"Berhenti!" seru Luna sembari berdiri dari duduknya. Sontak saja semua pasang mata yang ada di ruang makan tersebut mengarah padanya. "Kamu tidak berhak mengatakan itu pada Carla. Dia hanya menyampaikan pesan dari Dokter Ludwig padaku," ujarnya dengan ekspresi datar. Seketika Kenzo sadar bahwa emosinya telah tersulut oleh api kecemburuannya pada Dokter Ludwig. Dengan gerakan cepat, dia meraih kedua tangan istri keduanya, berharap sang istri tidak marah padanya. "Sayang, maaf. Maafkan aku," ucapnya dengan tatapan mengiba pada istrinya yang sedang hamil.Luna menghempaskan tangan suaminya. Wajah dinginnya membuat sang suami mengetahui betapa marah dan kecewanya saat ini. "Aku akan pergi menemui Dokter Ludwig bersama dengan Carla," tuturnya tanpa meminta ijin pada sang suami, seperti sedia kala. Kenzo kembali meraih tangan sang istri, berusaha untuk bisa meyakinkannya. "Aku tidak akan melarang mu, tapi aku akan ikut denganmu," pintanya dengan penuh harap. Carla memang sakit hati
"Aku bertaruh untuk Nyonya Serena. Kalian mau bertaruh untuk siapa?" tanya lirih seorang pelayan wanita, sembari menengadahkan tangannya di hadapan kerumunan para pelayan yang sedang bersembunyi di balik tembok ruang makan untuk menguping. "Kamu mengajak kita taruhan?" tanya pelayan kepercayaan Serena dengan setengah berbisik. Pelayan wanita tersebut menganggukkan kepalanya. Kemudian, dia menunjuk tangannya yang masih dalam posisi menengadah dengan menggunakan dagunya. Tanpa berpikir panjang, pelayan yang merupakan kepercayaan sang nyonya merogoh sakunya dan meletakkan dua lembar uang kertas pada telapak tangan tersebut, sembari menyebutkan pilihannya. "Tentu saja aku bertaruh untuk Nyonya Serena," ucapnya dengan penuh keyakinan. Satu per satu dari mereka pun memilih Serena untuk dijagokan. Sang nyonya memang tidak pernah membiarkan dirinya kalah dari siapa pun. Terlebih lagi dari Luna, istri kedua suaminya yang kini tinggal bersama mereka. "Ada apa ini?!" Tiba-tiba saja terde
Luna menganggukkan kepala, ketika kedua matanya bertatapan dengan mata suaminya. Sepasang suami istri tersebut saling mengutarakan perasaan cinta yang mendalam dan kerinduan masing-masing melalui tatapan mata mereka. Bibir Kenzo pun melengkung ke atas, mengulas senyuman manisnya pada sang istri. "Terima kasih," ucapnya tanpa bersuara.Kemudian, pria beristri dua itu mengubah ekspresi wajahnya yang penuh cinta, seketika menjadi serius dan menghadap ke semua orang."Luna akan pergi menemui Dokter Ludwig bersama dengan Carla dan Nenek. Aku sendiri yang akan mengantar jemput mereka. Ini sudah menjadi keputusanku. Tidak ada yang bisa merubahnya," tuturnya dengan tegas, sembari menatap semua pasang mata di hadapannya secara bergantian.Serena menatap kesal pada suaminya. Pasalnya, keputusan sang suami sangat berbeda jauh dari harapannya. Bahkan semua yang dilakukan oleh suaminya sangatlah jauh dari keinginannya. Carla mendekati Luna yang berdiri tidak jauh darinya. Dia pun segera mencari
