mengecek pesan.Siapa tahu dia melewatkan informasi penting mengenai pergantian mentor yang sudah ditetapkan sebelumnya. Dan Bu Yuli menaikkan alisnya tinggi-tinggi membaca informasi pergantian itu baru diberitahukan
Seharusnya Claudia hanya sebentar saja berada di dalam toilet. Wanita itu sedang mencuci tangannya di wastafel dan berencana kembali ke Gymnasium.Namun, ada panggilan masuk dari Ryuga sehingga mau tak mau Claudia mengangkat panggilan tersebut.Detik setelah Claudia menerima telepon dengan menjepit ponsel di antara pundak dan telinganya, Claudia membatin, ‘Kenapa aku secepat ini terima telepon dari Ryuga!?’“Claudia Mada, di mana kamu?”Suara tegas Ryuga mengudara. Claudia merespons cepat. “Aku di toilet. Kenapa, Ryuga?”“Sendirian?” Ryuga kembali mengajukan tanya.“Iya … sendirian. Masa rame-rame,” sahut Claudia tidak habis pikir. Dia mengeringkan tangannya menggunakan tissue.“Ada apa, Ryuga? Kamu menelepon untuk menanyakan itu?” Samar Claudia mengerutkan dahinya. Rasanya tidak penting saja menurut Claudia.“Tidak, aku dengar Bella jadi mentor di sana.”Ah, sekarang Claudia mengerti. Bibirnya tersenyum lemah. Dia memandang dirinya sendiri di cermin. Kebetulan di toilet ini hanya ada
Usai dari toilet, Claudia kembali ke Gymnasium. Jaraknya hanya dekat. Tampaknya pendaftaran untuk lomba sudah dibuka.Sebenarnya Claudia kebingungan, dia tak ikut berpartisipasi. Inginnya dia kembali ke ruang dosen. Jadi, dia diam-diam kembali membalikkan tubuhnya.‘Kabur aja deh,’ pikir Claudia.Namun, baru beberapa langkah, seseorang memanggil namanya.“Cla-Claudia.”Claudia mengenali suara itu walaupun hanya pernah terlibat satu kali obrolan dengannya, yakni pada saat bersama Claire di toilet waktu itu.‘Nggak usah dipedulikan. Pura-pura nggak dengar aja, Clau!’‘Siapa tahu ada hal penting yang mau diomongin, Clau.’Dua suara dalam kepala Claudia pada akhirnya membuat Claudia memutuskan mengikuti suara isi kepalanya yang kedua.Tubuh Claudia berbalik. Dia mengatur ekspresi wajahnya menjadi sulit terbaca oleh orang lain.“Ya?”Sosok yang memanggil Claudia itu perlahan melangkah mendekati Claudia. Seorang wanita sepantaran Claudia. Dia dosen muda yang satu prodi dengannya.“Kira-kira
Bukan kebetulan Bellanca bisa menemui Claudia seorang diri di dalam toilet. Dia menerima informasi dari seseorang. Mengingat itu, Bellanca merasa akan meraih kemenangannya.Dan setelah kepergian Claudia, Bellanca masih menunggu di toilet untuk menemui orang tersebut.“Dia tidak lupa ‘kan aku menunggunya di sini?” ucap Bellanca yang bersandar di dinding toilet dekat kaca wastafel.Dia menolehkan wajah ke arah cermin, melihat hasil kepangannya sendiri. Bellanca teringat ucapan Claudia soal Ryuga. Tanpa sadar dia mengepalkan kedua tangannya yang sedang terlipat di dada.Bellanca tak berbohong jika Ryuga bisa mengepang rambut model French Braid itu karena belajar darinya. Bellanca sering mengepang rambutnya seperti itu dulu saat latihan.“Gue nggak maksud buat lo nunggu, Bellanca.”Lamunan mengenai Ryuga di masa lalu buyar kala seseorang yang dia tunggu datang juga. Bellanca berdecak kesal melihat ke arah jam tangan yang melingkar di tangan kanannya.“Tidak masalah,” pasrah Bellanca yang
