Kenzo berdiri mematung, dan menatap tidak percaya pada istri pertamanya. Mata Serena yang berbinar seolah memberitahukan pada semua orang bahwa betapa bahagianya dia saat ini."Sayang! Kenapa kamu diam saja?" tanya Serena sambil berjalan menghampirinya.Luna pun merasa tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Hatinya bergejolak. Ada rasa takut yang membuat air matanya menetes dengan sendirinya.'Bagaimana ini? Bagaimana jika Nyonya Serena benar-benar hamil? Apa aku dan bayi yang ada dalam kandunganku ini akan ditendang dari sini? Apa Dokter Kenzo akan membuang kami?' "Hamil? Benarkah kamu sedang hamil, Serena?" tanya Carla dari tempatnya berdiri.Serena berdiri di hadapan suaminya. Dia memutar badannya untuk menghadap orang yang telah bertanya padanya."Benar, Carla. Aku sedang hamil. Di sini, ada anak kami. Bayi ini adalah hasil dari buah cintaku dan Kenzo," jawabnya sembari mengusap lembut perutnya, dan tersenyum pada saudara tiri suaminya.Kemudian dia kembali membalikkan badann
"Tidurlah. Istirahatkan tubuh dan pikiranmu," tutur Carla sambil menyelimuti Luna yang terbaring di ranjangnya.Luna memaksakan senyumnya, dan memegang tangan Carla yang selimutnya. "Terima kasih, Carla. Kamu selalu ada untukku, meskipun aku tahu jika kamu tidak memihak ku," ucap Luna dengan lemah."Apa maksudmu, Luna?!" tanya Carla dengan menunjukkan ekspresi marahnya.Luna memaksakan senyumnya yang terlihat sangat lemah. Wanita yang sedang hamil itu menggeleng lemah, seolah tidak bertenaga.Carla menghela nafasnya melihat istri kedua saudara tirinya yang terlihat begitu menyedihkan. Dia duduk di tepi ranjang, dan memegang tangan Luna."Aku tidak memihak siapa pun. Tidak memihak Serena atau pun kamu. Aku hanya memihak pada kebenaran," tuturnya dengan serius.Luna hanya diam, tidak berkomentar apa pun untuk menanggapi perkataan saudara tiri suaminya. Dia tidak memiliki banyak tenaga untuk melakukan apa pun saat ini. Yang bisa dilakukannya hanyalah memejamkan matanya."Kamu harus ber
Luna memegang tangan suaminya yang sedang menyentuh wajahnya. "Jangan ambil anakku!" serunya dengan mata terpejam.Seketika Kenzo terhenyak, dan memegang tangan sang istri yang masih dalam kondisi matanya terpejam. "Sayang, ada apa?" tanyanya dengan lembut."Pergi!" seru Luna seraya menarik tangannya dari genggaman suaminya.Namun, Kenzo tidak menyerah begitu saja. Dia tidak terima diperlakukan seperti itu oleh istri keduanya yang kini telah mempunyai tempat tersendiri dalam hatinya. Kenzo meraih kembali tangan sang istri, dan memegangnya dengan sangat erat. "Pergi dari sini!" seru Luna kembali dengan mata terpejam, sembari berusaha melepaskan tangannya dari genggaman suaminya."Sayang, ini aku, Kenzo, suamimu!" ucap Kenzo dengan tegas, berusaha untuk menyadarkan sang istri.Mendengar nama sang suami, Luna semakin memberontak. Dia tidak hanya berusaha untuk melepaskan tangannya, tapi dia juga berusaha untuk menyingkirkan sang suami yang semakin menempel padanya."Pergi!""Jangan ga
