Dokter Kenzo menganggukkan kepalanya menanggapi pertanyaan dari Dokter Ludwig."Iya, dok. Saya melihatnya," ucapnya sembari terpana pada layar alat USG."Apa? Apa yang kamu lihat, Suamiku?" tanya Luna penasaran.Dokter Ludwig tersenyum melihat betapa antusiasnya wanita yang menjadi cinta pertamanya. Akan tetapi, hatinya terluka mengingat janin tersebut bukanlah miliknya, melainkan milik pria lain yang menjadikan Luna sebagai istri keduanya.'Shit! Kenapa harus Dokter Kenzo?!' batinnya mengumpat kesal."Suamiku!" ujar Luna sembari menarik-narik lengan suaminya. Panggilan Luna pada Dokter Kenzo semakin membuat kesal Dokter Ludwig. Pasalnya, panggilan sayang Luna pada suaminya semakin mempertegas status Dokter Kenzo yang sudah sah menjadi suaminya."Anak kita, Sayang," tukas Dokter Kenzo disertai senyuman bahagianya."Ada apa dengan anak kita? Apa ada yang terjadi?" tanya Luna kembali dengan penasaran.Dokter Kenzo tersenyum lebar. Sang dokter tidak bisa mengatakan betapa bahagianya saa
Serena marah melihat semua postingan suaminya. Bahkan banyak istri dari kolega Kenzo mengucapkan selamat padanya. Mereka semua mengira jika Serena lah yang sedang hamil kembar saat ini.Prang!"Bangsat!""Kurang ajar semuanya!""Mereka semua mengejekku!""Mereka menertawakan ku!" "Brengsek kalian semua!"Umpatan-umpatan kasar yang diteriakkan oleh Serena membuat semua orang di dalam rumah tersebut ketakutan. Tidak ada yang berani mendekatinya. Semua barang yang ada di sekitarnya menjadi pelampiasan kemarahannya.Beberapa barang antik dan pajangan yang berada di sekitar sang nyonya, hancur berantakan berkeping-keping. Semuanya merupakan barang yang bernilai tinggi, dan hanya bisa di dapatkan dari luar negeri. Pasalnya, barang-barang tersebut merupakan hasil kerajinan tangan dari seniman terkenal yang hanya ada satu di dunia. "Apa yang harus kita lakukan? Pasti Tuan Kenzo marah melihat semua barang kesayangannya hancur seperti ini. Jangan-jangan kita semua nanti dipecat gara-gara ini,
Suasana di kediaman Kenzo Matteo sangat sibuk. Semua pelayan disibukkan dengan persiapan pesta perayaan kehamilan kembar istri kedua si pemilik rumah tersebut. Begitu pula dengan suasana di dalam kitchen Metro Grand Hotel saat ini. Suasana kitchen layaknya situasi pada saat berperang. Bersamaan dengan adanya event di hotel tersebut, mereka diharuskan memasak untuk acara pesta di rumah Kenzo, seorang Matteo yang akan menjadi penguasa kerajaan bisnis keluarga Matteo, menggantikan Ron Matteo. Mereka tidak bisa menolak perintah sang penguasa. Ron Matteo sendiri yang memerintahkan pada eksekutif chef hotel tersebut untuk membuat hidangan spesial dalam pesta perayaan di rumah cucu kesayangannya. Semua itu sebagai ucapan selamat dan rasa syukurnya atas kehamilan cucu menantu keduanya yang akan memberikan keturunan kembar bagi keluarga Matteo. Setelah melampiaskan kemarahannya pada semua benda di ruang tengah, Serena merasa lemas dan tidak bertenaga. Tanpa menunggu lama, dia pun berjalan me
