Beberapa kali Ola mengecek jam di pergelangan tangan. Sudah hampir satu jam Bumi belum juga datang padahal dia sudah siap melakukan fitting baju pengantin. Ola tidak tahu apa yang pria itu lakukan sampai telat datang ke butik. Jauh-jauh hari Ola sudah memberitahu bahwa hari ini mereka akan fitting baju pengantin. Betapa kesalnya Ola ketika dirinya menghubungi, tapi ternyata pria itu masih mengurus pekerjaan. Persiapan pernikahan Ola sudah hampir 70 persen selesai. Meskipun semua biaya dibebankan kepada Bumi sesuai permintaan pria itu, yang lebih banyak mengurus tetek bengek pernikahan maminya dan Kavia. Kedua wanita itu sangat excited dengan pernikahan si bungsu. Semua yang menjadi pilihan mereka benar-benar perfect. Apalagi Daniel menginginkan pernikahan putrinya harus berkesan. "Sayang...." Ola menoleh mendengar suara familiar itu. Wajahnya yang cemberut makin bersungut-sungut melihat Bumi yang baru saja tiba. Napas pria itu tampak terengah seperti baru saja menyelesaikan lari ma
Bumi mengerjap ketika melihat Ola keluar dengan gaun panjang off shoulder berwarna putih. Gaun itu memiliki belahan panjang hingga hampir mencapai setengah paha. Mempertontonkan dengan jelas tungkai mulus sebelah kirinya. Tidak hanya itu. Sepanjang garis punggungnya pun terekspos begitu terbuka. Malam ini Ola tampil begitu dewasa dan berani. Makeup minimalis yang biasa dia pakai raib berganti dengan makeup bold yang menambah kesan menantang. Bumi tidak tahu konsep prewedding yang Ola pilih ini temanya apa. Bahkan dirinya saja hanya memakai setelan jas semi formal, ditambah aksesoris kacamata hitam untuk memperkuat karakter. Heels tujuh senti silver mengetuk lantai dengan nyaring ketika Ola beranjak mendekat. "Apa ini nggak terlalu berlebihan?" tanya Bumi seraya berbisik. Rasanya tidak rela melihat calon istrinya berpakaian begitu terbuka. "Berlebihan gimana?" Dari belakang tangan Bumi sengaja menyentuh punggung wanita itu. "Punggung kamu sangat terbuka. Lalu kaki kamu." "Ini kan
Seorang wanita muda berlari kencang sambil mengangkat roknya tinggi-tinggi. Napasnya terengah-engah seperti tengah berlari sejauh ratusan kilometer. Rambut panjangnya yang di kuncir kuda bergoyang seiring dengan langkah kakinya yang makin cepat. Kaki panjangnya menapaki tanah area panti dengan cepat, dan menuju balé. Di sana dia menghentikan larinya saat melihat seseorang yang sangat ingin dia temui. "Itu Kak Dira!" seru salah seorang anak, membuat anak lain menoleh. Juga Bumi yang sedang bersama Bu Tina. Bumi bisa melihat napas wanita itu terengah. Dia tersenyum melihat kedatangan perempuan yang sudah dia anggap adik itu. Baru beberapa hari lalu Bumi mendengar bahwa adiknya dari panti itu tahun ini akan ikut yudisium. Pria itu bahkan sudah memberinya saran agar segera melamar pekerjaan ke perusahaan milik Daniel. "Kamu temui dia. Mendengar kamu mau menikah, dia terus murung," ucap Bu Tina tersenyum kecil. "Ibu bingung bagaimana membujuknya agar tidak sedih. Dia bukan hanya mengagu
