Share

BAB 2

Author: Celebes
last update Last Updated: 2023-09-28 16:28:24

Mendengar suara sang anak, Anggoro segera berlari meninggalkan Sera.

Pria itu sangat terkejut melihat kamar Satria sangat berantakan.

Tubuh bocah 13 tahun itu terjatuh dari kursi roda dan tergeletak di lantai. Wajahnya tampak pucat pasi.

"Satria!" teriak Anggoro kemudian memapah Satria dan membantu untuk duduk kembali.

Tuan Besar yang selama ini terlihat perkasa dan dihormati, berlutut di hadapan sang anak. Dia berusaha menahan tubuh Satria yang terus meronta.

"Aku tidak bisa berjalan. Aku tidak berguna!" teriak Satria sambil menangis keras.

Tanpa disadari keduanya, Sera ikut menyusul.

Wanita itu merasa semakin bersalah kala melihat pemandangan di depannya.

"Satria, Ayah mohon tenang," balas Anggoro masih saja menahan tubuh anak kesayangannya yang terus meronta dan berteriak.

"Lepaskan!"

Beberapa suster yang ditugaskan di sana untuk mengamati kesehatan Satria dari kamar sebelah segera datang. Mereka memberikan suntikan penenang seperti biasanya.

Tiba-tiba saja, Anggoro mendekat ke arah Sera setelah melepas tubuh anaknya yang mulai tenang. Tatapannya sangat menusuk, seolah ingin sekali menghabisinya.

Sera hanya bisa menunduk. Ia pasrah dengan apa yang akan dilakukan Anggoro. Memang itulah tugasnya sesuai perjanjian yang tertulis ketika dia mendadak terbebas dari penjara. Menjadi budak seumur hidupnya!

Terlebih, pria itu berteriak, "Kau lihat apa yang kau lakukan? Aku akan–"

"Hentikan!" Entah sejak kapan, Simbah berdiri di hadapan Sera. "Jangan menyakitinya. Itu permintaanku. Kita membutuhkan dia dalam keadaan baik," belanya.

Anggoro menghentakkan tangannya, lalu mengusap wajahnya yang berkeringat.

Tampak sekali dia menahan amarah yang semakin membuncah dalam dadanya.

Sementara itu, Sera meneteskan air mata sambil menunduk. Dia hanya berharap bisa selamat hari ini.

"Bagaimana bisa, Ibu meminta aku menikahinya?" balas Anggoro sedikit tenang, "wanita ini seharusnya berada di dalam penjara!"

"Anggoro, penjara terlalu baik untuknya. Di sini, dia bisa membayar dosanya," balas Simbah pelan dengan nada menekan.

"Satu lagi. Kau harus menikah untuk mempertahankan jabatanmu. Wanita ini masih suci dan dia tidak akan berani melawanmu. Dia lebih pantas mendampingimu sebagai calon Bupati dibanding wanita murahan yang menelantarkan Satria," lanjut Simbah pelan masih dengan nada menekan.

Perkataan itu membuat Anggoro terdiam kaku. Terlihat ekspresi angker di sana.

Sera semakin tidak mengerti. Semula dia mengira berada di sini hanya untuk membayar kesalahannya.

Tapi .... apakah maksud dari pembicaraan ini? Satu hal yang semakin membuat dia terkejut: suci?

Sera mendadak lemas karena teringat surat yang diberikan padanya ketika dia dibebaskan dari penjara.

[Jadilah istri Anggoro dan wanita suci yang hanya bisa diam. Melakukan semua perintahnya]

Mengapa dia bisa teledor?

Saat kejadian naas yang mengakibatkan anak sambungnya lumpuh, Sera sebenarnya sedang berlari karena terlalu syok akibat hinaan seorang lelaki ketika dia meminta pertanggungjawaban akibat diperkosa sang kekasih.

Jika suci yang dimaksud artinya perawan ….

"Bagaimana jika mereka malah akan mempermasalahkan ini? Apa Bapak akan menjadi korban?" lanjutnya masih membatin. Sera menarik napas panjang sambil memejamkan mata. Dia berpikir apa yang harus dilakukannya.

Tapi … Anggoro tampak jijik padanya dan tak mungkin menyentuhnya. Jadi, rahasia ini tidak akan pernah diketahui siapapun, kan?

