"Ada apa sebenarnya, Ken?!" tanya Serena sembari berjalan menghampiri kedua saudara tiri tersebut. "Tidak. Tidak ada apa-apa, Sayang. Masuklah. Aku akan mengurus anak tiri kesayangan Papa ini," jawab Kenzo seraya menatap tajam pada saudara tirinya. Carla terkekeh mendapatkan ancaman yang tersirat dari tatapan mata saudara tirinya. Dia menatap istri saudara tirinya, seolah ingin mengatakan sesuatu hal untuk membalas ancaman Kenzo. Dengan sigap Kenzo merangkul Serena, dan membawanya masuk ke dalam rumah seraya mengusir saudara tirinya. "Pulanglah, dan jangan kembali ke rumahku!" "Aku pasti akan kembali, Ken! Karena aku mendapatkan tugas penting dari Kakek!" seru Clara dari tempatnya berada. Brak! Suara pintu yang ditutup dengan keras oleh sang pemilik rumah, mengisyaratkan kemarahannya. Carla terkekeh melihat sikap Kenzo yang masih tetap sama padanya. Dia tetap memperlakukannya bak virus yang harus dijauhi dan dibasmi. "Lihat saja, Ken. Aku akan membuat harimu terasa
Lama sudah Luna menanti balasan dari suaminya, tapi tak ada tanda-tanda sang suami akan membalas pesannya. Bahkan pesan tersebut tidak dibaca oleh suaminya."Sepertinya dia tidak akan membalasnya. Pasti dia sedang sibuk dengan istrinya sekarang," gumamnya seraya menghela nafas.Bayangan sang suami yang sedang memanjakan istri pertamanya, membuat Luna semakin tersiksa. Diletakkannya ponsel miliknya di atas nakas, dan dia bersembunyi di bawah selimut yang pernah digunakannya bersama dengan suaminya.Bau keringat sang suami masih bisa tercium oleh hidungnya. Aroma maskulin yang menyegarkan membuatnya ingin berada dalam dekapannya. Tanpa sadar air matanya pun menetes. Hati, pikiran dan tubuhnya sangat merindukan suaminya. Larut dalam kesedihan membuatnya lelah akan segalanya. Tak terasa matanya pun terpejam. Dalam balutan selimut yang hangat, dia berharap sang suami datang untuk menggantikan peran selimut untuk memberinya kehangatan.Di sisi lain, Kenzo sibuk membuat sang istri pertama p
Kenzo berlari mencari istri keduanya yang kemungkinan besar berada di rumah sakit, tepatnya di kamar perawatan ibunya. Pikirannya kacau. Tentu saja dia takut terjadi sesuatu dengan istri keduanya yang akan menjadi ibu pengganti anaknya. Akan tetapi, di dalam kamar tersebut hanya ada wanita tua yang terbaring di atas tempat tidur pasien dengan beberapa alat medis yang menempel di tubuhnya. "Luna, di mana kamu? Apa yang terjadi denganmu?" gumamnya sembari berjalan menyusuri ruangan kamar perawatan yang besar dan mewah tersebut. Namun, di dalam kamar tersebut tidak ada sosok wanita yang dicarinya. Bahkan di setiap sudut dan dalam toilet pun tidak juga ditemukannya. Sang dokter terlihat sangat panik. Dia kembali menghubungi saudara tirinya untuk memastikan di mana istri keduanya berada. "Carla, di mana--" tanya Kenzo begitu panggilan telponnya dijawab.'Luna bersamaku. Kami sedang berada di IGD,' sahut Carla dengan cepat. "IGD? IGD mana? Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Kenzo kemb