"E-eh, ada yang patah tuh!" Seruan Yara dengan mata tertuju ke bawah kaki Galen, membuat pria itu sontak menunduk mencari sesuatu dengan muka bodoh. "Hatimu!" seru Yara lagi lantas tertawa. Melihat itu Galen mendengus kesal. Yara bukan hanya mengolok-ngoloknya, tapi mengerjainya. "Nggak lucu!" tukas Galen sebal. Dia bersedekap tangan sambil menatap panggung pelaminan. Sudah hampir setengah jam dia berada di lokasi acara resepsi pernikahan Ola, tapi pria itu masih saja belum mau beranjak dari kursinya. Dia bahkan belum mengucapkan selamat pada kedua mempelai. Galen berdecak saat melihat Yara masih saja tertawa. Seolah patah hatinya menjadi hal terlucu sedunia. Wanita itu benar-benar kurang ajar. Mentang-mentang hari ini dia datang bersama tunangannya. Sementara Galen hanya sendirian. "Belum puas ketawa lo? Hati-hati mulut lo sobek," ujar Galen dengan mimik muka kecut. "Sori deh." Yara berusaha menghentikan tawanya. Dia ingin prihatin sebenarnya, tapi yang keluar malah semburan ta
Aku skip scene pernikahan yak. Bosan nulis adegan itu. Wkwkwk.=================Sebuah usapan lembut membuat Ola menggerakkan kelopak mata. Lalu suara kapten pesawat yang mereka naiki mulai terdengar jelas masuk ke telinganya. Secara perlahan dia pun terjaga. Hal pertama yang dia lihat adalah wajah Bumi yang tersenyum padanya. Di dahi pria itu terdapat penutup mata miliknya. Dari wajahnya sepertinya Bumi juga baru bangun tidur. "Bentar lagi kita landing. Pake sabuk pengaman," ujar Bumi kemudian dan mulai sibuk membantu Ola yang nyawanya belum ngumpul mengenakan sabuk pengaman. Kuapan panjang wanita itu terdengar meskipun dia menguap sambil menutup mulutnya. Badannya masih terasa lelah setelah dari kemarin hingga malam melakukan serangkaian acara pernikahan. Ola sama sekali belum istirahat dengan benar, dan paginya harus pergi ke bandara untuk melakukan penerbangan ke Sorong. Dibanding dirinya mungkin Bumi jauh lebih capek. Pria itu bahkan sempat mengepak baju yang harus mereka ba
"Se-sebentar?"Dahi Bumi mengernyit ketika Ola menahan dadanya ketika dia hendak mendekat. "Ada apa?" "I-itu, apa bisa masuk?" tanya Ola dengan wajah ragu. Sejujurnya dia masih syok dengan sesuatu yang dilihatnya. Oke, fine. Dia sering iseng ingin menyentuh atau melihat sebelumnya, tapi ketika Ola benar-benar bisa melihat benda itu, dia merasa ngeri sendiri. Apa bisa benda panjang dan besar itu menembus miliknya yang hanya memiliki lubang kecil, sekecil lubang semut? Ya Tuhan! Bumi terkekeh melihat wajah tegang sang istri. Dengan lembut dia menyentuh sisi wajah Ola. "Tentu saja bisa, Sayang. Kenapa nggak bisa? Milik wanita kan elastis. Mungkin awalnya sakit, tapi setelahnya enggak lagi.""Ka-kamu yakin?"Bumi terkekeh. Merasa geli melihat ekspresi Ola saat ini. "Kamu takut? Bukannya kamu yang biasanya suka godain aku biar ini..." Ola terperanjat ketika Bumi menyentak pangkal pahanya hingga benda itu tepat mengenai perutnya. "...bisa masuk ke dalam kamu." Ola meringis dengan alis m
Ola menggigit bibir melihat Bumi berdiri di bawah siraman air shower dengan kepala menunduk. Setelah membuat pria itu kecewa, Ola terlihat begitu menyesal. Mungkin saat ini Bumi tersiksa karena harus menahan hasrat. Pria itu tidak mengatakan apa pun, tapi Ola tahu Bumi pasti sangat kecewa padanya. Bukankah selama ini dia yang selalu menggoda? Dengan hati-hati dan tanpa menimbulkan suara, Ola menyelinap masuk ke kamar mandi. Berjalan pelan mendekati Bumi, lalu memeluk tubuh pria itu dari belakang, hingga dirinya ikut tersiram air dari shower kamar mandi dengan konsep natural itu. Bumi yang tengah mendinginkan tubuh, agak tersentak ketika sepasang lengan mendekapnya. Dia tahu itu Ola, istrinya. "Maafin aku, Kak," bisik wanita itu kemudian. Bumi menarik napas sebelum melepas pelukan Ola dan memutar badan. "Kenapa kamu nggak istirahat?" tanya pria itu seraya mengusap rambut Ola yang basah. "Kak, aku mau melakukannya sekali lagi." Sejak berdiri di ambang pintu kamar mandi dan melihat
