Wajah kesal Kenzo bertahan seharian. Pasalnya, dia tidak terima jika Dokter Ludwig mempunyai nomor Luna, istri keduanya yang kini telah mengandung anaknya. Pikirannya tidak tenang berpisah dengan sang istri, meskipun hanya beberapa jam saja. Sang dokter tidak fokus dengan pekerjaannya. Bahkan makanan yang ada di hadapannya pun hanya dilihat dan diaduk-aduk saja, seolah enggan untuk memakannya. Damian yang sedang makan di depan sang putra pun menyadari kerisauan hati putranya. Seketika dia teringat akan perkataan papanya. Pria paruh baya itu tersenyum tipis menyadari persamaan di antara mereka berdua."Apa rencanamu selanjutnya, Ken?" tanya Damian ketika sedang makan siang bersama sang putra.Kenzo mengalihkan pandangannya pada sang papa yang sedang menunggu jawaban darinya. Dia menatap malas pada pria paruh baya tersebut, seolah tidak ada tenaga untuk berbicara. "Apa malammu tidak menyenangkan?" tanya sang papa kembali. Kenzo menghela nafas mengingat malam yang sangat menguras hati
Seketika Serena menoleh ke arah sumber suara. Dia menatap tidak suka pada si pemilik suara yang sedang berdiri di belakangnya. "Ada perlu apa kamu datang ke sini?" tanyanya dengan sewot pada sosok wanita yang baru saja menyapanya. "Kenapa kamu peduli dengan kehadiranku di rumah ini?" tanya balik sang wanita pada sang nyonya rumah tersebut. Serena membalikkan badannya. Dia menatap wanita tersebut seolah sedang menantangnya. "Aku adalah nyonya di rumah ini. Semua yang terjadi di rumah ini harus atas sepengetahuanku," ujarnya sembari menyeringai dan menaikkan dagunya.Sang tamu wanita tersenyum, seolah sedang meremehkannya. Dia menatap nyonya rumah tersebut dengan penuh percaya diri. "Begitu pula dengan tamu. Aku berhak menerima atau mengusir tamu yang tidak aku inginkan," tutur sang nyonya sembari memberikan tatapan layaknya penjahat yang sedang mengancam korbannya. Sang tamu wanita tidak gentar sedikit pun. Kakinya melangkah maju, sehingga berada tepat di hadapan wanita angkuh te
Makan malam kali ini berbeda dengan malam sebelum-sebelumnya. Serena berada dalam satu meja makan dengan madunya. Suasana di ruangan tersebut begitu damai. Bahkan sang nyonya bersikap ramah dan selalu tersenyum pada istri kedua suaminya.Hidangan makanan dan minuman yang tersaji di meja pun sangat beraneka ragam. Semuanya merupakan menu andalan dari keluarga tersebut. Bisa dikatakan jika semua menu makanan kali ini merupakan kesukaan Kenzo. "Apa mataku tidak salah melihat?" celetuk Carla sambil menatap takjub pada semua makanan yang ada di meja makan. "Sebaiknya sekarang juga kamu ke rumah sakit untuk memeriksakan matamu. Jangan mengganggu makan malam kami," ujar Serena dengan ketus.Sayangnya Carla tidak terpengaruh dengan ucapan Serena. Dia bersikap layaknya seorang bocah yang ketika dilarang melakukan sesuatu, maka larangan tersebut malah dikerjakannya."Terima kasih," ucap Carla sambil tersenyum setelah duduk di kursi yang berhadapan dengan sang nyonya.Sontak saja Serena menat