Carla terpesona pada sosok dokter pria yang tidak kalah tampan dengan Kenzo. Balutan jas putih membuat sang dokter terlihat lebih gagah. Bahkan senyumannya seolah magnet yang membuatnya tertarik padanya.Sang dokter menahan senyumnya melihat Carla terpana olehnya. Begitu pula dengan perawat wanita yang berada di sampingnya. "Beliau adalah dokter kandungan yang akan memeriksa pasien," ucap perawat yang bermaksud untuk menyadarkannya.Sontak saja Carla tersadar. Dia merasa malu dan salah tingkah.'Kenapa aku bisa bertingkah bodoh begini? Tapi, salah dokternya. Kenapa dia tiba-tiba datang dan bikin kaget?' batinnya membela diri.Pandangannya masih tertuju pada sang dokter tampan yang berhasil mengalihkan perhatiannya. Bahkan pikirannya yang tadinya penuh dengan Kenzo, kini hilang seketika. Ketampanan dan senyuman sang dokter kandungan membuatnya terhipnotis. Tiba-tiba kedua mata Luna perlahan terbuka. Matanya mengerjap-ngerjap, menyesuaikan binar cahaya yang masuk ke dalam retina matan
Luna merasa tidak nyaman dengan kehadiran Carla yang selalu ada di dekatnya. Pernyataan rasa sukanya membuat Luna merasa harus waspada padanya. "Tenang saja, aku masih normal. Aku masih tertarik dan suka pada pria," tutur Carla sembari mengemudikan mobilnya."Lalu, kenapa tadi kamu mengatakan jika menyukaiku?" tanya Luna menyelidik.Carla terkekeh mendengar pertanyaan darinya. Sehingga membuat Luna menatap heran padanya."Karena aku memang menyukaimu, Luna," jawab Carla dengan entengnya.Seketika Luna menatap waspada padanya. Perlahan dia bergeser hingga menepi, agar jarak duduk mereka lebih jauh lagi. "Kenapa kamu menjauh? Apa kamu takut padaku?" tanya Carla di sela kekehannya. Luna menghadap ke arahnya. Dia menatap intens saudara tiri suaminya, seolah sedang mencari tahu sesuatu dari wajah tersebut. "Aku heran. Tadi kamu mengatakan masih menyukai pria, tapi baru saja kamu mengatakan menyukaiku. Apa kamu mempunyai kepribadian ganda?" Tawa Carla pecah. Air matanya kembali menetes
Hati Kenzo merasa berbunga-bunga mendengar berita kehamilan istri keduanya. Akan tetapi, gosip yang beredar di rumah sakit membuatnya terganggu. Tatapan para staf medis di ruang IGD membuatnya sadar akan posisinya saat ini. 'Sebaiknya aku pergi dari sini,' batinnya sembari berjalan cepat keluar dari dalam ruang IGD. Selain posisi Kenzo sebagai dokter berbakat andalan dari Metro Healthy Hospital, dia adalah seorang calon penerus dari keluarga Matteo yang akan diangkat menjadi penguasa semua aset kekayaan dan bisnis keluarga Matteo. Karena itulah dia harus menjaga nama baiknya, nama baik rumah sakit, dan juga nama baik keluarga Matteo. Kehamilan Luna seolah menjadi bumerang yang siap menghancurkannya kapan saja. "Sebenarnya apa rencana Kakek dengan semua ini? Seharusnya tidak akan ada kejadian seperti ini jika semuanya dirahasiakan, seperti rencanaku waktu itu. Tapi, lihatlah sekarang. Apa yang harus aku lakukan?" gumamnya seraya menjambak rambutnya. Seketika dia teringat ak
"Kenapa?" tanya Serena dengan menatap kesal padanya.Kenzo gugup. Dia salah tingkah ditatap sang istri yang sedang kesal padanya. Dia tahu betul jika akan ada hal buruk nantinya apabila istri pertamanya benar-benar marah padanya, terutama pada Luna. "Ada apa, Ken?!" tanyanya kembali dengan tidak sabar."Apa karena ada hal yang tidak bisa kamu katakan padaku?" tanyanya dengan tatapan curiga."Tidak. Bukan begitu," jawab Kenzo disertai helaan nafasnya."Lalu kenapa? Jangan-jangan kamu mencintainya? Tidak mungkin, bukan?" tanyanya sembari terkekeh."Luna hamil. Aku harus memberikan semua ini padanya," jawab Kenzo seraya pergi meninggalkan istri pertamanya yang masih tertegun mendengar jawaban darinya.Serena terdiam. Hatinya tidak bisa menerima kenyataan bahwa Luna lebih bisa diandalkan daripada dirinya. Pikirannya berkecamuk membayangkan sang suami lebih menyayangi istri keduanya yang bisa memberikan keturunan untuknya."Tidak. Kenapa bisa? Kenapa harus dia? Kenapa bukan aku?" tanyanya