"Tuan Kenzo datang!" seru seorang pria yang memakai pakaian serba hitam sambil berlari dari arah gerbang utama menuju taman.Berita itu diteruskan oleh seorang pria yang memakai pakaian sama dengan pria sebelumnya. Dia berlari mengelilingi area pesta untuk meneriakkan berita kedatangan si pemilik rumah tersebut."Cepat bersiap-siap! Tuan Kenzo sudah datang!" "Bersiap-siap?" celetuk Serena sambil mengernyitkan dahinya, menatap heran pada semua orang yang sedang tergesa-gesa menyambut kedatangan sang tuan pemilik rumah tersebut. Para pelayan berlalu lalang di sekitarnya tanpa menyapa dirinya. Mereka semua mengabaikannya, seolah tidak terlihat oleh penglihatan. Serena meraih salah satu tangan pelayan yang sedang berjalan di depannya, dan menariknya. "Apa yang sedang terjadi?" tanyanya dengan tatapan mengintimidasi. Sontak saja pelayan tersebut beringsut ketakutan. Dia menundukkan kepala dan menggigit bibir bawahnya, sembari memikirkan jawaban yang akan diberikan pada sang nyonya. "
"Tidak!" sahut Luna dengan cepat, seraya berdiri dari duduknya.Kenzo bersama dengan kedua istrinya menjadi pusat perhatian semua orang yang sedang merayakan pesta di rumahnya. Mereka mendengar apa yang diinginkan oleh Serena, istri pertama Kenzo."Anak itu milikku," ujar Serena dengan menekankan tiap katanya."Serena!" bentak Kenzo dengan tegas, sembari beranjak dari duduknya. Tatapan matanya seolah menjadi ancaman bagi istri pertamanya. Serena tidak takut pada suaminya. Wanita angkuh itu melangkah dengan sangat percaya diri menghampiri pria tersebut. Kedua tangannya dilipat di depan dada, dan dagunya mendongak ke atas, seolah sedang menantang seorang Kenzo Matteo."Kenapa?! Apa kamu lupa dengan janjimu, Ken?! Apa perlu aku beritahukan pada semua orang akan janji yang kamu berikan padaku?!" bentaknya tanpa takut sedikit pun.Sontak saja Luna mengalihkan pandangan matanya pada sang suami. Pria yang sedang berdiri di sampingnya pun menoleh ke arahnya, dan menatap penuh rasa bersalah p
"Aku!" sahut Serena dengan tegas dan penuh percaya diri.Semua pasang mata mengarah padanya. Wanita angkuh yang merupakan istri pertama dari Kenzo Matteo telah memproklamirkan dirinya sebagai ibu dari anak kembar yang dikandung oleh Luna, istri kedua Kenzo Matteo yang disewa untuk menjadi ibu pengganti. Secara otomatis Serena lah yang mengasuh anak kembar itu nantinya. "Nyonya Serena akan mengasuh anak yang aku lahirkan terlebih dahulu," ujar Luna dengan berat hati. Kedua tangannya mengepal kuat, kepalanya menunduk dan kedua matanya terpejam.Dengan berat hati Luna harus mengatakannya. Semua itu dilakukan hanya untuk menjaga harkat dan martabat suaminya, Kenzo Matteo di hadapan keluarga besarnya. Serena tersenyum bahagia. Tanpa sadar, dia memperlihatkan ketamakannya di hadapan semua orang. Dia merasa menang saat ini.'Perfect! Semua berjalan mulus, sesuai dengan rencana awal. Pada akhirnya wanita udik itu harus menyingkir tanpa membawa apa pun seperti kesepakatan kita semua,' batinn
"Kenapa Dokter Ludwig ada di sini?" tanya Carla tanpa sadar, ketika melihat di belakangnya ada sosok pria yang sedang meresahkan hatinya.Luna melihat ada sesuatu yang tidak asing ketika menatap mata sang dokter. Hatinya merasa senang karena telah menemukannya. Sedangkan pikirannya seolah memaksa dirinya untuk mengingat pria yang sedang bertatap mata dengannya. Dengan sigapnya Kenzo meletakkan tangannya pada pundak istri keduanya. Dia merasakan ada bahaya yang sedang mengancamnya. Dokter Ludwig tersenyum getir melihat tangan Dokter Kenzo yang seolah menegaskan bahwa Luna adalah miliknya. Tanpa sadar, pria beristri dua tersebut telah membangkitkan rasa kesal yang telah dipendam oleh Dokter Kenzo dengan sekuat tenaganya. "Bisakah kita berbicara berdua saja, Luna?" tanya Dokter Ludwig kembali, seraya menatap penuh harap pada wanita yang menjadi cinta pertamanya. Kenzo mencengkeram erat lengan istri keduanya, hingga sang istri meringis kesakitan. Tanpa sadar, dia telah menyakiti istri
