Disclaimer : Kenapa di cerita Gyan dan Kavia Bumi nggak ada? Jelas nggak ada dong. Selain timing dan setting latar yang berbeda, fokus cerita tentu hanya berpusat pada tokoh yang lagi ditulis saat itu. Bumi Ola ini kalau diurut mengacu pada cerita Kavia dan Gyan itu settingnya mundur. Gyan belum ketemu Resta, dan Kavia masih di Kanada. Bahkan Ola cuma muncul di beberapa scene doang yang nggak melibatkan Bumi di awal kisah Gyan. Kan Ola dan Bumi settingnya di Bandung. Bumi ada kok di akhir-akhir kisah mereka dan itu timingnya udah di beberapa tahun kemudian saat Gyan udah menikahi Resta. Duh, aku harap teman-teman paham. Aku nggak mungkin menjabarkan tentang unsur intrinsik sebuah novel di sini kan?
Senyum lebar Gyan kontan buyar ketika suapan ketiga cake yang Ola potong mampir ke mulut Bumi lebih dulu alih-alih dirinya. Dua alis tebalnya tertaut seketika. Baru saja lelaki itu hendak melayangkan protes, adik bungsunya langsung menyumpal mulutnya dengan potongan cake. "Nggak usah protes. Mas Gy sama Kak Bumi kedudukannya sama." Gyan kontan manyun sambil mengunyah. Tapi sejurus kemudian dia tersenyum lebar. "Kue buatan May kok bisa selezat ini ya?" Mayrosa, alias pacar Gyan yang baru sempat menyusul, tersenyum. Dia terlalu sibuk dengan kegiatan syuting acaranya sehingga baru datang satu jam sebelum puncak acara camping ground ini dimulai. "Itu bukan buatan aku, Gy. Tapi buatan tanteku," sahut wanita itu. Setengah tahun tidak bertemu membuat wanita itu terus menempeli Gyan. "By the way happy birthday, Ola. I hope that whatever you want will come true soon.""Makasih, Mbak." Ola tersenyum tipis. Tatapnya melirik Bumi sesaat. Ola yakin pria itu tadi tersenyum juga, tapi kenapa men
Setelah acara ultah yang mendebarkan bagi Ola, keesokan harinya dia terpaksa harus berpisah sementara dari Bumi. Sejujurnya Ola lebih suka menghabiskan liburan bersama Bumi di Bandung, tapi pria itu ngotot memaksanya agar ikut mami dan papi pulang ke Jakarta."Setiap liburan semester kamu pulang. Mami sama papi pasti bertanya-tanya kalau kamu menolak pulang," ujar Bumi ketika membujuk Ola agar ikut Daniel. "Tapi kan aku mau habisin liburan sama kamu, Kak. Kita baru jadian masa udah pisahan." "Nggak pisahan, Ola. Weekend aku ke Jakarta kok. Nikmati liburan kamu, oke?" Bibir tipis Ola mencebik, sementara tangannya yang menggenggam tangan Bumi terayun. "Pasti ngebosenin di rumah nggak ada kamu." Mata Bumi menyipit saat tersenyum, meningkahi ucapan gadis itu. Diusapnya puncak kepala Ola dengan lembut. "Kalau mami denger kamu ngomong gitu, mami bakal sedih loh." Mata kelam Ola kontan melirik maminya yang tampak masih sibuk mengobrol dengan Nani Luna. Gadis itu akhirnya terpaksa menyetu
Jari-jari Ola mengetuk-ngetuk meja dengan gerakan tak sabar. Sesekali matanya juga melirik jam dinding besar yang terlihat jelas dari arah dapur. Lalu menatap ponsel yang tergeletak di meja dan menyentuh hingga layarnya menyala. Tidak ada notif apa pun lagi. Bahkan pesan yang dia kirim belum Bumi balas. Pagi tadi Bumi memberitahu bahwa dia akan pulang ke Jakarta. Sudah dua Minggu Ola tidak melihat lelaki itu. Rasa kangennya sudah menumpuk karena weekend lalu Bumi tidak pulang. "Maaf Ola, dosenku bilang hanya punya waktu weekend ini buat bahas revisian." Kalau sudah begitu memang Ola bisa berbuat apa? Meski rasa kangennya sudah mencapai ubun-ubun, tidak mungkin dia menghalangi aktivitas penting satu itu. Di depan Ola sekarang, satu potong cake yang Delotta sajikan baru dia sentuh secuil. Sebelum batang hidung kekasihnya muncul, rasanya dia belum bisa berselera makan. "Loh kok kuenya masih utuh?" tanya Delotta ketika berjalan melewati putrinya. "Nunggu Kak Bumi, Mam." Delotta terk
