Bahkan di dalam ruang gelap bioskop, Ola kembali berhasil memanipulasi Kanina. Dalam hati dia terkikik geli karena wanita itu benar-benar gampang dikelabui. "Aku agak takut gelap. Apalagi yang akan kita tonton ini film horor." "Tapi tadi kamu yang pilih filmnya." Kanina menatap bingung sekaligus heran. "Iya kata temen-temenku filmnya bagus. Jadi, aku pilihin itu. Tapi~"Kanina mengembuskan napas pelan dan akhirnya mengalah bertukar tempat duduk dengan Ola. Dia tidak tahu kalau di belakang punggung, Ola mengayunkan tangannya yang terkepal begitu misinya berhasil. Bungsu Daniel itu berhasil duduk di antara Bumi dan Kanina. Dengan begitu tidak akan ada lagi kesempatan wanita cantik itu untuk berdekatan dengan Bumi. "Takut gelap kamu bilang?" bisik Bumi pelan, seraya tersenyum miring. "Kamu benar-benar Ola adikku bukan?"Ola menyambut sindiran itu dengan senyum. "Aku pacarmu kalau kamu lupa," sahut Ola tak kalah pelan. Dia sedikit mencuri ciuman Bumi di tengah gelapnya ruangan. Membua
"Kapan kita bisa keluar berdua?" tanya Kanina ketika Bumi mengantarnya sampai ke depan pintu lobi. "Saya tidak tahu." Wanita anggun di depannya menghela napas. Tapi kemudian matanya kembali berpijar. "Mungkin nanti aku bisa main ke Bandung. Biasanya suka ada tugas ke sana. Kalau aku ke sana kamu mau kan menemani aku jalan?" "Tergantung situasi.""Hm iya sih. Kamu pasti sibuk juga." Kanina melirik Ola yang masih ada di dalam mobil. Gadis itu ngambek, tidak mau ikut turun. Masih perkara larangan Bumi ke bar. "Ya udah. Kalau gitu see you next time. Uhm, tapi aku harap kita bisa cepat ketemu lagi."Kanina menggigit bibir, tatapnya menunduk. Alih-alih cepat masuk lobi wanita itu malah terpaku di tempat. "Ada lagi yang mau kamu katakan?" tanya Bumi dengan alis sedikit naik. Sikap Kanina mendadak terlihat aneh. "Bumi," panggil Kanina seraya mendongak, menatap pria tinggi di depannya. "Aku sangat berkesan dengan pertemuan pertama kita. Apa kamu merasakan hal yang sama?" Bumi mengerjap.
Ola tersenyum lebar dan mengerling jenaka ketika dia berhasil memasukkan bola terakhir. Terhitung tiga kali putaran dia memenangkan permainan billiard ini. Luar biasa untuk seorang pemula. "Mungkin ini yang orang sebut keberuntungan pemula," ujar Bumi sedikit melengkungkan bibir ke bawah. "Coba kamu bisa kayak gini juga pas dosen nerangin matkul, mungkin kamu bisa cepat lulus dan nggak ngulang-ngulang matkul terus." Kontan saja mata kelam Ola mendelik tak terima. "Baru ada satu mata kuliah yang aku ulang ya! Jangan berlebihan," serunya sedikit kesal. Dia melempar tongkatnya dan mendekati Bumi dengan cepat. Ditariknya kerah baju pria itu, lantas tersenyum miring. "Akui kekalahanmu kali ini, Kak. Dan berikan aku reward." Bumi menatap lekat wajah cantik di depannya itu dengan sedikit senyum. Dalam mode dominan begini Ola makin membuat hatinya terpesona. Direngkuhnya pinggang gadis itu dengan sebelah lengannya dan menariknya mendekat. Aksi Bumi yang tiba-tiba itu membuat Ola agak terk