"Berhenti!" seru Luna sembari berdiri dari duduknya. Sontak saja semua pasang mata yang ada di ruang makan tersebut mengarah padanya. "Kamu tidak berhak mengatakan itu pada Carla. Dia hanya menyampaikan pesan dari Dokter Ludwig padaku," ujarnya dengan ekspresi datar. Seketika Kenzo sadar bahwa emosinya telah tersulut oleh api kecemburuannya pada Dokter Ludwig. Dengan gerakan cepat, dia meraih kedua tangan istri keduanya, berharap sang istri tidak marah padanya. "Sayang, maaf. Maafkan aku," ucapnya dengan tatapan mengiba pada istrinya yang sedang hamil.Luna menghempaskan tangan suaminya. Wajah dinginnya membuat sang suami mengetahui betapa marah dan kecewanya saat ini. "Aku akan pergi menemui Dokter Ludwig bersama dengan Carla," tuturnya tanpa meminta ijin pada sang suami, seperti sedia kala. Kenzo kembali meraih tangan sang istri, berusaha untuk bisa meyakinkannya. "Aku tidak akan melarang mu, tapi aku akan ikut denganmu," pintanya dengan penuh harap. Carla memang sakit hati
"Aku bertaruh untuk Nyonya Serena. Kalian mau bertaruh untuk siapa?" tanya lirih seorang pelayan wanita, sembari menengadahkan tangannya di hadapan kerumunan para pelayan yang sedang bersembunyi di balik tembok ruang makan untuk menguping. "Kamu mengajak kita taruhan?" tanya pelayan kepercayaan Serena dengan setengah berbisik. Pelayan wanita tersebut menganggukkan kepalanya. Kemudian, dia menunjuk tangannya yang masih dalam posisi menengadah dengan menggunakan dagunya. Tanpa berpikir panjang, pelayan yang merupakan kepercayaan sang nyonya merogoh sakunya dan meletakkan dua lembar uang kertas pada telapak tangan tersebut, sembari menyebutkan pilihannya. "Tentu saja aku bertaruh untuk Nyonya Serena," ucapnya dengan penuh keyakinan. Satu per satu dari mereka pun memilih Serena untuk dijagokan. Sang nyonya memang tidak pernah membiarkan dirinya kalah dari siapa pun. Terlebih lagi dari Luna, istri kedua suaminya yang kini tinggal bersama mereka. "Ada apa ini?!" Tiba-tiba saja terde
Luna menganggukkan kepala, ketika kedua matanya bertatapan dengan mata suaminya. Sepasang suami istri tersebut saling mengutarakan perasaan cinta yang mendalam dan kerinduan masing-masing melalui tatapan mata mereka. Bibir Kenzo pun melengkung ke atas, mengulas senyuman manisnya pada sang istri. "Terima kasih," ucapnya tanpa bersuara.Kemudian, pria beristri dua itu mengubah ekspresi wajahnya yang penuh cinta, seketika menjadi serius dan menghadap ke semua orang."Luna akan pergi menemui Dokter Ludwig bersama dengan Carla dan Nenek. Aku sendiri yang akan mengantar jemput mereka. Ini sudah menjadi keputusanku. Tidak ada yang bisa merubahnya," tuturnya dengan tegas, sembari menatap semua pasang mata di hadapannya secara bergantian.Serena menatap kesal pada suaminya. Pasalnya, keputusan sang suami sangat berbeda jauh dari harapannya. Bahkan semua yang dilakukan oleh suaminya sangatlah jauh dari keinginannya. Carla mendekati Luna yang berdiri tidak jauh darinya. Dia pun segera mencari
Di taman belakang yang sangat tenang, berdirilah beberapa pelayan wanita dengan berjejer rapi di tepi kolam renang. Semua kepala menunduk, tidak berani melihat sosok orang yang berdiri di hadapan mereka. "Siapa yang hendak menjelaskan semuanya?" tanya orang tersebut dengan tegas dan menatap satu per satu dari semua pelayan yang berdiri di hadapannya. Seketika semuanya menegang. Jantung mereka berdetak cepat, seolah sedang berpacu, saling berlomba antar satu sama lainnya. Suara gemericik air yang berasal dari kolam ikan di sudut taman tersebut, menjadi alunan penenang ketegangan hati mereka. "Kami ...," ucap ragu salah satu pelayan dengan gugup, sehingga tidak dapat menyelesaikan perkataannya. "Jawab!' bentak orang yang berdiri di hadapan para pelayan dengan memperlihatkan ekspresi kemarahannya. Sontak saja mereka semua bergandengan tangan dengan sangat erat, seolah tidak mau terpisahkan dan siap untuk dihukum bersama-sama. "Apa perlu saya pecat kalian semua agar mau be