Bumi baru muncul ketika sore menjelang. Itu pun langsung dikonter Daniel untuk mengenalkan Kanina padanya. Pria itu agak terkejut melihat kehadiran wanita asing itu. Jadi kata-kata Gyan waktu itu benar bahwa sang papi mau mengenalkan seseorang padanya? Ola pasti sudah tahu tentang ini. Dan biasanya gadis itu akan menyambutnya, tapi kali ini Ola tidak menampakkan batang hidungnya sama sekali sejak Bumi menginjakkan kaki di rumah besar orang tua asuhnya ini. "Kuliah sambil kerja?" Mata besar berbulu lentik itu melebar. "Keren banget itu sih. Tapi apa nggak pusing bagi waktu antara kuliah dan kerja?" tanya Kanina yang belum apa-apa sudah terkagum-kagum dengan anak asuh Daniel itu. "Itu udah biasa buat Bumi. Sejak pertama kuliah dia sudah mulai bekerja membantu di perusahaan," sahut Daniel. Sementara Bumi di sisinya hanya tersenyum tipis. Bumi tidak banyak bicara. Hanya sesekali menjawab pertanyaan yang Kanina ajukan. Sementara dia tidak berselera untuk tahu lebih banyak tentang wanita
Ola bukan anak bawang di sini! Dia terpaksa meredam kekesalan ketika harus menempati kursi penumpang bagian belakang. Poninya berkibar beberapa kali tersapu embusan napasnya yang kasar. Matanya mengerling tak senang mendengar wanita yang duduk di sebelah kursi kemudi terus menyerocos, berusaha mengakrabkan diri dengan Bumi yang tengah konsentrasi menyetir. Ola bukannya tak tahu kalau Bumi di belakang kemudi terus memantaunya dari kaca spion depan. Tapi Ola tak peduli dan hanya memasang wajah cemberut. Gimana tidak? Kursi yang Kanina duduki itu tempatnya! Bumi itu pacarnya bisa-bisanya dia malah jadi obat nyamuk begini. Ola geram minta ampun, tapi dia tetap berusaha menutupi emosinya. "Gebetan kamu kating atau temen sekelas, Ola?" Pertanyaan Kanina membuat Ola segera mengubah eskpresi wajah. Dia memasang senyum palsunya yang dibuat selebar mungkin. "Bukan kating atau teman sekelas kok, Mbak. Dia itu lelaki dewasa yang udah kerja." "Beneran?" Kanina takjub sampai harus memutar bad
Bahkan di dalam ruang gelap bioskop, Ola kembali berhasil memanipulasi Kanina. Dalam hati dia terkikik geli karena wanita itu benar-benar gampang dikelabui. "Aku agak takut gelap. Apalagi yang akan kita tonton ini film horor." "Tapi tadi kamu yang pilih filmnya." Kanina menatap bingung sekaligus heran. "Iya kata temen-temenku filmnya bagus. Jadi, aku pilihin itu. Tapi~"Kanina mengembuskan napas pelan dan akhirnya mengalah bertukar tempat duduk dengan Ola. Dia tidak tahu kalau di belakang punggung, Ola mengayunkan tangannya yang terkepal begitu misinya berhasil. Bungsu Daniel itu berhasil duduk di antara Bumi dan Kanina. Dengan begitu tidak akan ada lagi kesempatan wanita cantik itu untuk berdekatan dengan Bumi. "Takut gelap kamu bilang?" bisik Bumi pelan, seraya tersenyum miring. "Kamu benar-benar Ola adikku bukan?"Ola menyambut sindiran itu dengan senyum. "Aku pacarmu kalau kamu lupa," sahut Ola tak kalah pelan. Dia sedikit mencuri ciuman Bumi di tengah gelapnya ruangan. Membua
"Kapan kita bisa keluar berdua?" tanya Kanina ketika Bumi mengantarnya sampai ke depan pintu lobi. "Saya tidak tahu." Wanita anggun di depannya menghela napas. Tapi kemudian matanya kembali berpijar. "Mungkin nanti aku bisa main ke Bandung. Biasanya suka ada tugas ke sana. Kalau aku ke sana kamu mau kan menemani aku jalan?" "Tergantung situasi.""Hm iya sih. Kamu pasti sibuk juga." Kanina melirik Ola yang masih ada di dalam mobil. Gadis itu ngambek, tidak mau ikut turun. Masih perkara larangan Bumi ke bar. "Ya udah. Kalau gitu see you next time. Uhm, tapi aku harap kita bisa cepat ketemu lagi."Kanina menggigit bibir, tatapnya menunduk. Alih-alih cepat masuk lobi wanita itu malah terpaku di tempat. "Ada lagi yang mau kamu katakan?" tanya Bumi dengan alis sedikit naik. Sikap Kanina mendadak terlihat aneh. "Bumi," panggil Kanina seraya mendongak, menatap pria tinggi di depannya. "Aku sangat berkesan dengan pertemuan pertama kita. Apa kamu merasakan hal yang sama?" Bumi mengerjap.
