"Sialan! Tolong tahan sebentar saja!"
Ivander tampak kualahan menghadapi Anindya yang berada di bawah obat perangsang. Tangan Anindya sejak di mobil tidak bisa diam. Terus bergerak menyentuh beberapa titik sensitif tubuhnya. Seperti saat ini, Anindya terus mengusap rahangnya dengan gerakan sensual. Ivander melangkah lebar saat pintu lift terbuka. Saat ini dia membawa Anindya ke hotel Impremium yang terletak tak jauh dari lokasi syuting. Ivander bukan memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Hanya saja keadaan Anindya sudah tidak memungkinkan. "Kamu sangat tampan!" Anindya menatap Ivander dengan sayu. Tangannya merambat naik mengusap pipi Ivander dengan lembut. Ivander segera membuka pintu hotel dengan kesusahan, karena Anindya masih ada dalam gendongannya. Beruntung ada petugas kebersihan yang lewat di depan Ivander. Ivander memanggil pria itu. "Tolong bantu saya bukakan pintu ini!" Pria itu mengangguk dan mulai membantu Ivander. Ivander mengucapkan terima kasih. Lalu, dia segera melangkah masuk meletakan Anindya di atas ranjang king size. Dia berbalik dan mengunci pintu kamar hotel yang dia pesan saat ini. Ivander mulai melepaskan dasi dan juga kemejanya. Dia mulai mendekati Anindya yang nertingkah seperti cacing kepanasan. "Panas!" Ivander mengusap keringat pada dahi Anindya. Dia menatap penuh puja pada wanita yang dia temui 2 tahun yang lalu dalam pesta bisnis. Sayangnya, Anindya saat itu datang bersama Lingga. Pertemuan pertama Ivander dsngan Anindya, membuat dia jatuh hati pada pandangan pertama. Namun, Ivander segera mengubur kembali perasaan itu dalam-dalam saat mengetahui Anindya sudah bersuami. Ivander cukup sadar, untuk sekedar menganggumi sosok wanita yang sudah memiliki suami itu adalah kesalahan. "Cepat lakukan!" Anindya mencengkeram pundak Ivander yang berada di atas tubuhnya. Ivander mulai melancarkan aksinya. Dia memejamkan mata menikmati apa yang terjadi pada dia dan Anindya saat ini. Namun, dalam sekejap kedua mata Ivander terbuka kala merasakan sesuatu mengalir dari bawah sana. "Kamu masih perawan?" Ivander menatap Anindya yang kini meringis kesakitan. Pantas saja sejak tadi dia kesulitan menerobos Anindya, ternyata Anindya masih perawan. Dia yang pertama kali merebut kesucian Anindya. "Maaf, aku berjanji akan bertanggung jawab nanti!" Ivander merasa bersalah telah menuruti apa kata hatinya. Namun, nasi sudah menjadi bubur. Apa yang sudah terjadi tidak bisa dirubah lagi. Dia tidak mungkin menghentikan kegiatan mereka begitu saja, sehingga Ivander memilih melanjutkanya. **** Anindya membuka matanya secara perlahan. Dia meringis merasakan nyeri pada bagian bawah tubuhnya. Bukan hanya itu saja seluruh tubuh Anindya terasa remuk. Dia menoleh pada seorang pria yang terlelap dengan damai di sisinya. Kepalanya terasa pening. Dia tidak bisa mengingat jelas apa yang terjadi semalam dengan pria di samingnya ini. Dia hanya mengingat saat Lingga hampir memperkosanya. Saat itu dia terpengaruh oleh obat perangsang. "Bajingan! Aku akan membalas perbuatan brengsekmu Lingga!" Anindya mulai turun dari ranjang. Dia melihat pakaiannya yang sudah tidak layak. Dia menatao ke arah lain di mana pakaian Ivander berada. Dia memutuskan untuk menggunakan kemeja hitam milik Ivander. "Untungnya aku selalu bawa tas tangan. Jadi, aku bisa membayar jasa gigolo semalaman!" Anindya membuka tas tangan miliknya. Namun, Anindya tidak menemukam uang cash di dalam tasnya. "Sialan! Gimana caranya aku bayar jasa gigolo semalam?" Anindya menyapu pandang ke seluruh kamar hotel. Dia mulai membuka laci nakas di samping ranjang. Dia menemukan sebuah kertas dan juga pulpen. Dia mulai menuliskan surat berisi nama lengkapnya dan juga nomor teleponnya. 