Ola berlari-lari kencang begitu turun dari ojek online. Beberapa kali dia mengumpat karena hampir tersandung kakinya sendiri. Belum lagi saat menyenggol bahu atau lengan orang tanpa sengaja ketika berpapasan di koridor. Tidak peduli dengan makian orang yang ditabrak dia terus berlari melewati selasar gedung Pascasarjana Teknik. Hari ini Bumi sidang tesis dan gara-gara bangun kesiangan, dia hampir melewatkan peristiwa penting itu. Napas Ola nyaris putus ketika akhirnya dia sampai di tempat sidang. Dia membungkuk seraya memegangi lututnya dengan napas tersengal-sengal. Gara-gara telat juga dia cuma membeli bunga seadanya, cuma setangkai mawar putih. Ya ampun, masa orang selesai sidang dikasih setangkai mawar? Gagal semua rencana hari ini. Jika tahu bakal telat, dia tidak akan menunda pergi ke Bandung hingga keesokan harinya. Ola mengatur napas sebelum mendekati layar monitor yang menampilkan sidang akhir tesis Bumi. Penguji keempat terlihat sedang memberi pertanyaan pada Bumi saat Ol
"Mami benar-benar bangga padamu, Nak." Bumi tersenyum bahagia saat mendapat tepukan pelan di sisi wajahnya dari Delotta. Sebelumnya dia juga mendapat pelukan dari ibu asuhnya itu. Daniel juga terlihat senang melihat keberhasilan Bumi melewati masa sulitnya. "Finally you can achieve what you want, My Son," ujar Daniel seraya memeluk putra asuhnya itu. Dia tidak menyesal sudah menuruti keinginan Delotta membawa Bumi turut pulang ke Jakarta 15 tahun lalu. Bumi menjadi pribadi yang bisa diandalkan. Khususnya ketika pria itu menjadi asisten pribadinya dulu. "Thanks, Mam. Thanks, Pi. Tanpa kalian aku nggak akan bisa seperti ini," sahut Bumi dengan penuh kerendahan hati. Jika dulu dia mengambil bidang ekonomi atas perintah Daniel, kali ini program study yang dia ambil merupakan beasiswa dari kampus sekaligus jurusan yang sangat dia minati. Maka dari itu ketika dikabarkan lolos seleksi beasiswa, Bumi tidak menyiakan kesempatan berharga itu. "Berapa gelar yang akan tersemat di kartu undang
"Tapi aku masih mau di sini, Pi!" "Kamu masih libur semester, belum mulai perkuliahan lagi. Jadi kamu ikut pulang sama papi dan mami."Tidak ikhlas! Ola menjerit dalam hati. Bibirnya mencebik, dan mata sedihnya menatap Bumi. Minta pertolongan."Kamu kan juga belum ke perusahaan. Bukannya kamu janji sama papi mau bantu di perusahaan kalau liburan?" Ola memejamkan mata. Merutuk dalam hati kenapa dulu dia membuat janji seperti itu ke papinya. "Lagian kalau kamu di sini pasti bakal repotin Bumi. Kakak kamu itu orang sibuk. Bebannya akan lebih ringan kalau kamu ikut pulang ke rumah." Kembali Ola melihat Bumi dengan tatapan memohon. "Pi, sebenarnya aku nggak apa-apa kalau Ola mau liburan di sini," ucap Bumi kemudian. Dia tidak tega juga melihat gadisnya terus memohon pertolongan. "Biar Ola di sini, Pi."Namun Daniel menggeleng tegas. "Ola tetap harus ikut pulang ke rumah," putus Daniel final. Tidak mau diganggu gugat. Seandainya Kanina tidak tetap tinggal, mungkin Ola akan dengan rela
Kalau pun Bumi punya banyak hari cuti, dia ingin menghabiskan waktu itu bersama Ola. Bukan dengan wanita lain. Bumi akui Kanina itu cantik. Tipe wanita yang banyak digilai para lelaki dewasa. Memiliki body goal yang sempura dan paras serupa bidadari. Kulitnya yang kadang mengintip di balik pakaiannya yang terbuka tampak bersinar. Lebih dari itu dia memiliki karir yang gemilang di salah satu firma hukum ternama di Indonesia. Bahkan Bumi merasa minder mendengar bibit bebet bobot wanita itu yang Daniel ceritakan.Jelas dirinya yang bukan siapa-siapa ini tak pantas disandingkan dengan wanita dari keluarga terhormat itu. Jangankan Kanina, menjadi kekasih Viola Jagland saja sebenarnya dia merasa tak pantas. Jika tidak ada keluarga Jagland di belakangnya, dia tidak mungkin memiliki power seperti sekarang. "Uhm... Enak!" Bumi mengernyit melihat Kanina berseru saat menikmati pangsit chili oil yang bagi Bumi pedasnya luar biasa itu. "Ayo, kamu juga makan." Wanita itu mengacungkan sumpit ke d