Ola tersenyum lebar dan mengerling jenaka ketika dia berhasil memasukkan bola terakhir. Terhitung tiga kali putaran dia memenangkan permainan billiard ini. Luar biasa untuk seorang pemula. "Mungkin ini yang orang sebut keberuntungan pemula," ujar Bumi sedikit melengkungkan bibir ke bawah. "Coba kamu bisa kayak gini juga pas dosen nerangin matkul, mungkin kamu bisa cepat lulus dan nggak ngulang-ngulang matkul terus." Kontan saja mata kelam Ola mendelik tak terima. "Baru ada satu mata kuliah yang aku ulang ya! Jangan berlebihan," serunya sedikit kesal. Dia melempar tongkatnya dan mendekati Bumi dengan cepat. Ditariknya kerah baju pria itu, lantas tersenyum miring. "Akui kekalahanmu kali ini, Kak. Dan berikan aku reward." Bumi menatap lekat wajah cantik di depannya itu dengan sedikit senyum. Dalam mode dominan begini Ola makin membuat hatinya terpesona. Direngkuhnya pinggang gadis itu dengan sebelah lengannya dan menariknya mendekat. Aksi Bumi yang tiba-tiba itu membuat Ola agak terk
Tepuk tangan bersahutan ketika Bumi berhasil memotong pita, tanda dibukanya bengkel baru di Kota Surabaya. Senyum lebar serta ucapan terima kasih dia layangkan. Jabatan tangan bersama pemilik perusahaan otomotif yang bekerjasama dengannya pun terayun erat. Setelah pemotongan pita para tamu yang hadir lantas berkeliling untuk melihat area bengkel. Area bengkel yang luas serta peralatan yang lengkap membuat bengkel ini bisa menampung lebih banyak mobil yang akan diservis. Fasilitas juga ditambah, seperti ruang tunggu yang nyaman juga area play ground. Selain memperkenalkan bengkel baru, mereka juga memperkenalkan tipe mobil keluaran terbaru yang beberapa bulan lalu launching. Banyak promo yang ditawarkan baik dari showroom mau pun bengkel di acara grand opening ini. Ola memilih duduk di sofa lantaran merasa kelelahan. Sejak bangun pagi tadi, sebenarnya dia merasa kurang enak badan. Namun karena ini hari penting bagi Bumi, dia bersikap seolah tidak ada masalah. Sejauh ini dia bisa men
Ola meletakkan satu gelas susu hangat di meja kerja Daniel ketika pria tua itu tengah fokus membaca sebuah dokumen. Daniel mengangkat wajah, dan sontak tersenyum sambil mengucapkan terima kasih. Langkah Ola lantas bergerak ke belakang kursi sang papi dan melihat apa yang yang tengah pria itu baca. "Apa nggak sebaiknya papi istirahat aja?" tanya Ola saat tahu apa yang papinya baca itu sebuah proposal pendirian perusahaan baru milik Bumi. "Papi akan istirahat setelah baca proposal milik suamimu ini. Kenapa kamu nggak tidur?" "Sebenarnya aku sudah tidur. Aku tadi haus jadi kebangun. Terus liat ruang kerja papi lampunya masih nyala." Ola menunduk, lantas mengambil alih proposal itu dari tangan Daniel. "Papi minum susu itu terus pergi tidur." Kepalanya menggeleng ketika mulut Daniel terbuka dan terlihat ingin mengambil kembali proposal tersebut. Ola tidak memberi kesempatan papinya untuk protes. Dia tersenyum menang ketika Daniel tampak menyerah. "Oke, papi akan minum susu buatan my