'Namaku Anindya Prameswari, kamu bisa menghubungi nomorku dengan mengirim nomor rekeningmu. Maaf, aku nggak punya uang cash makanya aku nggak bisa bayar jasa kamu semalam.' Anindya mengeja apa yang dia tulis pada selembar kertas tersebut. Setelah itu dia beranjak keluar dari kamar hotel yang di tempati semalam. Anindya melangkah keluar dengan kemeja kebesaran milik Ivander yang melekat di tubuh kecilnya. "Sial! Kenapa ponselku tiba-tiba kehabisan daya?" Anindya berdecak kesal. Dia ingin menghubungi orang dari keluarganya untuk menjemputnya. Namun, ponselnya tidak bisa diajak kerja sama. Anindya memilih untuk menaikkan taxi. Dia akan membayarnya nanti ketika sudah tiba di kantor perusahaan Danendra Group milik keluarganya. Dia memutuskan untuk kembali untuk membalas perbuatan Lingga dan juga Meylani. "Antar saya ke perusahaan Danendra Group!" Anindya menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi mobil. Dia memejamkan mata sambil memijat pelipisnya yang terasa pening. Dia tidak menyangka jika Lingga nyaris memperkosanya. Padahal selama 3 tahun pernikahan mereka, Lingga tidak pernah ingin menyentuhnya. Mobil taxi itu berhenti di depan lobby perusahaan Danendra Group. Dia menatap tak enak pada sopir taxi. "Pak, saya nggak punya uang cash. Bapak tunggu sebentar saya mau minta uang ke dalam dulu!" "Ta—" "Saya pasti bayar, Pak. Tenang aja!" Anindya memotong ucapan sopir taxi itu dengan senyuman. Dia menarik napas panjang saat menatap gedung perusahaan Danendra Group. Dia mulai membuka pintu mobil dan turun dari sana. Dia menarik tungkai kakinya melangkah memasuki lobby perusahaan. "Nona Anin, apa kabar?" Suara Wijaya Kusuma— 45 tahun asisten Ardiaz Danendra— 50 tahun Ayah kandung Anindya. Anindya menoleh dengan senyuman. Dia bergerak maju mendekati Wijaya. "Aku baik, bagaimana kabar, Pak Wijaya?" "Saya juga baik, Nona. Sudah lama tidak berjumpa!" Wijaya sedikit terkejut dengan kehadiran Anindya di kantor perusahaan. Semenjak Anindya pergi dari keluarga Danendra, dia sudah tidak pernah bertemu Anindya lagi. Anindya membalas dengan senyum tipis. "Pak Wijaya, apakah saya bisa bertemu Papa? Ada hal yang ingin aku bicarakan!""Anindya, Papa nggak nyangka kamu bakal dateng ke kantor Papa hari ini!" Ardiaz bangkit dari kursi kebesarannya. Dia menyambut kedatangan Anindya dengan pelukan hangat. Dia begitu merindukan putri satu-satunya yang memilih pergi dari rumah demi lelaki brengsek seperti Lingga. "Apa kabar, sayang?" Ardiaz melepaskan pelukannya. Dia menatap wajah Anindya dengan tatapan haru. Dia terkejut saat Liana, sekertarisnya mengatakan jika Anindya ada di depan ruangannya. Setelah Liana keluar dari ruangannya, tidak lama Anindya memasuki ruangannya. "Aku baik, Pa! Papa sama Mama gimana kabarnya selama ini?" Anindya membalas tatapan Ardiaz dengan kedua mata berkaca-kaca. Melihat tatapan rindu yang ditunjukan oleh Ardiaz padanya saat ini. Membuat rasa bersalah menyerang Anindya detik ini juga. Bohong, kalau Anindya mengatakan tidak menyesal meninggalkan keluarganya demi menikah dengan Lingga. Seharusnya saat itu, Anindya menerima perjodohan yang diberikan oleh kedua orang tuanya. Mungk
