Kenzo berlari mencari istri keduanya yang kemungkinan besar berada di rumah sakit, tepatnya di kamar perawatan ibunya. Pikirannya kacau. Tentu saja dia takut terjadi sesuatu dengan istri keduanya yang akan menjadi ibu pengganti anaknya. Akan tetapi, di dalam kamar tersebut hanya ada wanita tua yang terbaring di atas tempat tidur pasien dengan beberapa alat medis yang menempel di tubuhnya. "Luna, di mana kamu? Apa yang terjadi denganmu?" gumamnya sembari berjalan menyusuri ruangan kamar perawatan yang besar dan mewah tersebut. Namun, di dalam kamar tersebut tidak ada sosok wanita yang dicarinya. Bahkan di setiap sudut dan dalam toilet pun tidak juga ditemukannya. Sang dokter terlihat sangat panik. Dia kembali menghubungi saudara tirinya untuk memastikan di mana istri keduanya berada. "Carla, di mana--" tanya Kenzo begitu panggilan telponnya dijawab.'Luna bersamaku. Kami sedang berada di IGD,' sahut Carla dengan cepat. "IGD? IGD mana? Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Kenzo kemb
Carla terpesona pada sosok dokter pria yang tidak kalah tampan dengan Kenzo. Balutan jas putih membuat sang dokter terlihat lebih gagah. Bahkan senyumannya seolah magnet yang membuatnya tertarik padanya.Sang dokter menahan senyumnya melihat Carla terpana olehnya. Begitu pula dengan perawat wanita yang berada di sampingnya. "Beliau adalah dokter kandungan yang akan memeriksa pasien," ucap perawat yang bermaksud untuk menyadarkannya.Sontak saja Carla tersadar. Dia merasa malu dan salah tingkah.'Kenapa aku bisa bertingkah bodoh begini? Tapi, salah dokternya. Kenapa dia tiba-tiba datang dan bikin kaget?' batinnya membela diri.Pandangannya masih tertuju pada sang dokter tampan yang berhasil mengalihkan perhatiannya. Bahkan pikirannya yang tadinya penuh dengan Kenzo, kini hilang seketika. Ketampanan dan senyuman sang dokter kandungan membuatnya terhipnotis. Tiba-tiba kedua mata Luna perlahan terbuka. Matanya mengerjap-ngerjap, menyesuaikan binar cahaya yang masuk ke dalam retina matan
Luna merasa tidak nyaman dengan kehadiran Carla yang selalu ada di dekatnya. Pernyataan rasa sukanya membuat Luna merasa harus waspada padanya. "Tenang saja, aku masih normal. Aku masih tertarik dan suka pada pria," tutur Carla sembari mengemudikan mobilnya."Lalu, kenapa tadi kamu mengatakan jika menyukaiku?" tanya Luna menyelidik.Carla terkekeh mendengar pertanyaan darinya. Sehingga membuat Luna menatap heran padanya."Karena aku memang menyukaimu, Luna," jawab Carla dengan entengnya.Seketika Luna menatap waspada padanya. Perlahan dia bergeser hingga menepi, agar jarak duduk mereka lebih jauh lagi. "Kenapa kamu menjauh? Apa kamu takut padaku?" tanya Carla di sela kekehannya. Luna menghadap ke arahnya. Dia menatap intens saudara tiri suaminya, seolah sedang mencari tahu sesuatu dari wajah tersebut. "Aku heran. Tadi kamu mengatakan masih menyukai pria, tapi baru saja kamu mengatakan menyukaiku. Apa kamu mempunyai kepribadian ganda?" Tawa Carla pecah. Air matanya kembali menetes
