Tubuh Ricko mulai merasa panas dingin ketika dia dipertanyakan tentang sesuatu yang harusnya menjadi bagian dari keahlian seorang Dokter, dan itu bukan dirinya. Teringat dengan Dokter, mata Ricko langsung membesar.“Biar saya sambungkan langsung ke Dokter Hendra, Tuan Presdir,” ujar Ricko dengan cepat.Joandra yang mendengar jawaban Ricko barusan langsung menyentil pelan stang mobilnya, karena harusnya dia memang menghubungi dokter pribadinya selama ini dari pada menghubungi Ricko yang hanya mengetahui masalah pekerjaan di Perusahaannya.“Tidak usah. Kamu perintahkan Dokter Hendra langsung ke RGL sekarang juga! Tunggu sampai aku tiba di sana meski agak lama!” ujar Joandra yang menyadari perjalanannya masih cukup jauh untuk mencapai pusat kota.“Siap Tuan Presdir,”patuh Ricko yang paham jika RGL yang dimaksudkan oleh tuan presdirnya adalah Residence Grand Lion.Joandra meletakkan ponselnya begitu saja dan mulai melajukan mobilnya dengan fokus dan kecepatan di atas rata-rata agar dia bi
Ketika dokter Hendra sudah selesai melakukan tugasnya, kedua laki-laki itu langsung pamit keluar dari kamar Joandra. Dan melihat kesempatan itu, Pelayan langsung berjalan masuk mengantarkan baskom yang berisi air hangat dan juga sebuah handuk kecil.“Ada yang bisa saya bantu, Tuan Muda?” tanya bibi Inah seolah meminta persetujuan untuk membersihkan tubuh Jessica yang terlihat sedang pingsan.“Tidak ada. Letakkan saja itu di atas nakas.”Joandra menjawab pelan sambil melepaskan jam tangan mewahnya dan meletakkannya begitu saja di atas nakas yang ada di sebelah satunya lagi.“Baiklah. Saya permisi Tuan Muda.”Joandra tidak menjawab lagi. Perasaan paniknya sejak tadi membuatnya begitu gerah dan kemejanya pun sudah basah dibagian dadanya. Joandra segera melepaskan kancing-kancing bagian depan kemejanya ketika melihat Pelayannya sudah keluar dan pintu kamarnya sudah tertutup sempurna. Joandra lalu membuang kemej
Joandra berjalan cepat dengan langkah panjangnya masuk ke dalam kamar mandinya. Dengan cepat Joandra menurunkan Jessica ketika sudah berada di depan kloset, dan Joandra berdiri tegak di sana sambil memegang kantong infus.“A-abang cepetan keluar. Jessica sudah nggak tahan lagi,” kata Jessica cepat sambil membuka kancing celana jeans yang digunakannya.“Gak apa-apa, Abang pegangin kantong infus ini. Abang nggak liat, Jessica cepetan pipis,” ujar Joandra sambil membelakangi punggungnya dan menghadap ke arah pintu kamar mandi.“Abang jangan kayak gitu ih! Jessica udah nggak tahan ini. Cepetan keluar. Sini kantong infusnya.”Tangan Jessica segera menggapai ke depan tubuh Joandra dan ingin mengambil kantong infusnya.“Bandel banget deh! Awas kalau sampai kepipis di celana dan kena lantai kamar mandi. Abang langsung mandiin Jessica sekalian!”“Abang?!” kesal Jessica dengan suara lirihnya.