"Ada opening bengkel baru di Surabaya, kamu mau ikut?" Enam bulan belakangan, selain sibuk mengurus tetek bengek pembukaan pabrik, Bumi juga sibuk mengurus pembukaan cabang bengkelnya yang baru di Surabaya. Satu per satu bengkel miliknya didirikan secara berkala di kota-kota besar bergabung dengan sebuah showroom perusahaan mobil yang bekerjasama dengannya. "Kapan?" "Pekan depan. Sekalian berkunjung ke rumah Kakek Gunadi.""Boleh, tapi aku nggak bisa lama. Kamu kan tahu aku masih belum diizinin Mas Gyan buat ambil cuti."Bumi terkekeh kecil lantas menekan kakinya agar ayunan yang dirinya tempati bersama Ola bergoyang. Saat ini keduanya memang tengah bersantai menikmati sore di taman belakang yang berdampingan dengan kolam renang. Biasanya tempat ini dikuasai Daniel dan Delotta jika sore menjelang. Namun kali ini sepasang suami istri itu sedang tidak ada di rumah. "Gyan itu masih pelit banget kalau ngasih cuti. Harus ada alasan yang urgent banget baru bisa dikabulin permohonan cuti
"Aku tau akhirnya pasti begini." Kekehan Bumi terdengar lirih saat mendengar kalimat itu. Sekarang ini dirinya masih merebah di atas kasur dengan Ola yang memeluknya seperti guling. Salah satu paha wanita itu menindih perutnya. Sehingga Bumi bisa dengan bebas mengusap paha terbuka itu dengan mudah. "Nggak sabaran," ucap Ola lagi. Dia bergerak menarik kakinya, tapi dengan cepat Bumi menahannya. "Kak!" "Sebentar, kamu mau ke mana sih?" "Sebentar lagi pasti Bibi nyuruh kita turun buat makan malam. Terus kita mau selimutan terus begini?" Ola menyingkir karena dia merasakan milik Bumi sudah kembali menegang. Kalau harus tambah satu permainan lagi, dia akan lebih lama terkurung di kamar. Akibatnya papi pasti ngomel karena mereka tidak ikut makan malam lagi. Lagi? Ya, karena kejadian seperti itu tidak cuma sekali dua kali sejak mereka pulang dari Raja Ampat. Bumi memiliki hobi baru yaitu mengurung Ola di kamar setelah wanita itu pulang kerja. Dengan gemas Bumi mencium pipi Ola. "Ngga
"Memang kalian nggak bosan ke Raja Ampat? Atau suami lo nggak mampu biayain honeymoon? Ola, kalau lo butuh sponsor, bilang dong!" Kalimat itu terlontar dari mulut seorang Galen. Pria itu memasang wajah meremehkan saat Ola bilang baru balik dari Raja Ampat. Terang saja hal itu membuat Ola jengkel dan rasanya ingin menyiram muka sohibnya itu dengan air kobokan. "Bukannya laki gue nggak mampu, ya. Tapi kami emang udah janji mau balik ke sana kalau kami dapat izin nikah. Jadi ini tuh semacam utang yang wajib kami penuhi," ujar Ola dengan nada gemas. Dengan kesal dia menyambar jus jeruknya. Langit Jakarta mulai gelap lantaran mau hujan, tapi dada Ola malah kepanasan. "Poinnya itu, bukan ke mana kita pergi. Tapi dengan siapa kita pergi," timpal Yara. "Meski perginya ke surga, tapi kalau ke sananya sama lo, jelas nggak bakal bikin happy si Ola." "Nah!" Merasa dapat pembelaan, Ola kembali bersemangat. Dia kembali tersenyum puas ketika melihat wajah Galen memberengut. "Asyik enggak kemari
Sudah lebih dari tiga hari di Raja Ampat, kegiatan yang Bumi dan Ola lakukan hanya di seputar pantai dan kamar. Tidak peduli pada kegiatan diving atau jelajah alam yang diatur oleh pihak resort. Mereka berdua memilih menghabiskan waktu di sekitar resort. Lebih tepatnya Bumi yang ingin tetap di dalam resort. "Capek, Yang. Kita kan udah pernah. Mending di kamar, kelonan. Sama juga olahraga kan?" sahut Bumi sambil malas-malas di dalam selimut ketika Ola berinisiatif mengajaknya ikut rombongan diving. "Memangnya kamu nggak bosan, Kak?" Sambil menarik pinggang Ola mendekat, pria itu berujar. "Mana mungkin aku bosan kalau bisa peluk kamu gini." Tangannya yang nakal lantas bergerak pelan menggelitiki perut Ola, sampai wanita itu tertawa geli. "Seenggaknya kita harus renang. Aku mau meluncur di dekat dermaga."Mendengar kata renang dan meluncur, sebuah ide terlintas di kepala Bumi. "Kamu mau coba hal baru nggak?" tanya Bumi sambil menahan senyum. "Aku yakin kamu pasti suka." Alis Ola men