Hati Kenzo merasa berbunga-bunga mendengar berita kehamilan istri keduanya. Akan tetapi, gosip yang beredar di rumah sakit membuatnya terganggu. Tatapan para staf medis di ruang IGD membuatnya sadar akan posisinya saat ini. 'Sebaiknya aku pergi dari sini,' batinnya sembari berjalan cepat keluar dari dalam ruang IGD. Selain posisi Kenzo sebagai dokter berbakat andalan dari Metro Healthy Hospital, dia adalah seorang calon penerus dari keluarga Matteo yang akan diangkat menjadi penguasa semua aset kekayaan dan bisnis keluarga Matteo. Karena itulah dia harus menjaga nama baiknya, nama baik rumah sakit, dan juga nama baik keluarga Matteo. Kehamilan Luna seolah menjadi bumerang yang siap menghancurkannya kapan saja. "Sebenarnya apa rencana Kakek dengan semua ini? Seharusnya tidak akan ada kejadian seperti ini jika semuanya dirahasiakan, seperti rencanaku waktu itu. Tapi, lihatlah sekarang. Apa yang harus aku lakukan?" gumamnya seraya menjambak rambutnya. Seketika dia teringat ak
"Kenapa?" tanya Serena dengan menatap kesal padanya.Kenzo gugup. Dia salah tingkah ditatap sang istri yang sedang kesal padanya. Dia tahu betul jika akan ada hal buruk nantinya apabila istri pertamanya benar-benar marah padanya, terutama pada Luna. "Ada apa, Ken?!" tanyanya kembali dengan tidak sabar."Apa karena ada hal yang tidak bisa kamu katakan padaku?" tanyanya dengan tatapan curiga."Tidak. Bukan begitu," jawab Kenzo disertai helaan nafasnya."Lalu kenapa? Jangan-jangan kamu mencintainya? Tidak mungkin, bukan?" tanyanya sembari terkekeh."Luna hamil. Aku harus memberikan semua ini padanya," jawab Kenzo seraya pergi meninggalkan istri pertamanya yang masih tertegun mendengar jawaban darinya.Serena terdiam. Hatinya tidak bisa menerima kenyataan bahwa Luna lebih bisa diandalkan daripada dirinya. Pikirannya berkecamuk membayangkan sang suami lebih menyayangi istri keduanya yang bisa memberikan keturunan untuknya."Tidak. Kenapa bisa? Kenapa harus dia? Kenapa bukan aku?" tanyanya
Serena gelisah sepeninggalan Clara yang menyatakan perang padanya. Dia berjalan mondar-mandir menunggu suaminya yang masih berada di dalam kamar istri keduanya. "Kira-kira apa yang akan dilakukan Carla untuk mengalahkan Kenzo?" gumamnya seraya berpikir. Tanpa terasa dia telah menunggu suaminya selama hampir satu jam di ruang tamu. Sayangnya tidak ada tanda-tanda bahwa sang suami keluar dari kamar istri keduanya. Akhirnya dia sadar jika waktu telah berlalu dengan cepat. Sedangkan selama itu dia tidak mendapatkan apa pun dari hasil berpikirnya. "Mengapa dia lama sekali?" gumamnya sembari melihat jam tangan mewah dari brand ternama yang melingkar di tangan kirinya. Selang beberapa detik kemudian dia berjalan menuju area pelayan, dan masuk ke dalam area kamar pelayan wanita. Area itu sangat sepi dan sunyi. Tidak ada satu pun pelayan yang berada di luar kamar atau hanya sekedar mengobrol di lorong tersebut. Di sinilah kini dia berada. Sang nyonya rumah tersebut berdiri tepat
Sejak mendengar tentang Carla dari istri pertamanya, Kenzo melarang saudara tirinya datang ke rumahnya."Kenzo! Kenapa semua orang di rumahmu mengusirku?! Pasti kamu yang memerintahkan pada mereka, bukan?!" protes Carla yang tiba-tiba masuk ke dalam ruangan saudara tirinya di rumah sakit tanpa permisi."Bukankah sangat tidak sopan, jika masuk ruangan orang tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu?" tanya sang dokter tanpa melihat ke arah saudara tirinya yang berdiri di depan meja kerjanya.Brak!Kenzo berjingkat kaget. Dia menatap bengis pada wanita yang telah memukul meja kerjanya dengan sangat keras."Apa maumu?!" tanyanya kembali dengan kilatan amarah yang terlihat jelas di matanya."Kenapa kamu melarangku bertemu dengan Luna?!" tanya Clara melampiaskan kekesalannya.Kenzo beranjak dari duduknya, dan kedua tangannya bertumpu pada meja. Tubuhnya sedikit condong ke depan, sehingga wajahnya hampir tidak berjarak. Dia menatap lekat kedua mata wanita yang sejak dulu dibencinya. Deg!Jantun
