Ageng memandang Queen dengan penuh kasih. “Aku tidak akan memaksamu, tapi aku hanya ingin memastikan jika kau merasa nyaman dan aman. Aku hanya ingin melindungimu.”Ageng melabuhkan kecupan lembut di pucuk kepala Queen. Meskipun suatu tindakan yang sangat sederhana, tetapi kecupan itu mampu menghadirkan kehangatan dalam hubungan Ageng dan Queen.Ini adalah pengalaman pertama mereka akan memiliki anak, jadi banyak yang belum mereka ketahui. Setiap detik penuh dengan kebahagiaan bercampur ketidakpastian. Tanda-tanda akan melahirkan, kapan akan terjadi, dan bagaimana rasanya, semuanya adalah misteri bagi mereka.Meskipun saat ini masih trimester pertama, tetapi Ageng sudah merasa waswas jika saat Queen akan melahirkan dia tidak berada di sampingnya. Tentu akan sangat berbahaya jika tidak ada yang mendampingi Queen Dan di rumah ini, sang mama akan selalu membimbing Queen, bukan hanya tetang kehamilan, tetapi juga bagaimana cara merawat bayi mereka nantinya.“Aku takut merepotkan mama,” uc
Fajri tidak pernah menduga jika dia akan terlibat masalah yang pelik dengan Davianna. Apalagi sampai membuat kedua orang tua Aletha jauh-jauh dari Indonesia mendatanginya di London.“Apa pun yang terjadi saya tidak akan melepaskan Aletha, dia istri saya.” Tegas Fajri berucap di hadapan ayah mertuanya.“Tapi Aletha dalam keadaan seperti ini karena ulahmu.”Fajri menggelengkan kepala menyangkal dan tidak percaya kalimat itu terucap dari mulut ayah mertuanya. Mungkin karena mereka tidak mengetahui apa saja yang telah dia korbankan untuk Aletha.Meskipun untuk pengobatan Aletha menggunakan asuransi, tetapi ada beberapa hal yang membuat Fajri dengan terpaksa harus menjual beberapa asset miliknya selama Aletha koma.“Saya benar-benar tidak tahu kesalahan apa yang telah saya lakukan, sampai Aletha seperti ini.”Sosok yang biasanya tegar dan berkharisma itu kini terlihat sangat rapuh. Ada sisi hatinya yang terasa tekoyak. Dia sangat mencintai istrinya, bahkan saat dokter mulai putus asa dan
Suasana haru menyelimuti ruang perawatan Aletha, dokter dan beberapa tenaga medis yang selama ini menangani Aletha tersenyum bahagia. Bukan hanya karena Aletha yang telah sadar, tetapi juga karena menyaksikan kekuata cinta sejati. Fajri yang tetap mempertahankan Aletha saat dokter sudah menyerah.Setelah melakukan pemeriksaan menyeluruh dan memastikan jika Aletha sudah bisa berinteraksi dengan baik. Dokter dan para medis yang menanganinya segera keluar, memberi waktu dan kesempatan kepada Fajri dan Aletha berdua.“Aletha,” panggil Fajri dengan suara bergetar, ayah satu anak itu melangkah semakin mendekat ke brankar Aletha. Senyum dan tangis bercampur, Fajri tidak bisa menggambarkan betapa bahagia dirinya saat ini.Tetapi tampaknya suasana hati berbeda dengan Aletha, tatap matanya justru menyiratkan luka yang mendalam, seolah dia menyesali dirinya masih hidup dan bertemu kembali dengan suaminya.Fajri menangis tanpa henti, menunduk mencium tangan Aletha. “Terima kasih, Tuhan. Terima ka
Tidak ada larangan, pun tidak ada perintah. Queen benar-benar dimanjakan saat berada di rumah keluarga Wardana. Waktu lega hanya di isi dengan berbincang random bersama Laras.Di taman yang luas di rumah keluarga Wardana, angin sore yang sejuk menyapu lembut wajah Queen. Burung-burung berkicau riang di atas pepohonan rindang, sementara matahari yang perlahan turun menghiasi langit dengan warna-warna senja yang mempesona. Queen duduk di bangku kayu yang dikelilingi bunga-bunga mawar yang sedang mekar, menikmati momen ketenangan itu. Di sebelahnya, Laras duduk sambil mengupas buah-buahan, matanya sesekali melirik ke arah Queen dengan kasih sayang.“Jangan cuma minum anti mualnya saja, vitamin dan obat yang lain juga harus kamu lahap sampai habis. Terutama asam folat itu, jangan sampai ketinggalan.” Laras berbicara dengan suara tegas namun penuh kelembutan, tangannya terampil mengiris apel dan mangga yang segar.“Ya, Ma. Sejak melepas IUD saya langsung mengkonsumsi susu tinggi asam folat