"Anindya, apakah kamu yakin ingin membatalkan kontrak kerja sama dalam pembuatan film ini?" Ardiaz menatap putrinya yang duduk di depannya dengan penuh keraguan. Dia hanya tidak ingin, Anindya menyesali keputusannya yang mendadak ini. Ini adalah impian Anindya sejak dahulu, di mana salah satu novelnya di angkat menjadi film. Hanya karena seorang Lingga dan juga Melani yang menindas Anindya di lokasi syuting. Membuat Anindya melepaskan impiannya itu."Aku sudah memikirkan ini, Pa! Mereka sangat keterlaluan, aku rasa cukup untuk kesabaranku selama ini!"Anindya sudah mempertimbangkan ini sejak keluar dari hotel. Kelakuan Lingga sudah tidak bisa dimaafkan lagi. Lingga nyaris memperkosanya kemaren. Padahal selama pernikahan mereka, Lingga tampak tak sudi menyentuh Anindya. Lebih baik dia tidur dengan gigolo, daripada tidur dengan Lingga yang sudah mencampakannya selama ini. Lingga pikir, Anindya seorang boneka yang hanya bisa dipermainkan saja? Rasa cintanya yang semula masih tersisa un
"Anindya, jangan tinggalin Mama sama Papa lagi, ya!" Kanaya mengusap air matanya dengan kasar. Perasaan sedih, sakit hati dan juga senang menjadi satu. Sedih, karena melihat kehidupan Anindya yang begitu berantakan. Sakit hati sebagai seorang Ibu, dia tentu tidak terima mengenai apa yang terjadi pada Anindya. Sudah sejak lama dia ingin mendatangi keluarga Aditama dan menjemput Anindya dari sana. Namun, Ardiaz selalu menahannya dan memasihatinya agar Anindya tidak ssmakin membenci mereka. Senang? Dia begitu bahagia bisa bertemu dengan Anindya lagi. Anindya datang ke keluarga Danendra untuk meminta bantuan. Itu yang dia dan Ardiaz nantikan sejak lama."Ma—" Anindya mengatup kembali bibirnya saat deeing ponsel miliknya yang baru dia hidupkan setelah daya baterai terisi penuh. Tangannya terulur mengambil ponselnya di atas meja. Panggilan masuk dari Faisal Borneo, dengan cepat Anindya mengangkatnya. Ardiaz dan Kanaya saling pandang. Keduanya memilih diam sambil mendengarkan saat Anindy
"Ini semua karena kalian berdua!" Faisal memghampiri Melani dan Lingga dengan riak kemarahan yang tergambar jelas pada wajahnya. Dia menyalahkan semua kekacauan yang terjadi pada project film Dalam Jejak Cinta pada Lingga dan Melani. Kedua pasangan suami istri itu yang menjadi penyebab Anindya menarik investasi dan berakhir produksi film tertunda. Lingga yang terkejut segera bangkit dari duduknya. "Pak Faisal? Ada apa ini?" Keadaan lokasi syuting kacau balau sejak berita penarikan investasi keluar. Melani yang sedang melakukan beberapa kali adegan terpaksa dihentikan. Mereka semua yang ada di lokasi syuting begitu panik."Kalian berdua yang menyebabkan kekacauan ini!" Faisal menunjuk Melani dan Lingga dengan marah. "Perusahaan Darendra Investment menarik investasi itu karena kelakuan kalian yang sudah merundung Anindya."Perkataan Faisal semakin mengejutkan mereka. Apa hubungannya dengan Anindya? Melani menyela ucapan Faisal. "Maksud, Pak Faisal apa, ya? Kenapa jadi nyalahin saya
"Kak, kamu tau berita tentang perusahaan Darendra Investment dengan project film milik Faisal Borneo?" Ivander mengangkat wajahnya saat mendengar suara Daren Alessandro, adik kandungnya membuka pintu ruangannya. Dia secara reflek menyembunyikan foto-foto Anindya yang dia dapat dari anak buahnya. Ivander mengangguk singkat. Dia menatap Daren yang mengambil duduk di depannya. "Memangnya ada apa?" Daren menunjukan foto yang terpampang pada layar ponselnya pada Ivander. Itu foto Anindya yang sedang melakukan beberapa adegan saat syutung kemarin. Dia mendapatkan itu dari asisten Faisal Borneo, yaitu Bagas. "Bukankah dia istri Lingga Aditama?" tanya Daren menyerahkan ponselnya pada Ivander.Ivander terdiam menatap foto Anindya tersebut. Ingatannya berputar pada kejadian beberapa tahun yang lalu. Di mana dia dan Anindya untuk kedua kalinya bertemu di pesta launching film di bawah perusahaan Alodias Group milik Ivander. Untuk pertama kalinya, Ivander tertarik dengan seorang wanita yaitu A