"Tuan, kamarnya sudah siap. Apa ada hal lain lagi yang perlu saya bantu?" tanya seorang wanita dengan suara serak khas nenek-nenek.Kenzo menoleh ke arah sumber suara, dan tersenyum pada sosok wanita tua yang sedang berdiri di depan pintu."Terima kasih, Nek. Setelah Luna menghabiskan semua makanan, buah-buahan dan susunya, saya akan membawanya ke sana.""Ke mana?" tanya Luna penasaran.Kenzo tersenyum pada sang istri, dan menyuapkan makanan yang ada di piring."Habiskan dulu makanannya. Setelah itu, aku akan memberitahukan sesuatu padamu," tutur Kenzo yang dengan telaten menyuapi sang istri.Wanita tua tersebut berjalan menghampiri mereka, dan menunduk tepat di samping tuannya yang sudah dianggap cucunya sendiri."Apa Nenek perlu membawakan semua pakaian Luna ke kamar yang akan ditempatinya?" bisik sang nenek di telinga Kenzo.Luna memperhatikan mereka berdua yang terlihat seolah sedang menyembunyikan sesuatu. "Apa yang sedang kalian bicarakan?" tanyanya sembari menatap suaminya dan
Ranjang di kamar tersebut berantakan. Kain berwarna putih yang menutupi ranjang tersebut menjadi kusut, sehingga membuat Serena berpikiran buruk pada si pemilik kamar dan suaminya. Kemudian dia melihat piring dan gelas bekas yang sudah kosong."Apa-apaan ini?!" ujarnya sambil meletakkan kedua tangannya di pinggang. "Apa yang sudah mereka lakukan?!" sambungnya dengan menatap marah pada ranjang yang ada di hadapannya.Matanya kembali menyusuri kamar berukuran kecil yang sangat anti untuk dimasukinya. Dia kembali kesal, karena tidak menemukan apa yang dicarinya. Dengan kemarahan yang telah merajai hatinya, Serena keluar dari kamar tersebut untuk mencari suaminya.Pikirannya kalut, bayangan antara madunya bersama dengan sang suami yang sedang bersenang-senang dalam kamar tersebut, senantiasa mengganggunya. Terlebih lagi si pemilik kamar dan juga suaminya tidak ada dalam kamar yang didatanginya."Ke mana mereka sebenarnya?""Apa mereka berdua sedang bersama?"Pertanyaan-pertanyaan itu han
"Sayang, bangun. Sudah pagi," bisik Luna di telinga sang suami. Kenzo hanya diam, tanpa bergerak atau pun merespon dengan kata-kata. Kedua matanya masih terpejam, layaknya orang yang masih sibuk di alam mimpinya. "Apa dia masih tidur?" gumamnya sambil menatap kagum pada wajah tampan pria yang ada di hadapannya. Tanpa sadar tangannya menyentuh wajah suaminya. Wajah tampan yang bak pahatan sempurna itu, membuat Luna tidak bisa menahan keinginannnya. Jari tangannya bergerak menyusuri lekuk wajah sang suami, layaknya sedang menggambar pada sebuah kanvas. Kenzo sebisa mungkin menahan gerakan jemari lentik sang istri yang bergerak halus dari alis, hidung, dan berakhir di bibir. Lagi-lagi dia tidak bisa menahan keinginannya. Bibir pink alami milik sang suami membuatnya terpesona, sehingga ingin merasakan kembali sentuhan kenyal dari bibir tersebut. Perlahan wajah Luna bergerak mendekati wajah suaminya, seolah se
Serena terdiam melihat isi dalam salah satu kamar tamu yang dimasukinya. Dia sama sekali tidak menyangka jika bisa menemukan semua itu di kamar tersebut. Perlahan kakinya melangkah menghampiri ranjang yang ada di sana."Apa semua ini nyata?" gumamnya sembari melihat apa yang ada di hadapannya.Perlahan tangannya bergerak menyentuh barang-barang yang ada di atas ranjang. Matanya berkaca-kaca ketika memegang beberapa baju bayi dan perlengkapan bayi yang tertata rapi di sana. "Ternyata Kenzo meletakkan semuanya di sini. Aku pikir dia sudah membuang semua barang-barang ini," gumam Serena seraya tersenyum bahagia, seolah sedang menemukan sesuatu yang berharga. Setelah itu pandangannya beralih pada ranjang bayi yang berada di dekat ranjang tersebut. Dia beranjak dari duduknya, dan menghampirinya. Matanya berbinar melihat mainan yang tergantung di atas ranjang bayi itu.Tanpa sadar tangannya menyentuh mainan tersebut, sehingga bergerak dan mengeluarkan suara musik. Sama seperti dahulu, Ser
