Apa yang ditakutkan Emir akhirnya terjadi, Irfan bersama dokter yang merawat Hasan melaporkan Dinar dengan tuduhan penganiayaan anak di bawah umur.Dengan cepat polisi menanggapi kasus mengenai keluarga Emir, tepat saat Emir di rumah sakit menemani Talita, rumah Emir kedatangan tamu dua orang yang berseragam polisi.“Selamat Siang Ibu kami dari kepolisian, menerima laporan kalau saudara Dinar Wulandari melakukan kekerasan pada anak dibawah umur dan di laporkan team dokter yang merawat baby Hasan.Ibu Emir yang saat itu ada di rumah hanya bisa diam, ia tidak tahu harus berkata apa. Ia takut ucapannya malah bumerang untuk Dinar maupun Emir.“Kalau bapak ingin menyelidiki rumah saya dan keluarga saya, berbicaralah dulu dengan anak saya, karena dia juga seorang polisi.”“Baik kami mengerti, tetapi kami tidak ingin menunggu, kami akan membawa anak ibu ke kantor polisi untuk di mintai keterangan," ujar salah seorang polisi.“Dia tidak ada.”“Apa kami boleh tahu yang bersangkutan kemana?”“S
Tok … Tok … !Emir kaget karena ada polisi.“Ta, aku membawa Pakaian ganti untukmu dan makan siang.”Kedua polisi yang mendatangi Talita berdiri menyapa Emir dengan hormat. Lalu mereka bergegas pamit pada TalitaPadahal belum mendapatkan apa yang mereka inginkan, dr Irfan mendekati Talita.“Hubungi aku jika kamu butuh bantuan dan jika kamu berubah pikiran,” ucap Irfan . Talita hanya mengangguk kecil meng -iyakan ucapan lelaki yang sudah menolongnya.Polisi yang menyelidiki keluarga Emir akhirnya keluar dari rumah sakit setelah melihat Emir datang, mereka tampak sangat kecewa menatap Talita, karena tidak mau diajak kerja sama untuk menghukum Dinar, wanita jahat yang telah menganiaya Baby Akmal, Dr Irfan mendekati Talita.“Hubungi aku jika kamu butuh bantuan dan jika kamu berubah pikiran,” ucap Irfan . Talita hanya mengangguk kecil meng -iyakan ucapan lelaki yang sudah menolong dirinya.Irfan dan kedua polisi meninggalkan kamar Talita, kini hanya Talita dan Emir yang tinggal berdua.“I
Setelah satu minggu mendapat perawatan, Hasan sudah pulih. Lebam di wajah sudah hilang dan tangannya yang di balut perban itu sudah dilepaskan.Baby tampan itu sudah mulai berceloteh jika diajak bercanda, tidak ada alat-alat rumah sakit lagi yang menempel ditubuh mungilnya lagi.“Alhamdulilah akhirnya jagoan Bunda sembuh,” ujar Talita mengendong Hasan.“Besok, sudah bisa pulang Bu,dia anak yang kuat bisa melewati masa kritis itu.” Dokter Vero menyentuh pipi gembul Hasan.Ia berpikir kalau Talita ibu yang melahirkan Hasan, dokter cantik itu tidak tahu , wanita itu ibu pengganti untuk mereka berdua.“Saya akan membawa mereka pulang hari ini, Dok.”“Tetapi suami Ibu berpesan, dua apa tiga hari baru ibu pulang.”“Tidak apa-apa, saya sudah kuat, nanti saya yang akan menghubungi suami saya dari rumah,” ujar Talita.Saat Emir berangkat ke kantor, saat itu juga ia berencana ingin pulang ke rumah membawa si kembar.“Bu apa kita tidak menunggu Pak Emir dulu baru pulang ke rumah? Saya masih trau
Ibu Talita tahu semua rahasia siapa ayah anak dari si kembar, sebab hanya pada ibunya lah Hanum menceritakan semua masalah keluarganya tentang penyakit yang dialami Emir.Tetapi ia tidak tahu, kalau Talita pada akhirnya tau juga kebenaranya. Talita tahu semua rahasia itu, berawal saat ia menginap di kamar dr. Irfan, ia menemukan dokumen di dalam laci meja di kamar dr. Irfan, ia juga membuka computer milik sang dokter, Talita menganggapnya sebagai kesempatan untuk mengetahui kebenaran dan ia bersyukur malam itu Irfan membawanya ke kamarnya dengan begitu rahasia sang kakak akhirnya terbongkar.“Tidak Talita, katakan saja pada mereka semua kebenarannya, lalu kita pergi dari rumah ini. Kalau kamu tidak mau mengatakannya biar ibu saja yang katakan,a,&rdquo