"Ibu, aku tidak peduli lagi dengan jabatan itu." Anggoro tiba-tiba membalas ucapan Simbah, menyadarkan Sera dari lamunan.

"Aku akan membencinya sampai kapan pun. Dia tetap wanita terkutuk," lanjut pria itu dengan nada semakin menekan.

Simbah sontak menghela napas panjang. "Ayahmu sudah memberi wasiat agar kau jadi Bupati dan didampingi seorang istri yang tulus. Demikian, reputasi keluarga kita terjaga. Kita harus selalu menjadi yang terbaik. Ingatlah musuh kita. Perkataan ayahmu sebelum meninggal, harus kita lakukan tanpa alasan apa pun."

Simbah kini menunjuk Anggoro dengan tegas. Tatapannya lebih tajam dari sebelumnya.

“Tapi, kau justru melawan Ibu dan memilih wanita tak tahu diri,” tambah Simbah, “lihat, kan? Sekarang, kau malah ditinggalkannya!”

"Kenapa harus dia?" sela Anggoro kembali menatap tajam Sera yang kini membalas tatapannya. "Banyak wanita lain yang bisa menikahiku. Kenapa harus wanita terkutuk seperti dia?"

Diabaikannya Sera yang wajahnya semakin terlihat pucat.

Simbah mendadak memajukan tongkatnya, melangkah mendekati Anggoro. "Bagaimana caranya Ibu akan mengenalkanmu dengan wanita lain jika kau menutup diri seperti kemarin-kemarin? Lagipula, wanita ini bisa membantumu dalam segala hal tanpa bertanya, dan menjadi robot yang menurutimu.”

Simbah kini memicingkan kedua matanya kepada Sera. "Budak keluarga Wicaksono adalah takdirnya setelah melukai Satria."

Sera hanya bisa menunduk pasrah mendengar sepasang ibu anak itu membicarakannya seperti sebuah objek untuk kekuasaan. Dia ingin menangis, tetapi ditahannya. Hingga lamunannya kembali teralihkan. Tiba-tiba saja, Anggoro memperhatikan lamat-lamat Sera.

Menyadari itu, Simbah menggelengkan kepala. "Semua akan baik-baik saja asal kau tidak jatuh cinta dengan keindahan mata budakmu ini."

Tanpa penjelasan, wanita itu meninggalkan ruangan dan tak lama disusul oleh Anggoro.

Sera tergugu. Dia tak tahu apa yang harus dilakukan.

Dalam diam, Sera mengikuti suaminya kembali ke kamar seperti seekor anjing.

"Kamu," ucap Anggoro dengan mata melotot. "Kamu tidur di lantai. Lepaskan sandalku. Ambil baju dan pasangkan. Lakukan!"

"Baik ...," balas Sera pelan.

Dia membuka almari dan mengambil satu kemeja. Bergegas kembali mendekati Anggoro yang malah menarik kemeja itu dan melemparkan tepat di wajah Sera.

"Wanita bodoh!" teriaknya keras. "Aku tidak mungkin memakai baju ini!" Anggoro mengangkat tangannya sangat tinggi. Ingin sekali menampar wanita yang sangat dibencinya itu. Namun, entah kenapa dia mendadak menahannya dengan kuat saat melihat kedua mata abu menatapnya dipenuhi air mata. Tubuh Anggoro tergelitik oleh rasa aneh. Tatapannya bahkan menggelap. “Kau …”

Related chapters

  • Pesona Istri Desa sang Bupati   BAB 3

    Sera melangkah mundur kala menyadari tatapan aneh sang tuan. Dia sendiri tidak percaya dengan pandangan itu. Ia pun jatuh berlutut sambil menundukkan wajah. "Saya tahu ini semua salah saya. Tolong, berikan saya waktu untuk memperbaikinya. Saya akan bertanggung jawab." Tangis Sera menetes hingga membasahi lantai.Anggoro kembali mengusap wajahnya. Dia berkali-kali menarik napas panjang untuk mengatasi dirinya yang semakin tidak jelas."Diam!" balas Anggoro lalu memalingkan wajah. Entah mengapa, dia tak sanggup melihat Sera menangis."Tuan ...""Aku bilang diam!" teriak Anggoro masih membelakangi Sera dengan penuh amarah. Sera tidak ingin membuat suaminya semakin meluapkan amarah. Ia bangkit, lalu menunduk, dan mengambil sandal yang sudah terlepas dari kaki lelaki itu. Kemudian memungut kemeja yang sebelumnya berada di lantai. Masih sambil menunduk, Sera kembali mendekati almari. 'Aku tidak boleh ceroboh lagi. Aku akan berusaha.'Diamatinya dengan seksama semua baju itu karena tidak m