Brak!Luna terkesiap saat mendengar suara pintu rumahnya didobrak, diikuti suara seorang pria yang berteriak keras."Nenek Tua! Cepat keluar! Atau akan kami hancurkan rumah tua ini!" “Astaga! Ibu–” Luna diam-diam bergegas mencari sang ibu agar mereka bisa bersembunyi. Namun, terlambat. Wanita tua itu telah keluar dan berdiri di hadapan dua orang pria berbadan besar dengan tubuh gemetar di tamu yang hanya berisi televisi usang dan perabotan lama. Sungguh kontras, Luna melihat, “Tu-Tuan–”"Cepat bayar semua utang-utangmu, Nenek Tua!" bentak salah satu dari mereka, hingga membuat wanita tua itu berjengit kaget.Sang wanita tua semakin ketakutan. Kedua tangannya meremas ujung pakaian yang digunakannya. Kakinya pun gemetar, sehingga tidak bisa digerakkan sama sekali."Ma-maaf, Tuan. Saya belum bisa membayar sekarang," ucap sang wanita tua dengan terbata-bata, tanpa menghadap ke arah kedua pria yang menakutkan itu. Pandangannya tertuju pada lantai. “Saya belum punya uang untuk membayar–”
Serena terdiam melihat isi dalam salah satu kamar tamu yang dimasukinya. Dia sama sekali tidak menyangka jika bisa menemukan semua itu di kamar tersebut. Perlahan kakinya melangkah menghampiri ranjang yang ada di sana."Apa semua ini nyata?" gumamnya sembari melihat apa yang ada di hadapannya.Perlahan tangannya bergerak menyentuh barang-barang yang ada di atas ranjang. Matanya berkaca-kaca ketika memegang beberapa baju bayi dan perlengkapan bayi yang tertata rapi di sana. "Ternyata Kenzo meletakkan semuanya di sini. Aku pikir dia sudah membuang semua barang-barang ini," gumam Serena seraya tersenyum bahagia, seolah sedang menemukan sesuatu yang berharga. Setelah itu pandangannya beralih pada ranjang bayi yang berada di dekat ranjang tersebut. Dia beranjak dari duduknya, dan menghampirinya. Matanya berbinar melihat mainan yang tergantung di atas ranjang bayi itu.Tanpa sadar tangannya menyentuh mainan tersebut, sehingga bergerak dan mengeluarkan suara musik. Sama seperti dahulu, Ser
"Sayang, bangun. Sudah pagi," bisik Luna di telinga sang suami. Kenzo hanya diam, tanpa bergerak atau pun merespon dengan kata-kata. Kedua matanya masih terpejam, layaknya orang yang masih sibuk di alam mimpinya. "Apa dia masih tidur?" gumamnya sambil menatap kagum pada wajah tampan pria yang ada di hadapannya. Tanpa sadar tangannya menyentuh wajah suaminya. Wajah tampan yang bak pahatan sempurna itu, membuat Luna tidak bisa menahan keinginannnya. Jari tangannya bergerak menyusuri lekuk wajah sang suami, layaknya sedang menggambar pada sebuah kanvas. Kenzo sebisa mungkin menahan gerakan jemari lentik sang istri yang bergerak halus dari alis, hidung, dan berakhir di bibir. Lagi-lagi dia tidak bisa menahan keinginannya. Bibir pink alami milik sang suami membuatnya terpesona, sehingga ingin merasakan kembali sentuhan kenyal dari bibir tersebut. Perlahan wajah Luna bergerak mendekati wajah suaminya, seolah se