Tak hanya menangani soal urusan kantor, pekerjaan Riel juga menangani soal putri dari atasannya itu serta menangani kisah asmara atasannya sendiri.Setelah memutuskan sambungan telepon dengan Claudia, Ryuga langsung memerintahkan Viona untuk memanggil Riel agar segera menuju ruangannya.“Pak Ryuga.” Sosok Riel dengan kacamata hitam andalan muncul dibalik pintu ruangan Ryuga. Kepalanya menunduk sebentar ke arah Ryuga, “Ada yang harus kulakukan, Pak?”Sepertinya Riel sudah paham betul jika Ryuga sudah memanggilnya, Ryuga akan segera memberikannya tugas.“Mmm. Bisakah kamu pergi kampus untuk memastikan Claudia baik-baik saja?”Demi mendengar itu, pandangan Riel naik untuk menatap Ryuga. Apa katanya tadi?Ryuga menyadarinya jika perintah itu terdengar konyol. Percayalah, Ryuga juga mengakuinya. Masa bodoh jika Riel akan menganggapnya konyol. Toh pria yang jauh lebih muda itu belum tentu berani menganggapnya demikian.“Bu Yuli bilang Bellanca ada di sana,” beritahu Ryuga. “Sudah pasti ala
Om Yel lihat sendiri ‘kan kalau Bu Claudia baik-baik saja?”Aruna mendekat ke arah Claudia. Matanya yang berbinar memindai Claudia dari atas kepala hingga pada kaki jenjang wanita itu.Pun, sama dengan Riel yang memperhatikan wanita itu dengan intens dibalik kacamata hitam yang dikenakannya. Tak lama pria itu menganggukkan kepala dan tangannya merogoh ponsel.“Saya harus memotret kamu untuk dikirimkan pada Pak Ryuga.”Karena Riel dan Claudia lahir di tahun yang sama, Claudia meminta Riel untuk menggunakan bahasa yang santai selayaknya teman.“A-apa? Aku nggak bersedia untuk difoto,” tolak Claudia.Claudia tak habis pikir dengan jalan pikiran Ryuga. Tak salah jika dirinya menganggap ini berlebihan.‘Ryuga memang berlebihan. Hal-hal seperti ini tidak ada di dalam kontrak.’ Claudia membatin.Tiba-tiba saja Aruna menjawil lengan Claudia. Keduanya bersisian dengan tangan Aruna yang masuk ke dalam tangan dosen muda tersebut.“Aruna?” panggil Claudia kebingungan.Gadis itu menoleh lantas ber
Beberapa jam kemudian, setelah Claudia selesai mengajar di kelas, dia mendapatkan satu pesan dari Fanya.[Fanya: Clau, lo langsung aja ke Gymnasium, ya. Kita udah di sini nungguin elo.]Setelah membaca pesan tersebut, Claudia langsung bergegas. Dia membawa tasnya agar sekalian bisa pulang setelah selesai latihan.Langkahnya terasa ringan saat ke luar dari ruangan dosen. Jujur saja, Claudia merasa tak sabar.Jadi, dia mempercepat langkahnya. “Aku nggak enak udah biarin mereka nunggu,” ucapnya pada diri sendiri.Sejurus kemudian, Claudia terpikirkan satu hal. “Apa aku ke luar dulu buat belikan mereka minum kali, ya?” pikir Claudia.Barangkali itu bisa membuat yang lainnya semangat sekaligus Claudia ingin berterima kasih karena sudah mau mengajaknya bergabung dalam tim voli putri di program studi Seni.Ketika sampai di tikungan depan dan melewati ruangan tangga darurat, tubuh Claudia mendadak oleng karena seseorang menariknya masuk ke dalam sana.“HMPHH.” Claudia belum sempat berteriak.
