Ayah berteriak, tapi kami tidak peduli. Entah bagaimana ceritanya ayah menggunakan Pluit agar kami naik ke atas. Ya Allah capek rasanya. Bukannya menyesal kami malah tertawa lepas.
"Ya Allah Nina, lihat wajahmu kayak apa!" Ibu ikut teriak."Gitu sudah punya bos buciiin!" Farhan tak mau kalah meledek bosnya."Kalian ini, memang benar-benar." Ayah mau marah, tapi Reza jahil dia tempelin lumpur ke hidung ayah. Bukannya marah ayah ikut mengambil lumpur menaruh di wajahnya Reza. Ya salam benar-benar somplak semuanya."Ayah nyerah, kalian tidak bisa dipisahkan.""Yeeee! Nina I Love you ...." Ya ampun si Abang tak sadar berteriak di tengah sawah, Farhan hanya geleng-geleng kepala melihat tuannya. Ibu juga kulihat tak dapat menahan tawanya.Kelakuan abang Reza memang!****Pulang dari sawah, aku langsung membersihkan diri. Reza pun demikian. Ayah sudah menyerahkan yang menanam padi pada ahlSetelah mengatakan itu, entah mengapa reuninya terasa beda. Ada yang mau mendekatiku, tapi malu karena Reza terus menempel. Kami duduk berduaan merasakan atmosfer cinta yang bersemi di hati kami. Ini sih, bukan reuni, tapi kencan dadakan abang dan adek. Uhuuk."Siapa Feri itu sayang?" tanya Reza."Katanya sih dulu suka sama adikmu yang manis ini," jawabku sambil memamerkan senyuman termanisku."Wah, main-main kalau dekati istriku.""Namanya juga masa SMA sayang, banyak masa lalu lah, memang abang gak ada yang suka?" tanyaku semoga tidak cemburu saja. Biasanya wanita yang bertanya-tanya, dikasitahu eh, ujung-ujungnya tetap saja cemburu."Ada, bahkan tiap hari tas abang penuh dengan surat
"Welcome Miss Adytama," ucapnya sambil langsung memelukku."Perkenalkan ini adalah nyonya Adytama kalian penuhi segala kebutuhan beliau," sambut Miss Dora ke semua pelayan yang ada.Shaka dibawa langsung oleh Fatia, sementara aku menyiapkan keperluan Reza yang akan segera berangkat kerja. Suasana tentunya beda dengan pertama kali aku berkunjung ke rumah ini, untuk pertama kalinya aku menyiapkan kebutuhan Reza layaknya suami istri."Jangan capek ya, sayang. Happy saja di rumah ini. Jika ada sesuatu yang adik dengar dan menjadi pikiran, cepat laporkan abang.""Siap sayang.""Jangan terlalu percaya dengan seseorang seratus persen, apa pun yang kiranya merasa janggal jangan disembunyikan dari abang," ucapnya lagi. Aku sibuk merapikan dasinya."Di meja rias ada ponsel yang sudah abang beli. Langsung ada sim card nya juga, nanti kalau kangen langsung telpon abang, oke."