    Last Updated : 2023-09-28
  • Pesona Istri Desa sang Bupati   BAB 4

    Sera sontak mengalihkan pandangannya. 'Dia ... tidak boleh berbicara denganku.'Sera harus melakukan apa pun untuk membuat dirinya selamat dari pandangan tajam pria yang sudah menghancurkan dirinya itu. Sudah cukup penderitaan yang dia alami sampai saat ini. Dia tidak akan pernah menambah masalah. Semuanya akan dia tutup dengan rapat!Hanya saja, lamunan Sera teralihkan saat lelaki di sebelah suaminya mendadak mendekat."Kedua matanya indah sekali. Sangat bening, seperti air sungai mengalir. Bahkan, aku bisa melihat diriku seolah-olah berada di dalam kedua mata itu," ucap Willem, sahabat Anggoro dari Belanda. Mereka sudah berteman sejak Anggoro berkuliah di Negara kincir angin itu dan terus berlanjut. Willem bahkan sempat bekerja dua tahun di Indonesia untuk mempelajari bahasa sang sahabat dan membangun bisnis di sini."Belum pernah aku melihat ini pada wanita mana pun," lanjut lelaki itu tak mengalihkan pandangannya sama sekali.Sementara itu, Sera tampak bingung. Terlebih, Willem

    Last Updated : 2023-10-03
  • Pesona Istri Desa sang Bupati   BAB 5

    Di sisi lain, Sera menghentikan langkahnya. Karena emosi, dia tidak sadar jika berjalan tanpa arah, hingga menuju ke halaman belakang. "Apa yang aku lakukan? Aku seharusnya tidak berbuat itu. Tapi, Bima datang. Dia bisa membuatku dihabisi suamiku sendiri, jika tahu aku–” ucapnya terhenti saat seseorang menariknya dari belakang. Kedua mata Sera melotot tak percaya ketika Bima mendekapnya erat. Pria itu memang diam-diam keluar kala Anggoro tengah ribut dengan Willem melalui pintu samping."Hentikan Bima!" teriak Sera sembari mendorong kuat tubuh Bima. Namun, dia kalah kuat. Bima kembali mendekapnya erat. "Oh, jadi kau menolakku gara-gara akan menikahi kakakku yang lebih kaya. Dan ... ingin menjadi istri Bupati? Haha, tidak aku percaya. Ternyata kau ... licik juga." Bima semakin menarik Sera ke balik pohon yang cukup besar menutupi tubuh mereka berdua. Pria itu langsung mendekap kuat tubuh Sera dan mulai merayapi leher wanita itu dengan bibirnya."Hentikan Bima!" Sera meronta, ingi

    Last Updated : 2023-10-31
  • Pesona Istri Desa sang Bupati   BAB 6

    Anggoro masih saja tidak percaya. Bagaimana mungkin, Satria akan meminta hal itu kepada wanita yang jelas-jelas sudah merusak masa depannya!"Satria! Dia yang menyebabkanmu lumpuh," ucapnya pelan dengan pandangan tajam."Hahaha," tawa Satria mendadak kencang, semakin mengejutkan Anggoro. Tawa itu terhenti ketika Sera kembali menatap dan menggelengkan kepala.Sera mengusap wajah anak itu dan semakin tersenyum. "Satria, kau anak yang sangat baik. Aku akan menemani ayahmu. Itu tanggung jawab seorang istri. Hmm, besok aku akan menemanimu seharian. Bagaimana?"Sera mencium kening Satria, seperti seorang Ibu pada anaknya.Dan … putranya itu tak memberontak?Melihat itu, Anggoro semakin tak percaya karena Sera berhasil “mengendalikan” Satria.Terlebih, kala melihat Satria kembali tertidur sembari tersenyum. Anggoro lantas meninggalkan kamar Satria begitu saja. Dia tak bisa berkata apa pun dengan drama mengejutkan barusan.Tentu saja, Sera mengikuti suaminya itu.Anehnya, Anggoro mendadak b