Desahan Ola kembali mengudara ketika puncak dadanya kembali tenggelam di mulut hangat suaminya. Genggamannya pada kain yang mengalasi tempat tidur terlepas ketika hawa panas tubuhnya kembali tinggi. Telapak tangan Bumi yang tidak mau berhenti meraba membuat libidonya naik seketika. Rasa sakit di bawah sana pun mendadak tersamarkan. "Kamu merasa lebih baik?" tanya Bumi sesaat setelah melepas kulumannya. Dengan wajah memerah Ola mengangguk. Sakit tapi juga nikmat. Itu hal yang tidak bisa dia ungkapkan sekarang. "Boleh aku bergerak sekarang?" Bumi merasa perlu izin karena tidak ingin membuat istrinya kesakitan lagi. Dan lagi-lagi pertanyaannya hanya dibalas anggukan. Perlahan dia pun menggerakkan pinggul. Terlihat sangat hati-hati. Namun sepelan apa pun dia bergerak, wajah Ola masih terlihat kesakitan. "Kamu yakin nggak apa-apa?" tanya Bumi sekali lagi untuk memastikan lanjut atau berhenti. Dua tangan Ola terjulur dan menyentuh bahu Bumi. Dia memang masih merasakan nyeri, tapi jug
Tepuk tangan bersahutan ketika Bumi berhasil memotong pita, tanda dibukanya bengkel baru di Kota Surabaya. Senyum lebar serta ucapan terima kasih dia layangkan. Jabatan tangan bersama pemilik perusahaan otomotif yang bekerjasama dengannya pun terayun erat. Setelah pemotongan pita para tamu yang hadir lantas berkeliling untuk melihat area bengkel. Area bengkel yang luas serta peralatan yang lengkap membuat bengkel ini bisa menampung lebih banyak mobil yang akan diservis. Fasilitas juga ditambah, seperti ruang tunggu yang nyaman juga area play ground. Selain memperkenalkan bengkel baru, mereka juga memperkenalkan tipe mobil keluaran terbaru yang beberapa bulan lalu launching. Banyak promo yang ditawarkan baik dari showroom mau pun bengkel di acara grand opening ini. Ola memilih duduk di sofa lantaran merasa kelelahan. Sejak bangun pagi tadi, sebenarnya dia merasa kurang enak badan. Namun karena ini hari penting bagi Bumi, dia bersikap seolah tidak ada masalah. Sejauh ini dia bisa men
Ola meletakkan satu gelas susu hangat di meja kerja Daniel ketika pria tua itu tengah fokus membaca sebuah dokumen. Daniel mengangkat wajah, dan sontak tersenyum sambil mengucapkan terima kasih. Langkah Ola lantas bergerak ke belakang kursi sang papi dan melihat apa yang yang tengah pria itu baca. "Apa nggak sebaiknya papi istirahat aja?" tanya Ola saat tahu apa yang papinya baca itu sebuah proposal pendirian perusahaan baru milik Bumi. "Papi akan istirahat setelah baca proposal milik suamimu ini. Kenapa kamu nggak tidur?" "Sebenarnya aku sudah tidur. Aku tadi haus jadi kebangun. Terus liat ruang kerja papi lampunya masih nyala." Ola menunduk, lantas mengambil alih proposal itu dari tangan Daniel. "Papi minum susu itu terus pergi tidur." Kepalanya menggeleng ketika mulut Daniel terbuka dan terlihat ingin mengambil kembali proposal tersebut. Ola tidak memberi kesempatan papinya untuk protes. Dia tersenyum menang ketika Daniel tampak menyerah. "Oke, papi akan minum susu buatan my