Ekspresi Ryuga tampak kesulitan di dalam kegelapan itu. Pada akhirnya, setelah mendengar kejujuran Claudia, Ryuga seketika menarik tubuhnya.Refleks, tangan Claudia maju dan meraih jas bagian depan Ryuga.“Kamu mau ke mana?” tanya Claudia merengut pelan. “A-aku takut gelap, Ryuga,” ucapnya lagi.Hal itu membuat tangan Ryuga merambat naik ke atas, meraih pergelangan tangan Claudia dan dalam satu tarikan, Claudia sudah berada bahkan menempel pada tubuh Ryuga.Jantung Claudia berkejaran lagi. Dia menahan napas saat kedua tangan Ryuga ada di sisi pinggangnya, Menyentuh lalu mengusapnya perlahan.Tanpa sadar Claudia menggigit bibir bagian dalamnya kuat-kuat.‘Apa yang Ryuga lakukan sebenarnya!?’“Waktumu hanya satu jam, Claudia.” Ryuga mendekatkan wajah ke telinga wanita itu, berbisik dengan suaranya yang dalam di sana. Hidung tinggi Ryuga bahkan tak sengaja bergesekan dengan telinga Claudia. Ryuga menambahkan, “Lalu setelahnya, kamu ikut aku ke apartemen!”Belum sempat menjawab, Ryuga men
Claudia gamang. Dia ingin menjawab, tapi takut salah. Tapi, tidak dijawab sepertinya lebih salah lagi. Ekor mata Claudia melirik Ryuga, ‘Bisa-bisanya Ryuga menanyakan itu di saat seperti ini?’Kepala Ryuga menatap lurus ke depan. Dia mendengus tidak percaya. Rasa-rasanya Ryuga tidak akan berpikir selama itu jika Claudia menanyakan hal yang serupa.“Akan aku pikir-pikir dulu, Ryuga,” jawab Claudia pada akhirnya. Tepat setelah Claudia meluruskan pandangannya, matanya memicing untuk melihat dua orang gadis yang terlihat duduk di bawah pohon, lebih tepatnya yang satu tengah berbaring.Mulut Ryuga terbuka, hendak menimpali. Namun, tertahan oleh suara Claudia. Wanita itu juga mengarahkan jari telunjuknya ke depan, membuat manik hitam Ryuga bergerak mengikutinya.“I-itu Aruna dan Anjani, Ryuga!” seru Claudia. Wanita itu sama sekali tidak sedang berusaha mengalihkan topik. Karena untuk sekarang, lebih baik fokus pada Aruna.Ryuga memarkirkan mobilnya di tepi jalan tidak jauh dari tempat Aruna
Karena pertolongan dua pemuda itu, Aruna dibaringkan di sisi lapangan tepat di bawah pohon yang cukup rindang sehingga tidak terpapar sinar matahari secara langsung.Usai membaringkan Aruna, Aland menatap ke arah gadis yang diduga sebagai teman larinya Aruna.“Kenapa Aruna bisa sampai pingsan segala?!” protesnya.Ditodong pertanyaan seperti itu, siapa yang tidak kesal? Anjani tidak merasa dirinya salah, alhasil dia menyahut santai. “Mana aku tahu. Kamu tanya Aruna saja.”Aland yang hendak menyahut lagi tertahan karena tangannya disentuh oleh pemuda yang bersamanya. “Tidak perlu marah-marah segala, Al. Mending kamu belikan Aruna minuman hangat.”“Sekalian sama minyak kayu putih, ya!” tambah Anjani. Takut disemprot lagi, Anjani menambahkan, “Biar Aruna cepet sadar ‘kan?!”Kalau bukan untuk Aruna, Aland mana mau. Mengembuskan napas berat, Aland pun berdiri lalu pergi meninggalkan keduanya.Entah kenapa Anjani merasa lucu melihat wajah kesal Aland yang tertahankan. Namun, fokusnya langsun