"Selamat siang, Pak Ardiaz!" Ivander mengulurkan sebuah tangan pada Ardiaz. Saat jam makan siang, dia memgajak Ardiaz bertemu di restoran Savory Tales milik keluarga Aditama. "Selamat siang juga, Pak Ivander!" Ardiaz menerima uluran tangan Ivander dengan ramah. Dia begitu terkejut saat Ivander tiba-tiba mengajaknya makan siang bersama. Dia tanpa pikir panjang segera menerimanya dan mengajak Kanaya untuk ikut. "Bagaimana kabarnya, Pak Ardiaz dan Bu Kanaya?" Ivander kembali duduk di sebuah kursi yang dia tempati tadi setelah mempersilahkan Ardiaz dan Kanaya untuk duduk. "Saya dan istri saya baik. Pak Ivander, sendiri bagaimana?" Ardiaz mulai duduk di samping Kanaya yang sejak tadi diam. Dia melirik Kanaya yang terlihat tampak canggung bertemu Ivander. Bukan hanya Kanaya saja, Ardiaz pun sama. Namun, Ardiaz tidak begitu menunjukan secara nyata. Dia mencoba santai di hadapan Ivander yang sudah lama tidak dia temui. Ivander mengangguk sambil meneguk cappucino miiknya yang dia pesan
"Bajingan!" Ardiaz bangkit, menggebrak meja dengan tatapan berkilat penuh amarah. Emosinya naik mendengar ucapan yang keluar dari mulut Ivander. "Sayang, tenang ini di restoran!"Kanaya segera bangkit, dia tak kalah terkejut dengan Ardiaz. Namun, emosi bukanlah solusi. Sehingga, dia menenangkan Ardiaz saat beberapa pelanggan restorant memperhatikan ke arah meja mereka. Kanaya menatap sekitar sambil tersenyum tak enak sebagai isyarat meminta maaf karena sudah membuat keributan. "Sial!" umpat Ardiaz kembali duduk di tempatnya. Dia mengusap wajahnya dengan kasar dengan napas yang memburu. Kanaya menarik napas menciba untuk tenang di tengah rasa emosi yang menggebu-gebu. "Saya tau kamu nggak terima atas keputusan keluarga kami tiga tahun yang lalu. Tapi, saya mohon jangan sakitin Anindya, hidup dia udah berantakan jangan buat dia hancur lagi!" Kanaya menatap penuh permohonan pada Ivander yang begitu tenang. Perasaannya sangat campur aduk saat ini antara marah dan juga takut. Dia mar
"Pak Faisal, nggak usah maksa orang arogan kaya mereka buat minta maaf sama saya!"Faisal menoleh ke belakang mendengar suara Anindya. Dia terkejut Anindya datang ke lokasi syuting hari ini. "Percuma, nggak bisa ngerubah apa yang udah terjadi!" Anindya melirik Melani dan Lingga yang menatapnya terkejut. Dia segera mengalihkan pandang menatap Faisal. "Bu Anindya, saya ak—""Kedatangan saya ke sini ingin meminta surat resmi pembatalan kontrak, Pak Faisal!" Anindya memotong ucapan Faisak dengan cepat. Wanita dengan dress berwarna maroon dengan panjang selutut. Dress yang digunakan Anindya kali ini tampak elegan dan mewah. Membuat Melani dan Lingga menatapnya tak berkedip. Penampilan Anindya tampak berbeda dari biasanya. Rambut Anindya yang biasanya terikat rapi dibiarkan tergerai begitu saja. Bahkan Anindya menggunakan make up hari ini, semakin menambah kecantikannya. "Bu Anindya, kita bisa bicarakan masalah ini secara baik-baik! Saya minta maaf untuk kesalahan Lingga dan Melani!"
