Jessica yang masih kaget dan heran hanya terdiam. Wanita itu terlihat mengikuti apa yang Joandra lakukan saat ini. Duduk diam di samping Joandra dan terus memperhatikan apa yang saat ini sedang Joandra lakukan.Begitu penutup ice cream raksasa itu terbuka, Joandra langsung mengambil sendoknya dan langsung mengerok tipis ice cream lembut itu. Joandra langsung mengarahkan sendok yang sudah berisi ice cream itu ke arah bibir Jessica yang saat ini masih terkatup rapat.“Ayo makan?”“Huh?! M-makan?! Emhh!”Belum selesai Jessica merasa kaget, mulutnya yang sedang berbicara itu langsung dimasukkan sendok yang berisi ice cream itu oleh Joandra, yang tidak ingin membuang waktu dan langsung memanfaatkan kesampatan itu.“Enak nggak? Ini banyak rasa loh, Jessica suka rasa apa?”Joandra bertanya sambil kembali menyendok ice cream itu dan langsung melahapnya dengan cepat. Lalu Joandra kembali mengulanginya dan kembali m
Jessica yang kaget ketika merasakan pundaknya sudah dicekal dan ditarik sedemikian rupa, semakin panik dan ketakutan pula ketika mendengarkan hardikan dan teriakan dari Joandra barusan. Air mata ketakutan itu semakin membanjir meski sesungguhnya Jessica tidak mengerti dengan apa yang sedang dipertanyakan Joandra kepadanya, apa lagi Joandra terlihat begitu emosi dan marah.Ya, wajah tampan itu sudah terlihat memerah hingga menggelap berkabut yang membuat suasana angker semakin terasa, membuat suasana hati Jessica semakin kencup dan langsung menciut. Keberaniannya seakan langsung menghilang ketika melihat perubahan wajah Joandra yang begitu signifikan ketika melihat sesuatu yang barusan ditunjukkannya.“Katakan! Katakan siapa?! Kenapa kamu diam saja?!”Joandra kembali bertanya sambil mengguncang kedua pundak Jessica yang hanya terdiam mematung dan membungkam bibir tipisnya.“M-m-maksud Abang apa? S-siapa apanya? ... kan, kan J-Jessica send
Malam itu berlalu dengan kisah dramatis Jessica yang mampu mengguncang jiwa seorang laki-laki yang belum pernah menyentuh wanita sama sekali. Joandra memberikan ranjangnya untuk ditempati oleh gadisnya, dan dia sendiri tidur di atas sofa seperti biasa.“Jangan Kuliah dulu.”“A-apa? Kenapa memangnya?!”Pagi ini, Joandra yang terbangun saat Jessica sudah rapi dengan pakaian ke kampusnya, langsung mengutarakan isi pikirannya.“Kamu kan sedang datang bulan,” jawab Joandra dengan entengnya. Ya, masalah menstruasi sudah biasa didengarnya apa lagi ketika dulu dia masih kuliah. Terlebih kejadian itu sering sekali membuat bahan olokan ketika sang wanita sampai ketahuan tembus dan terlihat dengan begitu nyata pada pendangan anak laki-laki nakal yang selalu nongkrong di kampus.“Apa salahnya? Tidak ada hubungannya.”“Abang bilang jangan Kuliah dulu.”“Jessica mau. Udah 1 minggu Je
“Bagaimana pengerjaannya?”Joandra kembali bertanya dengan suara santai dan datarnya. Belum memulai ritmenya dengan sempurna. Joandra begitu penasaran ingin melihat bagaimana si paruh baya cecunguk itu menghadapinya saat ini. Menghadapi makhluk yang sudah pernah direndahkannya dan bahkan dianggapnya seperti sampah yang tidak berharga sama sekali.“I-itu ... saya pikir, pengerjaannya harus dibicarakan kembali, Tuan Presdir. Kita tidak bisa mengerjakan ulang dengan memberikan pemotongan harga sebesar 40 persen, karena jika itu sampai terjadi maka kerugian yang kita dapatkan akan mencapai 20 persen.”Paman Faisal menjelaskan pendapatnya setelah dia mendapatkan keberaniannya, dan dia menjelaskan itu dengan suaranya yang terdengar cukup lantang penuh percaya diri.“Oh ya? Lantas ... siapa yang mengerjakan Proyek ini sejak awal?”Joandra kembali bertanya santai sambil melipat kedua tangannya dan meletakkan di depan dad