Bumi meraup wajah beberapa kali. Tengah malam dirinya baru sampai apartemen setelah mengantar Kanina pulang ke hotel. Masih ada satu hari lagi, tapi dia sudah merasa lelah. Bumi menghempaskan diri ke atas tempat tidur, lantas membuang napas dalam-dalam. Tangannya yang terlentang mengusap permukaan tempat tidurnya yang dingin. Mendadak dia merindukan gadis kecilnya. Dia yakin gadis itu sudah terbang bersama mimpinya sekarang. Tidak seperti dirinya yang malah tidak bisa mengatupkan mata. Bunyi notif pesan masuk membuat tangannya terjulur merogoh saku celana. Dengan posisi masih terlentang, dia membuka kunci layar ponsel. Sebuah pesan dari Kanina muncul. Kanina : [ Besok kamu masih mau menjemputku, kan? ] Bumi mendesah, tanpa berniat membalas dia melempar tangannya yang menggenggam ponsel. Namun beberapa detik kemudian, bunyi notif pesan terdengar lagi. Dia berdecak malas, tapi tetap membuka kembali layar ponsel. Hampir saja dia menghapus pesan tanpa ingin membacanya sebelum tahu tern
Tepuk tangan bersahutan ketika Bumi berhasil memotong pita, tanda dibukanya bengkel baru di Kota Surabaya. Senyum lebar serta ucapan terima kasih dia layangkan. Jabatan tangan bersama pemilik perusahaan otomotif yang bekerjasama dengannya pun terayun erat. Setelah pemotongan pita para tamu yang hadir lantas berkeliling untuk melihat area bengkel. Area bengkel yang luas serta peralatan yang lengkap membuat bengkel ini bisa menampung lebih banyak mobil yang akan diservis. Fasilitas juga ditambah, seperti ruang tunggu yang nyaman juga area play ground. Selain memperkenalkan bengkel baru, mereka juga memperkenalkan tipe mobil keluaran terbaru yang beberapa bulan lalu launching. Banyak promo yang ditawarkan baik dari showroom mau pun bengkel di acara grand opening ini. Ola memilih duduk di sofa lantaran merasa kelelahan. Sejak bangun pagi tadi, sebenarnya dia merasa kurang enak badan. Namun karena ini hari penting bagi Bumi, dia bersikap seolah tidak ada masalah. Sejauh ini dia bisa men
Ola meletakkan satu gelas susu hangat di meja kerja Daniel ketika pria tua itu tengah fokus membaca sebuah dokumen. Daniel mengangkat wajah, dan sontak tersenyum sambil mengucapkan terima kasih. Langkah Ola lantas bergerak ke belakang kursi sang papi dan melihat apa yang yang tengah pria itu baca. "Apa nggak sebaiknya papi istirahat aja?" tanya Ola saat tahu apa yang papinya baca itu sebuah proposal pendirian perusahaan baru milik Bumi. "Papi akan istirahat setelah baca proposal milik suamimu ini. Kenapa kamu nggak tidur?" "Sebenarnya aku sudah tidur. Aku tadi haus jadi kebangun. Terus liat ruang kerja papi lampunya masih nyala." Ola menunduk, lantas mengambil alih proposal itu dari tangan Daniel. "Papi minum susu itu terus pergi tidur." Kepalanya menggeleng ketika mulut Daniel terbuka dan terlihat ingin mengambil kembali proposal tersebut. Ola tidak memberi kesempatan papinya untuk protes. Dia tersenyum menang ketika Daniel tampak menyerah. "Oke, papi akan minum susu buatan my
