“Kalau begitu, ganti pakaian Nona Muda dulu,” ujar Ricko mengambil jalan tengah, karena dia juga takut keberadaan Jessica begitu diharapkan oleh tuan presdirnya. Ya, sepertinya Ricko memang sudah sangat memahami isi hati Joandra, dan mendengar percakapan Joandra dan Jessica di dalam mobil tadi membuatnya bisa menjengkal keinginan sesungguhnya dari tuan presdirnya.“Baiklah,” ujar Jessica akhirnya yang menyadari jika kondisinya saat ini memang penuh dengan darah yang ternoda di berbagai bagian tubuhnya.“Suster! Tolong bantu saya sebentar."Ricko segera mengarahkan seorang suster untuk membantu Jessica membersihkan dirinya, sementara dia sendiri langsung pergi untuk membelikan pakaian bersih untuk Nona Mudanya.Iptu Mario terdiam melihat begitu gesitnya asisten kepercayaan Joandra menangani masalah. Dia memang juga merasakan pentingnya keberadaan wanita yang sudah diselamatkan oleh putra pewaris tunggal dari keluarga Dinata it
Sang Suster berkata cepat dengan matanya yang terlihat berbinar, seolah mendapatkan air di gurun yang tandus, karena Suster itu dari tadi juga sudah mencari ke mana-mana tapi tidak menemukan pendonornya.Jessica langsung berjalan ke arah sang Suster dan langsung ikut masuk ke dalam ruangan gawat darurat itu, di mana saat ini Joandra sedang berbaring lemah dan masih belum sadarkan diri.Leonal yang melihat itu menjadi sedikit panik. Dia sedikit takut jika hal itu nanti akan membuat tuan presdirnya marah. Tapi, dia juga tidak bisa berbuat banyak karena golongan darahnya juga tidak sama.Iptu Mario yang memandangi tubuh kecil Jessica hanya bisa menelan salivanya kasar, apa lagi saat dia memikirkan jika saat ini sebenarnya keadaan Jessica juga masih terlihat begitu pucat dengan keadaan mentalnya yang memprihatinkan. Iptu Mario sadar jika wanita itu masih terlihat syok dengan segala yang sudah terjadi terhadapnya, terlebih saat ini orang yang tertembak di dalam sana disebabkan karena ingin
“Benar. Tapi tidak apa-apa, kami juga sudah mengecek kondisinya. Sekarang akan dirawat dan diinfus dulu di dalam,” tambah sang Dokter lagi.Tuan Marta Dinata mengernyitkan keningnya heran ketika mendengar Leonal menyebut kata ‘Nona Muda’ barusan.“Kami permisi dulu, Pak,” ujar salah satu Dokter yang lainnya, dan lalu kedua Dokter itu langsung melangkah pergi.“Siapa wanita yang sudah mendonorkan darahnya untuk Joandra di dalam sana?” tanya tuan Marta Dinata seketika setelah mengingat seorang wanita yang disebut sebagai ‘Nona Muda’ itu sudah mentransfusikan darahnya untuk putranya, dan saat ini sedang berbaring lemah karena pingsan mendonorkan darahnya terlalu banyak untuk Joandra.“O-oh ... i-itu, teman Tuan Presdir, Tuan Besar.”Leonal menjawab tergagap, namun berkata apa adanya.Tuan Marta Dinata mengalihkan pandangannya ketika melihat istri mudanya dan juga Kenrick ke
Ricko yang tersadar jika ada meja lipat khusus untuk makan pasien, segera melihat ke arah Leonal dan memberikan kode kepadanya.Dengan cepat Leonal mengambil meja kecil itu dan langsung menyusunkannya dengan baik tepat di hadapan nona mudanya.Ricko meletakkan bubur ayam yang masih panas itu di atas meja, dan lalu segera berjalan pergi mengambil gelas untuk wadah air minum nona mudanya.Sejak tadi tuan Marta Dinata hanya terus memperhatikan semuanya. Meski saat ini dia sedang berdiri tepat di sisi ranjang Joandra, tapi matanya tak lepas melihat apa yang sudah dilakukan oleh kedua orang kepercayaan mereka itu terhadap wanita yang di panggil dengan sebutan ‘Nona Muda’ itu sejak tadi.Akhrinya tuan Dinata yang sudah tidak tahan dengan pertanyaan besarnya mulai berjalan mendekat ke arah ranjang Jessica.“Terima kasih karena Nona sudah mendonorkan darah untuk Putra saya.”Tuan Dinata berkata pelan sambil melihat ke arah Je