Serena tersenyum puas berada di antara sang suami dan madunya. Statusnya sebagai istri pertama dari Kenzo Matteo, memberikan keuntungan tersendiri baginya. Tanpa bertanya pada suaminya, wanita angkuh tersebut duduk di kursi depan yang berada di samping sopir. Kenzo hanya bisa menghela nafas, tanpa bisa melarangnya. Bukan karena dia tunduk dan takut pada sang istri, lebih tepatnya karena dia enggan memperburuk situasi saat ini. Sekilas pria beristri dua tersebut melirik ke arah kaca spion yang berada di tengah untuk melihat wanita kesayangannya. Luna pun menyadari hal itu. Dari tempat duduknya yang berada di belakang suaminya, dia hanya bisa tersenyum tipis melihat ke arah kaca spion tersebut. Entah mengapa hatinya merasa gusar saat ini. Keberaniannya yang tiba-tiba datang pada saat menghadapi istri pertama suaminya, kini seketika terkubur oleh kegundahan hatinya. Carla yang duduk di sampingnya dapat dengan mudah merasakannya. Tanpa berpikir panjang, dia pun memegang tangan Luna dan
Suara tangisan kencang dari ruang persalinan membuat Ron Matteo dan Damian Matteo tersenyum."Dengarlah, Damian. Suara bayi itu adalah--""Dengarlah suara tangisan ini, Pah," sahut Damian ketika mendengar suara tangisan bayi yang bersahut-sahutan.Mereka berdua tertawa bahagia menyambut kelahiran sang calon penguasa yang baru dalam keluarga Matteo. Mata kedua pria itu terbelalak mendengar suara tangisan bayi yang baru saja dilahirkan oleh istri kedua dari sang penguasa. "Lihatlah Damian. Ada berapa bayi dalam perut menantumu itu," ujar Ron Matteo sambil terkekeh. "Luna benar-benar hebat, Pa. Dia memberi kejutan pada kita semua," ucap Damian sembari terkekeh. "Benar. Bukankah dokter mengatakan jika hanya ada dua bayi dalam kandungannya?" tanya pria tua itu tanpa melepaskan pandangannya dari monitor yang memperlihatkan kegiatan dalam ruang persalinan. Hanya orang khusus saja yang bisa berada dalam ruangan tersebut. Dan merekalah pemilik rumah sakit itu. Sehingga mereka mempunyai a
Serena memang dalam keadaan kritis saat dilarikan ke rumah sakit. Selain dia tidak sadarkan diri, dia juga mengalami pendarahan parah yang terjadi di kepala, di dalam perut serta dadanya, dan darahnya pun juga keluar dari anggota tubuhnya yang terkena pukulan atau benturan keras. Setelah operasi selesai, Serena dipindahkan ke ruang ICU. Di dalam ruangan itu dia mendapatkan perawatan ekstra, tanpa ada perbedaan dengan pasien lain karena status tahanannya. "Seharusnya pasien sudah sadar setelah beberapa saat operasi selesai dilakukan, tapi sepertinya kita harus menunggu lebih lama lagi. Kami juga sudah berusaha membangunkannya, tapi pasien tetap tidak mau bereaksi. Bahkan dalam operasinya tidak ada kesalahan yang terjadi. Semua berjalan dengan baik. Mungkin takdir Tuhan yang membuat semua ini terjadi. Kita tunggu saja perkembangan pasien selanjutnya," tutur sang dokter pada seorang sipir yang bertugas menjaga Serena.Setelah kepergian dokter dari ruangan tersebut, sang sipir melaporka