    Last Updated : 2023-11-01
  • Pesona Istri Desa sang Bupati   BAB 7

    Sera terkejut akan tindakan Anggoro. Bagaimana bisa, lelaki yang sangat membencinya itu melakukan suatu hal yang bisa dikatakan, peduli?Keduanya sempat bertatapan beberapa detik, sebelum tatapan Anggoro berubah tajam. "Cepat! Waktumu hanya satu menit," lanjutnya.Sera sontak mengangguk. Tanpa berpikir lagi, dimasukkannya roti bulat berisi selai kacang ke dalam mulutnya, lalu mengunyahnya cepat. Hanya saja, dia tiba-tiba tersedak. “Uhuk!”"Apa kau tidak bisa memakan roti?" sela Anggoro sembari mengernyitkan kedua alisnya. Spontan Sera menghentikan giginya. "Ma–maafkan, saya," balas Sera sambil menepuk-nepuk dadanya."Jangan membuatku menunggu." Tanpa kata, Anggoro membuka pintu mobil dan keluar.Hanya saja, yang membuat Sera tak percaya adalah Anggoro meletakkan satu botol minum di dekatnya. Dia kembali terpaku."Mungkin dia tidak mau aku pingsan saat di sana dan membuatnya malu," gumam Sera pelan lalu meneguk pelan minuman itu. Tok tok tok!Tak lama, seorang pengawal mengetuk jend

    Last Updated : 2023-11-15
  • Pesona Istri Desa sang Bupati   BAB 8

    Tubuh Sera menegang. Jantungnya berdetak lebih hebat dari sebelumnya. Dia khawatir dengan apa yang akan dikatakan Maya barusan. Bisa-bisa, Anggoro dan Simbah menghabisinya hari ini.Namun, Maya justru tak menjawab sama sekali dan hanya tersenyum. “Selamat pagi, Pak Bupati.”Anggoro pun mengangguk. Tanpa banyak kata, dia pun menjemput Sera dari sana dan “mengenalkannya” pada para warga. Sera bisa menarik napas lega mengetahui sang suami tidak membahasnya. Dia mengikuti langkah Anggoro yang sangat cepat."Ada apa ini?" Hanya saja, Anggoro tiba-tiba merasakan jantungnya berdebar cepat. Dia rasanya ingin marah kala menyadari mata para lelaki memandang Sera tanpa berkedip. Tanpa sadar, dia menarik lengan Sera dengan sangat kasar–mendekat padanya.Maya yang masih memperhatikan keduanya pun terkekeh pelan. Sangat senang melihat Sera diperlakukan kasar. "Itulah yang pantas didapatkan oleh anak wanita panggilan," gumamnya masih tersenyum puas."Kenapa anak dari wanita panggilan bisa sangat can

    Last Updated : 2023-11-15
  • Pesona Istri Desa sang Bupati   BAB 9

    Mendengar pembelaan Anggoro, Sera tercengang.Yang lain, juga sama. Maya bahkan sampai bergeming kaku. Bayangannya, Sera akan mendapat tamparan keras dari suaminya. Namun, ada apa ini? "Sialan!" umpatnya. Tak mungkin dia ke sana dan ikut campur lebih dalam. Bisa-bisa, Anggoro membalasnya berkali lipat. Kadi, Maya pun segera meninggalkan tempat. Di sisi lain, lelaki biang onar yang dibayar Maya itu tidak menyerah. Dia menunjuk Sera dengan tegas. Kedua matanya melotot. "Kamu tidak pantas! Bupati harus turun!""Bupati, kami memilih Bapak. Jadi, tolong jelaskan saja masalah ini," sela warga lainnya yang diikuti sorak semua warga. "Ya, kami ingin penjelasan!"Suasana memanas dan lelaki pembuat masalah itu tersenyum, sampai Willem tiba-tiba datang. Perawakannya yang berbeda dari warga kebanyakan, jelas membuat atensi warga tertuju padanya. "Istri Bupati tidak hanya cantik. Dia cerdas dan jago berbahasa asing," ucap Willem tiba-tiba sembari tersenyum menatap Anggoro. Dia kini men