"Pak Faisal, nggak usah maksa orang arogan kaya mereka buat minta maaf sama saya!"Faisal menoleh ke belakang mendengar suara Anindya. Dia terkejut Anindya datang ke lokasi syuting hari ini. "Percuma, nggak bisa ngerubah apa yang udah terjadi!" Anindya melirik Melani dan Lingga yang menatapnya terkejut. Dia segera mengalihkan pandang menatap Faisal. "Bu Anindya, saya ak—""Kedatangan saya ke sini ingin meminta surat resmi pembatalan kontrak, Pak Faisal!" Anindya memotong ucapan Faisak dengan cepat. Wanita dengan dress berwarna maroon dengan panjang selutut. Dress yang digunakan Anindya kali ini tampak elegan dan mewah. Membuat Melani dan Lingga menatapnya tak berkedip. Penampilan Anindya tampak berbeda dari biasanya. Rambut Anindya yang biasanya terikat rapi dibiarkan tergerai begitu saja. Bahkan Anindya menggunakan make up hari ini, semakin menambah kecantikannya. "Bu Anindya, kita bisa bicarakan masalah ini secara baik-baik! Saya minta maaf untuk kesalahan Lingga dan Melani!"
"Bajingan!" Ardiaz bangkit, menggebrak meja dengan tatapan berkilat penuh amarah. Emosinya naik mendengar ucapan yang keluar dari mulut Ivander. "Sayang, tenang ini di restoran!"Kanaya segera bangkit, dia tak kalah terkejut dengan Ardiaz. Namun, emosi bukanlah solusi. Sehingga, dia menenangkan Ardiaz saat beberapa pelanggan restorant memperhatikan ke arah meja mereka. Kanaya menatap sekitar sambil tersenyum tak enak sebagai isyarat meminta maaf karena sudah membuat keributan. "Sial!" umpat Ardiaz kembali duduk di tempatnya. Dia mengusap wajahnya dengan kasar dengan napas yang memburu. Kanaya menarik napas menciba untuk tenang di tengah rasa emosi yang menggebu-gebu. "Saya tau kamu nggak terima atas keputusan keluarga kami tiga tahun yang lalu. Tapi, saya mohon jangan sakitin Anindya, hidup dia udah berantakan jangan buat dia hancur lagi!" Kanaya menatap penuh permohonan pada Ivander yang begitu tenang. Perasaannya sangat campur aduk saat ini antara marah dan juga takut. Dia mar
"Selamat siang, Pak Ardiaz!" Ivander mengulurkan sebuah tangan pada Ardiaz. Saat jam makan siang, dia memgajak Ardiaz bertemu di restoran Savory Tales milik keluarga Aditama. "Selamat siang juga, Pak Ivander!" Ardiaz menerima uluran tangan Ivander dengan ramah. Dia begitu terkejut saat Ivander tiba-tiba mengajaknya makan siang bersama. Dia tanpa pikir panjang segera menerimanya dan mengajak Kanaya untuk ikut. "Bagaimana kabarnya, Pak Ardiaz dan Bu Kanaya?" Ivander kembali duduk di sebuah kursi yang dia tempati tadi setelah mempersilahkan Ardiaz dan Kanaya untuk duduk. "Saya dan istri saya baik. Pak Ivander, sendiri bagaimana?" Ardiaz mulai duduk di samping Kanaya yang sejak tadi diam. Dia melirik Kanaya yang terlihat tampak canggung bertemu Ivander. Bukan hanya Kanaya saja, Ardiaz pun sama. Namun, Ardiaz tidak begitu menunjukan secara nyata. Dia mencoba santai di hadapan Ivander yang sudah lama tidak dia temui. Ivander mengangguk sambil meneguk cappucino miiknya yang dia pesan