Hampir ketahuan, setelah mengatur nafas aku langsung balik badan ternyata yang menarikku adalah Fatia. Syukur, aku kira siapa yang menarikku. Jantung ini masih belum beraturan."Nona, kenapa teledor sekali." Fatia memarahiku karena dia juga sambil menarik nafas agar tidak ketahuan.Kami langsung mengambil Shaka dan membawanya ke kamar. Fatia terlihat panik juga. Degup jantung ini benar-benar berirama. Kami langsung mengunci pintu kamar agar tidak ada yang mendengar percakapan kami."Non, ternyata di rumah ini ada monster berbulu domba," ucap Fatia. Ada-ada saja Fatia ini. Serigala berbulu domba, sih, iya."Memang apa yang mbak tahu?" tanyaku yang mulai penasaran."Ibu tiri tuan ternyata
Dia memangku Shaka layaknya seorang saudara kandung. Tak ada sama sekali dihatinya terlihat iri dan dengki, padahal bisa saja dia berfikir daddy nya tidak sayang lagi dengannya. Kuakui dia anak yang cerdas."Miss, aku sudah tahu kok kalau aku bukan anak Daddy," ucap Brayen. Deg, kulepas mainan Shaka yang sedang kurapikan."Tau darimana?" tanyaku."Oma, maminya daddy bilang begitu. Katanya kalau aku mau aku bisa menuntut daddy atas kematian ibuku." Astagfirullah, anak kecil pun di cuci otaknya."Lalu, apa tanggapan Brayen?" tanyaku kembali."Brayen sadar diri, Miss. Tak ada orang yang sebaik daddy. Aku juga baru sadar daddy sering ganti pengasuhku dulu karena mereka semua berkomplotan dengan oma." Satu lagi fakta yang aku ketahui. Ternyata ibu tirinya Reza benar-benar monster yang ingin menguasai semua lini."Brayen .... Miss yakin walau Brayen masih terlalu kecil untuk tahu ini dan itu, tapi ketulusan tida
Ibu mertua tak berkutik. Semua yang ikut makan malam nampak tegang."Ku ingatkan kepada kalian semua, bahwa nyonya di rumah ini adalah istriku bukan yang lain." Aku mendekati Reza untuk menenangkannya. Karena tak tahan Ibu mertua langsung masuk ke kamarnya."Farhan kenapa dia mulai bertingkah?" tanya Reza yang sedikit geram malam ini."Gara-gara kartu kredit yang tuan blokir.""Jika dia berulah lagi, pastikan dia keluar dari rumah ini. Aku tidak ingin istri dan anakku tidak nyaman di rumah ini," sambung Reza. Wajahnya kali ini sangat serius, beda ketika kami berdua di kamar."Miss Dora pastikan jika ada pelayan yang menjadi penyusup atau mata-mata. Langsung pulangkan saja tanpa diberi pe
"Ih, masak. Sejak kapan Reza Adytama ngorok sayang.""Sejak semalam, sampai aku tidak bisa tidur." Ku jewer pipinya agar dia segera bangun.Terima kasih untuk tadi malam," ucapnya sambil spontan mencium pipiku. Ih, ini orang bisa saja."Boleh nambah lagi kan?""Oh, tidak sayang tadi malam saja ehm ....""Ehm apa?" Ih, ini orang bikin malu saja. Dia malah nyengir. Lucu kali lihat istrinya yang malu.Kami salat subuh be
***Tak terasa sudah satu minggu berada di rumah ini, Shaka sudah bisa beradaptasi meski ibu tirinya Reza masih suka nyeletuk, tapi aku hanya membalas dengan senyuman."Jangan terlalu merasa menjadi nyonya," ucapnya sambil membawa tas. Mungkin dia akan berangkat shoping."Kupastikan jika Reza tiada nanti, kamu akan kubuang dari rumah ini karena tidak berguna," sambungnya lagi.Benar-benar monster itu orang."Non, kenapa dia semakin lama semakin mengerikan," ucap Fatia yang tiba-tiba ada di belakangku."Kita lihat saja sampai kapan dia akan kuat tanpa uang.""Kabarnya dia suka berjudi, non. Dengan teman sosialitanya.""Besar kemungkinan, Fatia. Lumayan bikin hati tak nyaman itu orang. Kadang aku mikir kenapa dia tidak diusir saja.""Sama, Non. Mungkin ada alasan tuan secara dia masih istri kedua dari almarhun daddy nya tuan."Duaaar .... Terdengar seperti
Kupandang wajahnya yang sedang terlelap tidur, wajah yang membuat siapa saja candu. Tanpa sengaja kubelai wajahnya, merasakan dari dekat rasa ini. Ah, sepertinya aku juga sudah bucin padamu sayang. Tiba-tiba dia juga ikut memegang tanganku. Dia memang sangat pandai membuatku malu. Entah mengapa juga meski sudah sah menjadi suami istri rasanya masih tetap malu jika ketahuan terlihat bucin olehnya. "Ada apa? Mau nambah lagi, sayang." Tu kan, sifat reseknya masih saja sering muncul. "Ogaah ...." "Gak usah malu sayang, kita ini suami istri sudah sah lahir bathin." Ih, dia pakai adegan mengacak-acak rambutku.