Setelah orang tua Talita meninggalkan rumah Emir, laki-laki itu menatap Talita dangan tajam.“Baiklah, sekarang katakan kira-kira kejutan apa yang ingin kamu katakan padaku. Apa kamu mau mengumumkan kalau si kembar anak orang ini?Oh aku bisa tebak, kamu mau bilang kalau kamu akan menikah dengannya karena dia ayah anak-anak. Kamu mau mengikuti jejak kakakmu, iya, kan?” tuduh Emir dengan raut wajah jengkel.“Baiklah Mas, aku ingin ungkapan satu kebenaran untuk Mas dan juga untuk Ibu.Mbak
MenyesalAir mata Talita tidak berhenti mengalir memikirkan nasib kehidupan yang dijalani Hanum kakaknya.‘Tenanglah di alammu Mbak, aku sudah memberi mereka pelajaran. Mereka orang-orang yang selama ini memfitnahmu. Aku janji aku akan menjaga si kembar’ ucap Talita mengusap butiran air di pipinya.Itu juga alasan Talita meminta kedua orang tuanya meninggalkan rumah Emir, ia tidak mau ibunya dan ayah mengalami kesedihan yang seperti ia rasakan.Talita akhirnya membuktikan sang kakak tidak bersalah, ia menepati janji membersihkan nama baik Hanum,
Satu bulan telah berlalu, si kembar kini hidup sudah lebih baik, hidupnya diKelilingi orang-orang yang menyayangi mereka. Tinggal di rumah yang baru di beli Talita. Kedua orang tuanya akhirnya luluh dan mau tinggal bersama Talita untuk membantu merawat si kembar.Awalnya kedua orang itu menolak untuk tinggal di ibukota, mereka lebih senang di hidup di desa untuk bertani.“Ibu, Ayah, kasihan Desi kewalahan jaga si kembar, pengasuh mereka yang kemarin sudah pulang kampung jadi tidak bekerja lagi di sini. Ibu saja sama Ayah di sini,” bujuk Talita saat ibunya meminta pulang.“Baiklah ayah dan i
Talita mengiyakan semua yang dikatakan Emir, bahkan saat lelaki itu meminta si kembar. Talita hanya mengangguk setuju, ia tidak tahu kalau di hati Talita sangat kesal.‘Berani bangat dia meminta anak-anak setelah apa yang sudah diperbuat pada mereka’ Talita membatin, tetapi ia tidak membantah.Emir meninggalkan Talita, setelah meminta izin pada Talita untuk menemui anak-anak. Ia berjalan tenang suasana hatinya lagi sedang baik saat itu, karena ia berpikir tidak ada masalah apa-apa. Ia berpikir Talita menerima dirinya kembali. Tetapi saat ia tiba di kantor.Ada seseorang yang menungg
Pernikahan Dila dan DimasPersiapan pernikahan Dila dan Dimas dimulai dengan adat Minang yang kaya tradisi. Tahapan awal, yang disebut Meresek, dilakukan oleh keluarga besar kedua mempelai untuk membicarakan rencana pernikahan. Pada tahap ini, pihak keluarga saling berdiskusi mengenai tanggal, adat yang akan dijalankan, dan persiapan lainnya.Setelah itu, dilanjutkan dengan Menimang dan Batimbang, di mana orang tua memberikan nasihat dan doa restu kepada kedua mempelai. Suasana haru menyelimuti prosesi ini, karena kedua orang tua menyampaikan pesan penuh makna kepada anak-anak mereka yang akan memulai hidup baru.Tahapan berikutnya adalah Mananta Sirih, yaitu prosesi di mana keluarga calon pengantin pria datang menemui ninik mamak (tetua adat) dan keluarga besar calon pengantin wanita untuk menyampaikan maksud baik mereka. Pada prosesi ini, sirih menjadi simbol penghormatan dan persetujuan dari kedua belah pihak.Kemudian, Babako-Babaki menjadi tahap penting dalam adat pernikahan Mina