Tidak ingin menyia-nyiakan hari terakhir libur sebelum masuk perkuliahan, Aruna dan Anjani pagi-pagi sekali sudah siap dengan setelan training dan sweater rajut.Ya, keduanya memutuskan untuk berjalan sehat mengitari lapangan lari yang jaraknya tidak jauh dari kampus.“Nggak diantar Daddy kamu, Runa?” tanya Anjani begitu melihat Aruna yang datang turun dari ojek online.Aruna menggelengkan kepalanya. “Daddy lagi nggak ada.”“Emang Daddy kamu ke mana?” tanya Anjani lagi. Dia merasa penasaran. Anjani mengimbangi langkah Aruna untuk berjalan santai. Bukan berarti Anjani memutuskan tidak berlari seperti orang-orang di sekitarnya karena tahu Aruna memiliki asma, tapi itu karena Anjani malas saja. Dasar.Mata besar Aruna melirik teman dekatnya dengan senyum yang terlihat mengerikan. “Cari Mommy baru buat aku.”TUKKK“Aww, Anjani sakit!” ringis Aruna saat mendapatkan jitakan di pinggir dahinya.Tidak ada tanda-tanda Anjani menunjukkan perasaan bersalahnya. Dia malah mengajukan pertanyaan lag
Jika bukan karena alarm yang sudah menjerit-jerit, sepasang pria dan wanita yang tidur dalam satu ranjang itu tidak akan terbangun dalam bersamaan.Sang wanita berhasil membuka matanya lebih dulu. Dengan nyawa yang belum sepenuhnya terkumpul, dia merasakan pergerakan dari sisi ranjangnya yang memang tidak begitu besar.Begitu menoleh, dia mendapati sesosok pria tampan yang tanpa mengenakan atasan juga tengah menolehkan kepalanya. Keduanya bertukar pandangan.“Saya bisa jelaskan–“Nggak perlu, gue inget apa yang terjadi semalam kok,” selanya dengan santai. Bibirnya menyunggingkan senyum tipis. Dia kembali berucap, “Gue nggak akan minta pertanggung jawaban apa pun dari lo.” Nada bicaranya terdengar sangat serius sehingga membuat Sang pria mengerutkan dahinya samar.“Seharusnya saya bisa membantu Anda dengan cara yang lain, Nona Lilia.” Sang pria menyebutkan nama wanita yang terbaring di sebelahnya.‘Cara lain?’ batin Lilia sambil mendengus kasar. Satu-satunya cara yang ampuh untuk melep
Dilihat dari sudut mana pun, jika dari luar Claudia tampak baik-baik saja. Wanita itu baru saja berdiri dari kursi meja riasnya dan tengah memunguti kapas kotor untuk dibuangnya ke dalam tong sampah kecil di sudut ruangan.Namun, belum sempat beranjak pergi, ada sepasang tangan yang melingkari perutnya.“Ryuga,” tegur Claudia dengan suara yang mengalun lembut.Alih-alih mengerti maksud teguran halus itu, Ryuga malah sengaja mengeratkan pelukannya pada pinggang ramping Claudia.“Biarkan seperti ini dulu. Aku masih merindukanmu, Claudia.” Suara rendah Ryuga yang berbisik tepat di belakang cuping telinga Claudia membuat wanita itu merasa kegelian.Pandangan keduanya beradu tatap melalui cermin rias milik Claudia. Manik hitam pria itu menyorotnya lembut. Dan sudah bisa dipastikan itu memicu debar di dada Claudia.Untuk mengalihkan itu, Claudia memutuskan bertanya selagi dirinya teringat, “Apa aku tidak salah dengar kamu menyebut nama Lilia, Ryuga? Apa terjadi sesuatu padanya?”Ryuga mende
Dibalik Ryuga dan Claudia yang kini sudah tiba di flat, lain lagi Riel yang harus terjebak bersama Idellia. Pria itu kesulitan mencari celah untuk melarikan diri sebab Idellia yang kini setengah mabuk tampak gelonjotan di lengannya.Kewarasan Idellia pasti berkurang sebab dia dengan berani menyentuh lengan bisep Riel yang tampak berotot. Idellia bergumam, “Wow, ototmu besar juga!”Ekspresi Riel menunjukkan kerisihannya. Dia belum pernah bertemu wanita seagresif Idellia. Maka, sehalus mungkin Riel mencoba menepis lengan Idellia.Selain dia tidak suka bersikap kasar pada wanita, Idellia adalah teman dari Claudia.“Saya harus pergi, Nona Idellia. Sepertinya Pak Ryuga dan Bu Claudia juga sudah tidak lagi di Club,” beritahu Riel sambil menundukkan wajah untuk melihat ke arah kepala Idellia yang sekarang tengah bersandar di sebelah pundaknya.Pria itu mengembuskan napas beratnya. Kalau seperti ini, bagaimana caranya agar dia pergi?“Kamu … pergi?” lirih Idellia. “Jangannnn~,” jawabnya denga