"Kak, kamu tau berita tentang perusahaan Darendra Investment dengan project film milik Faisal Borneo?" Ivander mengangkat wajahnya saat mendengar suara Daren Alessandro, adik kandungnya membuka pintu ruangannya. Dia secara reflek menyembunyikan foto-foto Anindya yang dia dapat dari anak buahnya. Ivander mengangguk singkat. Dia menatap Daren yang mengambil duduk di depannya. "Memangnya ada apa?" Daren menunjukan foto yang terpampang pada layar ponselnya pada Ivander. Itu foto Anindya yang sedang melakukan beberapa adegan saat syutung kemarin. Dia mendapatkan itu dari asisten Faisal Borneo, yaitu Bagas. "Bukankah dia istri Lingga Aditama?" tanya Daren menyerahkan ponselnya pada Ivander.Ivander terdiam menatap foto Anindya tersebut. Ingatannya berputar pada kejadian beberapa tahun yang lalu. Di mana dia dan Anindya untuk kedua kalinya bertemu di pesta launching film di bawah perusahaan Alodias Group milik Ivander. Untuk pertama kalinya, Ivander tertarik dengan seorang wanita yaitu A
"Ini semua karena kalian berdua!" Faisal memghampiri Melani dan Lingga dengan riak kemarahan yang tergambar jelas pada wajahnya. Dia menyalahkan semua kekacauan yang terjadi pada project film Dalam Jejak Cinta pada Lingga dan Melani. Kedua pasangan suami istri itu yang menjadi penyebab Anindya menarik investasi dan berakhir produksi film tertunda. Lingga yang terkejut segera bangkit dari duduknya. "Pak Faisal? Ada apa ini?" Keadaan lokasi syuting kacau balau sejak berita penarikan investasi keluar. Melani yang sedang melakukan beberapa kali adegan terpaksa dihentikan. Mereka semua yang ada di lokasi syuting begitu panik."Kalian berdua yang menyebabkan kekacauan ini!" Faisal menunjuk Melani dan Lingga dengan marah. "Perusahaan Darendra Investment menarik investasi itu karena kelakuan kalian yang sudah merundung Anindya."Perkataan Faisal semakin mengejutkan mereka. Apa hubungannya dengan Anindya? Melani menyela ucapan Faisal. "Maksud, Pak Faisal apa, ya? Kenapa jadi nyalahin saya
"Anindya, jangan tinggalin Mama sama Papa lagi, ya!" Kanaya mengusap air matanya dengan kasar. Perasaan sedih, sakit hati dan juga senang menjadi satu. Sedih, karena melihat kehidupan Anindya yang begitu berantakan. Sakit hati sebagai seorang Ibu, dia tentu tidak terima mengenai apa yang terjadi pada Anindya. Sudah sejak lama dia ingin mendatangi keluarga Aditama dan menjemput Anindya dari sana. Namun, Ardiaz selalu menahannya dan memasihatinya agar Anindya tidak ssmakin membenci mereka. Senang? Dia begitu bahagia bisa bertemu dengan Anindya lagi. Anindya datang ke keluarga Danendra untuk meminta bantuan. Itu yang dia dan Ardiaz nantikan sejak lama."Ma—" Anindya mengatup kembali bibirnya saat deeing ponsel miliknya yang baru dia hidupkan setelah daya baterai terisi penuh. Tangannya terulur mengambil ponselnya di atas meja. Panggilan masuk dari Faisal Borneo, dengan cepat Anindya mengangkatnya. Ardiaz dan Kanaya saling pandang. Keduanya memilih diam sambil mendengarkan saat Anindy