"Ada opening bengkel baru di Surabaya, kamu mau ikut?" Enam bulan belakangan, selain sibuk mengurus tetek bengek pembukaan pabrik, Bumi juga sibuk mengurus pembukaan cabang bengkelnya yang baru di Surabaya. Satu per satu bengkel miliknya didirikan secara berkala di kota-kota besar bergabung dengan sebuah showroom perusahaan mobil yang bekerjasama dengannya. "Kapan?" "Pekan depan. Sekalian berkunjung ke rumah Kakek Gunadi.""Boleh, tapi aku nggak bisa lama. Kamu kan tahu aku masih belum diizinin Mas Gyan buat ambil cuti."Bumi terkekeh kecil lantas menekan kakinya agar ayunan yang dirinya tempati bersama Ola bergoyang. Saat ini keduanya memang tengah bersantai menikmati sore di taman belakang yang berdampingan dengan kolam renang. Biasanya tempat ini dikuasai Daniel dan Delotta jika sore menjelang. Namun kali ini sepasang suami istri itu sedang tidak ada di rumah. "Gyan itu masih pelit banget kalau ngasih cuti. Harus ada alasan yang urgent banget baru bisa dikabulin permohonan cuti
"Aku tau akhirnya pasti begini." Kekehan Bumi terdengar lirih saat mendengar kalimat itu. Sekarang ini dirinya masih merebah di atas kasur dengan Ola yang memeluknya seperti guling. Salah satu paha wanita itu menindih perutnya. Sehingga Bumi bisa dengan bebas mengusap paha terbuka itu dengan mudah. "Nggak sabaran," ucap Ola lagi. Dia bergerak menarik kakinya, tapi dengan cepat Bumi menahannya. "Kak!" "Sebentar, kamu mau ke mana sih?" "Sebentar lagi pasti Bibi nyuruh kita turun buat makan malam. Terus kita mau selimutan terus begini?" Ola menyingkir karena dia merasakan milik Bumi sudah kembali menegang. Kalau harus tambah satu permainan lagi, dia akan lebih lama terkurung di kamar. Akibatnya papi pasti ngomel karena mereka tidak ikut makan malam lagi. Lagi? Ya, karena kejadian seperti itu tidak cuma sekali dua kali sejak mereka pulang dari Raja Ampat. Bumi memiliki hobi baru yaitu mengurung Ola di kamar setelah wanita itu pulang kerja. Dengan gemas Bumi mencium pipi Ola. "Ngga
"Memang kalian nggak bosan ke Raja Ampat? Atau suami lo nggak mampu biayain honeymoon? Ola, kalau lo butuh sponsor, bilang dong!" Kalimat itu terlontar dari mulut seorang Galen. Pria itu memasang wajah meremehkan saat Ola bilang baru balik dari Raja Ampat. Terang saja hal itu membuat Ola jengkel dan rasanya ingin menyiram muka sohibnya itu dengan air kobokan. "Bukannya laki gue nggak mampu, ya. Tapi kami emang udah janji mau balik ke sana kalau kami dapat izin nikah. Jadi ini tuh semacam utang yang wajib kami penuhi," ujar Ola dengan nada gemas. Dengan kesal dia menyambar jus jeruknya. Langit Jakarta mulai gelap lantaran mau hujan, tapi dada Ola malah kepanasan. "Poinnya itu, bukan ke mana kita pergi. Tapi dengan siapa kita pergi," timpal Yara. "Meski perginya ke surga, tapi kalau ke sananya sama lo, jelas nggak bakal bikin happy si Ola." "Nah!" Merasa dapat pembelaan, Ola kembali bersemangat. Dia kembali tersenyum puas ketika melihat wajah Galen memberengut. "Asyik enggak kemari
Sudah lebih dari tiga hari di Raja Ampat, kegiatan yang Bumi dan Ola lakukan hanya di seputar pantai dan kamar. Tidak peduli pada kegiatan diving atau jelajah alam yang diatur oleh pihak resort. Mereka berdua memilih menghabiskan waktu di sekitar resort. Lebih tepatnya Bumi yang ingin tetap di dalam resort. "Capek, Yang. Kita kan udah pernah. Mending di kamar, kelonan. Sama juga olahraga kan?" sahut Bumi sambil malas-malas di dalam selimut ketika Ola berinisiatif mengajaknya ikut rombongan diving. "Memangnya kamu nggak bosan, Kak?" Sambil menarik pinggang Ola mendekat, pria itu berujar. "Mana mungkin aku bosan kalau bisa peluk kamu gini." Tangannya yang nakal lantas bergerak pelan menggelitiki perut Ola, sampai wanita itu tertawa geli. "Seenggaknya kita harus renang. Aku mau meluncur di dekat dermaga."Mendengar kata renang dan meluncur, sebuah ide terlintas di kepala Bumi. "Kamu mau coba hal baru nggak?" tanya Bumi sambil menahan senyum. "Aku yakin kamu pasti suka." Alis Ola men
