David menggendong kucing putih kecil itu dengan lembut, bersama Lilara, mereka berdua membawanya ke klinik hewan terdekat. Dengan mobil pribadinya, sang direktur kini menuju ke sebuah petshop dan juga klinik hewan terdekat. David duduk di bangku penumpang bersama istrinya. Lalu si kucing kecil diam menurut dalam pangkuannya dengan beralaskan kain."Jadi kita ke klinik, Tuan?" tanya sopir pribadi David."Ya. Tolong antarkan kami ke klinik hewan terdekat. Lalu setelah itu kami mau membelikan dia makan," jawab David sekaligus memberikan perintah."Baik, Tuan. Dan saya tahu tempat yang tepat. Di sana sudah jadi satu antara klinik dan petshop-nya," ucap sang sopir."Kalau begitu antarkan kami ke sana, Pak," sahut David."Tapi, Maaf, Tuan. Bukankah sebaiknya saya saja atau kepala pelayan yang melakukannya?" Sang sopir merasa heran."Tidak usah. Lagi pula aku sendiri ingin keluar bersama Lila," jawab David lagi dengan santainya."Baiklah kalau begitu, Tuan. Saya akan mengantarkan Anda berdua
David dan Lila akhirnya memutuskan untuk mulai memelihara kucing putih kecil yang diperkirakan usianya sudah dua bulan. Lila yang begitu senang dengan hewan berbulu itu pun merasa terhibur ketika si anak kucing mau makan dengan lahap setelah mereka bawa pulang kembali."Akh, gemes banget, Mas. Dia akhirnya mau makan," ucap Lila dengan senyuman ceria."Dia kelaparan. Sekarang dia juga sudah bersih," ucap David yang baru saja selesai membersihkan tubuh si kucing."Makasih, Mas!" Lila langsung memeluk suaminya setelah pria itu memperlakukan kucing putih itu dengan baik. Tak disangka sang direktur ternyata cukup ahli dalam merawat binatang peliharaan."Sama - sama. Yang penting dia sehat. Sekarang kamu mandi, dan ganti baju. Biar kucingnya di sini." David memeluk pinggang sang istri."Iya, Mas ... Dadah kucing kecil nanti kita main lagi," ucap Lila seperti anak kecil. Bahkan wanita itu melambaikan tangan padanya."Ya ampun ... Dasar anak kecil," ejek David."Nggak boleh?""Boleh, dong. Ap
Saat David sedang asyik berkencan dengan istrinya, di tempat lain terlihat pasangan yang juga sedang menikmati waktu cuti mereka setelah bekerja keras sebelumnya."Kenapa kamu diam saja?" tanya sang pria berkacamata yang kini sedang menyetir.Di sampingnya, seorang gadis manis sedang duduk diam. Rambutnya yang pendek terlihat begitu lembut bergerak saat perlahan dia menoleh ke arah sang pria."Eummm. Memangnya mau cerita apa?" tanya gadis itu sembari tersipu malu.Farhan menoleh menatapnya tepat saat pria itu menghentikan mobilnya di lampu merah. Sebuah senyuman dia berikan pada kekasihnya, Cindy."Apa saja. Aku akan mendengarkannya," jawab Farhan.Kedua pandangan mata mereka saling bertemu. "Perasaan dari tadi aku udah cerita, sekarang biarkan aku yang mendengarkan cerita Mas Farhan," sahut Cindy kemudian.Farhan terkekeh pelan. "Padahal aku lebih suka mendengar suaramu dari pada suaraku sendiri.""Gombal ...." kekeh Cindy sembari menampar lengan atas Farhan dan membuat pria itu tert
Waktu yang ditentukan telah tiba, kini istri sang direktur DR kembali bekerja sebagai pendampingnya. Dengan keadaan dan kesehatan yang sudah stabil, Lila mulai bekerja di dalam ruangan yang sama dengan David lagi. Tak ada yang berubah, suasana serta tata letak di dalam ruangan itu masih sama seperti saat terakhir kali ditinggalkan olehnya."Hahhh. Aku kangen duduk di sini ...." desah Lila pelan saat duduk pada kursi kerjanya yang empuk.David menggeleng pelan melihat tingkah sang istri yang terkadang memang seperti anak kecil. Pria itu pun berjalan mendekati meja Lila dan berdiri tepat di depannya."Berjanjilah kalau capek harus berhenti dan istirahat," ucap pria itu sembari mengusap lembut pucuk kepala Lilara.Lila tersenyum menerima perhatian dari suaminya. "Iya, Mas ...." kekehnya pelan.David tiba - tiba menangkup wajah mungil Lila dengan kedua tangannya. Dia tatap lekat - lekat wajah cantik itu. "Aku serius," tegasnya.Lila kembali tersenyum. "Iya, aku tahu, Mas. Tapi aku juga in
