Hari berikutnya Lila kembali merasakan mual. Terlebih jika dia menghirup aroma masakan yang terlalu kuat. Wajahnya pucat pasi dan tak mungkin baginya untuk pergi berangkat ke kantor."Aku izinkan kau cuti sampai rasa mualmu hilang," ucap David sebelum pria itu pergi meninggalkan sang istri di apartemen."Terima kasih," ucap Lila yang kini memilih duduk di ruang tengah sembari menikmati cokelat hangat buatan suaminya.Perhatian demi perhatian David berikan meski pria itu tetap saja bersikap kasar. Namun Lila menyadari ada sedikit kepedulian dari suaminya itu meski hanya pada bayi di dalam kandungannya."Pak David, ada kiriman makanan dari Nyonya Helena," ucap Farhan sembari membawakan dua kotak bekal untuk sang bos.David yang sedang sibuk berkutat dengan dokumen perkerjaan yang seharusnya dibantu oleh Lila menatap pada dua kotak bekal tersebut."Dari Mamah?" tanya David.Farhan mengangguk. "Iya, Pak. Saya permisi kalau begitu."Sang asisten segera keluar dari ruangan sang bos. Saat it
Setelah Lila berhasil melewati hari-hari pada awal usia kehamilan, wanita muda itu sudah kembali bekerja di perusahaan suaminya sebagai sekretaris. David pun sedikit mulai menjauh darinya dan bahkan tak menyentuhnya.Setiap malam David hanya melihat sejenak sang istri sebelum tidur. Lila sendiri merasa sedikit lebih tenang karena untuk sementara waktu David tidak akan memintanya sebagai pelayan ranjang."Itu pekerjaanmu yang sudah disusun oleh Farhan," papar David."Iya, Mas. Terima kasih, Mas Farhan," ucap Lila pada pria berkacamata persegi itu."Sama-sama, Nona." Farhan membalas dengan senyuman. Setidaknya dia senang karena sekretaris pribadi sang bos telah kembali dan pekerjaannya tidak akan terlalu banyak.Lila kini bekerja seperti biasa. Wanita muda itu tetap profesional dalam bekerja meski sedang hamil muda. Beruntung pekerjaannya tidaklah terlalu berat."Kau sudah membuat laporan untuk menuntut RH?" tanya David.Lila menghentikan kegiatannya. Wanita muda itu mendongak menatap w
Lila berjalan sendirian keluar cafe setelah menemui pengacara yang dia mintai bantuan. Wanita muda itu terlihat anggun saat berjalan menuju ke taksi yang dia pesan.'Sudah habis jam makan siangnya,' batin Lila saat menilik arlojinya.Wanita itu segera kembali ke kantor. Di sana David sudah duduk di kursi kerjanya sembari memeriksa dokumen kantor."Sudah selesai?" tanya David tanpa menatap orang yang dia ajak bicara.Perlahan Lila menutup pintu ruangan direktur dan berdiri menghadap suaminya. "Sudah, Mas.""Bagus." David mengangguk namun masih tanpa menatap Lila.Sang sekretaris pun segera kembali duduk pada kursi kerjanya. Di sana sudah ada beberapa dokumen yang harus dia periksa."Meski aku sudah memberikanmu separuh uang dari perjanjian, kamu tetap harus bekerja dengan baik," ujarnya memberikan peringatan."Aku mengerti, Mas," sahut Lila.Keduanya kini bekerja dalam diam. David pun mencuri-curi pandang ke arah sang istri yang sudah kembali sibuk dengan dokumen. Meski sedang mengandu
"Tidak ada yang boleh menyia-nyiakan wanita sepertimu," ulang David dengan tangan yang meremas paha Lila dan membuat bulu roman Lila meremang.Ucapan tersebut merupakan kebohongan David yang lain demi melindungi dirinya sendiri. Kebohongan pada kalimat terakhirnya yang tanpa sadar kembali melukai perasaan Lila yang merasa dipermainkan.'Dasar pembohong besar,' cibir Lila dalam hati.Helena tersenyum pada sang menantu. "Ya ampun ... Ternyata kamu bukan orang biasa, Lila. Pantas saja saat Mamah memperhatikan kamu, Mamah seolah melihat bahwa kamu bukanlah seorang pembantu," paparnya lembut.Lila sedikit terkejut saat kembali menyaksikan kelembutan ibu mertuanya. Helena bukanlah ibu mertua yang jahat seperti sebelumnya. Bahkan kini wanita itu tidak membanggakan Tiara lagi di hadapannya.Norman menatap wajah sang menantu yang tersipu malu karena identitas aslinya diketahui. Dia bahkan baru mendengar berita tersebut."Sudah berapa lama kamu jadi CEO?" tanya Norman.Lila beralih menatap ayah
Tubuh Lila membeku di tempatnya. Wanita itu bahkan tak mampu untuk mendekati suaminya sendiri. Melihat David memasang wajah semenyeramkan itu mengingatkannya pada malam pertama yang menyakitkan."Nona ... Ada apa?" tanya Farhan yang sudah menyusul istri sang bos."Saya juga tidak tahu ...." jawab Lila sembari menggeleng.David menatap kearah istrinya. Pria itu masih memasang wajah dinginnya. David kemudian kembali menatap Tiara dengan tatapan garang."Pergilah dari sini! Aku tidak mau melihatmu lagi!" David membentak tepat di depan wajah Tiara. Tangannya menunjuk wajah wanita muda itu di hadapan banyak orang. Nyali Tiara pun menciut karena dia dipermalukan di depan banyak orang. Bahkan kini para karyawan yang menontonnya melihat sendiri bahwa wanita cantik itu membuka dua kancing bajunya untuk menggoda sang bos."Maafkan aku, Kak David. Aku tidak bermaksud ...." pint Tiara menangis ketakutan."Keluar sekarang juga! Atau kau mau aku jebloskan ke penjara?" David terlihat begitu marah.