Serena gelisah sepeninggalan Clara yang menyatakan perang padanya. Dia berjalan mondar-mandir menunggu suaminya yang masih berada di dalam kamar istri keduanya. "Kira-kira apa yang akan dilakukan Carla untuk mengalahkan Kenzo?" gumamnya seraya berpikir. Tanpa terasa dia telah menunggu suaminya selama hampir satu jam di ruang tamu. Sayangnya tidak ada tanda-tanda bahwa sang suami keluar dari kamar istri keduanya. Akhirnya dia sadar jika waktu telah berlalu dengan cepat. Sedangkan selama itu dia tidak mendapatkan apa pun dari hasil berpikirnya. "Mengapa dia lama sekali?" gumamnya sembari melihat jam tangan mewah dari brand ternama yang melingkar di tangan kirinya. Selang beberapa detik kemudian dia berjalan menuju area pelayan, dan masuk ke dalam area kamar pelayan wanita. Area itu sangat sepi dan sunyi. Tidak ada satu pun pelayan yang berada di luar kamar atau hanya sekedar mengobrol di lorong tersebut. Di sinilah kini dia berada. Sang nyonya rumah tersebut berdiri tepat
"Serena!" teriak Kenzo berulang kali dengan suara yang semakin meninggi. "Iya, Sayang. Aku datang!" teriak Serena sambil berjalan keluar dari dalam kamarnya. "Cepatlah!" teriak Kenzo dengan menatap penuh amarah pada sang istri yang sedang berjalan menghampirinya. "Lari!" teriaknya kembali dengan tegas.Serena berlari kecil sembari tersenyum bahagia mendengar suaminya seolah tidak sabar menemuinya. "Ken!" panggilnya dengan riang sambil berjalan menghampiri suaminya. Kenzo menatap sang istri dengan kilatan amarah yang terlihat dari matanya. "Kamu sudah pulang, Sayang?" tanya sang istri pertama sambil tersenyum padanya. "Lambat sekali jalanmu!" ujar Kenzo dengan ketusnya.Serena tersenyum manja, dan melingkarkan kedua tangannya pada leher suaminya. "Kamu ini, kenapa tidak sabar sekali menungguku?" tanyanya dengan gaya menggoda yang selalu diberikannya pada setiap pria."Apa ini?" tanya Kenzo dengan tegas, sambil memperlihatkan layar ponselnya yang sedang menayangkan adegan penind
"Sesuai dengan perjanjian yang tertulis. Dilarang jatuh cinta pada Kenzo. Jangan berdekatan dengan Kenzo dalam kondisi apa pun. Setelah bayi itu lahir, pergilah dari kehidupan kami tanpa membawa bayi yang telah kamu lahirkan. Hapus ingatanmu tentang kami semua, tak terkecuali bayi yang kamu lahirkan, dan jangan pernah menghubungi kami lagi, termasuk anak-anakmu meskipun mereka telah dewasa." Duar! Luna merasa bak tersambar petir mendengar syarat yang diajukan oleh Serena. Jantungnya berdegup dengan kencang, hatinya merasa sangat sakit, dan dadanya terasa sangat sesak, hingga tidak bisa berkata-kata. Dia hanya diam membisu sembari menatap sang nyonya dengan mata yang berkaca-kaca. "Bagaimana? Kamu sanggup, bukan?" tanya Serena sembari menyeringai. Luna menggeleng pelan. Dia merasa ragu-ragu. Dalam hatinya berkata harus harus menolak syarat tersebut, tapi dia juga merasa harus melakukannya. "Tidak, kamu tidak bisa menolaknya," ucap Serena sembari terkekeh. "Apa kamu lupa
