Bab 11

"Kenapa kamu bantu dia?" tanya Kiara dengan suara tertahan.

Ini pertanyaan yang paling ingin dia tanyakan.

"Apa karena hubunganku dengan dia, makanya kamu membantunya?"

"Apa karena kasihan? Apa karena Tedy terus bersikap hormat padamu, jadi kamu merasa seperti penyelamat murah hati yang menolongnya? Aku nggak butuh bantuanmu, itu hanya akan membuatku merasa kamu sedang merendahkannya."

Billy tak menyangka bahwa gadis yang sebelumnya terlihat seperti kelinci kecil, tiba-tiba berubah menjadi kucing dengan cakar tajam. Perubahan sikapnya yang mendadak membuat Billy sedikit terkejut.

Billy menatap wajah Kiara yang memerah karena emosi.

Billy menundukkan pandangannya ke arah Kiara. Rasa tidak senang yang samar muncul di hatinya. Kemudian, dia meminta sopir untuk menghentikan mobil di pinggir saja.

Saat mobil hanya menyisakan mereka berdua, Billy menurunkan semua sekat pembatas di dalam mobil, seketika menjadi ruang privasi untuk mereka berdua.

Kiara menyadari bahwa ruang di dalam mobil menjadi tertutup, dia menatap wajah Billy yang marah.

Tiba-tiba, Billy mengulurkan tangannya hendak menyentuh pipinya. Namun Kiara memalingkan wajah, menghindari sentuhannya. Tangan Billy pun berhenti.

Namun, Billy langsung mencengkeram dagunya, memaksa wajah Kiara untuk menatap ke arahnya.

Kiara tidak lagi menghindar, hanya menundukkan wajahnya dengan mata yang berkaca-kaca.

Kiara bukanlah kucing dengan cakar tajam. Dirinya hanyalah seekor domba kecil yang lembut. Amarah sesaatnya tadi seperti balon yang perlahan kehilangan udara.

"Kamu sedih karena Tedy?"

Kiara tidak menyangkalnya.

"Kamu merasa nggak adil untuk Tedy?"

Kiara tetap diam.

"Kalau aku bilang, memang karena hubungan kita, aku merasa perlu memberi kompensasi untuknya, bagaimana?"

Nada suara Billy rendah dan wajahnya perlahan mendekati Kiara saat berbicara.

Kiara ingin menghindar, berusaha menyingkirkan tangan Billy dari wajahnya. Namun, saat Kiara berusaha menyingkirkannya, Billy malah menggenggam erat tangannya. Seketika, wajah Kiara menjadi merah merona.

Genggaman Billy membuat jantung Kiara berdetak kencang. Dia hanya bisa mendengar Billy berkata pelan, "Kiara, aku juga punya hati nurani. Itulah sebabnya aku ingin menebusnya pada Tedy. Aku nggak bermaksud merendahkannya."

Kata hati nurani langsung menyentuh hati Kiara, tiba-tiba air matanya langsung jauh.

Ketika melihat Tedy yang menunduk bersulang dengan Billy, Kiara pun teringat hubungannya dengan Billy. Dia membayangkan jika Tedy tahu segalanya, rasanya dirinya seperti ditikam perlahan.

"Tapi bukankah ini baik untuknya? Kamu mau lihat dia terus-menerus menunduk pada orang lain? Atau terus mengenakan setelan yang tidak pas untuk menyenangkan orang lain?" lanjut Billy.

Tentu Kiara tidak mau. Dia tak ingin melihat Tedy seperti itu.

Tedy itu orang yang percaya diri, penuh semangat, bukan seperti hari ini, berdiri tanpa keberanian dan kehilangan harga dirinya.

"Kiara, aku bisa membantunya naik ke puncak. Bukankah ini akan membuat kita berdua merasa lebih baik?"

Kiara menatapnya, lalu bertanya, "Benarkah?"

Billy menjawab pelan, "Iya."

Ternyata, mereka sama-sama memikul rasa bersalah.

Kiara berpikir, jika pengorbanannya bisa memberikan kehidupan yang baik bagi Tedy, lalu kenapa tidak? Bagaimanapun, ini adalah satu-satunya hal yang bisa dirinya lakukan untuk Tedy.

Tangannya yang tadi menggenggam pergelangan Billy perlahan terlepas. Kiara duduk di tempat dengan wajah seperti perahu kecil yang kehilangan arah.

Tangan Billy kembali menyentuh pipinya, dengan ibu jarinya yang perlahan mengusap wajah Kiara. Napas keduanya hampir menyatu.

Kiara merasa suasana yang mulai intim, membuatnya merasa tidak nyaman dan ingin mundur.

Namun, tiba-tiba bibir Billy mendarat menyentuh bibirnya. Kiara yang ingin menghindar, tidak tahu harus berbuat apa. Namun, setelah beberapa kali sentuhan, Kiara mulai tidak begitu melawan ciumannya.

Saat Kiara mulai kehilangan kendali, Billy perlahan memperdalam ciumannya, membuat bibir mereka bersatu lebih erat.