"Bang ...." Rasanya kali ini ada rasa sesak dihatiku."Kenapa?" tanyanya, dia langsung mengecup keningku. Dia tahu aku khawatir padanya."Cepat kembali jangan lama-lama." Dia mengangguk."Hanya ini solusi yang terbaik. Untuk sementara istri abang dan Shaka menepi disini. Dan aku harus mencari solusi semua keonaran ini tidak mungkin abang hanya berdiam diri." Ternyata dia sejak semalam berusaha agar aku tidak panik, padahal sebenarnya dia mungkin justru sangat panik memikirkan Brayen.****Hari ini kami dikejutkan lagi dengan video viral ibu mertua bersama bos Atmadja. Mereka terlihat kompak bersatu untuk menuntut Reza sebagai orang yang tidak bertanggung jawab. Apa maksudnya? Apa hubungan ibu Ratih dengan bos Atmadja yang kudengar dari Fatia, dia adalah ayah dari dokter Gunawan.Kutekan tombol hijau untuk menelpon dokter Gunawan. Namun, nomornya tidak aktif, semenjak aku kembali bersama Reza,
Hari demi hari belum ada kabar dari Reza. Kabar terakhir dia nyebrang ke luar pulau menjemput Brayen. Namun, sampai saat ini belum ada kabar dari Reza. Tentunya aku tidak bisa berdiam diri di rumah menunggu ketidakpastian. Reza kemana? Tidak mungkin selama ini meninggalkan kami. Ini sudah hari kelima dia pergi menjemput Brayen. Meski di media sudah mulai tidak seramai pemberitaan yang kemarin, tapi tentu sebagai istri ini tidak bisa dibiarkan. Dengan tergopoh Fatia datang menghampiriku. Membawa sebuah surat yang datang dari asisten Reza dari kantor. "Surat Persemian Gedung Baru Perusahaan Atmadja." Maksudnya? Apa mereka sengaja mengundangku menggantikan Reza ke perusahaan itu. Lalu tujuannya apa? Mengapa hidupku dilematis begini. Apa sulit gadis desa sepertiku menjadi istri sultan? "Siapa yang mengantar ini Fatia? Mengapa mereka tahu lokasi ini?" tanyaku. "Asisten tuan di kantor yang datang. Katanya tu
Malam ini aku dirias oleh asisten yang diutus. Rena setia menungguku, sesekali dia terus tersenyum padaku. Wajahnya sungguh menawan, wanita berkelas yang pernah kulihat. Dibandingkan Pricilia, masih jauh dari tampilan Rena. "Tak salah kak Reza memilih istri, kakak sungguh cantik sekali. Wanita yang kak Reza selalu sebut dalam do'a." Ha? Maksudnya? "Meski kakak dijodohkan, tapi sudah jauh hari kak Reza sudah mencintai kakak. Berapa banyak wanita yang mendekat, tak satu pun yang membuatnya tertarik. Itu mungkin yng namanya jatuh cinta pada pandangan pertama." Aku diam. Apa Reza begitu mencintaiku. "Rena yakin kakak itu wanita yang sangat berkelas hingga kak Reza jatuh cinta kepada kakak."