Hormon kehamilan membuat Luna sangat sensitif. Dia sangat gampang sekali bersedih tiap kali mendengar perkataan yang menyenggol dirinya. Bahkan air matanya bisa luruh begitu saja tiap harinya merasa sedih."Hentikan ucapanmu, Serena!" bentak Kenzo dengan menatap marah pada istri pertamanya.Sontak saja Serena merasa malu. Harga dirinya terinjak-injak karena sang suami terkesan membela istri keduanya."Kamu membentakku, Ken?!" tanya Serena dengan meninggikan suaranya. ASeketika Kenzo tersadar. Dia telah , membuat istri pertamanya marah. Tanpa sadar dia telah membangunkan singa yang sedang tertidur dalam diri Serena Hogan."Tidak. Bukan maksudku seperti itu. Mengertilah, Sayang. Luna sedang hamil. Dia sedang lemah dan mengalami gejala-gejala yang biasa dialami ketika hamil muda. Jika bukan aku yang merawatnya, lalu siapa lagi yang mau merawatnya? Apa kamu mau merawatnya?" tanya balik Kenzo pada istri pertamanya.'Shit! Dia memanfaatkan keadaan!' umpat Serena dalam hati."Kenapa harus
Luna menganggukkan kepala, ketika kedua matanya bertatapan dengan mata suaminya. Sepasang suami istri tersebut saling mengutarakan perasaan cinta yang mendalam dan kerinduan masing-masing melalui tatapan mata mereka. Bibir Kenzo pun melengkung ke atas, mengulas senyuman manisnya pada sang istri. "Terima kasih," ucapnya tanpa bersuara.Kemudian, pria beristri dua itu mengubah ekspresi wajahnya yang penuh cinta, seketika menjadi serius dan menghadap ke semua orang."Luna akan pergi menemui Dokter Ludwig bersama dengan Carla dan Nenek. Aku sendiri yang akan mengantar jemput mereka. Ini sudah menjadi keputusanku. Tidak ada yang bisa merubahnya," tuturnya dengan tegas, sembari menatap semua pasang mata di hadapannya secara bergantian.Serena menatap kesal pada suaminya. Pasalnya, keputusan sang suami sangat berbeda jauh dari harapannya. Bahkan semua yang dilakukan oleh suaminya sangatlah jauh dari keinginannya. Carla mendekati Luna yang berdiri tidak jauh darinya. Dia pun segera mencari
"Aku bertaruh untuk Nyonya Serena. Kalian mau bertaruh untuk siapa?" tanya lirih seorang pelayan wanita, sembari menengadahkan tangannya di hadapan kerumunan para pelayan yang sedang bersembunyi di balik tembok ruang makan untuk menguping. "Kamu mengajak kita taruhan?" tanya pelayan kepercayaan Serena dengan setengah berbisik. Pelayan wanita tersebut menganggukkan kepalanya. Kemudian, dia menunjuk tangannya yang masih dalam posisi menengadah dengan menggunakan dagunya. Tanpa berpikir panjang, pelayan yang merupakan kepercayaan sang nyonya merogoh sakunya dan meletakkan dua lembar uang kertas pada telapak tangan tersebut, sembari menyebutkan pilihannya. "Tentu saja aku bertaruh untuk Nyonya Serena," ucapnya dengan penuh keyakinan. Satu per satu dari mereka pun memilih Serena untuk dijagokan. Sang nyonya memang tidak pernah membiarkan dirinya kalah dari siapa pun. Terlebih lagi dari Luna, istri kedua suaminya yang kini tinggal bersama mereka. "Ada apa ini?!" Tiba-tiba saja terde