Untuk apa menghindar jika tidak mempunyai salah? Lagipula … percuma saja menghindari Ryuga. Ditambah posisi untuk Claudia kabur sangat tidak memungkinkan karena kedua tangan Ryuga mencengkram sisi-sisi kursi yang diduduki Claudia. Wanita itu merasakan detak jantungnya meningkat kala bersinggungan mata dengan manik hitam Ryuga. Sesaat Claudia memejamkan matanya, ‘Astaga … jantungku.’ Rasanya seperti ingin meledak. Bertepatan Claudia membuka mata, suara berat Ryuga mengudara, “Ikut aku sekarang, Claudia!” Ucapannya jelas tidak ingin dibantah. Begitu tangan kiri Ryuga menyentuh lengannya, pandangan Claudia turun untuk melihat. Entah sejak kapan gips di tangan Ryuga berhasil dilepaskan. Tapi, yang pasti Claudia merasa bersyukur. Claudia tidak terlalu memperhatikan saat acara pameran berlangsung tadi. Sekarang, tahu-tahu saja Ryuga melepaskan lengan Claudia. Manik hitamnya menyorot Claudia tajam. “Mau aku gendong atau berjalan sendiri, Claudia?” tanyanya tidak sabar. Ditambah kedua
Pencahayaan lampu yang berkelap-kelip itu tidak terbiasa dilihat oleh netra mata Claudia sehingga dia membutuhkan waktu untuk bisa beradaptasi. Selain itu, ada hal lain yang membuat Claudia tiba-tiba saja menolak bergabung ke lantai dansa.“Nanti aku menyusul. Aku merasa haus, ingin pesan minuman,” beritahu Claudia beralibi.Untung saja yang lain tidak curiga. Zoya menyahut, “Oke, Clau.” Lantas Zoya, Praya, dan Fanya berlalu pergi. Meninggalkan Claudia dan Lilia yang berdiri bersisian.Claudia menolehkan wajahnya ke arah Lilia. “Kamu … mau pesan minuman juga, Lilia?”Wanita itu merespons dengan menganggukkan kepala. Lalu Lilia baru menolehkan wajahnya. Tanpa mengatakan apa pun, dia menyambar lengan Claudia dan menariknya pergi menuju meja bartender.Claudia pasrah saja tangannya ditarik karena sejujurnya dia sudah tidak memiliki energi apa pun. Pandangannya tampak kosong dan Claudia tidak memperhatikan kondisi sekitar, termasuk ekspresi wajah Lilia yang tampak berubah sedikit gelisah.
Miwa Club.Claudia kedapatan menghela napas saat melihat papan nama dari tempat Club tersebut."Masih memikirkan Ryuga, Clau?"Mendengar pertanyaan itu, Claudia menolehkan kepalanya ke arah sesosok wanita seusianya yang menunjukkan raut wajah polosnya. Begitulah Idellia.Kedua sudut bibir Claudia tersenyum tipis. "Kenapa aku harus memikirkan Ryuga?" jawabnya dengan pertanyaan lagi.Idellia belum sempat memprotes karena Claudia kembali menyambung ucapannya. "Ah, gara-gara ucapanku tadi, ya?" tebaknya. Kepala Claudia mengangguk. "Aku memang merindukannya. Tapi, itu tadi."Tentu lain lagi tadi dan sekarang. Claudia kembali tersenyum. Pandangannya turun dan tangannya menyambar lengan Idellia. Dengan santainya, Claudia berucap, "Let's go, Idel. Kita akan bersenang-senang 'kan malam ini?"Setengah tidak percaya dengan jawaban dan sikap Claudia, Idellia hanya mengangguk pasrah dan diam saja ketika Claudia setengah menyeret langkahnya.Wanita itu membatin sambil menatap punggung Claudia lamat