Di taman belakang yang sangat tenang, berdirilah beberapa pelayan wanita dengan berjejer rapi di tepi kolam renang. Semua kepala menunduk, tidak berani melihat sosok orang yang berdiri di hadapan mereka. "Siapa yang hendak menjelaskan semuanya?" tanya orang tersebut dengan tegas dan menatap satu per satu dari semua pelayan yang berdiri di hadapannya. Seketika semuanya menegang. Jantung mereka berdetak cepat, seolah sedang berpacu, saling berlomba antar satu sama lainnya. Suara gemericik air yang berasal dari kolam ikan di sudut taman tersebut, menjadi alunan penenang ketegangan hati mereka. "Kami ...," ucap ragu salah satu pelayan dengan gugup, sehingga tidak dapat menyelesaikan perkataannya. "Jawab!' bentak orang yang berdiri di hadapan para pelayan dengan memperlihatkan ekspresi kemarahannya. Sontak saja mereka semua bergandengan tangan dengan sangat erat, seolah tidak mau terpisahkan dan siap untuk dihukum bersama-sama. "Apa perlu saya pecat kalian semua agar mau be
Serena tersenyum puas berada di antara sang suami dan madunya. Statusnya sebagai istri pertama dari Kenzo Matteo, memberikan keuntungan tersendiri baginya. Tanpa bertanya pada suaminya, wanita angkuh tersebut duduk di kursi depan yang berada di samping sopir. Kenzo hanya bisa menghela nafas, tanpa bisa melarangnya. Bukan karena dia tunduk dan takut pada sang istri, lebih tepatnya karena dia enggan memperburuk situasi saat ini. Sekilas pria beristri dua tersebut melirik ke arah kaca spion yang berada di tengah untuk melihat wanita kesayangannya. Luna pun menyadari hal itu. Dari tempat duduknya yang berada di belakang suaminya, dia hanya bisa tersenyum tipis melihat ke arah kaca spion tersebut. Entah mengapa hatinya merasa gusar saat ini. Keberaniannya yang tiba-tiba datang pada saat menghadapi istri pertama suaminya, kini seketika terkubur oleh kegundahan hatinya. Carla yang duduk di sampingnya dapat dengan mudah merasakannya. Tanpa berpikir panjang, dia pun memegang tangan Luna dan
"Apa sebenarnya tujuan kalian berada di rumah ini?" tanya seorang wanita tua dengan tegas pada beberapa pelayan wanita yang sedang berdiri rapi di hadapannya. Sorot mata sang nenek menyiratkan kemarahannya yang begitu besar pada mereka semua. Kepala mereka menunduk, tidak berani menatap kedua mata wanita yang dianggap sebagai ibu dari semua pelayan di rumah mewah itu. "Jawab!" bentaknya sembari menatap satu per satu dari semuanya. Mereka terhenyak dan semakin tidak berani memandang ke arah sang kepala pelayan yang sedang berdiri di hadapan mereka. "Bekerja, Nek," ucap lirih salah satu dari mereka. Dahi wanita tua itu mengernyit. Bibirnya pun menyeringai mendengar jawaban yang menurutnya sangat konyol. Pasalnya, setiap kali dia mengetahui para pelayan itu menghabiskan lebih banyak waktu untuk bergosip, menyindir dan me-bully orang yang mereka benci. "Bekerja? Apa bergosip dan taruhan atas nasib majikan kalian juga merupakan pekerjaan kalian di rumah ini?!" tanya sang nene
Damian tidak menjawab panggilan telpon dari menantu pertamanya. Melihat nama sang menantu saja, dia tidak berminat untuk berbicara dengannya, apalagi menanggapi panggilan telponnya. Sekali hingga dua kali panggilan telpon tersebut diabaikan olehnya. Namun, untuk ketiga kalinya ponsel Damian kembali berdering. Panggilan telpon tersebut berasal dari orang yang sama, Serena. "Apa yang diinginkan wanita licik ini?" ucap pria tersebut kesal, sembari memasukkan kembali ponsel miliknya ke dalam saku celananya. Bukan Serena namanya, jika dia menyerah begitu saja. Saat ini pun istri pertama dari Kenzo kembali menghubungi sang mertua tanpa henti, sehingga membuat emosi Damian terpancing dan semakin merasa terganggu. Pria paruh baya tersebut kembali merogoh saku celananya untuk mengambil ponsel miliknya. Sontak saja dia mencebik kesal melihat nama sang menantu yang tertera pada layar ponselnya sebagai penelpon. "Kenapa dia gigih sekali?" gumamnya kesal sembari mematikan ponsel tersebut.