"Berhenti!" seru Luna sembari berdiri dari duduknya. Sontak saja semua pasang mata yang ada di ruang makan tersebut mengarah padanya. "Kamu tidak berhak mengatakan itu pada Carla. Dia hanya menyampaikan pesan dari Dokter Ludwig padaku," ujarnya dengan ekspresi datar. Seketika Kenzo sadar bahwa emosinya telah tersulut oleh api kecemburuannya pada Dokter Ludwig. Dengan gerakan cepat, dia meraih kedua tangan istri keduanya, berharap sang istri tidak marah padanya. "Sayang, maaf. Maafkan aku," ucapnya dengan tatapan mengiba pada istrinya yang sedang hamil.Luna menghempaskan tangan suaminya. Wajah dinginnya membuat sang suami mengetahui betapa marah dan kecewanya saat ini. "Aku akan pergi menemui Dokter Ludwig bersama dengan Carla," tuturnya tanpa meminta ijin pada sang suami, seperti sedia kala. Kenzo kembali meraih tangan sang istri, berusaha untuk bisa meyakinkannya. "Aku tidak akan melarang mu, tapi aku akan ikut denganmu," pintanya dengan penuh harap. Carla memang sakit hati
Makan malam kali ini berbeda dengan malam sebelum-sebelumnya. Serena berada dalam satu meja makan dengan madunya. Suasana di ruangan tersebut begitu damai. Bahkan sang nyonya bersikap ramah dan selalu tersenyum pada istri kedua suaminya.Hidangan makanan dan minuman yang tersaji di meja pun sangat beraneka ragam. Semuanya merupakan menu andalan dari keluarga tersebut. Bisa dikatakan jika semua menu makanan kali ini merupakan kesukaan Kenzo. "Apa mataku tidak salah melihat?" celetuk Carla sambil menatap takjub pada semua makanan yang ada di meja makan. "Sebaiknya sekarang juga kamu ke rumah sakit untuk memeriksakan matamu. Jangan mengganggu makan malam kami," ujar Serena dengan ketus.Sayangnya Carla tidak terpengaruh dengan ucapan Serena. Dia bersikap layaknya seorang bocah yang ketika dilarang melakukan sesuatu, maka larangan tersebut malah dikerjakannya."Terima kasih," ucap Carla sambil tersenyum setelah duduk di kursi yang berhadapan dengan sang nyonya.Sontak saja Serena menat
Seketika Serena menoleh ke arah sumber suara. Dia menatap tidak suka pada si pemilik suara yang sedang berdiri di belakangnya. "Ada perlu apa kamu datang ke sini?" tanyanya dengan sewot pada sosok wanita yang baru saja menyapanya. "Kenapa kamu peduli dengan kehadiranku di rumah ini?" tanya balik sang wanita pada sang nyonya rumah tersebut. Serena membalikkan badannya. Dia menatap wanita tersebut seolah sedang menantangnya. "Aku adalah nyonya di rumah ini. Semua yang terjadi di rumah ini harus atas sepengetahuanku," ujarnya sembari menyeringai dan menaikkan dagunya.Sang tamu wanita tersenyum, seolah sedang meremehkannya. Dia menatap nyonya rumah tersebut dengan penuh percaya diri. "Begitu pula dengan tamu. Aku berhak menerima atau mengusir tamu yang tidak aku inginkan," tutur sang nyonya sembari memberikan tatapan layaknya penjahat yang sedang mengancam korbannya. Sang tamu wanita tidak gentar sedikit pun. Kakinya melangkah maju, sehingga berada tepat di hadapan wanita angkuh te
Wajah kesal Kenzo bertahan seharian. Pasalnya, dia tidak terima jika Dokter Ludwig mempunyai nomor Luna, istri keduanya yang kini telah mengandung anaknya. Pikirannya tidak tenang berpisah dengan sang istri, meskipun hanya beberapa jam saja. Sang dokter tidak fokus dengan pekerjaannya. Bahkan makanan yang ada di hadapannya pun hanya dilihat dan diaduk-aduk saja, seolah enggan untuk memakannya. Damian yang sedang makan di depan sang putra pun menyadari kerisauan hati putranya. Seketika dia teringat akan perkataan papanya. Pria paruh baya itu tersenyum tipis menyadari persamaan di antara mereka berdua."Apa rencanamu selanjutnya, Ken?" tanya Damian ketika sedang makan siang bersama sang putra.Kenzo mengalihkan pandangannya pada sang papa yang sedang menunggu jawaban darinya. Dia menatap malas pada pria paruh baya tersebut, seolah tidak ada tenaga untuk berbicara. "Apa malammu tidak menyenangkan?" tanya sang papa kembali. Kenzo menghela nafas mengingat malam yang sangat menguras hati
