Bab 12

Kiara merasa terlalu intim, jadi dia masih ingin menghindar, tetapi Billy semakin mendekat untuk menciumnya lagi.

Tangan Kiara memegang erat kerah baju Billy, berusaha menolak dan menghindar. Namun, Billy menangkap tangannya yang memegang kerah bajunya itu, lalu menggenggamnya. Detik berikutnya, melewati celah-celah jemarinya dan akhirnya menggenggam erat dari bawah.

Billy melepaskan ciumannya dari bibir Kiara, lalu dengan napas yang tak teratur, berkata, "Boleh nggak?"

Kiara tidak menjawab.

Billy menurunkan tangan Kiara yang memegang kerah bajunya. Saat tangannya dilepas, tubuh Kiara sedikit menghindar.

Billy kembali menciumnya, memaksa Kiara membuka bibirnya.

Karena terlalu intim, Kiara bisa merasakan ujung lidahnya. Tangan Kiara yang panik mencoba meraih sesuatu, tetapi tangan Billy kembali menggenggam tangannya. Kali ini, bukan hanya menggenggamnya, melainkan saling mengaitkan jari-jari mereka dengan erat.

Perasaan sesak yang membingungkan itu membuat Kiara panik. Dia gelisah dan tidak tahu harus berbuat apa. Namun, ketika tangannya digenggam erat oleh Billy, tubuhnya seolah menemukan titik tumpu, membiarkan dirinya terus dicium olehnya. Bibir keduanya saling bertautan.

Di dalam mobil, mereka berciuman hampir sepuluh menit lebih.

Setelah itu, suasana kembali tenang. Sopir dan sekretaris masuk ke dalam mobil. Keduanya duduk di tempat masing-masing dengan ekspresi wajah yang tenang.

Namun, meskipun wajah Kiara terlihat tenang, ada sedikit kegugupan yang jelas terlihat. Tapi, sopir dan sekretaris sangat peka, mereka tidak menoleh ke belakang. Mereka hanya merasa suasana di dalam mobil sangat hening. Sementara itu, Billy duduk dengan raut wajah yang tetap tenang.

Tiba-tiba, sopir bertanya, "Pak Billy, Bu Kiara, mau ke mana sekarang?"

Masih sore hari, tadinya Kiara hendak kembali ke kampus. Namun, sekarang dia malah tertunduk tanpa berkata apa-apa di mobil Billy.

Billy bertanya padanya, "Masih mau balik ke kampus?"

Suaranya lembut dengan nada serak yang samar.

"Iya ... "

Kiara menjawab pelan tanpa menatapnya.

Mendengar jawaban itu, Billy berkata, "Bukankah ada proyek lahan peternakan yang perlu dipantau? Kita bisa pergi melihatnya."

Sopir tak menyangka Billy akan pergi ke peternakan itu. Lahan tersebut adalah milik Keluarga Tandean, yang sementara ini belum digunakan. Beberapa penduduk desa di sekitar peternakan masih memelihara hewan-hewan kecil di sana."

Billy kembali bertanya pada Kiara, "Mau pergi, nggak?"

Kiara tetap diam, tampak ragu.

Tanpa menunggu jawabannya, Billy berkata pada sopir, "Pergi ke sana saja, anggap saja temani aku selesaikan urusan pekerjaan."

Kiara tahu ucapan itu ditujukan untuk dirinya. Dia mengepalkan tangannya erat tanpa mengatakan apa-apa.

Mobil pun melaju ke arah peternakan. Kebetulan siang menjelang sore, hewan-hewan kecil tampak berlari bebas di bawah sinar matahari. Ada kuda, domba kecil dan sapi di sana.

Hewan-hewan itu tampak riang bermain di bawah sinar matahari.

Kiara berjalan di sampingnya, memperhatikan semuanya. Matanya tertuju pada seekor sapi kecil. Sapi itu tampak pendek dan mungil, mungkin baru lahir, sambil mengeluarkan suara moo moo yang lincah dan menggemaskan.

Melihat Kiara memandang sapi itu, Billy pun bertanya, "Mau elus?"

Kiara langsung menggeleng, menolak, "Nggak, nggak."

Kiara terlihat masih agak canggung. Melihatnya menolak, Billy tidak memaksanya.

Saat itu, sekretaris Billy mendekatinya dan menyerahkan dokumen berupa peta peternakan yang hampir berukuran satu meter persegi.

Kiara tak menyangka Billy benar-benar datang ke sini untuk urusan pekerjaan.

Sekretarisnya melaporkan, "Selain area utara yang nggak boleh ditebang, sebagian besar area ini bisa dikelola. Tapi, proyek ini sudah ditentukan untuk dikelola oleh Pak Wilson."

Billy menjawab, "Nggak perlu cari Pak Wilson."

Sekretaris tampak bingung mendengar itu. Detik berikutnya, Billy tampak berpikir sambil melihat petanya, lalu berkata pelan, "Bukankah ada anak muda bernama Tedy di perjamuan siang tadi? Berikan proyek ini padanya saja."

"Apa?"

Sekretarisnya langsung kaget.

Kiara juga langsung menoleh begitu mendengar nama Tedy.

Namun, Billy tidak menjelaskan lebih lanjut. Dia hanya berkata pada sekretarisnya, "Bukankah ada posisi manajer yang kosong? Hubungi dia saja."

Grup Tandean bukan tempat yang bisa dimasuki oleh sembarang orang. Semua orang yang bekerja di sana adalah lulusan universitas ternama. Namun, Tedy hanyalah seorang mahasiswa, dia langsung mendapat posisi manajer di Grup Tandean.