"Apa kamu sedang merisaukan sesuatu, Sayang?" bisik Serena di telinga suaminya. Kenzo terhenyak dari lamunannya. Sekilas dia melirik menggunakan ekor matanya ke arah orang yang berbisik di telinganya. Seketika dia menghela nafasnya, setelah mengetahui sosok tersebut adalah istri pertamanya. Tadinya dia sudah menyadari jika Serena lah pemilik suara tersebut. Hanya saja pria beristri dua itu ingin memastikannya. "Ada apa, Serena? Apa ada yang kamu inginkan?" tanya sang suami dengan malas, tanpa menoleh ke arahnya. Serena menyeringai. Dia tahu sikap suaminya saat ini yang terlihat seolah sedang tidak mengharapkannya. Tanpa meminta ijin dari suaminya, Serena mencoba untuk menebar pesonanya, seperti kebiasaannya pada tiap pria yang ada di sekitarnya. Sontak saja Kenzo membelalakkan matanya, ketika merasakan sesuatu yang mengenai bagian intinya. Serena tersenyum melihat reaksi sang suami yang terkejut mendapati dirinya sedang duduk di atas pangkuannya. Kedua tangannya melingkar pada le
Suara tangisan kencang dari ruang persalinan membuat Ron Matteo dan Damian Matteo tersenyum."Dengarlah, Damian. Suara bayi itu adalah--""Dengarlah suara tangisan ini, Pah," sahut Damian ketika mendengar suara tangisan bayi yang bersahut-sahutan.Mereka berdua tertawa bahagia menyambut kelahiran sang calon penguasa yang baru dalam keluarga Matteo. Mata kedua pria itu terbelalak mendengar suara tangisan bayi yang baru saja dilahirkan oleh istri kedua dari sang penguasa. "Lihatlah Damian. Ada berapa bayi dalam perut menantumu itu," ujar Ron Matteo sambil terkekeh. "Luna benar-benar hebat, Pa. Dia memberi kejutan pada kita semua," ucap Damian sembari terkekeh. "Benar. Bukankah dokter mengatakan jika hanya ada dua bayi dalam kandungannya?" tanya pria tua itu tanpa melepaskan pandangannya dari monitor yang memperlihatkan kegiatan dalam ruang persalinan. Hanya orang khusus saja yang bisa berada dalam ruangan tersebut. Dan merekalah pemilik rumah sakit itu. Sehingga mereka mempunyai a
Serena memang dalam keadaan kritis saat dilarikan ke rumah sakit. Selain dia tidak sadarkan diri, dia juga mengalami pendarahan parah yang terjadi di kepala, di dalam perut serta dadanya, dan darahnya pun juga keluar dari anggota tubuhnya yang terkena pukulan atau benturan keras. Setelah operasi selesai, Serena dipindahkan ke ruang ICU. Di dalam ruangan itu dia mendapatkan perawatan ekstra, tanpa ada perbedaan dengan pasien lain karena status tahanannya. "Seharusnya pasien sudah sadar setelah beberapa saat operasi selesai dilakukan, tapi sepertinya kita harus menunggu lebih lama lagi. Kami juga sudah berusaha membangunkannya, tapi pasien tetap tidak mau bereaksi. Bahkan dalam operasinya tidak ada kesalahan yang terjadi. Semua berjalan dengan baik. Mungkin takdir Tuhan yang membuat semua ini terjadi. Kita tunggu saja perkembangan pasien selanjutnya," tutur sang dokter pada seorang sipir yang bertugas menjaga Serena.Setelah kepergian dokter dari ruangan tersebut, sang sipir melaporka