Jessica yang merasa lelah terus berdiri segera mendudukkan dirinya di kursi yang ada di sisi ranjang itu. Melanjutkan kegiatannya dan kembali mengelus pipi mulus Joandra yang tarasa begitu lembut. Jemari tangan kecil itu lalu memegang dan mengelus dagu Joandra yang terlihat begitu kokoh.Tiba-tiba tangan kanan Joandra terangkat dan langsung menangkap tangan kecil yang sedang mengelus pipinya itu.“Eh?!”Jessica terkejut ketika tangannya sudah dipegang begitu erat, apa lagi menyadari jika itu adalah tangan dari Joandra sendiri.“Kenapa terus membelai wajahku ...? Memangnya tidak ingin mengecupnya lagi?”Perlahan mata Joandra terbuka sambil bibirnya terus berkata pelan.“A-abang? ... Abang sudah sadar? Hah?!”Jessica begitu senang ketika melihat mata Joandra kini sudah terbuka dan sudah pula bisa berbicara dengan begitu baiknya. Dan itu tandanya Joandra memang sudah baik-baik saja.-
Setelah diperintahkan oleh Joandra, akhirnya Ricko dan Leonal langsung pulang dari rumah sakit terbesar itu.Sebelumnya, Dokter pun sudah kembali dipanggil oleh Ricko untuk mengecek tuan presdirnya yang barusan sudah sadar dari tidur panjang atau pingsannya itu, bahkan sang dokter juga sudah melepaskan jarum infus darin tangan Jessica karena cairannya yang sudah hampir habis tapi wanita itu sudah tidak ingin di infus kembali.Setelah mengetahui jika tuan presdir mereka memang dalam keadaan yang sudah normal dan baik-baik saja, akhirnya kedua pengikut setia itu langsung pulang ke kediaman mereka berdua masing-masing.“Apa benar ini tidak sakit?”Setelah ruangan itu hening karena tidak ada percakapan lagi setelah Ricko dan Leonal pergi, Jessica yang tangannya sejak tadi terus digenggam oleh Joandra memberanikan dirinya untuk bertanya.“Hmm. Tidak sakit sama sekali,” jawab Joandra sambil mengembangkan kedua ujung bibirnya membe
“Hmm.”Jessica sedikit tersentak. Jawaban itu memang terdengar pelan dan singkat. Namun ternyata jawaban dari Joandra barusan langsung merobohkan dinding hati yang awalnya sudah tertata begitu rapi dan asri. Hati kecil itu langsung merasa perih dengan remasan yang barusan terjadi, membuatnya langsung menyadarkan diri. Ada batas di antara mereka, dan batasan itu memang tidak boleh dilanggarnya.Ya, meski sangat sakit dan pedih, tapi saat ini Jessica mengetahui posisinya yang sebenarnya. Jelas ini akan lebih baik, dari pada dia terus salah paham dan terlambat menata perasaan.“Baguslah kalau begitu. Apa kita meneleponnya dan memberitahukan kabar Abang yang sekarang agar dia bisa segera datang menemani Abang?”Dalam seketika Jessica langsung bangkit dan menepis tangan Joandra dari atas kepalanya. Wanita itu berusaha terlihat biasa-biasa saja membungkus rasa sakit dan luka itu dengan senyuman terbaiknya.Joandra yang mendengar i
Jessica yang barusan selesai membersihkan dirinya keluar dari kamar mandi sambil mengeringkan rambutnya.“Eh, Abang sudah bangun?”Melihat Joandra sudah duduk di atas kasurnya, Jessica sedikit terkejut karena saat dia masuk ke dalam kamar mandi tadi pria itu masih tertidur dengan begitu pulasnya.“Iya. Ponselmu dari tadi berbunyi terus. Memangnya siapa yang meneleponmu sepagi ini? Apa itu temanmu, si Erick.”Joandra yang memang terbangun karena mendengar bunyi deringan ponsel Jessica tadinya langsung menebak begitu saja.“Oh ya?”Jessica yang heran segera berjalan ke sisi ranjangnya dan mengambil ponselnya dari atas nakas. Begitu melihat siapa yang memanggilnya, Jessica terdiam sejenak.‘Jangan-jangan Ibu mau minta aku kirimkan uang lagi seperti waktu itu. Selain masalah itu, mana pernah Ibu menghubungiku. Bahkan Ibu pasti tidak perduli jika aku menceritakan kejadian semalam yang sudah menimpa