"Ale?" celetuk Luna.Seketika dia mengingat nama seorang pemuda tampan yang sangat dekat dengannya. Bahkan dia telah menganggapnya sebagai kakaknya sendiri. Sedekat itu hubungan mereka berdua, hingga membuat sang pemuda merasakan rindu ketika berada jauh dari Luna. Akhirnya, perasaan rindu tersebut berkembang menjadi cinta. "Ya, aku Ale. Rumah kita berdempetan. Apa kamu mengingatku, Luna? Dari kecil kita selalu bermain bersama. Kita selalu bersama-sama. Sangat dekat. Kata orang-orang, kita tidak bisa dipisahkan," ucap Dokter Ludwig dengan sangat antusias.Seketika mata Luna berbinar. Dia mengingat sosok pemuda tampan yang selalu menjaganya. Kapan pun dan di mana pun mereka selalu bersama. Alexander Ludwig, nama yang selalu dirindukannya, setelah kepergian pemuda tersebut dari kota tempat tinggal mereka. Namun, kesedihan Luna tidak berjalan lama. Kondisi keuangan keluarganya membuat gadis itu harus ikut membanting tulang untuk membiayai kebutuhan sehari-hari mereka, ketika sang ayah
Air mata Luna sudah tidak bisa dibendung lagi. Rasa sakit dalam hatinya sudah semakin dalam dan terkoyak saat ini. Kedua matanya yang berkaca-kaca, tidak henti-hentinya meneteskan air mata. Bibirnya bergetar seiring rasa sakitnya yang semakin terasa sakit, ketika mengingat kemesraan sang suami bersama dengan istri pertamanya."Nek," panggilnya dengan diselingi isakan tangisnya.Seketika Wanita tua yang menjadi kepala pelayan di rumah mewah tersebut meraih tubuh mungil itu dan membawanya dalam pelukan. Telapak tangan yang penuh dengan kasih sayang tersebut terasa hangat mengusap lembut punggung Luna. "Kenapa rasanya sangat sakit, Nek?" tanya Luna dengan isakan tangisnya. "Sabar. Nenek tahu bagaimana perasaanmu, Sayang. Kamu harus tetap kuat dan sehat demi anak-anak yang masih dalam kandunganmu. Sabar ya, Sayang," tutur sang nenek sambil mengusap lembut punggung wanita muda itu.Wanita tua itu tahu bagaimana sang istri kedua dari tuannya berjuang melawan rasa cintanya pada sang suami.
Luna berlari kecil masuk ke dalam kamarnya. Dia tidak bisa menerima alasan apa pun yang akan diberikan oleh suaminya. "Sayang!" seru Kenzo, berusaha untuk menghentikan istri keduanya yang sedang salah paham padanya. "Berhenti, Ken!" bentak Serena dengan tegas.Seketika Kenzo menghentikan kakinya yang hendak melangkah mengejar wanita pujaan hatinya. Pandangan matanya beralih menatap sang istri pertama yang ada dalam gendongannya. "Dia salah paham. Aku harus menjelaskannya. Sebaiknya aku menurunkan mu di sini. Berjalanlah ke kamar sendiri. Aku harus menyusul Luna," tutur Kenzo dengan serius pada istri pertamanya. "Jika kamu menurunkan ku, kamu akan kehilangan kesempatan untuk tahu yang sebenarnya antara Luna dan Dokter Ludwig," ujar Serena dengan cepat, bermaksud untuk menghentikan niat sang suami yang hendak menurunkannya.Dahi Kenzo mengernyit. Dia menatap sang istri pertama dengan tatapan penuh tanya. "Apa maksudmu, Serena?! Cepat katakan padaku! Jangan coba-coba mempermainkan a
