Ya ampun kalian udah mencak-mencak aja, wkwkwk. Hidupkan penuh godaan dan rintangan, Gaes. Bohohooho. Harusnya ini up malam ya, tapi aku sangat capek jadi langsung tepar begitu sampe rumah.
Setelah ini, Bumi yakin ayah asuhnya akan kembali memberinya petuah. Entah harus berapa kali dia menjelaskan kepada Daniel untuk tidak mengurusi perihal jodoh. Bumi benar-benar tidak peduli meski usianya saat ini sudah menginjak kepala tiga.Baru kali ini ada cuti yang membuatnya lelah alih-alih bersemangat. Bumi membuang napas sebelum menekan password pintu apartemen. Dengan gontai dirinya memasuki unit. Namun baru selangkah masuk, dia menemukan sebuah kejanggalan. Keningnya kontan berkerut. Seingatnya sebelum pergi, dia tidak menyalakan lampu unit. Namun kenapa sekarang terang benderang? Bumi memutar badan, dan langsung melirik ke arah lemari sepatu yang terletak tidak jauh dari pintu masuk. Kepalanya meneleng, dan matanya menyipit melihat ujung flat shoes berwarna putih yang mengintip dari balik rak. Apa mungkin...."Kak Bumi!" Teriakan itu membuat Bumi kembali memutar badan. Dia terperanjat dan refleks berseru 'waaa' sambil menangkap tubuh seseorang yang tiba-tiba meloncat k
Akhirnya Bumi bisa tidur nyenyak semalaman setelah dua hari yang melelahkan. Apalagi saat ini ada Ola di sisinya. Dia bangun dari tidur dalam keadaan sedang memeluk gadis itu. Bibirnya mengukir senyum tipis melihat wajah polos Ola ketika terlelap. Bumi akui dulu dia suka mencuri lihat kala Ola tertidur. Dalam keadaan tenang begitu, kecantikan Ola tambah berkali-kali lipat. Wajahnya begitu lugu, tidak akan ada yang menyangka kalau gadis itu pandai membuat masalah dan bikin kepala Bumi pusing tujuh keliling. Bumi terkesiap ketika tiba-tiba kaki Ola bergerak, dan lutut gadis itu menyentuh pangkal pahanya yang mengeras. Please, kalian jangan salah paham. Bagi pria, morning wood itu sesuatu yang normal. Jadi, kalian dilarang menghujat. (mode Bumi tersenyum miring) Ketika pria itu bergeser, lengan Ola malah memeluk lehernya, sementara tungkai panjang gadis itu beralih membelit tubuhnya. Apa gadis itu pikir Bumi itu sebuah guling? "Ola, aku nggak bisa napas. Bangun." Bumi menepuk pelan le
Bumi dan Ola langsung bertolak ke bengkel ketika urusan kantor selesai. Bengkel masih sama ramainya seperti biasa. Cabang ke-tiga yang Bumi dirikan itu sudah mulai dikenal dan banyak langganan yang mempercayakan kendaraannya di sana. "Makin besar aja ya bengkel Kak Bumi. Belum lagi yang ada di Jakarta. Kalau papi tahu pasti bangga." Bumi kontan mengacungkan jari telunjuk ke bibir. Yang langsung dibalas gerakan mengunci mulut oleh Ola. Ya, Daniel memang tidak tahu perkara bengkel yang didirikan Bumi sejak enam tahun lalu itu. Bengkel yang dia dirikan dari hasil kerja kerasnya selama bekerja menjadi asisten pribadi sang presdir. Bengkel yang bermula dari hobinya mengoprek mesin. Bumi bahkan tidak pernah berekspektasi akan menjadi sebesar ini. Setelah berhasil membuka cabang kedua di Jakarta, pria itu mencoba peruntungan membuka cabang ketiga di Bandung. Dan lagi-lagi hasilnya di luar ekspektasi. Meskipun Bumi tidak terjun secara langsung dalam manajemennya, dia tetap memonitoring ket