Semakin bertambahnya hari, usia kehamilan Lilara semakin bertambah pula. Perutnya pun bertambah besar dengan bayi sehat di dalam kandungannya yang rutin melakukan pemeriksaan. Sesuai dengan perjanjian, Lilara sudah kembali bekerja di perusahaan. Dan kini wanita itu selalu mendampingi suaminya.Saat ini, usia kandungan Lila telah mencapai empat belas minggu, sudah memasuki tahap trimester kedua. Lila dan David kini sedang berada di ruangan, hanya berdua. Suasana begitu tenang saat keduanya serius dalam pekerjaan masing - masing.Setelah menyelesaikan pekerjaannya, Lila duduk dengan tenang. Melihat Lila seperti itu, David merasa ada yang berbeda dan bertanya kepadanya."Ada apa, Sayang?" tanya pria itu dengan tatapan lurus tertuju pada wajah cantik istrinya."Emmm. Soal Lucas, Mas," jawab Lila."Kenapa dengan anak itu?" David kembali bertanya.Lila membalas tatapan suaminya. "Apa dia baik - baik saja, ya? Secara ibunya dipenjara," tanya wanita itu terdengar khawatir.David meletakkan be
Meskipun ragu, David tetap membeli mangga matang tersebut untuk Lila, berharap mungkin kali ini istrinya bisa menikmatinya. 'Sudahlah. Ambil saja mangga ini,' batinnya kemudian sembari memasukkan beberapa buah mangga ke dalam keranjang belanjaan.Pria itu segera membayar dan membawanya pulang. Melihat suaminya membawakan satu kantong plastik penuh dengan mangga membuat Lila kaget namun juga terharu dengan usaha yang dilakukan oleh David."Banyak banget, Mas?""Biar kamu puas milihnya," jawab David dengan santai."Harusnya tadi aku ikut masuk buat milih," gumam Lila."Jangan ... Nggak baik kalau wanita kelamaan masuk toko swalayan. Yang ada kita nggak pulang - pulang karena belanja yang lainnya. Apa lagi kamu nggak boleh terlalu capek," ucap David.Lila menggeleng pelan dengan senyuman. "Iya, iya. Tapi makasih, ya, Mas?""Sama - sama, Sayang."Sesampainya di rumah, seperti yang diduga, Lila hanya ingin makan mangga muda dan menolak mangga matang yang David belikan. Bukannya kecewa, ha
Waktu makan malam, Lila dan David makan di ruang makan berdua saja. Beberapa asisten rumah tangga sedang mencarikan mangga muda untuk Nona mereka. Dan sebagian yang lainnya sedang beristirahat di rumah lain di belakang rumah utama."Kok kaya sepi, Mas? Orang - orang pada ke mana?" tanya Lila yang merasakan ada yang aneh. Karena biasanya beberapa asisten rumah tangga masih terlihat membereskan dapur. Namun tadi yang terlihat hanya satu orang saja.David mengalihkan pandangannya. "Mereka mungkin sedang istirahat.""Iya juga, ya? Apa lagi mereka kerja seharian beres - beres rumah," sahut Lila dengan polosnya. Wanita itu kembali menyiapkan makan malamnya berupa sup ayam."Meong!" Shiro yang duduk di sebelah David terlihat ingin ikut makan sup ayam."Kamu sudah makan," sahut David menanggapi ngeongan kucing peliharaannya yang memiliki warna mata biru yang cerah."Kucing kan nggak ada kenyangnya, Mas. Lihatlah wajahnya yang bulat itu," ucap Lila sembari menunjuk wajah Shiro yang memang nyat
Minggu demi minggu berlalu dan usia kehamilan Lilara semakin mendekati puncaknya. Sudah sembilan bulan ini wanita itu menjalani perjuangan untuk menjadi ibu yang baik bagi calon anaknya.Meski dengan perutnya yang besar, Lilara masih saja berangkat ke kantornya untuk bekerja bersama sang suami. Wanita itu seolah tak merasakan lelah karena memang sudah terbiasa bekerja. Hingga dia diharuskan beristirahat di rumah sambil menunggu detik - detik kelahiran datang."Sayang, hari ini kamu nggak boleh berangkat. Sudah waktunya kamu istirahat," ucap David ketika pria itu menasihati istrinya untuk tinggal di rumah dan beristirahat karena perutnya yang semakin besar. Akan tetapi Lila menentangnya dengan tegas."Bagaimana mungkin aku bisa berdiam diri di rumah, sementara pekerjaanku bisa menumpuk di kantor, Mas? Bukankah itu tidak bagus?" tanya wanita itu, ingin bertahan tetap bekerja.Wanita itu sadar bahwa ada banyak hal yang harus dia pertimbangkan. Akan tetapi dia tidak ingin menambah beban p