Lila melangkah keluar dari kamar mandi dengan tubuh segar. Handuk kimono warna putih pun dia kenakan untuk menutupi tubuh telanjangnya. Sedangkan rambutnya yang tergelung membuat leher jenjangnya terlihat menggoda.David yang sudah menunggunya pun menelan ludahnya. Hasratnya kembali mulai mengganggunya saat melihat sosok seksi nan cantik itu kembali muncul di hadapannya.'Tahan dirimu, David!' geram David mencoba memperingatkan dirinya sendiri."Aku sudah selesai, Mas," ucap Lila membuyarkan lamunan suaminya."Ah. Ya."David segera bergantian memasuki kamar mandi. Pria itu kini membersihkan diri di bawah guyuran air shower. Dia sengaja membasahi rambutnya agar kepalanya mulai tenang dan tak memikirkan hal mesum terlebih dulu."Sial ... Ini bahkan tidak mau tenang ...." gumam pria itu sembari menatap pusakanya yang sudah siap melaksanakan tugasnya.Tak ingin berlama-lama, David segera menyelesaikan mandinya dan keluar dari kamar mandi. Pria itu berjalan dengan menggosok rambutnya yang
Malam itu, Lila dan David merasakan suasana romantis. Di mana langit malam yang tak berawan menyelimuti mereka. Hanya bintang-bintang yang setia bersinar, menambahkan penerangan yang membuat suasana semakin terasa indah.Keduanya berada di sebuah tempat makan dengan suasana terbuka, tak jauh dari kamar yang telah mereka berdua tempati. Lampu kota yang terlihat memancar dari kejauhan, seolah memberikan kehangatan tersendiri bagi malam itu. Tidak disangka, David telah merencanakan makan malam romantis ini bersama istrinya."Silakan, Sayang," ucap David sambil menarik sebuah kursi untuk Lila. Hati wanita itu tentu saja berbunga menerima perlakuan manis dari suaminya."Terima kasih, Mas," ucap Lila seraya tersenyum.Wanita cantik dengan dress selutut itu kini duduk berhadapan dengan sang suami. Mereka saling berhadapan di meja bundar yang hanya untuk mereka berdua. Suasana begitu sepi, damai, dan semilir angin yang terasa sejuk membuat Lilara merasa lebih dekat dengan David."Makanlah," t
"Selamat pagi, Istriku," sapa David saat Lila baru saja membuka kedua matanya.Pria itu tersenyum dengan begitu manis, seakan menawarkan sejuta kebahagiaan di pagi hari ini. David sedang begitu bahagia karena bulan madunya berjalan sesuai dengan rencananya.Lila mengerjapkan pelan kedua matanya, belum sepenuhnya sadar dari mimpi indah yang baru saja ditinggalkan. Sejenak, pikirannya kemudian menangkap pemandangan yang ada di depan matanya. David yang masih bertelanjang dada, memamerkan otot-otot liat yang dimilikinya. Seolah memang berniat menyuguhkan pemandangan indah tersebut pada sang istri.'Kenapa Mas David melihatku seperti itu? gumam Lila dalam hati, mencoba menenangkan dirinya dari debaran di dalam rongga dadanya."Ayo bangun ... Atau kamu ingin kita melakukannya lagi?" tanya pria itu sembari menatap manja dan memilin pelan rambut panjang Lila yang berantakan.Lila merasa terperangkap dalam pesona suaminya yang selalu berhasil mendapatkan apa yang pria itu inginkan."Udah, Mas