"Kak...." Untuk ke sekian kali Ola merengek. Namun, Bumi di posisinya tetap bungkam, dan memilih fokus ke beberapa dokumen yang sedang dia tanda tangani. "Aku cuma bercanda. Mana mungkin aku pergi travelling tanpa kamu? Kalau boleh, niatnya aku mau kamu ikut juga." Bumi membuang napas kasar. Ujung matanya melirik gadis itu. "Papi mana izinin aku pergi jauh kalau nggak ada kamu?" Ola mendekat, merangkul pelan lengan Bumi, mencoba merayu. "Tapi ada Rean. Jadi pasti diizinin. Lagi pula, kamu tau pasti aku belum bisa ke mana-mana. Pekerjaan lagi banyak-banyaknya," ujar Bumi akhirnya, tapi tatapnya sama sekali tidak beranjak dari lembaran-lembaran kertas di hadapannya. "Jadi, gimana dong?" "Ya terserah kamu. Yang jelas aku nggak bisa ke mana-mana." Sejujurnya travelling ke Indonesia Timur adalah salah satu yang sangat ingin Ola lakukan dan belum sempat terwujud. Ini kesempatan bagus, mumpung ada teman. Hanya saja...."Memang kalau aku pergi sendiri Kak Bumi bolehin?" "Terserah kamu
Daniel mengusap wajah, lantas berkacak pinggang di depan anak asuhnya yang duduk di tengah sofa seperti terdakwa. Setelah mendapat kabar dari Kanina bahwa wanita itu tidak mau melanjutkan rencana perjodohannya, Daniel langsung menghubungi Bumi dan meminta lelaki itu untuk segera menemuinya di Jakarta. "Apa kamu menemukan keburukan di Kanina?" tanya Daniel seraya menatap Bumi yang terus menunduk. "Nggak ada, Pi." "Terus gimana bisa kamu menolak wanita seperti itu?" Daniel agak kesal lantaran Bumi tidak terlalu banyak bicara tentang ini. Bahkan beberapa hari nomor anak itu susah dihubungi. Jika bukan karena ada paket berisi ponsel baru dari Kanina untuk Bumi yang datang ke rumah, Daniel tidak akan tahu kalau hubungan putranya dan wanita itu kandas sebelum dimulai. "Aku nggak punya perasaan apa pun sama dia, Pi." "Urusan perasaan kan bisa belakangan. Yang penting kalian akrab dulu." Daniel membuang napas. Lalu memijat kepalanya yang berdenyut. "Untung Kanina nggak mempermasalahkan h
Diam-diam Ola bergerak mendekati Bumi yang terlihat serius mengerjakan sesuatu di depan layar laptop. Begitu gadis itu tepat di belakang Bumi, sebelah tangannya terjulur dan menutup mata lelaki itu."Ola, jangan main-main deh," tegur Bumi seraya berdecak. Paling sebal kalau sedang sibuk Ola malah iseng mengganggu."Tebak dulu ini apa?" tanya Ola seraya menjulurkan tangan satunya yang memegang sebuah piring berisi kudapan buatan sang mami. Dia sengaja mendekatkan piring itu ke depan wajah Bumi agar pria itu bisa mengendus aromanya."Pisang goreng krispi," sahut Bumi dengan tepat. Selain aroma pisang itu sendiri, tercium juga wangi vanili. Dan Bumi sangat hapal wewangian kudapan yang sering Delotta bikin dari dirinya berumur belasan tahun itu."Yaaah, nggak seru ah. Masa gampang banget ketebak," kesah Ola melepas tangannya yang menutupi mata Bumi. Gadis itu dengan wajah bersungut-sungut meletakkan satu piring pisang goreng di meja, tidak jauh dari laptop.Mata Bumi langsung berbinar dan
"Kata dokter ibu cuma kecapean. Karena ibu kan udah tua juga."Bumi melirik Bu Tina yang terbaring di tempat tidur saat Nadira menjelaskan kondisi ibu panti tersebut. Wanita tua itu tampak tertidur dengan nyaman. "Ibu masih sering pegang kerjaan rumah? Kan udah banyak asisten yang bantu." "Nggak sering, Kak. Tapi ibu juga kadang sok ngeyel kalau dibilangin. Padahal semua kerjaan rumah panti udah ada yang urus. Terus...." Nadira menggantung kalimatnya dan dengan ragu menatap Ola yang berada di samping Bumi terus menerus. "Terus?" "Uhm, beberapa hari terakhir Ibu juga nanyain Kak Bumi terus. Aku sering pergoki ibu mengusap poto Kak Bumi pas masih kecil. Kayaknya ibu rindu sama Kak Bumi." Kembali Bumi melirik ranjang Bu Tina. Biasanya sebulan sekali Bumi akan menyempatkan waktu pulang ke panti. Namun sudah hampir setengah tahun dia absen. Meski begitu dia terus memantau keadaan panti lewat Nadira. Apalagi Daniel juga sudah menyerahkan tanggung jawab donasi kepadanya. Bumi menarik na