"Brengsek!" umpat mantan mertua dari Kenzo Matteo. Hampir semua barang yang ada di sekitarnya telah menjadi pelampiasan kemarahannya. Dia merasa malu di hadapan semua orang yang menghadiri konferensi pers nya. Terlebih lagi orang-orang tersebut sangat berpengaruh dalam bidangnya. Dalam sekejap saja, berita tentang putrinya yang tidak bisa memberikan keturunan bagi keluarga Matteo telah menyebar ke seluruh pelosok negeri. Hingga putri yang telah dicoret dari keluarganya pun mendengar berita tersebut. Prang!"Kalian semua brengsek!" seru Serena dalam ruangan yang dikelilingi jeruji besi, sembari melempar piring makanannya ke arah tembok.Beberapa tahanan wanita yang berada dalam ruang tahanan tersebut menatap tajam padanya. Tanpa menunggu lama, seorang tahanan wanita berbadan besar meraih rambut panjang Serena yang diikat tidak beraturan. "Kamu tidak lihat kami semua sedang makan?!" tanyanya dengan menatap marah pada wanita si pemilik rambut yang dijambaknya. Serena menatap kesal p
"Dengan ini saya, Ron Matteo mengumumkan bahwa cucu saya, Kenzo Matteo akan menggantikan posisi saya di semua perusahaan yang bernaung di bawah keluarga Matteo."Sorak sorai tepukan tangan memenuhi ruangan tersebut. Acara berkonsep mewah dan sangat berkelas dengan iringan musik klasik menambah keindahan pesta malam itu. Kenzo Matteo kini telah diangkat menjadi sang penguasa untuk menggantikan kakeknya. Tentu saja hal itu didengar oleh Serena yang masih berada dalam jeratan jeruji besi. Wanita licik itu marah. Dia bersumpah akan merebut kembali hak miliknya."Luna. Bolehkah Nenek berbicara?" tanya sang kepala pelayan yang sudah sangat dekat dengan istri kedua Kenzo. Luna menganggukkan kepalanya, menyetujui keinginan dari wanita tua tersebut yang seolah menggantikan peran ibunya. "Apakah hatimu lega dengan mendiamkan suamimu?" tanyanya dengan lembut. Luna diam. Dia memikirkan pertanyaan dari sang nenek. Setelah itu, dia menggelengkan kepalanya. "Apakah hatimu baik-baik saja, dan bis
"Apa anda kira jika sudah menghapus rekaman CCTV di beberapa tempat bisa memusnahkannya? Termasuk rekaman CCTV di dalam kamar perawatan."Seketika Serena membelalakkan matanya. Penuturan dari pengacara keluarga Matteo membuat jantungnya berdegup sangat kencang, takut apabila dimasukkan ke dalam sel tahanan yang akan merusak nama baik dan kehormatannya serta keluarganya. Kedua tangan wanita yang merupakan istri pertama dari Kenzo mencengkeram roknya. Ketakutannya itu bisa dibaca oleh pria yang duduk di sampingnya. "Apa anda yakin jika orang yang berada di dalam kamar tersebut adalah Nyonya Serena? Bukankah tidak ada bukti jelas atau pun saksi yang menyatakan hal itu? Lagi pula, kita tidak bisa begitu saja menyatakan bahwa itu adalah klien kami, karena kita juga tidak tahu orang itu pria atau wanita. Benar bukan?" ujar sang pengacara Serena dengan tenang. "Saya yakin kita semua bisa melihat jika orang yang berpakaian serba hitam pada rekaman CCTV itu adalah seorang wanita. Lihat saja
"Kamu sangat cerdik, Serena," ujar Ron Matteo setelah menyudahi tepukan tangannya. Pria tua itu beranjak dari duduknya, dan berjalan menghampiri cucu menantu pertamanya. Hal itu membuat Serena tersenyum penuh kemenangan. "Kamu benar-benar licik. Tidak salah jika kami membiarkanmu masuk ke dalam keluarga Matteo. Semakin lama, kami semakin tahu kebusukan mu," tuturnya sembari menyeringai. "Apa maksudnya, Kek?" tanya Serena layaknya orang bodoh. Sang kakek hanya tersenyum miring menanggapi pertanyaan dari istri pertama cucunya. Wanita licik itu ditatapnya seolah sedang memperingatkannya. "Kita lihat saja sejauh mana kebenaran akan terungkap."Jantung Serena berdebar dengan kencang. Dia khawatir akan nasibnya saat ini. Nama baiknya dan keluarganya telah dipertaruhkan demi meraih kejayaan nama keluarga Hogan melalui keluarga Matteo. 'Sial! Apa yang harus aku lakukan sekarang?' tanyanya dalam hati. "Apa yang sebenarnya dia lakukan pada ibuku?" Tiba-tiba semua pasang mata beralih men