“Jadi bener kalian mau balik ke apartemen?” tanya Laras dengan wajah sendu.Tampak kekecewaan yang mendalam di wajah Laras, keberadaan Queen di rumah besar keluarga Wardana mampu mengusir kesepiannya selama ini.“Queen, apa mama ada salah?” tanya Laras lagi, kali ini matanya mulai berkaca-kaca.Laras sadar, dirinya memang tegas kepada Queen yang sedang hamil muda. Tetapi semua itu dia lakukan demi kebaikan Queen juga.Queen menggeleng dan terlihat jadi salah tingkah. “Tidak Ma, mama tidak ada melakukan kesalahan apa pun.” Queen jadi merasa bersalah, karena membuat ibu mertuanya jadi bersedih.Ageng menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Sejenak dia mengalihkan pandangan ke arah sang papa, seolah meminta bantuan untuk memberikan penjelasan. Tatap mata penuh kode antara ayah dan anak itu berakhir dengan hembusan napas kasar, terlihat pasrah dan kalah.“Ma, Ageng dan Queen memiliki kehidupan mereka sendiri. Biarkan mereka belajar mandiri, dengan segala keputusan mereka dalam hidup ini.” D
Laras memang penuh kasih, tetapi Queen merasa tidak bisa bergerak leluasa saat berada di dekat mertuanya. Bahkan hanya sekedar untuk keluar bertemu dan berkumpul dengan teman-temannya, Queen merasa sungkan untuk untuk meminta izin.Setelah kembali ke apartemen selama sudah mendapat izin dari Ageng, Queen merasa bebas untuk bepergian. Seperti hari ini, Queen sudah berada di kafe Derrian, berkumpul dengan Melissa, Chiara dan juga Megan yang kebetulan sedang berkunjung ke Indonesia.“Eh … perjanjian pernikahanmu dengan Ageng sempat dibahas sama ustadz kondang,” ucap Chiara sambil menunjukkan ponselnya kepada Queen.Tampak Melisa dan Megan yang penasaran langsung mendekat turut melihat berita yang dimaksud Chiara.“Sampai segitunya kasusmu Queen, sampai-sampai seorang ustadz ikut bicara.” Setelah membaca sedikit, Megan kembali kepada posisi duduknya selalu anggun.“Ustadz itu membahas tentang kawin kontrak yang katanya dilarang agama, dan dijelaskan perjanjian nikah Queen dan Ageng tidak
Queen sedang duduk di sofa, matanya terpaku pada layar televisi di depannya, menonton serial drama favoritnya. Namun, tatap matanya kosong, seolah cerita yang ditayangkan tidak mampu menembus lapisan pikirannya yang tengah bergelut dengan berbagai kekhawatiran.Ageng yang sudah pulang dari tadi kini menghampirinya sambil membawa segelas susu. Sebuah kebiasaan baru yang dia dedikasikan untuk calon anaknya. Berharap mampu menimbulkan ikatan batin sedak dini.“Terima kasih,” Queen memaksakan senyum di bibirnya, berusaha menutupi kegalauan hatinya.Ageng menatap wajah sendu Queen. Satu tahun lebih hidup bersama membuat Ageng bisa mengetahui jika saat ini ada beban yang coba sang istri sembunyikan darinya.Ageng mengambil posisi duduk di samping Queen. Setelah Queen menghabiskan susu dan meletakkan gelas di meja, Ageng segera merengkuh tubuh istrinya lalu membuat dada bidangnya menjadi sandaran.“Sedang mikirin apa?” Dengan lembut Ageng bertanya, tidak ada nada yang mengintimidasi. “Jujur
Keesokan harinya, Ageng menepati janjinya. Dia pulang lebih awal dari biasanya dan menjemput Queen untuk berbelanja bulanan. Mereka tiba di supermarket tak terlalu ramai, dengan trolley belanja yang sudah disiapkan.Ageng dan Queen berjalan beriringan di antara deretan rak yang penuh dengan barang kebutuhan sehari-hari. Queen memasukkan beberapa item ke dalam trolley, sambil sesekali berdiskusi dengan Ageng mengenai produk yang hendak dibeli. Sebenarnya tidak perlu untuk berdiskusi, karena Ageng akan mengangguk memberi izin kepada Queen untuk mengambil apa pun yang dia ingingkan.Mereka terus berjalan, mengisi trolley dengan berbagai kebutuhan. Queen berhenti di bagian sayur dan buah, memilih tomat, wortel, dan beberapa buah apel. Ageng membantu memasukkan belanjaan ke dalam trolley sambil sesekali melontarkan candaan yang membuat Queen tersenyum.Saat mereka sampai di bagian minuman, Queen mengingatkan Ageng tentang susu yang hampir habis di rumah. "Jangan lupa, kita perlu beli susu.