"Apa kamu sedang merisaukan sesuatu, Sayang?" bisik Serena di telinga suaminya. Kenzo terhenyak dari lamunannya. Sekilas dia melirik menggunakan ekor matanya ke arah orang yang berbisik di telinganya. Seketika dia menghela nafasnya, setelah mengetahui sosok tersebut adalah istri pertamanya. Tadinya dia sudah menyadari jika Serena lah pemilik suara tersebut. Hanya saja pria beristri dua itu ingin memastikannya. "Ada apa, Serena? Apa ada yang kamu inginkan?" tanya sang suami dengan malas, tanpa menoleh ke arahnya. Serena menyeringai. Dia tahu sikap suaminya saat ini yang terlihat seolah sedang tidak mengharapkannya. Tanpa meminta ijin dari suaminya, Serena mencoba untuk menebar pesonanya, seperti kebiasaannya pada tiap pria yang ada di sekitarnya. Sontak saja Kenzo membelalakkan matanya, ketika merasakan sesuatu yang mengenai bagian intinya. Serena tersenyum melihat reaksi sang suami yang terkejut mendapati dirinya sedang duduk di atas pangkuannya. Kedua tangannya melingkar pada le
Damian tidak menjawab panggilan telpon dari menantu pertamanya. Melihat nama sang menantu saja, dia tidak berminat untuk berbicara dengannya, apalagi menanggapi panggilan telponnya. Sekali hingga dua kali panggilan telpon tersebut diabaikan olehnya. Namun, untuk ketiga kalinya ponsel Damian kembali berdering. Panggilan telpon tersebut berasal dari orang yang sama, Serena. "Apa yang diinginkan wanita licik ini?" ucap pria tersebut kesal, sembari memasukkan kembali ponsel miliknya ke dalam saku celananya. Bukan Serena namanya, jika dia menyerah begitu saja. Saat ini pun istri pertama dari Kenzo kembali menghubungi sang mertua tanpa henti, sehingga membuat emosi Damian terpancing dan semakin merasa terganggu. Pria paruh baya tersebut kembali merogoh saku celananya untuk mengambil ponsel miliknya. Sontak saja dia mencebik kesal melihat nama sang menantu yang tertera pada layar ponselnya sebagai penelpon. "Kenapa dia gigih sekali?" gumamnya kesal sembari mematikan ponsel tersebut.
"Apa sebenarnya tujuan kalian berada di rumah ini?" tanya seorang wanita tua dengan tegas pada beberapa pelayan wanita yang sedang berdiri rapi di hadapannya. Sorot mata sang nenek menyiratkan kemarahannya yang begitu besar pada mereka semua. Kepala mereka menunduk, tidak berani menatap kedua mata wanita yang dianggap sebagai ibu dari semua pelayan di rumah mewah itu. "Jawab!" bentaknya sembari menatap satu per satu dari semuanya. Mereka terhenyak dan semakin tidak berani memandang ke arah sang kepala pelayan yang sedang berdiri di hadapan mereka. "Bekerja, Nek," ucap lirih salah satu dari mereka. Dahi wanita tua itu mengernyit. Bibirnya pun menyeringai mendengar jawaban yang menurutnya sangat konyol. Pasalnya, setiap kali dia mengetahui para pelayan itu menghabiskan lebih banyak waktu untuk bergosip, menyindir dan me-bully orang yang mereka benci. "Bekerja? Apa bergosip dan taruhan atas nasib majikan kalian juga merupakan pekerjaan kalian di rumah ini?!" tanya sang nene
Serena tersenyum puas berada di antara sang suami dan madunya. Statusnya sebagai istri pertama dari Kenzo Matteo, memberikan keuntungan tersendiri baginya. Tanpa bertanya pada suaminya, wanita angkuh tersebut duduk di kursi depan yang berada di samping sopir. Kenzo hanya bisa menghela nafas, tanpa bisa melarangnya. Bukan karena dia tunduk dan takut pada sang istri, lebih tepatnya karena dia enggan memperburuk situasi saat ini. Sekilas pria beristri dua tersebut melirik ke arah kaca spion yang berada di tengah untuk melihat wanita kesayangannya. Luna pun menyadari hal itu. Dari tempat duduknya yang berada di belakang suaminya, dia hanya bisa tersenyum tipis melihat ke arah kaca spion tersebut. Entah mengapa hatinya merasa gusar saat ini. Keberaniannya yang tiba-tiba datang pada saat menghadapi istri pertama suaminya, kini seketika terkubur oleh kegundahan hatinya. Carla yang duduk di sampingnya dapat dengan mudah merasakannya. Tanpa berpikir panjang, dia pun memegang tangan Luna dan