Desahan Ola kembali mengudara ketika puncak dadanya kembali tenggelam di mulut hangat suaminya. Genggamannya pada kain yang mengalasi tempat tidur terlepas ketika hawa panas tubuhnya kembali tinggi. Telapak tangan Bumi yang tidak mau berhenti meraba membuat libidonya naik seketika. Rasa sakit di bawah sana pun mendadak tersamarkan. "Kamu merasa lebih baik?" tanya Bumi sesaat setelah melepas kulumannya. Dengan wajah memerah Ola mengangguk. Sakit tapi juga nikmat. Itu hal yang tidak bisa dia ungkapkan sekarang. "Boleh aku bergerak sekarang?" Bumi merasa perlu izin karena tidak ingin membuat istrinya kesakitan lagi. Dan lagi-lagi pertanyaannya hanya dibalas anggukan. Perlahan dia pun menggerakkan pinggul. Terlihat sangat hati-hati. Namun sepelan apa pun dia bergerak, wajah Ola masih terlihat kesakitan. "Kamu yakin nggak apa-apa?" tanya Bumi sekali lagi untuk memastikan lanjut atau berhenti. Dua tangan Ola terjulur dan menyentuh bahu Bumi. Dia memang masih merasakan nyeri, tapi jug
Ola menggigit bibir melihat Bumi berdiri di bawah siraman air shower dengan kepala menunduk. Setelah membuat pria itu kecewa, Ola terlihat begitu menyesal. Mungkin saat ini Bumi tersiksa karena harus menahan hasrat. Pria itu tidak mengatakan apa pun, tapi Ola tahu Bumi pasti sangat kecewa padanya. Bukankah selama ini dia yang selalu menggoda? Dengan hati-hati dan tanpa menimbulkan suara, Ola menyelinap masuk ke kamar mandi. Berjalan pelan mendekati Bumi, lalu memeluk tubuh pria itu dari belakang, hingga dirinya ikut tersiram air dari shower kamar mandi dengan konsep natural itu. Bumi yang tengah mendinginkan tubuh, agak tersentak ketika sepasang lengan mendekapnya. Dia tahu itu Ola, istrinya. "Maafin aku, Kak," bisik wanita itu kemudian. Bumi menarik napas sebelum melepas pelukan Ola dan memutar badan. "Kenapa kamu nggak istirahat?" tanya pria itu seraya mengusap rambut Ola yang basah. "Kak, aku mau melakukannya sekali lagi." Sejak berdiri di ambang pintu kamar mandi dan melihat
"Se-sebentar?"Dahi Bumi mengernyit ketika Ola menahan dadanya ketika dia hendak mendekat. "Ada apa?" "I-itu, apa bisa masuk?" tanya Ola dengan wajah ragu. Sejujurnya dia masih syok dengan sesuatu yang dilihatnya. Oke, fine. Dia sering iseng ingin menyentuh atau melihat sebelumnya, tapi ketika Ola benar-benar bisa melihat benda itu, dia merasa ngeri sendiri. Apa bisa benda panjang dan besar itu menembus miliknya yang hanya memiliki lubang kecil, sekecil lubang semut? Ya Tuhan! Bumi terkekeh melihat wajah tegang sang istri. Dengan lembut dia menyentuh sisi wajah Ola. "Tentu saja bisa, Sayang. Kenapa nggak bisa? Milik wanita kan elastis. Mungkin awalnya sakit, tapi setelahnya enggak lagi.""Ka-kamu yakin?"Bumi terkekeh. Merasa geli melihat ekspresi Ola saat ini. "Kamu takut? Bukannya kamu yang biasanya suka godain aku biar ini..." Ola terperanjat ketika Bumi menyentak pangkal pahanya hingga benda itu tepat mengenai perutnya. "...bisa masuk ke dalam kamu." Ola meringis dengan alis m