Joandra menyunggingkan sebelah ujung bibirnya ketika melihat wajah Paman Faisal yang terlihat penuh dendam dan tidak puas atas tindakan yang sudah diambilnya dalam sekejap tadi. Andai saja itu adalah orang lain, tentu saja Joandra masih akan mempertimbangkannya sekali lagi.‘Ini baru pembalasan permulaan ... jika nanti kalian masih berani macam-macam denganku, aku pastikan kalian semuanya akan menjadi gembel dan tinggal dijalanan!’ batin Joandra sambil menyingkirkan dokumen yang tadi ada di hadapannya.Joandra kembali fokus membahas masalah tender besar yang mereka dapatkan, dan Joandra mulai menyunting beberapa kontraktor terbaik yang dimiliki oleh Perusahaannya. Tentu saja orang yang menjadi pilihannya harus memiliki kemampuan di atas rata-rata yang bisa mengemban tugasnya dengan baik. Dan kali ini Joandra yakin tidak akan ada kepala kontraktornya yang akan berani melakukan kesalahan serupa dengan perbuatan Paman Faisal lagi, setelah tadi mereka sem
“Hehee, iya Bang.”“Minum sup hangatnya. Itu baik buat kesehatanmu.”“Abang kayak dokter saja,” ujar Jessica sambil terkekeh pelan begitu mendengar perkataan Joandra barusan.Joandra hanya mengulum senyumnya ketika mendengar apa yang dikatakan oleh gadis kecilnya. Melanjutkan makannya dan terus mengambilkan lauk-pauk untuk wanitanya yang harus dijaga kesehatan jiwa dan raganya.Ketika mereka berdua keluar dari dalam restoran itu, awan mendung terlihat menggantung di atas cakrawala, dan itu membuat suasana yang masih siang itu terlihat mulai menggelap.“Mau hujan loh. Ayo cepat,” ujar Joandra segera menggandeng tangan Jessica dan berlari kecil ke arah mobilnya.Begitu Joandra menutup pintu mobil untuk Jessica, hujan tiba-tiba langsung mengguyur dan itu membuat Joandra berlari mengitari mobilnya segara masuk ke dalam mobilnya.“Kok tiba-tiba bisa hujan? Padahal tadi biasa-biasa saja
“Siap Tuan Presdir,” patuh Ricko yang memang sudah mengetahui jadwal penting itu, hanya saja waktunya yang belum ditentukan oleh Joandra sejak kemarin.Joandra memutuskan panggilan dan kembali fokus melihat ke jalanan depan yang terlihat lumayan lancar, dan itu sudah pasti karena ini bukanlah malam panjang bagi kaum muda-mudi.Begitu tiba di residence sultannya, Joandra segera naik ke atas dan langsung masuk ke dalam kamarnya untuk membersihkan dirinya. Selesai membersihkan tubuhnya, Joandra segera berjalan keluar dan langsung menuju ke arah kamar Jessica.Tok! Tok!Cklek!Joandra mengetuk pintu itu dan segera membuka handle pintu. Tapi ternyata pintu itu terkunci.‘Loh, kok dikunci?’“Jess?!”Joandra memanggil sambil terus memutar handle pintu berulang kali. Ada rasa khawatir setelah sekian jam lamanya dia tidak melihat dan juga tidak menghubungi gadis kecilnya itu.“Jessica?!&r
“Selamat pagi Tuan Presdir. Silakan,” ujar Ricko mempersilakan Joandra duduk pada kursi kebesarannya di sebuah ruangan yang begitu mewah dan luas. Bahkan meja itu melingkar begitu besar dengan keadaan tengah yang kosong.Puluhan Manager dari cabang The Lion Bank tampak duduk di deretan kursi yang ada di bagian kiri dan kanan yang bersusun tiga tingkat seperti kursi bioskop itu, karena pada meja melingkar itu sudah duduk belasan jajaran Direksi penting yang ada di bawah kedudukan Joandra yang bertugas pada Bank Pusat, yang mengurus perseroan sesuai dengan perintah atasan mereka yang memang pun sudah ada pada ketentuan tertulis yang bisa berubah kapan saja apabila sang Presiden Direktur menginginkannya.“Selamat pagi. Saya tidak akan memperkenalkan diri saya lagi karena saya yakin semuanya sudah mengenal saya dengan jelas.”Joandra mulai membuka percakapannya ketika dia sudah duduk di atas kursi kebesarannya, dengan sebuah mic podium mimbar