Setelah menikmati dua hari dua malam berbulan madu romantis di vila pedesaan, tibalah saatnya David dan istrinya kembali ke kota. Pagi itu mereka berdua bersiap-siap untuk pulang, sesuai dengan rencana yang telah mereka buat sebelumnya. Mobil pun telah siap untuk membawa pasangan bahagia itu kembali ke kesibukan kehidupan sehari-hari. 'Padahal masih ingin mesra-mesraan ... Tapi nggak papa. Aku masih bisa melakukannya di rumah,' gumam David dalam hati, sebelum pria itu mengemudikan mobil keluar dari vila yang terletak di kaki gunung tersebut."Sudah siap?" tanya pria itu sembari menoleh menatap sang istri yang membetulkan sabuk pengaman."Sudah, Mas," jawab Lila dengan senyuman manisnya."Baiklah. Kita pulang," ucap David kemudian. Perlahan mobil hitam itu melaju keluar dari vila. Para pelayan yang sudah melayani David dan Lila pun mengantarkan kepulangan tamu istimewa mereka dengan hangat. Sama seperti saat menyambut kedatangan sang direktur.David terus fokus mengemudi Mambawa mobi
"Jadi, apa yang mau Mas David jelaskan padaku?" tanya Lila sembari menatap wajah suaminya.David meraih tangan Lila dan menggenggamnya dengan lembut. Pria itu mulai mencoba menjelaskan pada Lila tentang rumah mewah yang telah dia bangun dan akan menjadi rumah bagi keluarga kecilnya nanti."Jadi sebenarnya, rumah ini sudah ada sejak lama, Lila," ungkap David dengan nada lembut. Tatapan pria itu benar-benar menunjukkan kelembutan dan kasih sayang, lebih hangat dari sosok David yang pertama kali Lila kenal.David menarik napas sebelum melanjutkan. "... Aku memilih untuk tinggal di apartemen karena ada kenangan pahit yang tak bisa kutepis begitu saja."Kini dalam benak pria itu, dia seakan melihat kembali kilas balik wajah calon istrinya yang tersenyum saat pertama kali dia kenal dan juga wajah terakhir sebelum menggagalkan penikahan mereka sehingga kebahagiaan itu tidak pernah terjadi di antara mereka berdua."Rumah ini dulu aku persiapkan dengan sungguh-sungguh dan sepenuh hati. Rumah i
Kini David dan Lila kembali bekerja di kantor setelah menghabiskan waktu untuk berbulan madu di vila pedesaan. Setiap hari, mereka selalu disambut hangat oleh para karyawan DR. Kini DR pun menjadi kantor pusat dari tiga perusahaan.Sudut pandang orang-orang terhadap mereka pun cukup unik. David dan Lila dianggap seperti pasangan yang seimbang — David adalah gunung es yang dingin dan tinggi, sementara Lila adalah matahari yang hangat dan menyinari. Sungguh perbandingan yang menurut mereka cocok dan serasi. Bahkan setelah bulan madu pun David terlihat lebih ceria.Kini, status Lila di kantor bukan lagi sebagai sekretaris pribadi David, melainkan sebagai kepala perusahaan dari Mentari dan RH. Dengan jabatan barunya, mereka memiliki ruang kerja yang lebih luas dan nyaman."Meski kamu sudah bukan sekretaris pribadiku, tapi aku tidak akan membiarkan kamu menjauh dariku," tegas David sembari mencium pipi Lila di saat wanita itu lengah."Mas ...." cicit Lila tersipu malu. Apa lagi mereka masi
"Siang ini tidak ada jadwal, kan?" tanya David pada asisten kepercayaannya, Farhan."Untuk Anda tidak ada, Pak David," jawab Farhan.Lalu David menatap Lila. "Bagaimana denganmu, Sayang?" tanya pria itu.Lila menatap suaminya. "Sepertinya tidak ada jadwal meeting juga, Mas. Benar, kan, Cindy?" jawabnya sembari menoleh menatap Cindy, sekretaris yang dia angkat dari perusahaan Mentari."Iya, Bu. Hari ini sampai besok tidak ada jadwal meeting untuk Anda," jawab Cindy dengan sopan.David tersenyum tipis. "Baiklah. Kalau begitu sebaiknya kita pergi terlebih dahulu," ujarnya sembari beranjak dari duduknya.Pria itu kemudian berjalan mendekati meja kerja sang istri."Ke mana?" tanya Lila sembari menatap suaminya."Makan siang. Ayo," ajaknya lembut."Tapi ....""Tidak apa-apa, Sayang. Biar Farhan ditemani Cindy," ucap David sembari mengulurkan tangan kanannya."Baiklah," jawab Lila akhirnya setuju. Wanita itu pun segera beranjak dari duduknya dan menyambut uluran tangan sang suami."Kami perg