"Maaf, Nyonya. Saya hanya takut Nyonya Serena kembali kecewa. Lagu pula, Luna saja yang mengatakan bahwa dirinya sedang hamil, sampai detik ini belum menyiapkan apa-apa. Entah dia lupa, belum menyiapkan, atau mungkin memang tidak menyiapkan apa pun," ucap pelayan kepercayaan Serena tanpa beban."Apa maksudmu?" tanya Serena sembari mengernyitkan dahinya. Pelayan tersebut melihat ke sekelilingnya. Setelah merasa tidak ada seorang pun di sana, dia mulai terlihat serius menghadap sang nyonya. "Apa Nyonya Serena sudah pernah melihat hasil pemeriksaan kehamilan Luna secara langsung?" tanyanya dengan menatap serius pada sang nyonya."Kenapa kamu bertanya tentang hal itu? Apa hubungannya dengan bayi itu?" tanya balik Serena sembari menatap curiga pada pelayan tersebut. Sang pelayan mendekati nyonya majikannya, dan mengatakan sesuatu dengan suara lirih. "Saya hanya curiga saja, Nyonya. Apa jangan-jangan dia hanya berpura-pura hamil saja, tapi nyatanya zonk."Dahi Serena mengernyit. Dia men
"Tidak!" sahut Kenzo dengan cepat dan lantang. Seketika Kenzo menatap tidak rela pada istri keduanya. Dipegangnya kedua pundak sang istri, dan ditatapnya dalam-dalam kedua mata wanita yang sangat dicintainya. "Kenapa harus kamu yang pergi?" tanyanya dengan serius. "Tidak. Aku tidak akan membiarkanmu pergi dari sisiku. Aku membutuhkanmu, Sayang. Apalagi ada anak kita dalam kandungan mu. Aku ingin selalu bersama dengan kalian," sambungnya dengan tulus. Luna meneteskan air matanya. Hatinya merasa trenyuh sekaligus sakit mendengar perkataan sang suami. Hatinya merasa sangat bahagia mendengar sang suami sangat membutuhkannya, dan tidak mau berpisah dengannya. Terlebih lagi suaminya mengatakannya dengan menatapnya penuh cinta.Namun, dia pun merasa sedih. Hatinya sakit mengingat akan kesepakatan yang telah mereka buat. Perjanjian tentang perpisahan mereka setelah anak dalam kandungannya dilahirkan. "Kenzo! Apa kamu tidak memikirkan tentang perasaanku?!" bentak Serena sembari menarik pu
"Tidak!" seru Serena dengan tatapan yang mengisyaratkan betapa marahnya dia saat ini pada suaminya. Kenzo menatap heran pada istri pertamanya. Dia bingung bagaimana caranya menenangkan sang istri yang terus menolak untuk mendengarkannya. Dengan perlahan kakinya melangkah untuk menghampiri sang istri, berusaha untuk menenangkannya. "Tidak, Ken! Aku tidak mau mendengar mu!" serunya seraya meletakkan telapak tangannya ke arah sang suami untuk menghentikannya. Sontak saja Kenzo berhenti melangkah. Dia menatap serius pada istri pertamanya."Ada apa, Serena? Kenapa kamu seperti ini? Aku hanya ingin mengajakmu pulang."Seketika Serena dan Kania terperangah. Kedua wanita tersebut bergelut dengan pikirannya masing-masing. "Apa hukuman kami sudah selesai?" tanya Kania penasaran. "Tidak. Hukuman tetaplah hukuman, tidak ada toleransi bagi Kakek," jawab Kenzo tanpa berpikir terlebih dahulu. Dia hanya mengatakan yang sebenarnya pada mereka.Kedua wanita angkuh itu saling memandang, seolah berk
"Maafkan Papa, Carla."Tiba-tiba saja terdengar suara pria yang membuat Carla terhenyak dari lamunannya. Wanita muda itu menoleh ke arah sumber suara yang sangat diyakininya milik Damian, papa tirinya. "Papa," ucapnya lemah sambil memaksakan senyumnya. Damian tersenyum menanggapinya. Pria paruh baya tersebut duduk di samping putri tirinya, dan menatap ke arah yang sama dengannya. "Papa tidak mengira jika kamu sudah mengetahuinya," tukas Damian sembari menatap lurus ke depan."Maafkan Carla, Pa. Bukan maksud Carla untuk menutupi atau berada di pihak Mama. Carla hanya butuh waktu untuk membuktikan kecurigaan Carla selama ini pada Mama," tutur putri tiri Damian dengan penuh penyesalan. Pria paruh baya yang berkarisma itu menoleh ke arah sampingnya, di mana putri tirinya sedang duduk bersamanya. "Kenapa kamu meminta maaf pada Papa? Kamu sama sekali tidak bersalah, Carla. Semua ini terjadi karena Papa. Jadi, jangan menyalahkan atau membenci mamamu."Senyuman Damian yang tulus membuat