    Last Updated : 2023-11-15
  • Pesona Istri Desa sang Bupati   BAB 10

    Anggoro masih terpaku. Kedua alisnya mengernyit sangat dalam. Kejutan apalagi ini?"Apa yang kau lakukan?" Anggoro melangkah perlahan. Mendekati Sera yang kini menutup sebagian wajahnya dengan kain hitam. Hanya terlihat kedua matanya yang bewarna abu-abu."Untuk apa kau melakukan itu?" tanya Anggoro dengan nada pelan. Kedua mata hitam itu tidak terlepas dari wajah Sera."Wajah ini hanya untuk suamiku. Saya memang bersalah. Paling tidak, izinkan saya membalas dengan pengabdian."Balasan itu, semakin membuat jantung Anggoro berdebar. Tidak ada wanita yang akan tahan dengan siksaan. Tapi ... memang kali ini dia menghadapi wanita yang sangat berbeda. Hanya saja, apakah kedua mata itu bisa menutup kecantikannya?Anggoro masih saja terpaku dengan keindahan kedua mata itu. Bahkan, semakin terpaku saat bulu mata lentik itu bergerak ketika mengedip. Sontak dia kembali memalingkan wajahnya."Kau akan menemaniku bertemu Bapak Gubernur. Lakukan saja tugasmu dengan baik."Anggoro berjalan keluar

    Last Updated : 2023-11-16

Latest chapter

  • Pesona Istri Desa sang Bupati   Bab 135

    Mereka berdua masih saling bertatapan. Selang beberapa detik Willem mengalihkan pandangannya. Dia tidak mau Sera membahas tentang apa pun. "Hanya masalah pekerjaan biasa yang selalu membuatku pusing. Sudah kita lebih baik kembali saja. Kau ingin bertemu dengan Satria kan?" Lelaki Belanda itu menarik tangan kanan Sera dan menggenggamnya dengan erat. Wanita itu berjalan dengan sangat pelan karena perutnya yang terasa sangat nyeri. Sesekali dia memegangnya. "Aduh Pak. Maafkan saya. Tadi saya mencari Nyonya kemana-mana. Syukurlah dia sudah bersama Bapak," ucap sang sopir sambil menarik nafas lega. "Jadi kau membiarkan dia masuk ke sana sendirian?" Willem dengan tegas menatap lelaki itu yang hanya menundukkan kepala. "Sudahlah. Ngapain dia ikut masuk ke dalam? Itu kan khusus untuk wanita. Lagi pula aku sudah bertemu denganmu. Ayo kita masuk ke dalam mobil." Sera bergegas masuk ke sana. Willem masih saja berusaha mengatasi emosinya. Dia tidak mau terlihat panik dan cemas. "Menca

  • Pesona Istri Desa sang Bupati   Bab 134

    Anggoro tidak mengerti kenapa Pamela pergi dari hadapannya begitu saja seperti orang ketakutan. "Pamela! Kenapa kamu pergi Pamela? Kita belum selesai bicara Pamela!" Padahal sebelumnya dia tidak mau bertemu dengan Pamela. Tapi karena gelagat Pamela yang mencurigakan seperti itu membuat Anggoro tertarik untuk menemui wanita itu. Anggoro berjalan cepat keluar dari ruangan itu. Sebenarnya dia tidak boleh melakukannya. Melihat Anggoro yang hendak meninggalkan ruangan, beberapa polisi yang terduduk spontan berdiri dan menarik lengan sang Bupati. "Pak! Sudah ku katakan kalau Bapak itu tidak boleh keluar tanpa seizin kita. Kenapa? Jangan-jangan Bapak melakukan kekerasan lagi kepada Nyonya Pamela. Ayo ngaku!" teriak polisi sambil menunjuk Anggoro yang terus menatap Pamela sampai keluar dari kantor kepolisian. "Pasti anda melakukan sesuatu dengan Nyonya Pamela. Aduh seharusnya Nyonya Pamela itu bersama dengan pengacaranya. Lihatlah dia keluar ke jalan cepat seperti itu." Polisi lainn