“Makanya jangan lama-lama mandinya.”“Tapi jangan dibuka dong pintunya kalau Jessica belum selesai. Awas ya, nanti Jessica marah beneran!”Jessica yang mulai merasa was-was merasa ingin bernegosiasi terlebih dahulu untuk menjaga sesuatu yang mungkin akan membuatnya lebih malu dari pada ditemani buang air kecil seperti tadi. Seketika Jessica membayangkan ketika dia berdiri dengan tubuhnya yang polos, dan pintu kamar mandi itu dibuka oleh Joandra. Apakah hal itu tidak akan membuatnya mati berdiri?!“Iya, iya. Nggak kok Abang cuma bercanda doang. Ayo mandi. Ingat ya jangan lama-lama mandinya, nanti kamu bisa masuk angin.”“Hmm.”Joandra segera berjalan keluar dari kamar mandi itu untuk memberi ruang yang nyaman agar gadisnya bisa membersihkan dirinya dengan leluasa, meski sesungguhnya hatinya merasa was-was sendiri takut jika Jessica oleng dan terjatuh.Joandra menutup pintu kamar mandi itu dan la
Mendengar itu Joandra segera membuka laci nakasnya dan mengambil minyak gosoknya dari dalam sana.“Ayo Abang urut bentar,” tawar Joandra sambil duduk di sisi ranjang.“Biar Jessica saja.”“Ck! Abang saja,” kesal Joandra karena terlalu mengkhawatirkan keadaan Jessica yang ternyata masih belum membaik, padahal dia pikir semuanya sudah akan baik-baik saja.Melihat Joandra sudah berdecak marah, Jessica tidak lagi mengeluarkan suara atau membantah sama sekali. Ada rasa sedih yang menyelinap ketika mendengar decakan Joandra barusan, dan entah kenapa itu membuat hati Jessica langsung merasa kesakitan.Joandra mulai menuangkan minyak gosok itu ke telapak tangannya yang besar, lalu mulai meyapunya pada bagian perut Jessica tanpa membuka baju gadisnya itu sama sekali, karena Joandra hanya memasukkan lengannya dari bawahan bajunya saja.Joandra lalu lanjut menyapu minyak gosok itu di bagian punggung Jessica, dan juga di bagian leher sang pujaan hatinya.“Gimana? Apa masih merasa mual?”“Nggak,”
Jessica berkata pelan dan langsung keluar dari dalam kamar Joandra, langsung menuju ke lantai bawah untuk sarapan.Joandra yang sudah rapi mengambil ketiga ponselnya yang sudah ditumpukkannya, lalu berjalan cepat menuruni anak tangga. Joandra lalu melangkah ke arah ruang makannya untuk menemui Jessica yang sudah turun terlebih dulu.“Jessica, Abang pergi dulu ya?”Jessica yang sejak tadi menunggu Joandra di meja makan lansgung memutar kepalanya menoleh ke arah Joandra.“Abang nggak sarapan dulu?”“Nanti saja sama teman. Jessica di rumah saja dan jangan ke mana-mana ya. Abang cuma bentar.”Mendengar perkataan Joandra barusan semakin membuat Jessica merasa yakin jika yang akan ditemui oleh Joandra saat ini adalah seseorang yang sangat spesial.“Iya,” jawab Jessica pelan sambil mengembangkan senyumnya meski terasa perih di dalam hatinya.Joandra menyambut senyuman itu dengan balasan senyumannya, dan kemudian langsung melangkah keluar dari gedung Sultannya.Joandra melajukan mobilnya deng
Jessica yang masih kaget dan heran hanya terdiam. Wanita itu terlihat mengikuti apa yang Joandra lakukan saat ini. Duduk diam di samping Joandra dan terus memperhatikan apa yang saat ini sedang Joandra lakukan.Begitu penutup ice cream raksasa itu terbuka, Joandra langsung mengambil sendoknya dan langsung mengerok tipis ice cream lembut itu. Joandra langsung mengarahkan sendok yang sudah berisi ice cream itu ke arah bibir Jessica yang saat ini masih terkatup rapat.“Ayo makan?”“Huh?! M-makan?! Emhh!”Belum selesai Jessica merasa kaget, mulutnya yang sedang berbicara itu langsung dimasukkan sendok yang berisi ice cream itu oleh Joandra, yang tidak ingin membuang waktu dan langsung memanfaatkan kesampatan itu.“Enak nggak? Ini banyak rasa loh, Jessica suka rasa apa?”Joandra bertanya sambil kembali menyendok ice cream itu dan langsung melahapnya dengan cepat. Lalu Joandra kembali mengulanginya dan kembali m
Jessica yang kaget ketika merasakan pundaknya sudah dicekal dan ditarik sedemikian rupa, semakin panik dan ketakutan pula ketika mendengarkan hardikan dan teriakan dari Joandra barusan. Air mata ketakutan itu semakin membanjir meski sesungguhnya Jessica tidak mengerti dengan apa yang sedang dipertanyakan Joandra kepadanya, apa lagi Joandra terlihat begitu emosi dan marah.Ya, wajah tampan itu sudah terlihat memerah hingga menggelap berkabut yang membuat suasana angker semakin terasa, membuat suasana hati Jessica semakin kencup dan langsung menciut. Keberaniannya seakan langsung menghilang ketika melihat perubahan wajah Joandra yang begitu signifikan ketika melihat sesuatu yang barusan ditunjukkannya.“Katakan! Katakan siapa?! Kenapa kamu diam saja?!”Joandra kembali bertanya sambil mengguncang kedua pundak Jessica yang hanya terdiam mematung dan membungkam bibir tipisnya.“M-m-maksud Abang apa? S-siapa apanya? ... kan, kan J-Jessica send