Lebih dari lima puluh anak panti yang diasuh oleh Bu Tina. Dibagi menjadi beberapa kelompok sesuai usia mereka dan jenis kelamin. Menempati bangunan tua yang sudah dipugar oleh Daniel sejak lama. Tanahnya yang sempat menjadi sengketa pun dibebaskan juga oleh pria itu. Keterlibatan Daniel dengan panti asuhan yang diberi nama Griya Kasih Ibu itu berawal dari pertemuan menakjubkan antara dirinya dengan Bumi yang saat itu masih menjadi remaja tanggung di tengah teriknya kota. Remaja lima belas tahun penjual kerupuk yang menolongnya merebut tas berisi dokumen dan beberapa barang penting lainnya yang dicuri oleh teman sebayanya. Akibat menolong Daniel, kerupuk yang dia bawa di kantong plastik besar hancur. Dagangannya jelas merugi, tapi remaja itu masih bisa tersenyum saat menyerahkan tas milik Daniel yang berhasil dia rebut. Luka di sudut bibir anak itu membuat Daniel akhirnya membawa Bumi remaja masuk ke salah satu restoran. Di restoran itulah untuk pertama kalinya Bumi mengenal keluarga
Tepuk tangan bersahutan ketika Bumi berhasil memotong pita, tanda dibukanya bengkel baru di Kota Surabaya. Senyum lebar serta ucapan terima kasih dia layangkan. Jabatan tangan bersama pemilik perusahaan otomotif yang bekerjasama dengannya pun terayun erat. Setelah pemotongan pita para tamu yang hadir lantas berkeliling untuk melihat area bengkel. Area bengkel yang luas serta peralatan yang lengkap membuat bengkel ini bisa menampung lebih banyak mobil yang akan diservis. Fasilitas juga ditambah, seperti ruang tunggu yang nyaman juga area play ground. Selain memperkenalkan bengkel baru, mereka juga memperkenalkan tipe mobil keluaran terbaru yang beberapa bulan lalu launching. Banyak promo yang ditawarkan baik dari showroom mau pun bengkel di acara grand opening ini. Ola memilih duduk di sofa lantaran merasa kelelahan. Sejak bangun pagi tadi, sebenarnya dia merasa kurang enak badan. Namun karena ini hari penting bagi Bumi, dia bersikap seolah tidak ada masalah. Sejauh ini dia bisa men
Ola meletakkan satu gelas susu hangat di meja kerja Daniel ketika pria tua itu tengah fokus membaca sebuah dokumen. Daniel mengangkat wajah, dan sontak tersenyum sambil mengucapkan terima kasih. Langkah Ola lantas bergerak ke belakang kursi sang papi dan melihat apa yang yang tengah pria itu baca. "Apa nggak sebaiknya papi istirahat aja?" tanya Ola saat tahu apa yang papinya baca itu sebuah proposal pendirian perusahaan baru milik Bumi. "Papi akan istirahat setelah baca proposal milik suamimu ini. Kenapa kamu nggak tidur?" "Sebenarnya aku sudah tidur. Aku tadi haus jadi kebangun. Terus liat ruang kerja papi lampunya masih nyala." Ola menunduk, lantas mengambil alih proposal itu dari tangan Daniel. "Papi minum susu itu terus pergi tidur." Kepalanya menggeleng ketika mulut Daniel terbuka dan terlihat ingin mengambil kembali proposal tersebut. Ola tidak memberi kesempatan papinya untuk protes. Dia tersenyum menang ketika Daniel tampak menyerah. "Oke, papi akan minum susu buatan my