Di taman belakang yang sangat tenang, berdirilah beberapa pelayan wanita dengan berjejer rapi di tepi kolam renang. Semua kepala menunduk, tidak berani melihat sosok orang yang berdiri di hadapan mereka. "Siapa yang hendak menjelaskan semuanya?" tanya orang tersebut dengan tegas dan menatap satu per satu dari semua pelayan yang berdiri di hadapannya. Seketika semuanya menegang. Jantung mereka berdetak cepat, seolah sedang berpacu, saling berlomba antar satu sama lainnya. Suara gemericik air yang berasal dari kolam ikan di sudut taman tersebut, menjadi alunan penenang ketegangan hati mereka. "Kami ...," ucap ragu salah satu pelayan dengan gugup, sehingga tidak dapat menyelesaikan perkataannya. "Jawab!' bentak orang yang berdiri di hadapan para pelayan dengan memperlihatkan ekspresi kemarahannya. Sontak saja mereka semua bergandengan tangan dengan sangat erat, seolah tidak mau terpisahkan dan siap untuk dihukum bersama-sama. "Apa perlu saya pecat kalian semua agar mau be
Luna menganggukkan kepala, ketika kedua matanya bertatapan dengan mata suaminya. Sepasang suami istri tersebut saling mengutarakan perasaan cinta yang mendalam dan kerinduan masing-masing melalui tatapan mata mereka. Bibir Kenzo pun melengkung ke atas, mengulas senyuman manisnya pada sang istri. "Terima kasih," ucapnya tanpa bersuara.Kemudian, pria beristri dua itu mengubah ekspresi wajahnya yang penuh cinta, seketika menjadi serius dan menghadap ke semua orang."Luna akan pergi menemui Dokter Ludwig bersama dengan Carla dan Nenek. Aku sendiri yang akan mengantar jemput mereka. Ini sudah menjadi keputusanku. Tidak ada yang bisa merubahnya," tuturnya dengan tegas, sembari menatap semua pasang mata di hadapannya secara bergantian.Serena menatap kesal pada suaminya. Pasalnya, keputusan sang suami sangat berbeda jauh dari harapannya. Bahkan semua yang dilakukan oleh suaminya sangatlah jauh dari keinginannya. Carla mendekati Luna yang berdiri tidak jauh darinya. Dia pun segera mencari
"Aku bertaruh untuk Nyonya Serena. Kalian mau bertaruh untuk siapa?" tanya lirih seorang pelayan wanita, sembari menengadahkan tangannya di hadapan kerumunan para pelayan yang sedang bersembunyi di balik tembok ruang makan untuk menguping. "Kamu mengajak kita taruhan?" tanya pelayan kepercayaan Serena dengan setengah berbisik. Pelayan wanita tersebut menganggukkan kepalanya. Kemudian, dia menunjuk tangannya yang masih dalam posisi menengadah dengan menggunakan dagunya. Tanpa berpikir panjang, pelayan yang merupakan kepercayaan sang nyonya merogoh sakunya dan meletakkan dua lembar uang kertas pada telapak tangan tersebut, sembari menyebutkan pilihannya. "Tentu saja aku bertaruh untuk Nyonya Serena," ucapnya dengan penuh keyakinan. Satu per satu dari mereka pun memilih Serena untuk dijagokan. Sang nyonya memang tidak pernah membiarkan dirinya kalah dari siapa pun. Terlebih lagi dari Luna, istri kedua suaminya yang kini tinggal bersama mereka. "Ada apa ini?!" Tiba-tiba saja terde