Bab 30Aku melihat suamiku dikerumuni warga, mukanya sudah bonyok dengan lebam dimana-mana. Aku bahkan bisa melihat goresan luka sabet di lengan kanannya. Kakinya juga penuh dengan darah-darah segar."Ayah..." Sayup-sayup kudengar suara Feri memanggil ayahnya. Tapi aku tidak melihat dari arah mana suara anakku itu datang.Mataku tertuju kepada Mitha dengan tangisan yang pilu. Lalu aku lihat suami Mitha masih berusaha lepas dari pelukan seorang orang tua yan berusaha menenangkannya. Ku tatap mereka berdua bergantian, meski aku tidak tau awal mula permasalahannya, tapi menurutku sudah tidak lagi wajar, kalau satu membawa pedang dan satunya dengan tangan kosong.Perlahan tapi pasti, aku berjalan mendekati suaminya Mitha. "Katakan padaku! apa yang sedang Kau lakukan kepada Ayah dari anak-anakku?"Aku sama sekali tidak lagi menghargainya sebagai saudara, kemarahan ku telah membuat dia terlihat kecil di mataku, bahkan sekecil biji korek api, aku terus mendekatinya, ilmu bela diri yang dulu
Bab 31Semua yang melihat, hanya diam mendengarkan sumpahku. Aku ingin, Mitha merasakan bagaimana perasaan Ibu mertua, sekiranya tahu bahwa anak perempuan nya ini telah menipu abangnya sendiri. Bahkan suaminya hendak membunuh saudaranya, namun anak perempuannya ini membiarkan begitu saja dan merasa apa yang sudah dilakukan suaminya itu sudah benar."Baiklah, sedikit banyaknya kami sudah mulai tahu permasalahan kalian, untuk itu mari kita duduk bersama dan menyelesaikan ini di rumah Pak Kepala Desa dengan tokoh masyarakat yang ada di tempat ini." ucap seorang Bapak perwalian dari tokoh masyarakat yang ada disini.Sementara luka suamiku sudah di obati oleh petugas medis, entah siapa yang memanggil petugas medis datang kesini aku juga tidak tahu, yang pasti aku berterimakasih kasih pada mereka, yang telah perduli kepada suamiku.Kami berangkat ke rumah Bapak Kepala Desa, disana ada khusus tempat semacam balai pertemuan dan diskusi warganya. Tapi saat tiba disana aku merasa ada yang kura
Bab 32Dari dalam mobil, kami melihat Ibu mertua sudah duduk di teras rumah. Tidak biasanya Ibu datang tanpa pemberitahuan. Semoga saja kedatangan ibu, tidak karena ada masalah yang terjadi. "Inang, sudah lama nyampainya?" Aku mendekati Ibu dan menyalami serta mencium pipi kanan dan pipi kirinya, yang kini keriput termakan usia."Baru 15 menit Nak, itu... anaknya Pak Burhan pulang kampung minggu lalu, ada pesta saudaranya. Aku lihat mobilnya kosong, makanya aku ikut sama mereka." sahutnya dengan suara datar."Inang diantar sampai kesini tadi?""Tidak Nak, cucunya cengeng terus, makanya aku minta turun disimpang saja, dari simpang naik becak motor.""Oh, kita masuk yok Inang, pasti Inang sudah capek kan?."'Iya Nak, tadi kalian dari mana?" ucap ibu bertanya dan masih tetap duduk di kursi teras."Dari rumah Mami, Inang."Anak-anak turun dari mobil, lalu bergantian mencium neneknya. Aku dengar suara mesin mobil belum juga dimatikan oleh Bang Linggom, aku tahu sepertinya Bang Linggom sen
Bab 33"Terus bagaimana keadaan suamimu itu sekarang Mitha?, apa sudah kau bawa berobat?" Wah, Ibu Mertua bisa saja, keren! Biar kita bisa dengar apa lagi yang akan diceritakan si Mitha tukang bohong itu selanjutnya."Sudah Mak, syukurlah ada tadi yang menolong hela'mu, kalau ngak sudah dibunuh tuh sama Bang Linggom. Itulah Mak, pengaruh kak Riska itu, Abang jadinya ikut-ikutan memusuhi kami kan, padahal tanahnya hanya beli 4 hektar nya, tapi ngotot minta lebih, daripada ribut-ribut akhirnya kami kasih lah 2 hektar lagi, di pinggir pasar hitam lagi Mak, bagus kali lah tanahnya itu." Mitha semangat dengan cerita karangan dia sendiri."Kenapa kau bodoh sekali, kalau hanya 4 hektar nya di beli orang itu, kenapa kau mau memberinya 2 hektar lagi?""Aduh Mamak, kayak gak kenal sajalah kak Riska, serakah dan sok berkuasa, kalau dilawan malu lah Mak, sementara bang Saut disini sudah termasuk orang yang disegani, masak karena tanah 2 hektar saja jadi ribut lagi, adanya nanti bukan hanya bang