Sementara itu, Lila dan David sedang dalam perjalanan menuju ke sebuah restoran."Mas, sebenarnya aku juga ingin pergi makan siang berdua sama Mas," ucap Lila sembari menyandarkan kepalanya pada bahu sang suami yang sedang menyetir."Aku senang kalau kamu bilang begitu," sahut David."Hihi. Iya, Mas. Apa lagi, nih, sebenarnya aku mau nyomblangin Cindy sama Mas Farhan," ucap Lila yang kemudian menegakkan tubuhnya.David menautkan kedua alisnya kemudian menoleh sejenak dan kembali fokus pada jalanan di depannya. "Apa?""Iya. Tahu, nggak? Sebenarnya Cindy suka sama Mas Farhan," ucap Lila memberi tahu."Dari mana kamu tahu kalau Cindy suka sama Farhan?" tanya David tak mengerti."Kelihatan jelas, Mas. Cindy suka salah tingkah kalau ketemu Mas Farhan. Dan aku coba buat tanya, benar dong Cindy suka sama Mas Farhan.""Tapi kenapa kamu malah menjadi mak comblang mereka?" tanya David tak habis pikir."Hihihi. Ya dari pada orang lain, Mas. Lagi pula keduanya sama-sama orang yang baik dan jujur.
Setelah mengetahui siapa yang membuat masalah dengannya, David tentu saja tak tinggal diam. Pria itu memanggil Tristan, orang yang pernah merebut mantan kekasihnya dulu dan berhasil menghancurkan rencana pernikahannya. Dia sendiri mengenal Tristan sebagai anak seorang pemilik perusahaan yang cukup terkenal.Setelah membuat jadwal dan undangan, akhirnya David bisa menemui Tristan. David segera pergi ke Singapura. Dua orang yang sudah lama tak berjumpa itu pun kembali saling berhadapan dengan atmosfer yang penuh dengan ketegangan."Jadi, apa maksud dari semua ini, Pak Tristan?" David langsung memberikan pertanyaan inti meski masih tetap mencoba bersikap sopan pada pria di hadapannya.Tristan melihat laporan yang ditunjukkan asisten kepercayaan David padanya. Kedua alisnya pun saling bertaut. "Saha memang tidak menyukai Anda, Pak David. Tapi saya tidak punya waktu untuk melakukan tindakan kotor seperti ini." Tristan mulai berkilah."Mohon jangan berkilah, Pak Tristan," tekan David menco
Lila menaikkan kedua alisnya. "Aku nggak bentak Mas David ....""Tapi terdengar begitu. Kenapa kamu menyuruhku mandi? Padahal aku capek, Sayang. Aku hanya ingin bermanja - manja denganmu dulu," ujar David dengan ekspresi sedihnya yang berubah menjadi kesal.Lila menatap heran suaminya yang salah sangka. Melihat pertengkaran kecil tersebut, Shiro memilih pergi. Sementara Lila masih menatap suaminya. Dia merasa takut jika David kembali bersikap kasar dan dingin seperti saat mereka masih menikah kontrak."Maaf ...." David menunduk. Pria itu merasa bersalah. Dia pun memeluk sang istri."Aku seharusnya tidak bersikap seperti ini. Maafkan aku, Sayang ...." sesalnya sembari mencium kening Lila dan memeluk lembut wanitanya itu.Lila menghela napas. Sepertinya memang David terlalu banyak pikiran. Wajar saja. Pria itu bekerja tanpa henti. Apa lagi David semakin sibuk selain ikut mengurus anak pertama mereka. Sebelumnya juga dia sering menghadapi masalah dan mungkin saja David sudah jengah."Aku