"Brengsek!" umpat mantan mertua dari Kenzo Matteo. Hampir semua barang yang ada di sekitarnya telah menjadi pelampiasan kemarahannya. Dia merasa malu di hadapan semua orang yang menghadiri konferensi pers nya. Terlebih lagi orang-orang tersebut sangat berpengaruh dalam bidangnya. Dalam sekejap saja, berita tentang putrinya yang tidak bisa memberikan keturunan bagi keluarga Matteo telah menyebar ke seluruh pelosok negeri. Hingga putri yang telah dicoret dari keluarganya pun mendengar berita tersebut. Prang!"Kalian semua brengsek!" seru Serena dalam ruangan yang dikelilingi jeruji besi, sembari melempar piring makanannya ke arah tembok.Beberapa tahanan wanita yang berada dalam ruang tahanan tersebut menatap tajam padanya. Tanpa menunggu lama, seorang tahanan wanita berbadan besar meraih rambut panjang Serena yang diikat tidak beraturan. "Kamu tidak lihat kami semua sedang makan?!" tanyanya dengan menatap marah pada wanita si pemilik rambut yang dijambaknya. Serena menatap kesal p
"Dengan ini saya, Ron Matteo mengumumkan bahwa cucu saya, Kenzo Matteo akan menggantikan posisi saya di semua perusahaan yang bernaung di bawah keluarga Matteo."Sorak sorai tepukan tangan memenuhi ruangan tersebut. Acara berkonsep mewah dan sangat berkelas dengan iringan musik klasik menambah keindahan pesta malam itu. Kenzo Matteo kini telah diangkat menjadi sang penguasa untuk menggantikan kakeknya. Tentu saja hal itu didengar oleh Serena yang masih berada dalam jeratan jeruji besi. Wanita licik itu marah. Dia bersumpah akan merebut kembali hak miliknya."Luna. Bolehkah Nenek berbicara?" tanya sang kepala pelayan yang sudah sangat dekat dengan istri kedua Kenzo. Luna menganggukkan kepalanya, menyetujui keinginan dari wanita tua tersebut yang seolah menggantikan peran ibunya. "Apakah hatimu lega dengan mendiamkan suamimu?" tanyanya dengan lembut. Luna diam. Dia memikirkan pertanyaan dari sang nenek. Setelah itu, dia menggelengkan kepalanya. "Apakah hatimu baik-baik saja, dan bis
"Apa anda kira jika sudah menghapus rekaman CCTV di beberapa tempat bisa memusnahkannya? Termasuk rekaman CCTV di dalam kamar perawatan."Seketika Serena membelalakkan matanya. Penuturan dari pengacara keluarga Matteo membuat jantungnya berdegup sangat kencang, takut apabila dimasukkan ke dalam sel tahanan yang akan merusak nama baik dan kehormatannya serta keluarganya. Kedua tangan wanita yang merupakan istri pertama dari Kenzo mencengkeram roknya. Ketakutannya itu bisa dibaca oleh pria yang duduk di sampingnya. "Apa anda yakin jika orang yang berada di dalam kamar tersebut adalah Nyonya Serena? Bukankah tidak ada bukti jelas atau pun saksi yang menyatakan hal itu? Lagi pula, kita tidak bisa begitu saja menyatakan bahwa itu adalah klien kami, karena kita juga tidak tahu orang itu pria atau wanita. Benar bukan?" ujar sang pengacara Serena dengan tenang. "Saya yakin kita semua bisa melihat jika orang yang berpakaian serba hitam pada rekaman CCTV itu adalah seorang wanita. Lihat saja
"Kamu sangat cerdik, Serena," ujar Ron Matteo setelah menyudahi tepukan tangannya. Pria tua itu beranjak dari duduknya, dan berjalan menghampiri cucu menantu pertamanya. Hal itu membuat Serena tersenyum penuh kemenangan. "Kamu benar-benar licik. Tidak salah jika kami membiarkanmu masuk ke dalam keluarga Matteo. Semakin lama, kami semakin tahu kebusukan mu," tuturnya sembari menyeringai. "Apa maksudnya, Kek?" tanya Serena layaknya orang bodoh. Sang kakek hanya tersenyum miring menanggapi pertanyaan dari istri pertama cucunya. Wanita licik itu ditatapnya seolah sedang memperingatkannya. "Kita lihat saja sejauh mana kebenaran akan terungkap."Jantung Serena berdebar dengan kencang. Dia khawatir akan nasibnya saat ini. Nama baiknya dan keluarganya telah dipertaruhkan demi meraih kejayaan nama keluarga Hogan melalui keluarga Matteo. 'Sial! Apa yang harus aku lakukan sekarang?' tanyanya dalam hati. "Apa yang sebenarnya dia lakukan pada ibuku?" Tiba-tiba semua pasang mata beralih men