Ranjang di kamar tersebut berantakan. Kain berwarna putih yang menutupi ranjang tersebut menjadi kusut, sehingga membuat Serena berpikiran buruk pada si pemilik kamar dan suaminya. Kemudian dia melihat piring dan gelas bekas yang sudah kosong."Apa-apaan ini?!" ujarnya sambil meletakkan kedua tangannya di pinggang. "Apa yang sudah mereka lakukan?!" sambungnya dengan menatap marah pada ranjang yang ada di hadapannya.Matanya kembali menyusuri kamar berukuran kecil yang sangat anti untuk dimasukinya. Dia kembali kesal, karena tidak menemukan apa yang dicarinya. Dengan kemarahan yang telah merajai hatinya, Serena keluar dari kamar tersebut untuk mencari suaminya.Pikirannya kalut, bayangan antara madunya bersama dengan sang suami yang sedang bersenang-senang dalam kamar tersebut, senantiasa mengganggunya. Terlebih lagi si pemilik kamar dan juga suaminya tidak ada dalam kamar yang didatanginya."Ke mana mereka sebenarnya?""Apa mereka berdua sedang bersama?"Pertanyaan-pertanyaan itu han
"Tuan, kamarnya sudah siap. Apa ada hal lain lagi yang perlu saya bantu?" tanya seorang wanita dengan suara serak khas nenek-nenek.Kenzo menoleh ke arah sumber suara, dan tersenyum pada sosok wanita tua yang sedang berdiri di depan pintu."Terima kasih, Nek. Setelah Luna menghabiskan semua makanan, buah-buahan dan susunya, saya akan membawanya ke sana.""Ke mana?" tanya Luna penasaran.Kenzo tersenyum pada sang istri, dan menyuapkan makanan yang ada di piring."Habiskan dulu makanannya. Setelah itu, aku akan memberitahukan sesuatu padamu," tutur Kenzo yang dengan telaten menyuapi sang istri.Wanita tua tersebut berjalan menghampiri mereka, dan menunduk tepat di samping tuannya yang sudah dianggap cucunya sendiri."Apa Nenek perlu membawakan semua pakaian Luna ke kamar yang akan ditempatinya?" bisik sang nenek di telinga Kenzo.Luna memperhatikan mereka berdua yang terlihat seolah sedang menyembunyikan sesuatu. "Apa yang sedang kalian bicarakan?" tanyanya sembari menatap suaminya dan
Luna memegang tangan suaminya yang sedang menyentuh wajahnya. "Jangan ambil anakku!" serunya dengan mata terpejam.Seketika Kenzo terhenyak, dan memegang tangan sang istri yang masih dalam kondisi matanya terpejam. "Sayang, ada apa?" tanyanya dengan lembut."Pergi!" seru Luna seraya menarik tangannya dari genggaman suaminya.Namun, Kenzo tidak menyerah begitu saja. Dia tidak terima diperlakukan seperti itu oleh istri keduanya yang kini telah mempunyai tempat tersendiri dalam hatinya. Kenzo meraih kembali tangan sang istri, dan memegangnya dengan sangat erat. "Pergi dari sini!" seru Luna kembali dengan mata terpejam, sembari berusaha melepaskan tangannya dari genggaman suaminya."Sayang, ini aku, Kenzo, suamimu!" ucap Kenzo dengan tegas, berusaha untuk menyadarkan sang istri.Mendengar nama sang suami, Luna semakin memberontak. Dia tidak hanya berusaha untuk melepaskan tangannya, tapi dia juga berusaha untuk menyingkirkan sang suami yang semakin menempel padanya."Pergi!""Jangan ga
"Tidurlah. Istirahatkan tubuh dan pikiranmu," tutur Carla sambil menyelimuti Luna yang terbaring di ranjangnya.Luna memaksakan senyumnya, dan memegang tangan Carla yang selimutnya. "Terima kasih, Carla. Kamu selalu ada untukku, meskipun aku tahu jika kamu tidak memihak ku," ucap Luna dengan lemah."Apa maksudmu, Luna?!" tanya Carla dengan menunjukkan ekspresi marahnya.Luna memaksakan senyumnya yang terlihat sangat lemah. Wanita yang sedang hamil itu menggeleng lemah, seolah tidak bertenaga.Carla menghela nafasnya melihat istri kedua saudara tirinya yang terlihat begitu menyedihkan. Dia duduk di tepi ranjang, dan memegang tangan Luna."Aku tidak memihak siapa pun. Tidak memihak Serena atau pun kamu. Aku hanya memihak pada kebenaran," tuturnya dengan serius.Luna hanya diam, tidak berkomentar apa pun untuk menanggapi perkataan saudara tiri suaminya. Dia tidak memiliki banyak tenaga untuk melakukan apa pun saat ini. Yang bisa dilakukannya hanyalah memejamkan matanya."Kamu harus ber