  • Pesona Istri Desa sang Bupati   Bab 133

    Oh tidak. Ada apa ini sebenarnya? Kenapa Sera tiba-tiba memberikan tugas itu kepada Willem? Jelas-jelas tugas itu adalah suatu hal yang tidak akan pernah dia lakukan. Pamela sangat kesal ketika Satria mengancamnya. Dia masih saja setengah mabuk saat itu. Apa yang bisa dia lakukan? Tidak ada yang bisa dia minta bantuan kecuali Willem. Tanpa basa-basi Pamela menelepon lelaki Belanda itu dan mengatakan semuanya. "Satria bisa mengancam hidupku. Jika aku tertangkap, aku akan membawamu juga." Ucapan Pamela saat itu membuat Willem sangat emosi. "Apa kau tidak memiliki perasaan apapun terhadap anakmu? Dia adalah anak kandungmu dan kenapa kau tidak bisa mengatasinya?" Willem masih saja meminta Pamela untuk tidak berbuat bodoh. Apalagi itu adalah anaknya sendiri. Tapi apa hasilnya? Pamela hanya menginginkan kemenangan. "Bawa dia pergi. Tapi jangan pernah kau sakiti dia," balas Pamela kemudian menutup panggilan. "Sialan. Dia selalu memberiku pekerjaan yang sangat bodoh seperti ini. A

  • Pesona Istri Desa sang Bupati   Bab 132

    Willem tersenyum sambil melebarkan kedua matanya. Dia masih belum bisa menjawab apa yang menjadi permintaan Sera. "Kenapa?" tanya Sera dengan suara pelan. "Aku sangat merindukan anak itu dan aku memiliki janji yang belum aku lakukan. Entah kenapa aku ingin sekali bertemu dengannya. Bukankah kau bisa melakukan apa pun yang aku inginkan? Pertemukanlah aku dengan Satria." Willem menarik nafas panjang untuk mengatasi rasa gelisah di dalam dirinya. Dia sudah berjanji kepada Sera. Mempertemukan Sera dengan Satria adalah hal yang bisa dia lakukan dengan sangat mudah. "Jika kau tidak bisa melakukannya, baiklah. Aku tidak akan memaksa. Mungkin aku akan meminta bantuan Bima. Dia adalah paman dari Satria. Pasti dia bisa mengabulkan keinginanku," lanjut Sera tidak menyerah. "Tidak," sela Willem. "Akan aku lakukan apa pun yang kau inginkan." Lelaki Belanda itu menatap sang sopir dari kaca spion dan lanjut berkata, "Kita akan menuju ke rumah Anggoro. Kita akan bertemu Satria di sana." Sa

  • Pesona Istri Desa sang Bupati   Bab 131

    Maya mendekati Bima, berusaha untuk menjaga lelaki itu agar tidak mengejar Sera yang sekarang sudah dibawa oleh Willem keluar dari kantor persidangan. "Aku tahu kau ingin mengetahui sesuatu bukan? Kau sudah menyelidiki semuanya. Tapi itu tidak akan mengubah apa pun. Aku akan tetap menjagamu untuk menikahi Sera karena itu merupakan pembalasan dendam yang harus aku lakukan untuk membuatmu menderita." "Sudah jelas-jelas aku salah memilihmu. Bahkan Ibuku sekarang tidak menyukaimu. Untuk apa kau mempertahankan diriku sementara aku sama sekali tidak tertarik padamu?" balas Bima sambil mengawasi Maya dari atas sampai bawah. "Kau sama sekali tidak memiliki apa pun untuk menarik perhatianku. Jadi lebih baik kau berkaca sebelum kau mencari yang lain, karena aku yakin tidak akan ada lelaki yang tertarik kepadamu." Bima akan melewati Maya begitu saja. "Oh ya. Aku memang tidak akan pernah melepaskanmu dan melampiaskan diriku pada lelaki lain." Maya mendekati Bima kemudian tertawa dengan s

  • Pesona Istri Desa sang Bupati   Bab 130

    "Bupati tidak ada di ruangan!" teriak salah satu polisi. "Ke mana dia? Tadi dia bertemu dengan Nyonya Maya tapi sekarang dia menghilang begitu saja," lanjutnya dengan sangat panik, membuat beberapa anggota polisi lainnya berlari berhamburan dan memeriksa semua ruangan. Ketika ada salah satu yang akan memeriksa ruangan sebelah, mendadak anggota polisi lainnya menahan gerakannya. "Bukankah kita sudah memeriksa ruangan itu dan mengembalikan kursi yang dilempar itu? Tidak ada siapa-siapa di dalam. Ayo jangan buang waktu. Pasti dia kabur tidak jauh dari sini." Mereka akhirnya pergi dari sana. Sera yang semula mendorong tubuh Anggoro agar bibirnya bisa lepas itu tidak jadi ketika Anggoro menggelengkan kepala. Mereka berdua masih saja dimabuk asmara. Tidak peduli mereka mendengar keributan terjadi di luar. Anggoro pun tidak peduli jika dia nantinya akan mendapatkan hukuman tambahan karena menghilang begitu saja dan membuat semua orang panik. Ketika Anggoro sudah melakukannya dengan san

