“Ayah? Aduh, berat banget ya?”
Begitu ayahnya masuk ke dalam rumah, Jessica yang baru saja selesai makan langsung menyongsong ayahnya.
“Nggak apa-apa, Nak. Ayah bisa, ini ringan saja kok. Kamu sudah selesai makan belum?”
“Sudah Ayah, barusan. Kalau begitu Jessica mau beres-beras dan cuci piring dulu. Barusan tadi ada yang order nasi ramas Jessica. Pak Rendra mesan 20 bungkus dan Agusta mau 5 piring nasi ramas buat di makan di sini untuk besok pagi. Lihatlah, nasi ramas Jessica semakin hari semakin banyak peminatnya loh Ayah.”
Jessica membari tahu ayahnya dengan wajahnya yang terlihat begitu senang dengan matanya yang terlihat berbinar-binar.
“Pak Rendra, Agusta? Maksudnya Kepala Sekolah SMA yang di depan itu?” tanya tuan Andi sedikit ragu dengan dugaannya.
“Iya, Ayah. Sama anak SMA yang sering nongkrong di sini itu.”
“Oh, baguslah. Jadi besok bisa cepat habi
“Ini, Pak. Silakan makan,” ujar Jessica menyerahkan piring itu ke tangan Rendra.“Jangan panggil Pak Pak terus lah, Jess. Aku merasa sangat tua. Cukup anak-anak itu saja yang memanggilku dengan sebutan Pak, kamu jangan. Masa nanti kalau kamu punya anak, dan anakmu akan memanggilku dengan sebutan Kakek, sama seperti panggilannya kepada Paman, iya kan?”Rendra berkata begitu santai dan berani, meski ada tuan Andi di sana. Dan perkataannya itu kembali membuat tuan Andi serta Jessica tertawa renyah.“Bapak ada-ada saja. Saya panggil Pak karena Anda itu Kepala Sekolah, Pak Rendra. Tidak sopan rasanya kalau hanya memanggil nama saja, kan?”“Kan Jessica bukan murid aku toh?”Kali ini Jessica dan tuan Andi kembali tertawa. Perkataan Rendra benar-benar membuat lelucon di pagi ini.“Ya sudah kalau begitu saya panggil Abang sajalah. Biar masih terdengar sopan,” ujar Jessica sedikit menga
Jessica kembali mengingat bagaimana Joandra membentaknya kasar, dan juga mengatakan dirinya adalah wanita murahan saat itu. Mungkin di mata orang lain memang terlihat seperti itu, dan Jessica tidak ingin kembali terjebak oleh keadaan. ternyata Joandra melihatnya serendah itu, dan itu sangat menyakitinya hingga ke titik sisi hatinya yang terdalam. Untuk apa bersama jika pandangan Joandra padanya seperti itu? Tak ada artinya jika sisi terburuk seorang wanita sudah diucapkan begitu sarkas oleh pria yang sudah pun menjadi suaminya.“Honey, Abang minta maaf. Abang memang bersalah karena sudah mengatakan itu. Maafin Abang ya Honey?” Joandra berkata dengan sungguh-sungguh, dan mencoba menggapai tangan Jessica. Tapi Jessica langsung mundur dan mengalihkan kedua tangannya ke arah belakangnya.“Jangan pegang saya lagi, Tuan. Saya bahkan tidak pantas memanggil Tuan dengan sebutan ‘Abang’ lagi kan? Jangan membuat hidup Tuan sial karena menemui saya la
“Gurih? Emang makanan?” jawab Jessica sambil menyendokkan irisan bawang yang akan ditaburkannya ke atas 5 piring makanan yang sudah selesai dibuatnya. “Itu teman-teman kamu ya?” tanya Jessica ketika melihat ada 4 orang anak yang sama berseragam SMA sedang berjalan ke arah terasnya.“Iya Kak. Mereka penasaran karena Agus bilang ada nasi ramas yang enak banget. Mana penjualnya manis kayak madu gini,” ujar Agusta lagi sambil tersenyum manis, membuat mulut Joandra langsung mengangga mendengarkan istrinya yang sedang digombal oleh anak SMA itu di depan matanya.“Hehee. Kamu ini bisa saja. Anak Sekolah kudu belajar yang benar, jangan sampai nanti gagal dan harus mengulang duduk di bangku kelas 3 sampai 2 kali,” Jessica segera menanggapi itu dengan candaan santainya sambil menasehati.“Hehee. Iya kakak cantik. Agusta janji pasti lulus. Nanti kalau sudah pengumuman kelulusan, Agus akan borong semua jualan kak Jessica
Mata Jessica yang sejak tadi terus melotot marah ke arah Joandra mulai terlihat berubah ketika dia melihat kilatan di dalam manik mata Joandra. Bola mata Jessica terlihat bergeser ke kiri dan ke kanan menatap manik mata pria yang sudah menuduhnya dan menghakiminya sedemikian rupa saat itu. Sungguh, ketidak percayaan Joandra terhadapnya membuat rasa sakit itu sangat mendominasi sampai saat ini, dan Jessica tak bisa melupakan hinaan pria yang katanya adalah suami sahnya meski hanya di atas sebuah buku kecil itu.Melihat mata Joandra sudah memerah dengan bibirnya yang membungkam, Jessica segera mengalihkan pandangannya. Dia terlalu takut melihat itu dan merasa khawatir dia akan luluh hanya karena tatapan yang mampu melumpuhkan hatinya itu. Dia segera mengambil beberapa baskom yang sudah kosong itu dan langsung melangkah masuk ke dalam kontrakannya.Melihat Jessica sudah berjalan masuk, Joandra segera mengambil apa yang bisa dibawanya dan langsung mengekori Jessica masuk k