Kenzo berdiri mematung, dan menatap tidak percaya pada istri pertamanya. Mata Serena yang berbinar seolah memberitahukan pada semua orang bahwa betapa bahagianya dia saat ini."Sayang! Kenapa kamu diam saja?" tanya Serena sambil berjalan menghampirinya.Luna pun merasa tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Hatinya bergejolak. Ada rasa takut yang membuat air matanya menetes dengan sendirinya.'Bagaimana ini? Bagaimana jika Nyonya Serena benar-benar hamil? Apa aku dan bayi yang ada dalam kandunganku ini akan ditendang dari sini? Apa Dokter Kenzo akan membuang kami?' "Hamil? Benarkah kamu sedang hamil, Serena?" tanya Carla dari tempatnya berdiri.Serena berdiri di hadapan suaminya. Dia memutar badannya untuk menghadap orang yang telah bertanya padanya."Benar, Carla. Aku sedang hamil. Di sini, ada anak kami. Bayi ini adalah hasil dari buah cintaku dan Kenzo," jawabnya sembari mengusap lembut perutnya, dan tersenyum pada saudara tiri suaminya.Kemudian dia kembali membalikkan badann
Kenzo meraih tubuh istri kecilnya, dan membawanya dalam pelukan. Hatinya sungguh sakit melihat sang istri yang sedang mengandung, sedang bersedih hingga memerlukan bantuan seorang psikiater. "Sayang, tenanglah. Kamu baik-baik saja. Ada aku yang akan selalu menemanimu. Lebih baik sekarang kita pulang, agar kamu bisa beristirahat dan kesehatanmu bisa pulih kembali," tutur Kenzo sambil memeluk erat sang istri.Carla menatap iba pada istri kedua saudara tirinya yang sudah dianggap sebagai adiknya. Terlebih lagi di saat dia melihat wanita yang dipanggil Luna dengan panggilan ibu. 'Aku harus bersyukur dengan keadaanku. Meskipun kedua orang tuaku berpisah, aku masih mempunyai keluarga Matteo yang sangat baik padaku,' batinnya yang bisa merasakan kerasnya kehidupan Luna.Kenzo mendorong kursi roda yang dinaiki oleh istri keduanya. Dalam pikirannya saat ini bagaikan benang kusut yang belum bisa diurai olehnya. Butuh waktu dan kesabaran ekstra untuk mengurainya, agar bisa kembali lurus sepert
Kenzo menoleh ke arah istrinya, dan mencoba mendengarkan apa yang akan dikatakan oleh sang istri padanya. "Apa?" tanyanya sembari tersenyum padanya."Bisakah kamu tidak meninggalkanku? Aku sangat membutuhkanmu, Sayang," ujar Serena dengan mata yang berkaca-kaca.Sungguh hati Kenzo ingin mengatakan tidak. Dalam hati yang terdalam, saat ini dia ingin sekali bersama dengan Luna, istri keduanya.Namun, Serena juga istrinya yang berhak mendapatkan perhatiannya. Terlebih lagi saat ini istri pertamanya sedang membutuhkan dirinya. "Tapi aku harus bekerja," ucapnya tanpa sadar."Apa pekerjaanmu lebih penting dibandingkan dengan istrimu yang sedang sakit?" tanya Serena tidak mau kalah dari suaminya.Kenzo terdiam. Hatinya terasa diterkam oleh ucapan istri pertamanya. Dia sadar, dan membenarkan perkataan sang istri. Akan tetapi, hati kecilnya menolak untuk mengikuti keinginan istri pertamanya. "Tapi aku seorang dokter yang harus menolong pasien kapan pun dibutuhkan," tutur Kenzo untuk membela