Beberapa minggu setelah pertemuan keluarga itu, hubungan Dila dan Dimas semakin dekat. Mereka sering menghabiskan waktu bersama, entah sekadar berjalan-jalan di taman atau menikmati kopi di kafe kecil favorit Dila. Seiring berjalannya waktu, keduanya mulai menemukan kenyamanan satu sama lain.Suatu sore, Dimas dan Dila duduk di tepi danau, menikmati semilir angin yang menyejukkan. Dila menatap Dimas dengan lembut, lalu berkata, " Bang Dimas, aku tahu perjodohan ini mungkin terasa mendadak untukmu. Aku ingin kamu tahu bahwa aku tidak ingin memaksakan apa pun. Aku hanya ingin kita jujur dengan perasaan masing-masing."Dimas tersenyum dan menggenggam tangan Dila dengan hangat. "Dila, awalnya aku memang ragu, tapi semakin lama aku mengenalmu, aku merasa lebih nyaman dan percaya bahwa mungkin ini memang jalan yang terbaik. Aku ingin kita menjalaninya dengan hati yang lapang."“Dulu kamu tidak pernah melihatku sebagai wanita, dimatamu hanya ada Talita. Apa kamu yakin bisa melupakannya?”“Se
Talita dan Emir duduk berhadapan dengan Pak Brata di ruang tamu rumahnya yang luas dan elegan. Pria paruh baya itu menatap mereka dengan ekspresi penuh tanya, sementara secangkir teh hangat tersaji di hadapannya."Jadi, ada hal penting yang ingin kalian bicarakan, datang ke rumah saya Emir" tanya Pak Brata sambil menyilangkan tangan di dadanya.Talita tersenyum lembut, sedikit ragu sebelum akhirnya berkata, "Pak Brata, kami datang dengan niat baik. Kami ingin membicarakan tentang Dila dan Dimas. Kami merasa mereka berdua bisa menjadi pasangan yang cocok, dan kami ingin tahu pendapat Bapak tentang ini."Pak Brata mengangkat alisnya, tampak terkejut. "Dila dan Dimas?" Ia menghela napas pelan lalu tersenyum kecil. "Dila memang sudah lama mengagumi Dimas, dan laki-laki itu sudah menolak menikah dengan Dila. Saya tidak ingin memaksakannya lagi. Dimas sangat tergila-gila padamu Talita.”Emir menimpali dengan suara tenang, "Dimas sudah mulai menerima kenyataan. Kami yakin, jika diberi kesem
Pak Anto baru saja pulang dari perjalanannya ke luar kota ketika ia mendengar suara Dimas yang meninggi dari dalam rumah. Langkahnya terhenti di ambang pintu ruang keluarga, matanya yang tajam menangkap ekspresi penuh emosi dari anak sulungnya."Apa yang sedang terjadi di sini?" suaranya dalam dan berwibawa, memecah ketegangan di ruangan itu.Bu Yani terlonjak, sementara Farida menggigit bibir, gelisah. Dimas menoleh ke arah ayahnya, wajahnya masih dipenuhi kemarahan dan kekecewaan."Ayah, lebih baik Ayah duduk. Aku punya sesuatu yang harus Ayah dengar," kata Dimas dengan suara bergetar.Pak Anto mengerutkan dahi tetapi tetap berjalan menuju kursi dan duduk. Dimas menghela napas panjang sebelum menekan tombol di ponselnya, memutar rekaman suara yang baru saja membuat ibunya pucat pasi.Suara Ibu Irfan dan Bu Yani memenuhi ruangan. Kata-kata itu begitu jelas, begitu nyata, hingga tak ada ruang bagi penyangkalan. Rekaman itu berisi percakapan yang membuktikan bahwa Bu Yani berkomplot u
Dimas duduk termenung di kamar apartemennya. Kata-kata Emir terus terngiang di kepalanya. Ia tidak bisa percaya bahwa ibunya, wanita yang selalu ia hormati dan kasihi, tega melakukan hal-hal keji pada Talita. Namun, sebagai seorang tentara, ia tahu bahwa kebenaran harus diungkap. Ia tidak bisa hanya bergantung pada kata-kata Emir. Ia harus mencari bukti.“Aku tidak yakin kalau Bunda melakukan seperti yang dituduhkan Emir,” ucap Dimas sembari bergumam. Tanganya sibuk mencari nama aku media sosial Ibunya dan Farida. Ia beberapa kali memasukkan kata kunci di pencarian banyak orang yang memiliki nama yang sama seperti Ibunya.“Yang mana akun Bunda,” ucapnya sesekali mengaruk kepalanya dengan kasar. Beberapa kali mencoba tidak menemukannya, ia memilih menghentikannya ia berniat bertanya pada kerabat yang berteman di media sosial dengan ibundanya. *Besok harinya ia pura-pura berkunjung ke tempat kerjaan adik sepupunya dan ia pura-pura meminjam ponsel ingin mencari teman di media