“Jangan Tuan Kent. S-saya mengaku salah. Iya, memang saya yang sudah mengajak Gibran keluar. Kami janji tak akan mengulanginya lagi. Tolong maafkan kami,” ujar Claudia dengan wajahnya yang terlihat panik dan ketakutan.Tentu saja dia enggan masuk ke dalam penjara lagi. Terlebih rencana besarnya belum terlaksana sama sekali.“Setelah Joandra mengetahui semuanya?! Jika aku tak memulangkan kalian ke dalam penjara, sebentar lagi kalian juga akan dijemput oleh pihak kepolisian!”“Kami janji akan lebih berhati-hati Tuan. Jika nanti kami tertangkap pun, kami tentu saja tak akan tinggal diam. Benar semua ini memang rencanaku, tapi bukankah semua ini keinginan Tuan Kent sendiri?!”Claudia yang merasa mendapat celah kelemahan Kenrick langsung menyerang ketika melihat Kenrick benar-benar akan menjebloskan mereka ke dalam penjara lagi.“Kau berani mengancamku?!”“Bukan mengancam. Tapi Tuan Kent harus bisa mengerti juga dong bagaimana posisi kami saat ini. Yang jelas, aku yakin usahaku kali ini ak
Melihat itu Joandra langsung keluar dari bagian dapur dan menuju ke bagian jemuran di belakang sana. Rumah itu berukuran kecil sehingga tak sulit untuk Joandra menemukan alat mengepel lantai yang ternyata benar diletakkan Jessica di bagian belakang sana. Seperti kebiasaannya saat di kediaman ibunya waktu dulu.Joandra mulai mempersiapkan segala sesuatu untuk mengepel lantai dapur yang terlihat lengket itu. Namun dia mengepel kamar dan bagian depan sana terlebih dahulu, sebelum dia mengepel bagian dapur di mana saat ini Jessica masih sibuk mengelap kompor gas dan juga meja masaknya.Tuan Andi mengembangkan senyumnya. Melihat Joandra membantu mengepel lantai rumah seperti itu, membuat hati terdalamnya begitu tersentuh. Di mana lagi dia bisa mendapatkan menantu seperti Joandra? Bahkan dia sendiri saja belum pernah melakukan pekerjaan rumahan seperti itu.Ketulusan Joandra begitu terlihat. Sejak awal dia memang yakin jika kedua insan itu hanya sedang salah paham saj
Gantian kali ini Jessica yang terdiam. Memang benar hinaan itu hanya dilontarkan 1 kali. Tapi bagi Jessica, perkataan itu sudah menghancurkan harga dirinya sebagai seorang istri. Meski hubungan status itu belum begitu jelas dan hanya sebatas di atas kertas yang tercetak saja.“Terserah! Kalau begitu Anda tidur di luar dan jangan mengeluh!”Meski perkataan itu begitu ketus dan penuh bara panas yang terasa, tapi Joandra tak memperdulikan itu. Yang jelas, itu merupakan sebuah lampu hijau untuknya.“Pinjam handuknya, Honey?”Tak lagi membahas, Joandra langsung meminta ijin.“Gak ada handuk yang lain lagi!” jawab Jessica ketus dan masih dengan wajahnya yang mengkerut kesal.“Abang pinjam handuk ini saja,” ujar Joandra lagi sambil memegang handuk dari atas kepala Jessica, dan langsung melepaskan handuk itu dari atas kepala gadis pujaan hatinya.“Hei!” pekik Jessica tertahan. Kaget
“Sudah, kan? Itu nasinya kan sudah 2.”“Ayah?”“Iya. Buat Ayah sama Tuan.”Joandra menelan salivanya kasar. Padahal dia sudah merasa jika Jessica mungkin sudah memaafkannya, karena gadisnya itu tak marah dan menolak saat dia mengecup kepalanya tadi. Tapi, saat mendengar panggilan ‘Tuan’ masih melekat, Joandra tahu artinya istri kecilnya itu masih marah padanya. Ternyata memang tak mudah meluluhkan hati cintanya.“Jadi Honey nggak makan nasi juga?!” tanya Joandra berusaha menyingkirkan rasa sesak di dadanya.“Berapaan Pak?”Jessica tidak lagi menghiraukan Joandra yang bertanya, dan dia kembali mengulang menanyakan total pesanannya.“Nasi sayur 2 jadi 30 ribu. Satenya 2 jadi 28 ribu. Jadi semuanya 58 ribu, Mbak.”Jessica segera membuka tangannya yang sedang menggenggam uangnya, dan langsung membayar total belanjaannya. Tapi dengan cepat Joandra sudah membayar belanjaannya itu.“Ini, Pak.”Joandra memberikan uang 100 Ribu Rupiah, dan sang penjual tersebut langsung menerimanya.“Kok dibay