Desahan Ola kembali mengudara ketika puncak dadanya kembali tenggelam di mulut hangat suaminya. Genggamannya pada kain yang mengalasi tempat tidur terlepas ketika hawa panas tubuhnya kembali tinggi. Telapak tangan Bumi yang tidak mau berhenti meraba membuat libidonya naik seketika. Rasa sakit di bawah sana pun mendadak tersamarkan. "Kamu merasa lebih baik?" tanya Bumi sesaat setelah melepas kulumannya. Dengan wajah memerah Ola mengangguk. Sakit tapi juga nikmat. Itu hal yang tidak bisa dia ungkapkan sekarang. "Boleh aku bergerak sekarang?" Bumi merasa perlu izin karena tidak ingin membuat istrinya kesakitan lagi. Dan lagi-lagi pertanyaannya hanya dibalas anggukan. Perlahan dia pun menggerakkan pinggul. Terlihat sangat hati-hati. Namun sepelan apa pun dia bergerak, wajah Ola masih terlihat kesakitan. "Kamu yakin nggak apa-apa?" tanya Bumi sekali lagi untuk memastikan lanjut atau berhenti. Dua tangan Ola terjulur dan menyentuh bahu Bumi. Dia memang masih merasakan nyeri, tapi jug
Ola menggigit bibir melihat Bumi berdiri di bawah siraman air shower dengan kepala menunduk. Setelah membuat pria itu kecewa, Ola terlihat begitu menyesal. Mungkin saat ini Bumi tersiksa karena harus menahan hasrat. Pria itu tidak mengatakan apa pun, tapi Ola tahu Bumi pasti sangat kecewa padanya. Bukankah selama ini dia yang selalu menggoda? Dengan hati-hati dan tanpa menimbulkan suara, Ola menyelinap masuk ke kamar mandi. Berjalan pelan mendekati Bumi, lalu memeluk tubuh pria itu dari belakang, hingga dirinya ikut tersiram air dari shower kamar mandi dengan konsep natural itu. Bumi yang tengah mendinginkan tubuh, agak tersentak ketika sepasang lengan mendekapnya. Dia tahu itu Ola, istrinya. "Maafin aku, Kak," bisik wanita itu kemudian. Bumi menarik napas sebelum melepas pelukan Ola dan memutar badan. "Kenapa kamu nggak istirahat?" tanya pria itu seraya mengusap rambut Ola yang basah. "Kak, aku mau melakukannya sekali lagi." Sejak berdiri di ambang pintu kamar mandi dan melihat
"Se-sebentar?"Dahi Bumi mengernyit ketika Ola menahan dadanya ketika dia hendak mendekat. "Ada apa?" "I-itu, apa bisa masuk?" tanya Ola dengan wajah ragu. Sejujurnya dia masih syok dengan sesuatu yang dilihatnya. Oke, fine. Dia sering iseng ingin menyentuh atau melihat sebelumnya, tapi ketika Ola benar-benar bisa melihat benda itu, dia merasa ngeri sendiri. Apa bisa benda panjang dan besar itu menembus miliknya yang hanya memiliki lubang kecil, sekecil lubang semut? Ya Tuhan! Bumi terkekeh melihat wajah tegang sang istri. Dengan lembut dia menyentuh sisi wajah Ola. "Tentu saja bisa, Sayang. Kenapa nggak bisa? Milik wanita kan elastis. Mungkin awalnya sakit, tapi setelahnya enggak lagi.""Ka-kamu yakin?"Bumi terkekeh. Merasa geli melihat ekspresi Ola saat ini. "Kamu takut? Bukannya kamu yang biasanya suka godain aku biar ini..." Ola terperanjat ketika Bumi menyentak pangkal pahanya hingga benda itu tepat mengenai perutnya. "...bisa masuk ke dalam kamu." Ola meringis dengan alis m