"Apa yang sebenarnya kamu lakukan semalam di kamar perawatan, Serena?" tanya Kenzo dengan tegas. Serena terhenyak. Dia salah tingkah melihat tatapan mata sang suami yang mencurigainya. 'Gawat. Sepertinya dia mencurigai ku. Tapi, aku tidak melakukannya. Kenapa aku harus takut?' batinnya dengan cemas. "Apa maksudmu, Sayang?" tanyanya dengan gugup. "Apa kamu kira aku bodoh?" tanya Kenzo kembali, sembari menyeringai padanya. Luna duduk bersama dengan nenek kepala pelayan di dalam ruangan tersebut. Dia memperhatikan sepasang suami istri itu yang seolah sedang memainkan peran masing-masing. "Sebaiknya kamu mengaku sekarang daripada aku membeberkan semuanya," ancam Kenzo dengan tegas pada istri pertamanya. "Mengaku?! Mengaku apa?! Aku tidak melakukan apa pun, tapi kamu memaksaku untuk mengaku. Maksud kamu apa, Ken?!' ujar Serena dengan emosinya yang meluap. Luna mendekatkan bibirnya pada telinga sang nenek. Dia pun berbisik padanya. 'Apa mereka.sedang membicarakan tentang kemat
Senyuman Serena merekah tiada henti. Suasana duka yang menyelimuti rumah tersebut, tidak bisa membuat hatinya merasakan iba. Hanya dia seorang diri yang terlihat sangat bahagia. Pemakaman itu hanya dihadiri oleh beberapa saudara yang berasal dari keluarga besar Matteo. Bahkan tidak ada tetangga sekitar yang mengucapkan bela sungkawa atau pun mengantar kepergian ibu mertua dari Kenzo Matteo, orang terkaya dan paling berkuasa di daerah tersebut. Luna bagaikan boneka yang hanya diam, dan meneteskan air mata. Tidak ada suara yang keluar dari bibirnya. Berkali-kali Kenzo mencoba untuk mendekatinya, tapi dengan segera Luna menolaknya. Bahkan dia enggan disentuh oleh suaminya. "Biarkan Luna bersama dengan saya, Tuan," ucap sang nenek yang sedari tadi menemani istri muda dari tuannya. Kenzo merasa sedih dan khawatir akan istri kesayangannya. Akan tetapi, dia tidak bisa menghiburnya seperti sedia kala. 'Aku harus segera mencari tahu kebenarannya. Jika tidak, mungkin aku bisa kehilangan wa
Luna memukul-mukul dada bidang suaminya. Ungkapan kekecewaan yang disertai isakan tangisnya menambah pedihnya hati seorang Kenzo Matteo. "Kenapa kamu jahat padaku," ucapnya lirih diiringi isakan tangisnya. Pukulan tangannya pun melemah. Semua tenaganya telah habis digunakannya untuk melampiaskan kesedihannya pada sang suami. Kenzo tidak menghindar dari pukulan, dan omelan kekecewaan sang istri padanya. Dia sadar jika ikut andil dalam peristiwa naas malam ini. Terlebih lagi dia juga sangat mengerti bagaimana perasaan seorang anak yang kehilangan ibu kandungnya. "Maaf, Sayang. Maafkan aku. Semua ini memang salahku. Aku tidak mengelaknya. Hanya saja aku merasa ada yang janggal dnegan semua ini," ucapnya lirih sembari memegang kedua tangan sang istri. Luna menatap serius pada suaminya. Dari sorot matanya, dapat disimpulkan ada rasa ingin tahu yang begitu besar dalam hatinya. "Apa? Kenapa janggal?" tanyanya penasaran. Kenzo menatap dalam kedua mata indah sang istri. Sayangnya mata it