"Ada opening bengkel baru di Surabaya, kamu mau ikut?" Enam bulan belakangan, selain sibuk mengurus tetek bengek pembukaan pabrik, Bumi juga sibuk mengurus pembukaan cabang bengkelnya yang baru di Surabaya. Satu per satu bengkel miliknya didirikan secara berkala di kota-kota besar bergabung dengan sebuah showroom perusahaan mobil yang bekerjasama dengannya. "Kapan?" "Pekan depan. Sekalian berkunjung ke rumah Kakek Gunadi.""Boleh, tapi aku nggak bisa lama. Kamu kan tahu aku masih belum diizinin Mas Gyan buat ambil cuti."Bumi terkekeh kecil lantas menekan kakinya agar ayunan yang dirinya tempati bersama Ola bergoyang. Saat ini keduanya memang tengah bersantai menikmati sore di taman belakang yang berdampingan dengan kolam renang. Biasanya tempat ini dikuasai Daniel dan Delotta jika sore menjelang. Namun kali ini sepasang suami istri itu sedang tidak ada di rumah. "Gyan itu masih pelit banget kalau ngasih cuti. Harus ada alasan yang urgent banget baru bisa dikabulin permohonan cuti
"Aku tau akhirnya pasti begini." Kekehan Bumi terdengar lirih saat mendengar kalimat itu. Sekarang ini dirinya masih merebah di atas kasur dengan Ola yang memeluknya seperti guling. Salah satu paha wanita itu menindih perutnya. Sehingga Bumi bisa dengan bebas mengusap paha terbuka itu dengan mudah. "Nggak sabaran," ucap Ola lagi. Dia bergerak menarik kakinya, tapi dengan cepat Bumi menahannya. "Kak!" "Sebentar, kamu mau ke mana sih?" "Sebentar lagi pasti Bibi nyuruh kita turun buat makan malam. Terus kita mau selimutan terus begini?" Ola menyingkir karena dia merasakan milik Bumi sudah kembali menegang. Kalau harus tambah satu permainan lagi, dia akan lebih lama terkurung di kamar. Akibatnya papi pasti ngomel karena mereka tidak ikut makan malam lagi. Lagi? Ya, karena kejadian seperti itu tidak cuma sekali dua kali sejak mereka pulang dari Raja Ampat. Bumi memiliki hobi baru yaitu mengurung Ola di kamar setelah wanita itu pulang kerja. Dengan gemas Bumi mencium pipi Ola. "Ngga
"Memang kalian nggak bosan ke Raja Ampat? Atau suami lo nggak mampu biayain honeymoon? Ola, kalau lo butuh sponsor, bilang dong!" Kalimat itu terlontar dari mulut seorang Galen. Pria itu memasang wajah meremehkan saat Ola bilang baru balik dari Raja Ampat. Terang saja hal itu membuat Ola jengkel dan rasanya ingin menyiram muka sohibnya itu dengan air kobokan. "Bukannya laki gue nggak mampu, ya. Tapi kami emang udah janji mau balik ke sana kalau kami dapat izin nikah. Jadi ini tuh semacam utang yang wajib kami penuhi," ujar Ola dengan nada gemas. Dengan kesal dia menyambar jus jeruknya. Langit Jakarta mulai gelap lantaran mau hujan, tapi dada Ola malah kepanasan. "Poinnya itu, bukan ke mana kita pergi. Tapi dengan siapa kita pergi," timpal Yara. "Meski perginya ke surga, tapi kalau ke sananya sama lo, jelas nggak bakal bikin happy si Ola." "Nah!" Merasa dapat pembelaan, Ola kembali bersemangat. Dia kembali tersenyum puas ketika melihat wajah Galen memberengut. "Asyik enggak kemari
Sudah lebih dari tiga hari di Raja Ampat, kegiatan yang Bumi dan Ola lakukan hanya di seputar pantai dan kamar. Tidak peduli pada kegiatan diving atau jelajah alam yang diatur oleh pihak resort. Mereka berdua memilih menghabiskan waktu di sekitar resort. Lebih tepatnya Bumi yang ingin tetap di dalam resort. "Capek, Yang. Kita kan udah pernah. Mending di kamar, kelonan. Sama juga olahraga kan?" sahut Bumi sambil malas-malas di dalam selimut ketika Ola berinisiatif mengajaknya ikut rombongan diving. "Memangnya kamu nggak bosan, Kak?" Sambil menarik pinggang Ola mendekat, pria itu berujar. "Mana mungkin aku bosan kalau bisa peluk kamu gini." Tangannya yang nakal lantas bergerak pelan menggelitiki perut Ola, sampai wanita itu tertawa geli. "Seenggaknya kita harus renang. Aku mau meluncur di dekat dermaga."Mendengar kata renang dan meluncur, sebuah ide terlintas di kepala Bumi. "Kamu mau coba hal baru nggak?" tanya Bumi sambil menahan senyum. "Aku yakin kamu pasti suka." Alis Ola men