"Ada opening bengkel baru di Surabaya, kamu mau ikut?" Enam bulan belakangan, selain sibuk mengurus tetek bengek pembukaan pabrik, Bumi juga sibuk mengurus pembukaan cabang bengkelnya yang baru di Surabaya. Satu per satu bengkel miliknya didirikan secara berkala di kota-kota besar bergabung dengan sebuah showroom perusahaan mobil yang bekerjasama dengannya. "Kapan?" "Pekan depan. Sekalian berkunjung ke rumah Kakek Gunadi.""Boleh, tapi aku nggak bisa lama. Kamu kan tahu aku masih belum diizinin Mas Gyan buat ambil cuti."Bumi terkekeh kecil lantas menekan kakinya agar ayunan yang dirinya tempati bersama Ola bergoyang. Saat ini keduanya memang tengah bersantai menikmati sore di taman belakang yang berdampingan dengan kolam renang. Biasanya tempat ini dikuasai Daniel dan Delotta jika sore menjelang. Namun kali ini sepasang suami istri itu sedang tidak ada di rumah. "Gyan itu masih pelit banget kalau ngasih cuti. Harus ada alasan yang urgent banget baru bisa dikabulin permohonan cuti
"Aku tau akhirnya pasti begini." Kekehan Bumi terdengar lirih saat mendengar kalimat itu. Sekarang ini dirinya masih merebah di atas kasur dengan Ola yang memeluknya seperti guling. Salah satu paha wanita itu menindih perutnya. Sehingga Bumi bisa dengan bebas mengusap paha terbuka itu dengan mudah. "Nggak sabaran," ucap Ola lagi. Dia bergerak menarik kakinya, tapi dengan cepat Bumi menahannya. "Kak!" "Sebentar, kamu mau ke mana sih?" "Sebentar lagi pasti Bibi nyuruh kita turun buat makan malam. Terus kita mau selimutan terus begini?" Ola menyingkir karena dia merasakan milik Bumi sudah kembali menegang. Kalau harus tambah satu permainan lagi, dia akan lebih lama terkurung di kamar. Akibatnya papi pasti ngomel karena mereka tidak ikut makan malam lagi. Lagi? Ya, karena kejadian seperti itu tidak cuma sekali dua kali sejak mereka pulang dari Raja Ampat. Bumi memiliki hobi baru yaitu mengurung Ola di kamar setelah wanita itu pulang kerja. Dengan gemas Bumi mencium pipi Ola. "Ngga
"Memang kalian nggak bosan ke Raja Ampat? Atau suami lo nggak mampu biayain honeymoon? Ola, kalau lo butuh sponsor, bilang dong!" Kalimat itu terlontar dari mulut seorang Galen. Pria itu memasang wajah meremehkan saat Ola bilang baru balik dari Raja Ampat. Terang saja hal itu membuat Ola jengkel dan rasanya ingin menyiram muka sohibnya itu dengan air kobokan. "Bukannya laki gue nggak mampu, ya. Tapi kami emang udah janji mau balik ke sana kalau kami dapat izin nikah. Jadi ini tuh semacam utang yang wajib kami penuhi," ujar Ola dengan nada gemas. Dengan kesal dia menyambar jus jeruknya. Langit Jakarta mulai gelap lantaran mau hujan, tapi dada Ola malah kepanasan. "Poinnya itu, bukan ke mana kita pergi. Tapi dengan siapa kita pergi," timpal Yara. "Meski perginya ke surga, tapi kalau ke sananya sama lo, jelas nggak bakal bikin happy si Ola." "Nah!" Merasa dapat pembelaan, Ola kembali bersemangat. Dia kembali tersenyum puas ketika melihat wajah Galen memberengut. "Asyik enggak kemari
Sudah lebih dari tiga hari di Raja Ampat, kegiatan yang Bumi dan Ola lakukan hanya di seputar pantai dan kamar. Tidak peduli pada kegiatan diving atau jelajah alam yang diatur oleh pihak resort. Mereka berdua memilih menghabiskan waktu di sekitar resort. Lebih tepatnya Bumi yang ingin tetap di dalam resort. "Capek, Yang. Kita kan udah pernah. Mending di kamar, kelonan. Sama juga olahraga kan?" sahut Bumi sambil malas-malas di dalam selimut ketika Ola berinisiatif mengajaknya ikut rombongan diving. "Memangnya kamu nggak bosan, Kak?" Sambil menarik pinggang Ola mendekat, pria itu berujar. "Mana mungkin aku bosan kalau bisa peluk kamu gini." Tangannya yang nakal lantas bergerak pelan menggelitiki perut Ola, sampai wanita itu tertawa geli. "Seenggaknya kita harus renang. Aku mau meluncur di dekat dermaga."Mendengar kata renang dan meluncur, sebuah ide terlintas di kepala Bumi. "Kamu mau coba hal baru nggak?" tanya Bumi sambil menahan senyum. "Aku yakin kamu pasti suka." Alis Ola men