"Anindya, apakah kamu yakin ingin membatalkan kontrak kerja sama dalam pembuatan film ini?" Ardiaz menatap putrinya yang duduk di depannya dengan penuh keraguan. Dia hanya tidak ingin, Anindya menyesali keputusannya yang mendadak ini. Ini adalah impian Anindya sejak dahulu, di mana salah satu novelnya di angkat menjadi film. Hanya karena seorang Lingga dan juga Melani yang menindas Anindya di lokasi syuting. Membuat Anindya melepaskan impiannya itu."Aku sudah memikirkan ini, Pa! Mereka sangat keterlaluan, aku rasa cukup untuk kesabaranku selama ini!"Anindya sudah mempertimbangkan ini sejak keluar dari hotel. Kelakuan Lingga sudah tidak bisa dimaafkan lagi. Lingga nyaris memperkosanya kemaren. Padahal selama pernikahan mereka, Lingga tampak tak sudi menyentuh Anindya. Lebih baik dia tidur dengan gigolo, daripada tidur dengan Lingga yang sudah mencampakannya selama ini. Lingga pikir, Anindya seorang boneka yang hanya bisa dipermainkan saja? Rasa cintanya yang semula masih tersisa un
"Anindya, Papa nggak nyangka kamu bakal dateng ke kantor Papa hari ini!" Ardiaz bangkit dari kursi kebesarannya. Dia menyambut kedatangan Anindya dengan pelukan hangat. Dia begitu merindukan putri satu-satunya yang memilih pergi dari rumah demi lelaki brengsek seperti Lingga. "Apa kabar, sayang?" Ardiaz melepaskan pelukannya. Dia menatap wajah Anindya dengan tatapan haru. Dia terkejut saat Liana, sekertarisnya mengatakan jika Anindya ada di depan ruangannya. Setelah Liana keluar dari ruangannya, tidak lama Anindya memasuki ruangannya. "Aku baik, Pa! Papa sama Mama gimana kabarnya selama ini?" Anindya membalas tatapan Ardiaz dengan kedua mata berkaca-kaca. Melihat tatapan rindu yang ditunjukan oleh Ardiaz padanya saat ini. Membuat rasa bersalah menyerang Anindya detik ini juga. Bohong, kalau Anindya mengatakan tidak menyesal meninggalkan keluarganya demi menikah dengan Lingga. Seharusnya saat itu, Anindya menerima perjodohan yang diberikan oleh kedua orang tuanya. Mungk
"Sialan! Tolong tahan sebentar saja!"Ivander tampak kualahan menghadapi Anindya yang berada di bawah obat perangsang. Tangan Anindya sejak di mobil tidak bisa diam. Terus bergerak menyentuh beberapa titik sensitif tubuhnya. Seperti saat ini, Anindya terus mengusap rahangnya dengan gerakan sensual. Ivander melangkah lebar saat pintu lift terbuka. Saat ini dia membawa Anindya ke hotel Impremium yang terletak tak jauh dari lokasi syuting. Ivander bukan memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Hanya saja keadaan Anindya sudah tidak memungkinkan. "Kamu sangat tampan!" Anindya menatap Ivander dengan sayu. Tangannya merambat naik mengusap pipi Ivander dengan lembut. Ivander segera membuka pintu hotel dengan kesusahan, karena Anindya masih ada dalam gendongannya. Beruntung ada petugas kebersihan yang lewat di depan Ivander.Ivander memanggil pria itu. "Tolong bantu saya bukakan pintu ini!" Pria itu mengangguk dan mulai membantu Ivander. Ivander mengucapkan terima kasih. Lalu, dia sege