Saat itu juga Kenzo dan Serena menoleh ke sumber suara. Serena tersenyum puas melihat sosok wanita yang sedang berdiri dan terlihat syok dengan mata yang berkaca-kaca. Berbeda dengan Kenzo, sontak saja matanya terbelalak, terkejut dengan kehadiran wanita tersebut."Luna?!" celetuk Kenzo tanpa sadar, seraya menatapnya tidak percaya. Seketika Luna merasa tubuhnya lemah, tidak bertenaga, sehingga dia tidak bisa menggerakkan kakinya untuk pergi dari tempat itu. Bahkan untuk memaki suaminya saja tidak sanggup. Matanya berkaca-kaca menahan sekuat tenaga air matanya yang terkumpul di pelupuk mata. Bibirnya bergetar, menahan suara tangisnya yang ingin keluar dengan sendirinya. Hati Kenzo benar-benar merasa sakit saat melihat wajah sedih belahan jiwanya. Tanpa sadar kakinya pun melangkah dengan sendirinya. Seketika kaki Luna reflek bergerak dengan sendirinya. Kekuatannya terkumpul karena rasa kecewanya yang begitu dalam pada sang suami."Sayang! Tunggu aku!" seru Kenzo sambil berjalan cepat
Pagi harinya Kenzo kembali dipusingkan dengan keinginan dari kedua istrinya. Setelah pengakuan cinta Kenzo di hadapan istri pertamanya dan sang kakek, Luna seperti mendapatkan kekuatan untuk melawan kelicikan Serena. Akibatnya, kini sang suami yang kerepotan memenuhi keinginan mereka berdua. "Kenapa aku yang harus mengalah dengan wanita udik itu?! Dia yang hadir dalam rumah tangga kita. Dia yang merebut perhatianmu dariku! Seharusnya kamu lebih mengutamakan aku, dibandingkan dengan dia, Ken!" protes Serena meluapkan kekesalannya pada sang suami."Tapi dia sedang hamil anakku, Sayang," ucap Kenzo dengan tatapan mengiba pada istri pertamanya. Saat ini Kenzo hanya ingin ketenangan dalam rumah tangganya. Dia tidak ingin terjadi perdebatan lagi di dalam rumahnya. Karena itulah pria beristri dua tersebut mencoba mengambil hati istri pertamanya, agar tidak lagi membuat masalah dan mau menerima nasehatnya. "Ingat status dia, Ken! Dia hanyalah wanita yang kita sewa untuk menjadi ibu penggan
"Tadi aku sempat jalan-jalan di luar sebelum kalian ada di sini," sahut Kania sambil tersenyum palsu. Ron Matteo mengernyitkan dahinya. Dia menatap tidak percaya pada cucu menantu pertamanya.'Ternyata dia bisa berbohong juga,' batinnya sembari menahan seringainya. Kania terlihat gugup dan salah tingkah. Dia menyadari pandangan kakek mertuanya yang berbeda dari biasanya. 'Apa Kakek mengetahui kebohonganku?' tanyanya dalam hati. Damian menatap istrinya seolah sedang mencari sesuatu darinya. Entah apa yang akan akan ditemukan oleh pria paruh baya itu nantinya, kejujuran atau mungkin kebohongan. Tentu saja dia berharap pikiran buruk tentang istrinya salah.Kania merasakan tatapan suaminya yang membuat dirinya tidak nyaman. 'Sepertinya dia tidak mempercayaiku. Apa dia tadi melihatku di hotel?' batinnya sambil memikirkan cara untuk bisa meyakinkan suaminya. "Sayang, apa kita bisa pulang sekarang? Kepalaku masih sedikit berat. Mungkin aku harus beristirahat lebih lama lagi," pinta