Desahan Ola kembali mengudara ketika puncak dadanya kembali tenggelam di mulut hangat suaminya. Genggamannya pada kain yang mengalasi tempat tidur terlepas ketika hawa panas tubuhnya kembali tinggi. Telapak tangan Bumi yang tidak mau berhenti meraba membuat libidonya naik seketika. Rasa sakit di bawah sana pun mendadak tersamarkan. "Kamu merasa lebih baik?" tanya Bumi sesaat setelah melepas kulumannya. Dengan wajah memerah Ola mengangguk. Sakit tapi juga nikmat. Itu hal yang tidak bisa dia ungkapkan sekarang. "Boleh aku bergerak sekarang?" Bumi merasa perlu izin karena tidak ingin membuat istrinya kesakitan lagi. Dan lagi-lagi pertanyaannya hanya dibalas anggukan. Perlahan dia pun menggerakkan pinggul. Terlihat sangat hati-hati. Namun sepelan apa pun dia bergerak, wajah Ola masih terlihat kesakitan. "Kamu yakin nggak apa-apa?" tanya Bumi sekali lagi untuk memastikan lanjut atau berhenti. Dua tangan Ola terjulur dan menyentuh bahu Bumi. Dia memang masih merasakan nyeri, tapi jug
Ola menggigit bibir melihat Bumi berdiri di bawah siraman air shower dengan kepala menunduk. Setelah membuat pria itu kecewa, Ola terlihat begitu menyesal. Mungkin saat ini Bumi tersiksa karena harus menahan hasrat. Pria itu tidak mengatakan apa pun, tapi Ola tahu Bumi pasti sangat kecewa padanya. Bukankah selama ini dia yang selalu menggoda? Dengan hati-hati dan tanpa menimbulkan suara, Ola menyelinap masuk ke kamar mandi. Berjalan pelan mendekati Bumi, lalu memeluk tubuh pria itu dari belakang, hingga dirinya ikut tersiram air dari shower kamar mandi dengan konsep natural itu. Bumi yang tengah mendinginkan tubuh, agak tersentak ketika sepasang lengan mendekapnya. Dia tahu itu Ola, istrinya. "Maafin aku, Kak," bisik wanita itu kemudian. Bumi menarik napas sebelum melepas pelukan Ola dan memutar badan. "Kenapa kamu nggak istirahat?" tanya pria itu seraya mengusap rambut Ola yang basah. "Kak, aku mau melakukannya sekali lagi." Sejak berdiri di ambang pintu kamar mandi dan melihat
"Se-sebentar?"Dahi Bumi mengernyit ketika Ola menahan dadanya ketika dia hendak mendekat. "Ada apa?" "I-itu, apa bisa masuk?" tanya Ola dengan wajah ragu. Sejujurnya dia masih syok dengan sesuatu yang dilihatnya. Oke, fine. Dia sering iseng ingin menyentuh atau melihat sebelumnya, tapi ketika Ola benar-benar bisa melihat benda itu, dia merasa ngeri sendiri. Apa bisa benda panjang dan besar itu menembus miliknya yang hanya memiliki lubang kecil, sekecil lubang semut? Ya Tuhan! Bumi terkekeh melihat wajah tegang sang istri. Dengan lembut dia menyentuh sisi wajah Ola. "Tentu saja bisa, Sayang. Kenapa nggak bisa? Milik wanita kan elastis. Mungkin awalnya sakit, tapi setelahnya enggak lagi.""Ka-kamu yakin?"Bumi terkekeh. Merasa geli melihat ekspresi Ola saat ini. "Kamu takut? Bukannya kamu yang biasanya suka godain aku biar ini..." Ola terperanjat ketika Bumi menyentak pangkal pahanya hingga benda itu tepat mengenai perutnya. "...bisa masuk ke dalam kamu." Ola meringis dengan alis m