"Apa yang sebenarnya kamu lakukan semalam di kamar perawatan, Serena?" tanya Kenzo dengan tegas. Serena terhenyak. Dia salah tingkah melihat tatapan mata sang suami yang mencurigainya. 'Gawat. Sepertinya dia mencurigai ku. Tapi, aku tidak melakukannya. Kenapa aku harus takut?' batinnya dengan cemas. "Apa maksudmu, Sayang?" tanyanya dengan gugup. "Apa kamu kira aku bodoh?" tanya Kenzo kembali, sembari menyeringai padanya. Luna duduk bersama dengan nenek kepala pelayan di dalam ruangan tersebut. Dia memperhatikan sepasang suami istri itu yang seolah sedang memainkan peran masing-masing. "Sebaiknya kamu mengaku sekarang daripada aku membeberkan semuanya," ancam Kenzo dengan tegas pada istri pertamanya. "Mengaku?! Mengaku apa?! Aku tidak melakukan apa pun, tapi kamu memaksaku untuk mengaku. Maksud kamu apa, Ken?!' ujar Serena dengan emosinya yang meluap. Luna mendekatkan bibirnya pada telinga sang nenek. Dia pun berbisik padanya. 'Apa mereka.sedang membicarakan tentang kemat
Senyuman Serena merekah tiada henti. Suasana duka yang menyelimuti rumah tersebut, tidak bisa membuat hatinya merasakan iba. Hanya dia seorang diri yang terlihat sangat bahagia. Pemakaman itu hanya dihadiri oleh beberapa saudara yang berasal dari keluarga besar Matteo. Bahkan tidak ada tetangga sekitar yang mengucapkan bela sungkawa atau pun mengantar kepergian ibu mertua dari Kenzo Matteo, orang terkaya dan paling berkuasa di daerah tersebut. Luna bagaikan boneka yang hanya diam, dan meneteskan air mata. Tidak ada suara yang keluar dari bibirnya. Berkali-kali Kenzo mencoba untuk mendekatinya, tapi dengan segera Luna menolaknya. Bahkan dia enggan disentuh oleh suaminya. "Biarkan Luna bersama dengan saya, Tuan," ucap sang nenek yang sedari tadi menemani istri muda dari tuannya. Kenzo merasa sedih dan khawatir akan istri kesayangannya. Akan tetapi, dia tidak bisa menghiburnya seperti sedia kala. 'Aku harus segera mencari tahu kebenarannya. Jika tidak, mungkin aku bisa kehilangan wa
Luna memukul-mukul dada bidang suaminya. Ungkapan kekecewaan yang disertai isakan tangisnya menambah pedihnya hati seorang Kenzo Matteo. "Kenapa kamu jahat padaku," ucapnya lirih diiringi isakan tangisnya. Pukulan tangannya pun melemah. Semua tenaganya telah habis digunakannya untuk melampiaskan kesedihannya pada sang suami. Kenzo tidak menghindar dari pukulan, dan omelan kekecewaan sang istri padanya. Dia sadar jika ikut andil dalam peristiwa naas malam ini. Terlebih lagi dia juga sangat mengerti bagaimana perasaan seorang anak yang kehilangan ibu kandungnya. "Maaf, Sayang. Maafkan aku. Semua ini memang salahku. Aku tidak mengelaknya. Hanya saja aku merasa ada yang janggal dnegan semua ini," ucapnya lirih sembari memegang kedua tangan sang istri. Luna menatap serius pada suaminya. Dari sorot matanya, dapat disimpulkan ada rasa ingin tahu yang begitu besar dalam hatinya. "Apa? Kenapa janggal?" tanyanya penasaran. Kenzo menatap dalam kedua mata indah sang istri. Sayangnya mata it