Bab 34Masalah yang satu belum selesai, sudah datang masalah yang baru. Lama-lama begini bisa naik terus gulaku, bawaannya emosi melulu. Bang Tigor ini juga entah kenapa jadi orang tak setia begitu. Kalau memang sudah tidak suka harusnya jangan sembunyi-sembunyi begitu. Gentlemen lah, ini pakai romantis-romantisan pula itu di tempat umum. Mau dibiarkan sudah kadung dilihat Kak Susi. Akh pusing jadinya."Nak Riska, coba kau telpon Mak Yasmin itu, apa dia ada masalah dengan suaminya itu?" ucap ibu mertua menyarankan.Sebenarnya aku malas berurusan dengan kak Desi ini, masih mending ngomong sama kak Susi daripada kak Desi, soalnya kak Desi ini sombongnya ngak ketulungan, fasilitas anaknya yang selalu memadai dan sempurna selalu jadi topik pembicaraan, tapi walau begitu aku tetap mengambil ponselku, gak mungkin juga kan melawan orang tua."Hai Mak Din, apa kabar? Tumben nih telpon sore-sore begini. Ada perlu apa?" Sepertinya hatinya tidak lagi bermasalah, berarti dia tidak tahu kalau Bang
Bab 35What?Mulai dari subuh mereka bertengkar? Ya ampun, kalau aku mah tidak sanggup begitu, mending langsung adu jotos habis itu selesai, daripada perang mulut, bisa memble lama-lama mulut ini.Sebelum masuk ke rumah, aku menarik nafas panjang. Aku dengar suara kak Desi semakin nyaring penuh dengan emosi."Kurang apa aku selama ini Bang, sehingga Kau tega berkhianat padaku? Hu hu hu...""Banyak! apa pernah kau perduli pada keluarga ku? Ibuku yang sudah tua, kau jijik sekedar duduk bareng dengannya, kau hanya memikirkan dirimu sendiri. Kau bagaikan artis, kehidupanmu lebih dari berkecukupan tapi tak sekalipun kau pernah peduli kepada ibuku yang sudah renta itu. Hidupku bagai di Neraka menikah denganmu, beda dengan wanita ini, dia selalu menghargai aku, melayani aku dengan baik. Lagipula kau kan yang sering bilang, kalau aku boleh menikah lagi, sekarang setelah kejadian kau marah-marah." Kedengaran Bang Tigor mengeluarkan unek-unek nya selama ini tentang kak Desi.Apa? Bang Tigor sud
Bab 36"Apa kau bilang, suamimu? Bukankah kau bilang bahwa aku tidak pantas jadi suamimu? karena hanya memiliki toko elektronik? Dan memiliki seorang Ibu yang sudah tua dan menjijikkan? Semua yang terjadi ini adalah buah dari perbuatan mu, yang tidak menghargai suami dan mertua. Aku mau tanya dulu sejak kau menikah denganku, adakah satu kebaikan yang pernah kau lakukan kepada keluargaku? Selain kata jijik dan merepotkan itulah terus yang kau bilang tentang keluargaku." Ketus Bang Tigor berang."Diam...! Sebagai suami apa pernah kau mengajariku berbuat baik? Kau bisanya marah-marah dan mementingkan dirimu sendiri." balas Kak Desi tak mau kalah.Aduh, kak Desi galak benar suaranya. Jantungku rasanya mau copot.Sampai sekarangpun kau tidak sadar, terlalu berani menghina keluargaku, berani membentak ku di depan umum, menyepelekan hasil kerjaku, kamu tanya di dunia ini lelaki mana yang bisa tahan hidup dengan perempuan model Kau?" Bang Tigor meneguk air minum yang ada di atas meja. Mungkin
Bab 37"Bab! Kalian semua, pergi dari rumahku!" teriak Kak Desi mendorong paksa Kak Susi yang hendak duduk di sofa."Kau tenangkan dulu pikiranmu Desi. Masalah apapun bisa diselesaikan tapi harus dengan hati yang dingin." balas Kak Susi terus berusaha masuk.Dengan garang, Bang Tigor bangun dari duduknya, menarik paksa Kak Desi agar menjauh dari kak Susi, lalu menghempaskannya ke lantai. "Jangan pernah sentuh keluargaku, mereka ada disini bukan karena kau tapi karena aku. Jika kau ingin diperlakukan dengan baik, maka berhenti berkata kasar pada keluargaku dan jangan coba-coba untuk mengusirnya." Bang Tigor kembali tersulut emosi akibat kata-kata dan sikap kak Desi."Sudah Pak Yasmin, kau duduk saja. Tidak apa-apa, namanya juga lagi emosi. Jangan menambah masalah lagi sementara masalahmu yang satu pun belum terselesaikan." tegas Kak Susi menatap tajam adik iparnya.Dengan santai kak Susi mendekatiku. "Enak kali kau woi, nyampai langsung molor. Bangun, mandi dulu biar segar, udah sore i