"Jangan terlalu bahagia Cinderella kesiangan, ini mungkin malam terakhir bagimu menikmati semua peranmu. Kamu akan kembali ke asalmu sebagai gadis desa yang antah berantah." Sabar, atur nafas dalam-dalam. "Hi, ibu tiri. Masih ingat aku, malam ini kami akan menyadarkanmu dimana asalmu berada. Jangan samakan kakak iparku dengan dirimu yang tidak jelas asal usulnya. Jika kamu ingin menjadi nyonya besar aku pastikan akan mengembalikanmu ke habitatmu ibu Ratih yang tak punya malu!" Teriak Rena yang membuat sebagian orang melirik kami. Namun, Rena tak peduli dia menggandengku untuk terus melangkah dengan anggun. "Kakak tetap kalem, biar aku saja yang bar-bar malam ini," ucapnya terkekeh. Ya Allah aku seperti merasakan Reza versi wanita yang tetap tenang dengan situasi yang menurutku semakin mendebarkan. Tak terima diperlakukan seperti itu oleh Rena, bu Ratih mengejar kami, tapi Rena langsung mengangkat tangannya seketika bu Ratih langsung dih
Aku masih shock tidak percaya dengan yang kudengar malam ini. Kali ini Seluruh mata menatapku, apakah ini kenyataan? Sepertinya ini mimpi. Namun, suara ayah begitu tegas tanpa ada sedikit keraguan sedikit pun. Rena memegang tanganku, seperti menguatkan bahwa ini tidak mimpi. Ini nyata! "Nina Humaira adalah putriku satu-satunya. Kami tinggal di desa karena aku ingin menjauhkan keluargaku dari perkara yang namanya bisnis." Semua tamu hening. Tak ada satu pun yang berbicara seperti terhipnotis dengan ucapan ayah. "Mungkin bagi sebagian orang ini mustahil, tapi ini kenyataan. Aku membawa keluargaku untuk hidup tenang di desa di bawah kaki gunung. Nina itu bukan cinderela yang tiba-tiba menikah dengan pangeran. Namun, dialah yang menjadi seorang putri sebenarnya. Bukan abal-abal seperti yang kalian pikirkan dimana seorang gadis des
"Pak kepala ...." Satu bos yang ingin salaman."Pak ketua perkenalkan ...." Lagi, ayah menolak dengan mengangkat tangan."Pak ...." Belum apa-apa sudah ditolak oleh ayah.Banyak yang maju, ayah hanya mengangkat tangannya saja. Sejak kapan ayah menjadi keren seperti ini. Apa aslinya begini."Ayah persis seperti adegan drakoor yang Nina tonton," bisikku."Hahaha ... penjilat seperti mereka jangan diladenin. Bisnis itu mengerikan, meski sangat menjanjikan."Kami bertiga masuk mobil, dan membahas banyak hal. Walau pikiranku hanya nama Reza. Dimana Reza berada sekarang? Mengapa rindu ini begitu berat, tapi aku tak ingin membuat suasana saat ini menjadi tak tenang. Nanti kalau sudah sampai rumah baru aku tanyakan."Rena tak ada niat untuk berbisnis? Beberapa hotel butuh pimpinan yang cekatan dan style nya mirip Rena," tanya ayah. Aku hanya menjadi pengamat yang masih shock dengan semua ini.
Aku bangun dan ada dokter Gunawan yang sedang mengecek kondisiku. Ada ibu dan ayah yang juga memegang tanganku. Sementara Shaka digendong Fatia.Aku tersadar jika aku pingsan karena melihat Reza yang terbaring lemah disana."Mana Reza, yah?" tanyaku. Yang kuingat hanyalah Reza. Tak ada yang lain."Kamu istirahatlah, Nin," ucap ayah, kulihat matanya sembab. Sepertinya beliau khawatir denganku.Kenapa hidupku terasa sulit, orang lain begitu mudah menjalani peran. Namun, kenapa aku merasa hidupku belum menemukan titik temu kebahagiaan yang nyata. Aku berusaha untuk duduk, kulihat Shaka dalam gendongan Fatia. Anak yang harusnya kurawat dengan total dan penuh kasih sayang nyatanya malam ini aku dikejutkan lagi dengan Reza yang terbaring
Dia hanya menatapku, tapi tak sedikit pun memanggil namaku. Aku seperti orang asing didekatnya. Ingin menangis, tapi kutahan walau bagaimana pun Reza yang sudah sadar membuat kami merasa lega."Ini kakak ipar Rena, istri kakak," jawab Rena."Kapan kakak nikah, Ren?" tanyanya. Dia nampak bingung, sementara aku hanya gigit jari ditatap olehnya.Aku semakin mundur, tapi dokter Gunawan menarikku untuk bicara. Ada ibu yang menemani. Dia melihatku yang keluar dari ruangan. Biarlah dia berfikir sejenak barangkali dia akan mengingatku walau sedikit saja."Bagaimana bisa, dok. Dia mengingat saudaranya sementara aku tidak."Dokter Gunawan terlihat atur nafas.&