Keheningan itu membuat Farhan merasa tidak nyaman. Sang bos belum memberikan respon apa pun atas pengakuannya kerena teledor. Perlahan pria itu mendongak, memberanikan diri untuk menatap dan menghadapi sang atasan.David ternyata diam sembari menatap lurus ke arahnya. Ketegangan semakin bertambah saat kedua mata Farhan bertemu dengan iris kecokelatan Davidson."Kalau kamu memang merasa bersalah dan bertanggung jawab soal masalah ini, maka cari dan tangkap karyawan itu! Kamu harus menyerahkannya padaku dan cari tahu alasannya serta pada siapa dia 'menjual' rahasia perusahaan!" David berujar tegas dan dingin saat memberikan perintah.Farhan menelan ludahnya. Sudah lama sekali dia tak diperlakukan sedingin ini oleh sang bos. Namun dia harus tetap patuh."Baik, Pak.""Aku tidak akan memecatmu. Karena bagaimana pun juga kamu telah membantuku agar aku bisa tiba di rumah sakit tepat waktu," imbuh David sembari menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi kerja.Farhan lagi - lagi terkejut at
Penyelidikan segera dilaksanakan. David memerintahkan anak buahnya terlebih dahulu sebelum melibatkan pihak luar. Apa lagi ini merupakan masalah internal yang memang harus diatasi oleh perusahaan.Di dalam perusahaan yang terlihat baik - baik saja dari luar, para petingginya sedang mencoba membereskan masalah yang ada. David bersama Farhan kini sedang memeriksa beberapa data yang sudah terlanjur tersebar dan sedang mencoba menghentikannya.Farhan sendiri sudah mendapatkan rekaman CCTV yang dia butuhkan. Kini pria itu memeriksa rekaman yang ada. Beberapa video dari beberapa sudut telah dia periksa. Namun tak ada yang mencurigakan. Hingga dia menemukan video di mana saat dirinya sebelum mengantarkan sang bos menuju ke rumah sakit untuk mendampingi sang istri yang melahirkan."I-ini ...." Farhan bergumam sembari membetulkan kacamatanya.Kedua alis pria itu saling bertaut. Kini memorinya tertuju pada saat dia menyerahkan hasil rapat pada salah satu karyawan pria yang dia mintai tolong unt
Farhan menarik napas sebelum menjawab. "Maaf, Pak David. Tapi data itu telah bocor."David membulatkan kedua matanya. "Apa?! Bagaimana bisa?" tanya pria itu dengan ekspresi kaget dan tak percaya.Lila pun mendongak menatap heran ke arah suaminya. Terlihat jelas bahwa David sedang terkejut."Maaf, Pak David. Saya dan juga Cindy sedang menyelidikinya. Kami sedang mencari tahu bagaimana data itu sampai bocor," jawab Farhan terdengar ketakutan.David menghela napas kasar. Pria itu kemudian duduk di samping sang istri, tepatnya pada salah satu sisi tempat tidur. Tangan kanannya menggenggam ponsel, sementara tangan kirinya menyugar rambutnya."Kalau begitu teruslah selidiki. Aku akan segera ke kantor," ucap David kemudian sembari menutup panggilan telepon.Pria itu kini menunduk. Lila yang merasa khawatir segera mendekati suaminya dan meraih lengan kekar pria itu dengan lembut."Mas ... Ada apa?" tanya wanita itu khawatir. Melihat dari respon suaminya, dia menduga adanya masalah yang sedang
Malam itu suhu cukup panas. Bayi mungil David dan Lila mulai rewel karena kegerahan. Beruntung sang ayah dengan sigap menyetel suhu dalam ruangan tersebut agar putranya kembali nyaman."Ternyata dia merasa kegerahan juga," ucap David yang kini berjalan mendekati istri dan anaknya."Iya, Mas. Sekarang cukup sejuk," sahut Lila.Bayi mungilnya masih menangis. Lalu segera saja Lila memberikan ASI padanya. Dan ternyata tak hanya kegerahan saja, bayi kecil itu juga meredakan haus dan lapar."Ternyata lapar juga Adek, ya?" Lila bertanya dengan lembut seolah sedang bertanya langsung pada putranya.David duduk di samping Lila yang sedang menyusui putranya. Tatapan pria itu tertuju pada payudara Lila yang terlihat padat dan berisi. Kini dia menelan ludahnya seolah ikut merasakan kehausan."Kenapa lihatinnya kaya gitu, Mas?" tanya Lila menatap curiga pada suaminya.David tersenyum penuh arti. Pria itu kemudian beralih menatap wajah cantik istrinya."Aku hanya penasaran bagaimana rasanya," gumam