Tubuh Kania lemas seketika. Tak pernah sedikit pun dia mengira, jika sang suami mengetahui perselingkuhannya. "Bagaimana bisa itu terjadi?" gumamnya sembari duduk lemas di lantai, dan bersandar pada dinding. "Kenapa, Ma? Apa Mama tidak mengira jika Papa Damian akan mengetahuinya?" tanya Carla dengan sinis. Wanita muda itu menyeringai melihat sang mama lemas tidak berdaya, seolah telah kehilangan semangat hidupnya. Kania menatap kesal pada putri tunggalnya. Bagaimana tidak, Carla yang notabenenya adalah putri kandungnya, malah memihak papa tirinya. "Hilangkan pikiran jelek Mama tentangku. Carla tidak memihak siapa pun, Ma. Carla hanya berada di pihak yang benar. Jika memang Mama sudah tidak mencintai Papa Damian, lebih baik katakan baik-baik padanya, dan mintalah untuk berpisah secara baik-baik pula. Carla ingin hubungan baik kita tetap baik dengan keluarga Matteo," tutur Carla yang mencoba menebak isi hati sang mama ketika melihat tatapan kesalnya. "Sok tahu sekali kamu, Carla! K
Luna terkesiap mendengar pertanyaan dari sang ibu yang baru saja terbangun dari tidur panjangnya. Dia tidak menyangka jika ibunya mengetahui tentang buah hatinya bersama dengan Kenzo yang masih dalam kandungannya."I-ibu," ucapnya dengan mata yang berkaca-kaca. Lidahnya kelu, tidak bisa mengeluarkan kata-kata untuk meneruskan apa yang ingin dikatakannya pada sang ibu.Tangan wanita paruh baya itu bergerak perlahan untuk mengusap air mata putrinya. Dia tersenyum tipis, dan menatap dalam pada kedua mata putri kesayangannya. Sang ibu melihat ada kesedihan yang teramat mendalam pada mata indah tersebut. "Maafkan Ibu, Luna," ucapnya dengan susah payah. "Tidak. Tidak, Bu. Ibu tidak salah," sahut Luna dengan cepat, sembari menggelengkan kepalanya. Tanpa sadar air matanya pun kembali menetes di pipinya. Suasana haru itu berlangsung beberapa saat. Ibu dan anak tersebut saling melepaskan kerinduannya. Luna pun menceritakan semua yang terjadi padanya selama sang ibu berada di rumah sakit. Han
Kenzo dapat melihat kekhawatiran sang istri yang mengarah pada kecemburuan. Pria beristri dua itu tersenyum, dan mendekati sang istri, seraya memperlihatkan layar ponselnya. "Dari rumah sakit, Sayang. Sebentar ya, aku akan menjawab panggilan ini dulu. Siapa tahu panggilan ini sangat penting, dan mungkin saja mereka sedang membutuhkanku," ucapnya dengan lembut, sembari tersenyum pada sang istri. Luna menganggukkan kepalanya. Dia mengijinkan suaminya untuk menjawab panggilan tersebut. Hanya saja, wanita yang sedang hamil itu tidak bisa mengalihkan pandangannya dari sang suami. Bahkan dia memasang baik-baik indera pendengarnya untuk bisa mendengarkan percakapan suaminya dengan si penelpon. "Apa?!" ujarnya terperanjat kaget, sembari beranjak dari duduknya. Sontak saja Luna terhenyak, dan berusaha untuk mencari tahu dengan mendekati suaminya. "Lalu, bagaimana keadaannya sekarang? Apa ada yang tidak beres?" tanyanya dengan cemas pada seseorang di seberang sana. Kenzo bernafas lega. Ad