Ketika melaporkan kecurangan mantan suaminya, Lilara merasa ada beban yang terangkat dari dadanya. Namun, ada juga rasa takut yang menghantuinya, sebab dia tak tahu bagaimana nasibnya setelah melapor.'Apa yang akan terjadi setelah ini? Apa aku bisa berhasil memenangkan apa yang seharusnya menjadi hakku?' batin Lilara sambil mencoba meredakan kegelisahan dalam hatinya.Wanita itu duduk di ruang tunggu bersama sang pengacara. "Jangan khawatir, Lila. Aku akan membantumu. Lagi pula laporan dan bukti yang kamu bawa sudah lebih dari cukup," ucap Gigih sembari meraih tangan kanan Lila dan menggenggamnya dengan lembut. Pria berkulit sawo matang itu sedang menenangkan kliennya.Lila menarik napas. "Iya ... Aku percaya padamu, Mas Gigih," ucapnya mencoba terlihat tegar.Kini, setelah cukup lama menunggu, akhirnya laporan Lila yang diterima akan segera dibuktikan di depan hakim. Inilah waktunya dia menjalani persidangan menghadapi mantan suaminya sekaligus membalas perbuatan Erik.Lilara meras
Setelah ketukan palu hakim terdengar, Lila merasa tegang dan gementar, seakan-akan tubuhnya hampir meledak karena gemuruh perasaan bercampur baur dalam hatinya. Dengan putusan yang telah diucapkan, sebentar lagi dia akan mendapatkan kembali perusahaan Mentari.Usai persidangan, Lila keluar dengan didampingi sang pengacara."Mas Gigih ... terima kasih banyak ...." ucap wanita muda itu sambil mencoba menahan tangisan harunya.Lila sangat bersyukur memiliki Gigih yang mau membantunya hingga akhir. Sebagai pengacara handal, Gigih melajukan tugasnya dengan sangat baik meski dia mengenal Lila. Namun itu tak menjadi alasannya untuk pilih kasih pada para klien."Sama-sama. Tapi ini juga karena kerja keras kamu. Selamat, Lila," sahut Gigih dengan senyuman lembut.Mendapat ucapan selamat dari Gigih, seakan menambah kelegaan di hati Lila. Wanita itu merasa menang tidak hanya atas putusan hakim, tapi juga atas kerja kerasnya selama ini dan bantuan suaminya secara diam-diam.Sekarang, semua perjua
"Kenapa Mas David ada di sini? Bukankah tadi Mas David bilang kalau Mas nggak bisa datang?" tanya Lila saat dia dan suaminya sudah duduk di dalam mobil."Aku tidak bilang tidak bisa datang. Aku hanya tidak menjanjikannya," jawab David dingin.Lila terdiam. Suaminya itu memang selalu saja bersikap acuh padanya. Hanya di depan orang lain saja David berlaku seolah benar-benar mencintainya dan berhasil membuat orang lain tertipu."Kau sendiri berharap aku tidak datang supaya bisa bermesraan dengan pria bernama Gigih tadi?" tanya David dengan sinis.Lila terkejut dan menoleh menatap sang suami. "Apa? Kenapa Mas David menuduhku?" Dia tentu saja tak terima.David tak menjawab dan memilih menyalakan mesin mobilnya. Pria itu terlihat sedang menahan emosinya. Lila pun kembali menutup mulutnya sendiri dan tak mau membuat pria dingin itu marah padanya.David tanpa kata segera menginjak gas dan membawa pergi sang istri dari gedung pengadilan di saat beberapa pers datang untuk memburu berita mengen