Sehari setelahnya, Lila diperbolehkan pulang. Wanita cantik itu pun berjalan dengan menggendong putranya yang tampan dan menggemaskan."Biarkan Mamah yang gendong. Kamu jalan aja duluan sama David," ujar Helena sembari mengulurkan kedua tangannya."Nggak papa, Mah?" tanya Lila merasa tak enak hati karena membiarkan ibu mertuanya yang menggendong bayinya."Nggak papa. Kamu jalan duluan aja. Mamah juga pengen gendong cucu Mamah," jawab Helena dengan senyuman senang dan terlihat jelas bahwa wanita itu tidak sabar ingin menggendong cucunya untuk pertama kali."Baiklah, Mah. Makasih, ya," ucap Lila sembari menyerahkan putranya pada sang ibu mertua.Lila pun berjalan dengan dituntun oleh suaminya. David begitu protektif pada sang istri yang baru saja melahirkan. Sementara di belakangnya ada ibu beserta salah satu asisten rumah tangga yang membantu membawakan barang - barang mereka.Selama dalam perjalanan pulang, putra kecil David tertidur lelap di pangkuan Lila. Terlihat jelas bahwa bayi m
Semua orang yang datang ikut menatap ke arah bayi yang baru saja lahir itu. Mereka ikut penasaran karena David dan Lila tak juga memberi tahu mereka soal jenis kelamin bayinya.Lila pun melirik sang suami. Terlihat David yang sedang tersenyum karena rasa penasaran dari ibunya. Mungkin menurutnya seru merahasiakan jenis kelamin anaknya pada keluarganya sendiri, bahkan sejak kehamilan Lila yang semakin besar."Coba Mamah perhatikan dia laki - laki atau perempuan?" tanya David sengaja ingin menbuat ibunya menebak."Kok gitu? Mamah penasaran, loh. Lila juga nggak mau kasih tahu Mamah pas hamil," protes Helena."Sudahlah, Mah. Nanti kita juga akan tahu sendiri," ucap Norman sembari mengusap lembut bahu istrinya."Tapi Mamah penasaran, Pah. Mamah kan pengen manggil ganteng apa cantik gitu," protes Helena lagi. Terlihat jelas bahwa wanita itu akan sangat menyayangi cucunya."Mas David, kita kasih tahu Mamah saja kenapa, sih? Yang lainnya juga penasaran, tuh," ucap Lila ikut membujuk suaminya
Peluh mulai membasahi dahi Lilara. Dengan sigap dan sabar David mengelapnya dengan sapu tangannya. Tak lupa pria itu terus berdoa di dalam hati agar persalinan sang istri berjalan dengan lancar.Saat ini dia semakin menyadari bahwa wanita hebatnya juga sedang berjuang untuk melahirkan anak pertama mereka. Wajah Lila yang terlihat pucat, menunjukkan bahwa wanita itu merasakan kesakitan. Jujur saja sebagai suami, David tentu merasa tak tega saat melihat kesakitan istrinya."Ughhhh." Lila kembali mengejan sesuai dengan instruksi Dokter Nimas. Tangan kanannya menggenggam erat tangan David yang duduk di sampingnya.'Kamu pasti bisa, Sayang,' bisiknya dalam hati.Lila kembali mengejan lagi. Karena pembukaan sudah lengkap, maka wanita itu siap untuk melahirkan anaknya. Suasana di dalam ruangan begitu menegangkan. Apa lagi David terus saja merasakan desiran tak mengenakkan sehingga dia terus saja berdoa untuk keselamatan anak dan istrinya. Sebagai pria yang sudah sangat mencintai mantan pemb