Desahan Ola kembali mengudara ketika puncak dadanya kembali tenggelam di mulut hangat suaminya. Genggamannya pada kain yang mengalasi tempat tidur terlepas ketika hawa panas tubuhnya kembali tinggi. Telapak tangan Bumi yang tidak mau berhenti meraba membuat libidonya naik seketika. Rasa sakit di bawah sana pun mendadak tersamarkan. "Kamu merasa lebih baik?" tanya Bumi sesaat setelah melepas kulumannya. Dengan wajah memerah Ola mengangguk. Sakit tapi juga nikmat. Itu hal yang tidak bisa dia ungkapkan sekarang. "Boleh aku bergerak sekarang?" Bumi merasa perlu izin karena tidak ingin membuat istrinya kesakitan lagi. Dan lagi-lagi pertanyaannya hanya dibalas anggukan. Perlahan dia pun menggerakkan pinggul. Terlihat sangat hati-hati. Namun sepelan apa pun dia bergerak, wajah Ola masih terlihat kesakitan. "Kamu yakin nggak apa-apa?" tanya Bumi sekali lagi untuk memastikan lanjut atau berhenti. Dua tangan Ola terjulur dan menyentuh bahu Bumi. Dia memang masih merasakan nyeri, tapi jug
Ola menggigit bibir melihat Bumi berdiri di bawah siraman air shower dengan kepala menunduk. Setelah membuat pria itu kecewa, Ola terlihat begitu menyesal. Mungkin saat ini Bumi tersiksa karena harus menahan hasrat. Pria itu tidak mengatakan apa pun, tapi Ola tahu Bumi pasti sangat kecewa padanya. Bukankah selama ini dia yang selalu menggoda? Dengan hati-hati dan tanpa menimbulkan suara, Ola menyelinap masuk ke kamar mandi. Berjalan pelan mendekati Bumi, lalu memeluk tubuh pria itu dari belakang, hingga dirinya ikut tersiram air dari shower kamar mandi dengan konsep natural itu. Bumi yang tengah mendinginkan tubuh, agak tersentak ketika sepasang lengan mendekapnya. Dia tahu itu Ola, istrinya. "Maafin aku, Kak," bisik wanita itu kemudian. Bumi menarik napas sebelum melepas pelukan Ola dan memutar badan. "Kenapa kamu nggak istirahat?" tanya pria itu seraya mengusap rambut Ola yang basah. "Kak, aku mau melakukannya sekali lagi." Sejak berdiri di ambang pintu kamar mandi dan melihat
"Se-sebentar?"Dahi Bumi mengernyit ketika Ola menahan dadanya ketika dia hendak mendekat. "Ada apa?" "I-itu, apa bisa masuk?" tanya Ola dengan wajah ragu. Sejujurnya dia masih syok dengan sesuatu yang dilihatnya. Oke, fine. Dia sering iseng ingin menyentuh atau melihat sebelumnya, tapi ketika Ola benar-benar bisa melihat benda itu, dia merasa ngeri sendiri. Apa bisa benda panjang dan besar itu menembus miliknya yang hanya memiliki lubang kecil, sekecil lubang semut? Ya Tuhan! Bumi terkekeh melihat wajah tegang sang istri. Dengan lembut dia menyentuh sisi wajah Ola. "Tentu saja bisa, Sayang. Kenapa nggak bisa? Milik wanita kan elastis. Mungkin awalnya sakit, tapi setelahnya enggak lagi.""Ka-kamu yakin?"Bumi terkekeh. Merasa geli melihat ekspresi Ola saat ini. "Kamu takut? Bukannya kamu yang biasanya suka godain aku biar ini..." Ola terperanjat ketika Bumi menyentak pangkal pahanya hingga benda itu tepat mengenai perutnya. "...bisa masuk ke dalam kamu." Ola meringis dengan alis m