Setelah pertemuan yang tegang itu, Talita dan Emir mencoba kembali menata hidup mereka, meskipun ada beban yang masih menggantung. Namun, jauh di dalam hati mereka, baik Talita maupun Emir tahu bahwa Dimas belum selesai. Amarah yang membara di dalam diri Dimas belum surut.“Mas, Aku tidak melakukan kesalahan kan?” tanya Talita di saat mereka berdua menjelang tidur.“Tidak, kamu tidak salah Talita. Dimas hanya merasa kecewa, karena kita menikah tanpa memberitahunya.”“Ibu Yani yang tidak ingin melihatku Mas, dia sangat membenciku,” keluh Talita sambil mengusap-usap pipi Emir yang berbaring disampingnya.“Lupakan masala lalu dan mari kita menata masa depan. Kemarahan Dimas mungkin akan hilang seiring berjalannya waktu,” ujar Emir mengecup kening Talita dan meminta wanita itu untuk tidur.“Bagaimana kalau dia marah dan balas dendam Mas?” tanya Talita menghela nafas panjang.“Kita akan hadapi sayang, istirahatlah. Besok kita sudah mulai bekerja, liburan madu kita sudah habis.” Emir mem
Beberapa bulan kemudian Dimas akhirnya pulih, orang yang pertama yang ingin ia lihat Talita dan si kembar.“Jangan mencarinya lagi, dia meninggalkanmu setelah kamu tidak berdaya di rumah sakit,” ucap sang Ibunda.“Itu tidak mungkin Bu. Dia wanita yang baik.”Wanita itu berdiri dengan wajah geram, “ Bunda sudah katakan padamu Dimas, dia hanya mempermainkanmu. Kamu tahu sekarang dia sudah menikah dengan polisi yang selama ini membantunya, dia menikah dengan Diego!”Dimas sudah bisa menebak siapa sosok yang disebutkan sang ibunda. Diego adalah Emir. Laki-laki itu selama ini memakai topeng karet dan menyamar sebagai Diego. Ia melakukan itu setelah Arjuna dan dr. Irfan menembaknya dan ia berhasil memalsukan kematiannya.‘Emir …?’Melihat Dimas tidak bereaksi keluarganya keheranan, “Uda tidak marah?” tanya Farida.“Apa kamu sudah tahu kalau wanita selama ini selingkuh dengansi polisi itu?” sambung Ibu Yani lagi.Dimas menarik nafas dalam, ia merasa rongga dadanya terasa sesak setelah ta
Pagi itu, Talita terbangun dengan aroma kopi yang harum. Ia menggeliat pelan, lalu membuka matanya. Yang pertama kali ia lihat adalah Emir, berdiri di samping tempat tidur dengan nampan sarapan di tangannya."Selamat pagi, istriku," sapa Emir lembut.Talita tersenyum, masih setengah mengantuk. "Mas, apa ini?""Sarapan di tempat tidur, spesial untuk istri tercinta," jawab Emir sambil meletakkan nampan di atas selimutnya.Di atas nampan, ada roti panggang dengan telur mata sapi berbentuk hati, buah segar yang sudah dipotong rapi, dan secangkir kopi dengan foam berbentuk hati di atasnya.Talita menatap suaminya dengan penuh cinta. "Mas Emir, kamu terlalu manis," katanya sambil tersenyum lebar.Emir duduk di sampingnya. "Aku hanya ingin memastikan kamu selalu merasa dicintai."Talita meraih tangan Emir dan menciumnya lembut. "Aku selalu merasa begitu, Mas. Karena kamu."Emir mengusap pipinya dengan lembut, lalu menyuapkan sepotong roti ke mulutnya. Mereka tertawa bersama, menikmati pagi y
Pagi pertama di bulan madu mereka, Talita menggeliat pelan di tempat tidur. Matahari pagi mengintip dari celah tirai, menyinari ruangan dengan cahaya keemasan yang lembut. Tangannya meraba sisi ranjang, mencari sosok Emir, tetapi tempat di sebelahnya kosong.Talita membuka matanya perlahan. Aroma harum sesuatu yang lezat menyeruak ke dalam kamar. Ia mengerutkan kening, lalu tersenyum kecil.‘Emir memasak?’Dengan rasa penasaran, Talita bangkit, mengenakan jubah tidurnya, lalu berjalan ke arah dapur tempat mereka menghabiskan bulan madu. Di sana, ia menemukan pemandangan yang membuat hatinya berdebar.Emir, dengan celemek yang melingkar di tubuhnya, sibuk di dapur. Ia mengaduk sesuatu di wajan, sesekali mencicipi saus dengan ujung sendok, lalu mengangguk puas.Talita menyandarkan tubuhnya di ambang pintu, menatap suaminya dengan senyum penuh cinta. "Aku juga tidak tahu kapan Emir bisa memasak."Emir menoleh, matanya berbinar melihat Talita yang berdiri di sana dengan rambut yang masih