  • Pesona Istri Desa sang Bupati   Bab 129

    Anggoro masih terdiam mendengar apa yang dikatakan Maya. Wajah mereka memang sangat mirip. Awalnya Anggoro tidak mencurigai apa pun. Kebanyakan orang yang berasal dari luar Indonesia memiliki fisik yang sama. Kedua mata mereka memiliki warna yang khas. Anggoro tidak pernah memusingkan hal itu. "Tentu saja mereka sangat mirip. Seharusnya kita paham dari awal. Sera itu bukan orang Indonesia. Walaupun dia memiliki orang tua dari Indonesia. Tapi ... ibunya adalah seorang wanita penghibur. Yang aku dengar, dia pernah menjalin hubungan dengan orang Belanda," lanjut Maya sambil terus bersedekap disertai senyuman sinis ke arah Anggoro yang masih terdiam kaku. "Kau tidak boleh menikahkan mereka sebelum mereka melakukan tes DNA," imbuh Maya dengan jari telunjuk tepat ke arah wajah Anggoro. "Omong kosong apa ini? Aku tidak akan pernah melakukannya. Umur mereka sangat jauh." Anggoro kini berdiri dan mendekati pintu kemudian lanjut berkata,"Aku dan Willem memang satu kampus. Tapi aku jauh leb

  • Pesona Istri Desa sang Bupati   Bab 128

    Pamela semakin mengangkat kertas itu. Simbah berdiri dan menatap mantan menantunya itu. Dia sudah tidak menganggap Pamela sebagai menantunya lagi. Tersirat rasa marah di sana. "Keberatan yang mulia. Sebuah bukti bisa dikeluarkan jika memang diperlukan. Ini sama saja menghina persidangan," teriak salah satu pengacara Anggoro sambil menunjuk Pamela. "Keberatan diterima. Seharusnya kita bisa melakukan prosedur dengan baik di persidangan ini," ucap hakim. Pengacara Pamela mendekati wanita itu dan berusaha untuk menenangkan Pamela. Pamela pun kembali duduk sambil memperlihatkan senyuman sinis. Anggoro sangat paham dengan Pamela. Wanita itu sangat pintar berakting. Namun, dari mana dia bisa mendapatkan surat itu? Pasti ada orang dalam yang membantunya dan ini sangat tidak baik. Persidangan terjadi dengan sangat menegangkan dan runyam. Anggoro semakin terpojok. Sampai setelah 2 jam berlalu, persidangan itu pun selesai dan akan dilanjutkan 2 hari lagi. Di dalam ruangan Anggoro ter

  • Pesona Istri Desa sang Bupati   Bab 127

    Sera kemudian masuk begitu saja ke dalam kamarnya. Maya yang seketika itu berdiri dan akan mengikuti, segera menghentikan langkah ketika Sobar menggelengkan kepala. "Biarkan dia sendiri dulu. Masalahnya sangat rumit. Mungkin jika dia tidak mencintai Anggoro, semua tidak akan terjadi seperti ini." "Ya ... tapi jujur. Aku memang melihat Anggoro mencintainya," balas Maya sambil berkacak pinggang, menatap pintu kamar Sera yang kini tertutup rapat. Sobar semakin menatap Maya. Lelaki itu mengernyitkan kedua alisnya dan berkata, "Kenapa tiba-tiba kau berubah menjadi seperti ini? Padahal dulu, kau menertawakan dia saat Bu Broto dan suaminya, serta Bima menginjak-injak harga dirinya." Sobar menarik Maya untuk menjauh dari kamar Sera. "Aku tidak mau Sera mendengar apa yang kita omongkan. Dia itu sangat menderita ketika kau melakukan itu. Kau kan tahu juga, gara-gara Bima dia akhirnya menjadi seperti orang gangguan jiwa. Apalagi menyebabkan kecelakaan yang membuat anak bupati menjadi lu

DMCA.com Protection Status